Tampilkan postingan dengan label Islam vs Kristen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Islam vs Kristen. Tampilkan semua postingan

Rabu, 22 Maret 2017

TERLAKNATNYA NASRANI OLEH AL QURAN


Menyusuri Jejak Muslim Pengikut Tradisi Kristiani




Arif Yusuf



Pendahuluan
        Tahun 610 Masehi(1), Dunia Makkah telah tersentuh oleh sebuah gebrakan Peradaban baru yang tengah di susun oleh Muhammad saw. Lebih dari 20 tahun menjalani kehidupan sebagai seorang pedagang, Muhammad bin Abdullah saw. mengguncang masyarakat Quraisy dengan sebuah “khayalan” ligthsbeing yang memaksanya untuk membaca(2)– padahal saat itu ia tidak dapat membaca – . Ibnu Atsir (w. 630 H) memberikan informasi bahwa “Muhammad bin Abdullah memulai Islamnya bersama Khadijah dan Ali.” Untuk memulai ajaran baru dan bermaksud “mengambil kekaisaran Byzantium dan Persia ke tangannya.(3) Kedatangan Muhammad saw ini kemudian menimbulkan konfrontasi besar-besaran pada masyarakat Makkah dan kemudian Madinah, sampai semenanjung Arab, baik dari suku Quraisy, Hudzail, Authas, Juhainah, Daus, Ri’il, Dakwan, Ushayyah, Bani Tamim, Muzainah, Bani Asad, Bani Ghataffan, dll. 
       Abu Jahal menjadi tokoh utama musuh Allah dan Rasulullah dari Suku Quraisy, kemudian ada Bani Lahyan (suku Hudzail) yang pernah memerangi pasukan Sariyah yang diutus Muhammad saw.(4) Suku Authas juga disebut sebagai musuh Islam dengan adanya riwayat bahwa Rasulullah saw mengutus pasukan usai perang Hunain ke wilayah Authas,(5) Suku Juhainah disebut sering mencuri perbekalan Haji dari Kaum Muslimin.(6) Suku Daus disebutkan telah durhaka dan membangkang oleh Thufail bin Amru kepada Rasulullah saw.(7) Rasulullah saw pernah berdoa, "Ghifar, semoga Allah mengampuninya, Aslam, semoga Allah menyelamatkannya, 'Ushayyah, mereka telah membangkang Allah dan Rasul-Nya. Ya Allah, laknatilah Bani Lihyan, dan laknatilah Ri'il, dan Dzakwan, "(8) tentang Bani Tamim, diantara kejahatan mereka ialah “meragukan kerisalahan Muhammad saw”.(9) Bani Asad dan Ghatafan dikatakan segolongan dengan Bani Tamim (yaitu lebih rendah martabatnya dari Aslam, Ghifar dan Muzainah).(10)
       Konfrontasi ini, telah disebutkan oleh  Waroqoh bin Naufal bin Asad bin Abdul 'Uzza, "Ini adalah Namus, seperti yang pernah Allah turunkan kepada Musa. Duhai seandainya aku masih muda dan aku masih hidup saat kamu nanti diusir oleh kaummu"(11) Maka ini memang cara yang khas, yang dilakukan oleh masyarakat Timur Tengah untuk menolak “gagasan baru” yang terkesan “menyakiti” ajaran tradisi dan budaya mereka.(12) Begitu halnya dengan sikap “Nasrani” ketika menolak ajaran Islam yang disebut “Invasi” terhadap ajaran kedua kakaknya, yaitu Yahudi dan Nasrani.(13) Pertentangan ini timbul karena sikap para penyebar “agama baru” ini terlalu berlebihan dan tidak pandang bulu, melainkan harus merombak total tradisi yang telah umum di masyarakat (revolusi). Untuk mencegah semakin parahnya konfrontasi antar elemen masyarakat ini, para bijak bestari mencoba mencari alternatif solusi, bahwa seharusnya bukan revolusi, melainkan rekonstruksi maupun rekonsiliasi antar masyarakat apabila telah terjadi sedikit gesekan.
       Dalam tradisi Kristen, tentu kita tidak akan lupa pada sebuah konflik tentang Penyaliban Yesus. Kisah tersebut, dalam berbagai literatur disebutkan bahwa Para Rabbi Yahudi tidak bisa menerima Yesus yang seolah “sok suci” karena dengan lantang menyuarakan, “Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga.”(14) Risalah radikalitas Yesus ini juga tersirat dalam perkataan orang-orang Farisi, "Mengapa murid-murid-Mu melanggar adat istiadat nenek moyang kita? Mereka tidak membasuh tangan sebelum makan."(15)
       Ini menjadikan Yesus sebagai sesosok batu sandungan bagi Orang Farisi dalam hal sosio-religi(16) Karena memang, alasan Yesus ialah, “Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya.”(17) Kejengkelan para Imam Yahudi ini memuncak pada saat Yesus di tangkap di Getsmani. Ia dikatakan oleh para Imam Yahudi, “ia menghujat Allah, untuk apa kita perlu saksi lagi. Sekarang telah kamu dengar hujat-Nya.”(18) Konfrontasi yang amat riskan untuk dibenarkan sebagai sebuah bumbu. Saya lebih suka istilah Morey “berlebih-lebihan” atau kata Karl Marx “candu”, yaitu alat pencarian jati diri yang disalah artikan. Sikap ini, lebih berafiliasi kepada sebuah kenyataan bahwa apabila sekelompok masyarakat gagal menjalankan aksinya, maka agama dijadikan alat penahan, pelarian, dan bahkan propaganda yang tak terbendung. 
       Dalam penelitian kami ini, kami mencoba mencari beberapa kejanggalan dan tindakan sosial yang digeluti para pemimpin barisan agama untuk memasarkan agamanya, agar tidak terjadi konfrontasi yang berakibat konflik sosio-emosi (socio-emotional conflict)(19) Diantara kejanggalan yang kami maksud ialah ketika ketidakjujuran atau pemindah peranan identitas murni dari sebuah agama(20). Sebagaimana A. Mukti Ali (1993 : 500) menyebut, “kesalahan bukan pada doktrin, melainkan pada tafsir atas agama itu.” (21)

Imam Yahudi dan Nasrani di laknat Allah ta’alaa.
        Ketika berbicara mengenai laknat Allah azza wa jalla kepada Yahudi dan Nasrani, begitu banyaknya teks kitab suci Al Quran dan Al Hadits yang menyebutnya. Majdi Sayyid menyebut Yahudi terlaknat karena membangkang, mereka mengetahui kebenaran, tapi tidak mau menerimanya. (22) Allah ta’alaa berfirman sebanyak 4 ayat dalam QS An Nisa’, bahwa  orang yang merasa dirinya suci, yaitu orang yang di beri sebagian dari al Kitab, tapi merasa lebih benar dari orang yang beriman. Maka mereka orang yang dilaknat Allah ta’alaa.(23) Orang-orang ini, ialah Yahudi dan Nasrani(24). Mereka juga dilaknat karena mengubah-ubah isi kitab suci mereka sendiri. Dengan bermaksud menyembunyikan kebenaran.(25)  Mereka juga terlaknat karena mengadakan teologi yang menyesatkan umat Manusia, yaitu ketika mereka mengolok-olok Allah azza wa jalla.(26)  Hal itu dikarenakan mereka telah dirasuki oleh sifat-sifat orang jahat yang mencoba merusak kemurnian agama mereka.(27) 
       Mereka juga dilaknat karena memberlakukan bahwa Al Kitab adalah Makhluk, yaitu dengan doktrin “firman yang bisa menjadi manusia.”(28) Teologi inilah yang juga menjjadi “pemantik” atas konflik teologi antara Islam dan Nasrani(29).  Dalam Islam, Tradisi itu dihujat dengan masyhurnya riwayat, “Al Quran bukanlah Makhluk.”(30) Yaitu bukan berubah menjadi seperti makhluk Allah, siapa yang mengatakan selain itu, maka ia terlaknat. Sumber laknat utama dari Allah kepada Yahudi dan Nasrani ialah, “Uzair adalah Anak Allah” dan “Isa al Masih adalah Anak Allah”.(31)  Ini puncak ketegangan antara 3 saudara yang sangat berbeda dalam hal Aqidah dan Tauhid.(32)   ketegangan ini disebabkan karena kedua golongan itu menempatkan “Uzair (Izra; Ezra)”(33) yang ditempatkan Yahudi sebagai seorang Nabi dan bahkan lebih besar (Anak Tuhan).(34)
Kemudian Isa al Masih yang juga ditempatkan 100% Tuhan dan 100% Manusia.(35) Teologi ini menjadi sebuah batu sandungan bagi umat beragama lain, yang merasa “ganjil” terhadap segala konsepnya. M. E. Clark mengatakan, “Allah itu satu, Allah itu tiga,. Karena tidak ada ciptaan yang seperti ini, kami tidak dapat mengertinya. Tapi kami menerimanya saja.”(36) Konsepsi Trinitas ini teramat sukar dimengerti kalangan awam, bahkan para penyelidik Kekristenan. Yesus yang hanya dengan alasan “kelahiran Suci” menjadikan Gereja mengadopsinya sebagai “Anak Tuhan”(37). Hal ini ditetapkan pada masa Romawi menghancurkan Rumah Tuhan.(38) Setelah kami mencari, ada sebuah kenyataan bahwa “Konsili Nicea” pada 325 M menjadi biang keroknya. Karena selepas acara itu, Tuhan dalam keesaan ternodai oleh 3 Tuhan, 1 Tuhan, 1 yang 3, 3 yang 1(39).
       Sikap menempatkan Yesus sebagai oknum dari Tuhan ini, lahir berkat gesekan peradaban antara “12 Murid Yesus” dengan masyarakat Mesir, Yunani, maupun Romawi. Edward Gibbon menuliskan bahwa ajaran 3 oknum ini berakar dari ketegasan filsafat Platonis.(40) Program kulturasi budaya ini bukan hanya berlaku pada tradisi 3 oknum, namun kemudian upacara perayaan pun tetap di geluti, termasuk Natal.(41) Program distorsi yang besar ini dimulai pada masa Paulus Tarsus(42) bercengkrama dengan Lukas, yaitu ketika keduanya mencoba menulis karya-karya ajaran mereka. Paulus menancapkan sendi-sendi kekristenan dengan berbagai tulisan di tempat-tempat yang ia singgahi. Lukas, sebagai penulis dari Yunani mencoba mengarang Injil yang tanpa kejelasan metode, referensi, dan kajian pustakanya.(43)
       Akhirnya, dengan hasil karya keduanya, ajaran Kekristenan  berhasil di pupuk. Yesus yang semula dibiarkan berjalan sesuai kehendak dirinya sendiri, pada masa ini diubah dengan segala kemungkinan. Filsafat Yunani menjadi bagian penting.(44) Dari kesalahan inilah kemudian Umat Kristen dilaknat oleh seluruh Muslim fundamental yang menyebut Kristen kafir (yang akan masuk ke lembah kehinaan), yaitu karena menempatkan Yesus sebagai bagian dari Tuhan, bukan seorang Nabi.(45) Akan tetapi, sering kali ada yang menyanggah dengan paham pluralismenya.(46)
       Sumber dari segala kesesatan mereka bukanlah tentang tidak maunya mereka menerima ajaran Yesus yang murni, melainkan karena ulah mereka mencocokkan Teologi Alkitab dengan Filsafat Yunani.(47) Yang telah terjadi pada beberapa generasi. Mereka melakukan ulah merubah-rubah Ayat Tuhan agar sesuai dengan kehidupan mereka yang telah bercampur baur dengan masyarakat yang plural(48).

Muhammad Menolak Tradisi Arab Jahiliyah
       Telah masyhur dari para ahli hadits sebuah hadits, “barangsiaapa menyerupai suatu kaum, maka ia bagian dari mereka.”(49) Ibnu Taimiyah menjelaskan akan hal ini, “Keserupaan dalam perkara lahiriyah bisa berpengaruh pada keserupaan dalam akhlak dan amalan. Oleh karena itu, kita dilarang tasyabbuh dengan orang kafir”(50) Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim-nya telah menjelaskan adanya sebuah sikap kaum Muslimin yang mencocoki ajaran Islam dengan Nasrani dan Yahudi. Pencocokan ini bukan pada kekafiran yaitu tentang iman, melainkan pada penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh Ahli Kitab itu.(51) Rasulullah saw juga mengisyaratkan akan mengambil alih Kisra dan Romawi sebagai tempat dakwahnya. Beliau saw pernah beisyarat bahwa umatnya akan menghancurkan Kisra, dan terjadilah mukjizat itu di zaman Khalifah Umar bin Khatthab.(52)
Ketika Rasulullah saw mulai berdakwah kepada Kaum Quraisy agar meninggalkan tradisi mereka, Ia ditentang habis-habisan. Bahkan, Abu Thalib, menjadi penyalur aspirasu masyarakat Quraisy untuk menolak Muhammad saw. Tanpa pantang lebar, beliau saw menjawab, “Seandainya mereka menaruh Matahari ditangan Kananku dan bulan ditangan kiriku, niscaya aku tidak akan meninggalkan dakwah ini.(53) Ini menandakan sikap tegas Muhammad untuk tidak mengambil apapun dari masyarakat Arab Jahiliyah. 
       Selain beliau menolak tegas tradisi Arab jahiliyah, beliau mencoba tidak membuat agama baru, melainkan melengkapi risalah.  Apa yang  dilakukan Muhammad, bukan lantas menolak ajaran yang humanistik, melainkan hanya menolak sikap yang menempatkan tradisi istimewa. Islam, merupakan bentuk penyempurnaan atas sistem humanisme Yudeo-Kristen yang disebut sebagai “khatamul anbiya’.(54) Islam juga merupakan agama dengan ajaran yang mengambil ajaran Gereja Timur dan Apokrif Kristen.(55) Hal ini juga dengan jelas dengan isyarat, "Sampaikan dariku sekalipun satu ayat dan ceritakanlah (apa yang kalian dengar) dari Bani Isra'il dan itu tidak apa (dosa). Dan siapa yang berdusta atasku dengan sengaja maka bersiap-siaplah menempati tempat duduknya di neraka".(56)
       Akan tetapi, batasan tetap ada, yaitu bukan pada inti ajaran agama, tentang tauhid dan aqidah. Bahwa Islam telah sempurna, tidak pantas untuk mencari jalan lain, bahkan Injil yang diakui sebagai bagian dari risalah kenabian.(57) Budaya Kekrisrenan juga amat dilarang untuk diajarkan dalam Islam. Tradisi yang telah berlalu ribuan tahun pra Islam, ditolak mentah-mentah. Argumentasi logis – demi kemajuan – umat manusia menjadi titik tumpunya.(58) Islam menjadikan Hukum Tuhan (syariah) sebagai puncak dari segala misinya. Ini menembus batas logika manusia, karena sifat logika manusia yang labil dan amat sedikit yang mampu mencapai konsistensi. Risalah Muhammad saw juga sangat revolusioner karena sesuai catatan sejarah, ia telah memutar roda pemikiran manusia, merekonstruksi semua tahapan kehidupan manusia dari metafisika sampai fisika.(59)
       Budaya Islam seperti kata Marmaduke Pickthal juga bertujuan untuk memperindah kehidupan manusia itu sendiri, bukan pada perhiasan kehidupan. Ia juga bukan bermaksud untuk pengejawantahan Romawi-Yunani, seperti sangkaan kritikus Islam. Namun, ia memiliki ciri khas yang tiada duanya. Ia berlandaskan tauhid yang  menekankan penyelarasan material dan spiritual. Bahkan Gibb melihat, “Islam bukan hanya semata-mata sistem teologi, tapi Islam adalah sistem peradaban yang lengkap...” (60) dengan demikian, tiada celah bagi siapapun untuk merubah, merekonstruksi, maupun mencubit bahkan hanya sekelumit Hukum Tuhan. Manusia membutuhkan pembimbing spiritual, dan seperti kata A. M. Louis, “Filsuf, ahli pidato, utusan, pembuat undang-undang, ahli perang, penakluk ide-ide, yang memperbaiki dogma-dogma menjadi rasional, yang diagungkan tanpa patung-patung, pendiri dari duapuluh kerajaan yang berdekatan, dan pendiri kerajaan rohani, inilah Muhammad. Dengan mengingat segala ukuran di mana manusia dapat mencapai kebesarannya seperti ini, kita dapat bertanya, adakah orang lain yang lebih besar dari pada beliau?”(61) maka jelaslah, Muhammad menjadi pembimbing paling “tak terbantahkan” dalam hal spiritual maupun material manusia.
       Islam Muhammad juga berusaha mencerahkan manusia dikala peradaban tengah porak poranda.(62) Salah satu hal yang dilakukan ialah menghapus 3 jenis Pergaulan Pria dan Wanita yang keji(63). Bahkan, perilaku jahiiyah apabila masih dipakai oleh Muslim setelah datang risalah Islam, ia akan mendapat murka Allah.(64) Demikian tegas Muhammad menancapkan sendi-sendi moral, pendidikan, ekonomi, politik, ilmu, teologi, dan budaya. Bukan hanya moralitas yang membudaya, bukan pula teologi khayalan, bukan pula hanya politik dan ekonomi yang materialis, Islam begitu sempurna untuk dikoreksi.


Akulturasi Budaya sebagai bagian dari Dakwah.
       Diantara sikap da’i di tanah Jawa yang menjadi sebuah pemicu ketegangan ialah tentang dakwah dengan akulturasi budaya. Nauer (2003: 403) menjelaskan bahwa akulturasi ialah adanya pengaruh dari satu kebudayaan kepada kebudayaan lain sehingga terjadi perubahan pada kebudayaan tersebut. (65) Akulturasi budaya Islam dengan Hindu-Buddha sangat mencolok di masyarakat Jawa. Pesantren, sebagaimana disebut Mujamil Qamar, telah diklaim sebagai akulturasi ini.(66) Saat hadirnya walisongo lah awal dari segala bentuk akulturasi ini. Kemudian, terus berlangsung dari tahun ke tahun sampai tidak dapat dibedakan lagi antara budaya Islam Rasulullah sampai Indo-Islam. 
       Akulturasi budaya ini sebagaimana kata Simuh (2003) pada akhirnya menimbulkan dua gambaran. Pertama,  Islam mewarnai, mengubah, mengolah, dan memperbaharui budaya lokal. Kedua,  Islam justru diwarnai budaya lokal. Sunan Kalijaga sebagaimana sikap Anif Afiani (2010) telah menjadi teladan besar untuk proses dialektika antara Hindu Buddha Jawa dan Islam.(67) Alasan Sunan Kalijaga memilih hal ini karena apabila masyarakat Jawa dengan tegas diajarkan Nilai Islam Rasulullah saw, maka ia akan lari. Dengan demikian, alternatifnya ia memilih untuk memakai media-media lokal sebagai sarana dakwah, bukan memakai media Rasulullah saw dalam berdakwah(68). Kalangan Nahdliyin juga menganggap bahwa gambaran pertama adalah yang terjadi. Walisongo bukan mengadopsi adat istiadat Hindu-Buddha, melainkan mengajari mereka untuk mengenal Islam.(69)
       Dari hal ini, ada satu kenyataan, bahwa dalam proses penancapan sendi-sendi agama, diperlukan perubahan kearah yang lebih khas dan definitatif. Pada kenyataannya, sebuah agama bila disebarkan dengan radikal akan menjadi semacam “musuh” kehidupan. Didalam kekristenan, yang selama ini menjadi bayang-bayang kegelapan, mengambil budaya trinitas dari berbagai budaya sebagai media pengenalan Kekristenan. Kemudian, cara ini masih dilakukan sampai beberapa abad berlalu.  Satu kejanggalan itu bahwa Konsep Trinitas yang diadopsi (sebagai media kristenisasi Romawi) tidak dapat dimengerti oleh akal yang mengakibatkan sulitnya memahami Trinitas itu sendiri.(70)
       Tradisi ini, pada awalnya dipakai oleh misionaris Kristen untuk menjadikan masyarakat Mesir, Yunani, dan Romawi memeluk Kristen, karena dengan jelasnya mereka melihat konsep trinitas. Hal yang sama, dipakai oleh Walisongo, dalam menancapkan sendi-sendi Islam di tanah Jawa. (71) Kemudian, dalam hal ke-Islaman, sikap akulturasi ini cukup menjadi semacam “momok” yang harus dihindari. Sebagaimana ketelitian Muh. Natsir melihat hal ini akan menjadi ladang empuk bagi Misionaris Kristen menyamarkan nilai-nilai Islam di Indonesia.(72) Kemudian, hasil yang berpengaruh, bahwa Islam yang datang dari Arab dan Timur Tengah, menjadi semacam pengaruh asing yang menjadikan Islam sebagai kaum Marjinal. Hal ini bukan lain dengan adanya pengaruh misionaris untuk “menolak pendatang di Jawa” yang ditancapkan dalam masyarakat Jawa.(73) Tradisi ini kemudian semakin merajalela dengan hadirnya Islam Liberal di Indonesia yang mewanti-wanti untuk membenci Arab dan Timur Tengah, dengan mereduksi nilai Islam dari sana(74) 
       Dalam pengertian yang ekstrem, Islam Jawa, yaitu Islam dengan kebudayaan Jawa bukanlah hal yang terlarang, namun perlu ditinjau ulang. Hal ini bisa dilihat ketika kasus ilmiah pada masyarakat Jawa, sangat jauh jika dibanding intelektual Muslim Timur Tengah. Sebagaimana kita lihat, Maulana Malik Ibrahim (w. 832 H / 1419 M) yang menjadi gembong Walisongo, bukanlah seorang yang statusnya sederajat dengan Ibnu Hajar Al Asqalaniy (w. 852 H / 1449 M), Adz Dzahabi (w. 748 H/ 1348 M), Ibnu Katsir ( w. 773 H / 1372 M), Ibnu Rajab ( w. 795 H/1394 M), Ibnu Qayyim al Jauziyah (w. 751 H/ 1350 M), Ibnu Mulaqqin (w. 804 H / 1401 H), Ali bin Abu Bakar al Haitsami ( w. 807 H / 1404 M) yang hidup satu generasi dengannya.
       Sebagaimana kita ketahui, Malik Ibrahim (Sunan Gresik)) merupakan leturunan Bani Alawi dari Ahlu Bait yang memegang fiqih Syafi’i.(75) Namun, derajatnya bisa dikatakan berada di bawah Ibnu Hajar dalam hal hadits, Ibnu Katsir dalam hal tafsir Quran, Ibnu Mulaqqin dalam hal sirah, As Subkhi dalam hal Fiqih. Untuk itu, tentu nilai kemurnian Fiqih mazhab dan tsaqafah Islamiyah berada di bawah para ulama tersebut.(76) Satu sumber menyebutkan bahwa Sunan Gresik, “Beliau juga ahli di bidang pertanian, ahli ilmu ke bintangan atau Falaq, juga ahli bidang tata negara. Sehingga, sering dimintai nasehat oleh para petinggi kerajaan. Atas ketinggian ilmu di bidang ilmu falaq, beliau juga diangkat sebagai Syahbandar di Gresik oleh Majapahit.”(77)
       Seperti sebuah perkataan Ulama terdahulu, “seorang yang memiliki ilmu, (yaitu tentang hasungan, larangan, targhib wat tahib) lebih besar pahalanya daripada puasa, sholat, dan jihad di jalan Allah.”(78) Jika kita melihat pahala Jihad adalah lebih besar daripada sekedar dakwah, maka jelaslah dakwah berada jauh di bawah ilmu agama. Faqih melebihi segala sesuatu. Dan keutamaan hadis, “merupakan diantara ilmu yang paling agung.” Seperti kata Al Khatib al Baghdadi, bahwa ahli hadits adalah tonggak-tonggak syariat Islam.(79)

Penutup
       Dari apa yang kami sampaikan di atas, sebuah ilmu agama menjadi semacam barang buruan dan harta paling berharga. Identitas agama perlu dijaga dan dirawat seperti ketika seorang merawat emas permata. Dalam Islam, kepentingan duniawi menjadi haram jika melupakan nilai-nilai identitas agama. Bukan agama yang mengikuti kehendak Masyarakat, melainkan masyarakat yang harus mengikuti kehendak agama. Seorang yang ahli dalam suatu masalah duniawi, bukan berarti memiliki harapan untuk memenangkan persaingan, melainkan menjadi semacam madat yang harus diperhatikan. Berkuasa dalam hal sains, politik, budaya, ekonomi, bukan hal yang lumrah, namun menjadi ladang para ulama untuk mengejawantahkan Islam. Yang dengan demikian, seperti hukum Taurat yang seharusnya dikesampingkan, meskipun juga tidak sepenuhnya salah.
       Sebab terlaknatnya Nasrani dan Yahudi adalah karena ulah mereka pada dua kesalahan, yaitu mengubah hukum Tuhan dan Mengambil akulturasi sebagai hal yang khas dalam agama. Trinitas, Valentine, Natal, adalah contoh kasus sentral dalam akulturasi budaya Nasrani dari budaya Romawi Yunani. Islam di Jawa memiliki kans yang hampir sama seperti mereka, yaitu akulturasi budaya dengan Hindu-Buddha yang berpeluang menghancurkan Islam. Identitas Islam yang khas harus tetap dijaga, tanpa perlu adanya rekonstruksi dan revisi yang telah disebutkan dalam al Quran dan Sunnah Nabi saw.

Daftar Pustaka :

Abdurrahman, dkk. 1993. Agama dan Masyarakat. Yogyakarta : UIN Sunan Kalijaga Press.
Al Humaidi, Abu  bakar. 2004. Aqidah Shahih Penyebab Selamatnya seorang Muslim. (Ed) Arman Amry. Bogor : Pustaka Imam Syafii.
an Nadvi, Syeid Habibul Haq. 1984. Dinamika Islam. Terj. Asep Rahmat. Bandung : Risalah.
Al Quraibi, Ibrahim. 2009. Tarikh al Khulafa. Terj. Farid Khairul Anam. Jakarta : Qibthi Press
Ar Rifa’i, Muhammad Naqib.  2007. Kemudahan dari Allah : ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Terj. Syihabuddin. Jakarta : Gema Insani.
As Samad, Uflat Aziz. 1976. The Great Religions of the world. Lahore : Ahmadiyya  Anjuman Ishaat’i Islam.
Azami. 2005. Sejarah Teks Al Quran. Terj. Sohirin Solihin. Jakarta : Gema Insani.
Collins, Michael & Mathew A. Price. 2006. The Story of Christianity. Terj. Natalias, dkk. Yogyakarta : Kanisius
Dirk, Jerald. F. 2006. Salib di Bulan Sabut. Terj. Ruslani. Jakarta : Serambi.
Greenless, Duncan. 1948. The Gospel of Islam, Introduction.,  Madras : Theosophical Publishing House
Hadiwijono, Harun. 1986. Iman  Kristen. Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Harun, Abdus Salam. 1985. Tahdzib Sirah Ibnu Hisyam. Beirut : Muassasah Ar Risalah.
Husaini, Adian. 2002. Islam Liberal : Sejarah, Konsepsi, Penyimpangan dan Jawabannya. Jakarta : Gema Insani.
 ---------. 2005. Wajah Peradaban Barat. Jakarta : Gema Insani.
Ibn Baz, Abdul Aziz, dkk. 2007. Muslimah Cantik Aqidahnya Benar. Terj. Habiburrahman. Jakarta : Pustaka Imam Syafii.
Ibrahim, Majdi Sayyid. 1989. Laki-laki dan Perempuan Terlaknat. Jakarta : Gema Insani.
Jacobs, Tom. 2002. Paham Allah : Dalam Filsafat, Agama-agama dan Teologi. Yogyakarta : Kanisius.
Jong, C. S. 1999. Sebutkanlah Nama-nama Kami : Teologi Cerita Perspektif Asia. Jakarta : BPK Gunung Mulia
Luth, Thohir. 1999.  M.  Natsir  :  Dakwah  dan  Pemikirannya. Jakarta  : Gema  Insani.
Madjid, Nurcholis. 1999. Islam, Doktein dan Peradaban. Jakarta : Paramadina.
Morey, Robert. 1991. The lslamic lnvasion - confronting the World's Fastest Growing Religion , Scolars Press, Las Vegas.
Munir, S. 2000. Napak Tilas Trinitas. Kendari : Yayasan  Mitra Centre.
Murtashada, E. dkk. 2007. Inspirasi Batin. Yogyakarta : Kanisius.
Natsir, M. 1988. Kebudayaan  Islam  dalam  Perspektif  Sejarah. Jakarta  : Giri Mukti Pusaka.
Penulis. 1989. Haruskah Kita Percaya pada Tritunggal ?. USA : Wathtower Bible and Tract Society of Pensylvania.
Qamar, Mujamil. 2007. Pesantren : Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Intitusi. Jakarta : Erlangga.
Quthb, Sayyid. 2001. Tafsir Fii Zhilalil Quran : di bawah Naungan Al Quran jilid 12. Terj. As’ad Yasin. Jakarta : Gema Insani.
Salam, Aprinus. tt. Sastra, Negara, dan Perubahan Sosial. Yogyakarta : Pusat Kajian Kebudayaan UGM.
Shihabudin, A. 2013. Membongkar Kejumudan ; Menjawab Tuduhan-tuduhan Wahabi Salafi. Bandung : Mizan.
Sopiah. 2008. Perilaku Organisasional. Penerbit. Yogyakarta : CV Andi Offset
Susiyanto. 2012. Antara  Islam  dan  Kebudayaan Candi. Jurnal  Islamia  :   Vol II  No.  2  April 2012



Footnote :
(1) Mengenai hari pertama wahyu turun ini, kita melihat para ulama sepakat bahwa 17 Ramadhan adalah hari itu. Sedangkan untuk tahunnya, saat itu belum ditetapkan oleh Umar bin Al Khaththab tahun-tahun Hijriyah. Untuk penanggalan Masehi, para ahli menyepakati bahwa itu terjadi pada Tahun 610 M, akan tetapi untuk tanggalnya, masih dalam perdebatan.
(2) Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al Bukhari meriwayatkan sebuah hadits panjang tentang awal mula Muhammad saw. menerima wahyu. Riwayatnya sangat panjang dengan 3 jalur sanad. Pertama, Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair berkata, Telah menceritakan kepada kami dari Al Laits dari 'Uqail dari Ibnu Syihab dari 'Urwah bin Az Zubair dari Aisyah r.ha berkata... kedua, Telah menceritakan kepadaku 'Abdullah bin Muhammad telah menceritakan kepada kami 'Abdurrazaq telah menceritakan kepada kami Ma'mar, Az Zuhri mengatakan, telah menceritakan kepadaku Urwah dari Aisyah radliallahu 'anha, ia menceritakan... Ketiga, Telah menceritakan kepadaku Sa'id bin Marwan Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdul Aziz bin Abu Rizmah Telah mengabarkan kepada kami Abu Shalih Salmawaih ia berkata; Telah menceritakan kepadaku Abdullah dari Yunus bin Yazid ia berkata, Telah mengabarkan kepadaku Ibnu Syihab bahwa Urwah bin Zubair Telah mengabarkan kepadanya, bahwa Aisyah radliallahu 'anha istri Nabi shallallahu 'alaihi wasalam berkata;... (lihat Shahih Bukhari, Kitab Badi’ul Wahyu, Bab Badi’ul Wahyu, No. 3. Kitab Tafsir, Bab Hadatsana Qutaibah No. 4953. Kitab Ta’bir, Bab Awwalu Badi’u an Rasulillah saw. min Wahyu, No. 6982)
(3) M. Husaen Haekal menuliskan, “Tidak banyak waktu yang diperlukan Muhammad dalam menyampaikan ajaran agama, dalam menyebarkan panjinya ke penjuru Dunia.... Dalam pada itu, ia pun telah meletakkan landasan penyebaran agama itu : dikirimnya misi kepada Kisra, kepada Heraklius, dan raja-raja dan penguasa-penguasa lainnya supaya mereka sudi menerima Islam.” (lihat M. Husaen Haekal. 2008. Sejarah Hidup Muhammad. Ebook Kompilasi CHM www.pakdenono.com – Juli 2008, bagian Prakata 1/6 poin 2, Lingkungan Kekuasaan Islam yang Pertama) baik Ibnu Atsir maupun Haekal, menulis Kisra sebagai nama yang merujuk pada “gelar raja keluarga Sasani di Iran”. Dalam hal Kerajaraan Kisra ini, Imam Muslim meriwayatkan dari Qutaibah bin Sa'id dan Abu Bakar bin Abu Syaibah keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Hatim -yaitu Ibnu Isma'il- dari Al Muhajir bin Mismar dari 'Amir bin Sa'd bin Abu Waqahs dia berkata, "Aku mengirim surat kepada Jabir bin Samurah melalui pelayanku, Nafi', supaya dia mengabarkan kepadaku hadits yang pernah didengarnya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam." 'Amir berkata, "Kemudian dia membalas suratku:.....Dan saya (Jabir bin Samurah) juga mendengar beliau bersabda: "Sekelompok kaum Muslimin akan menaklukkan istana putih Kisra (Persia)." (Lihat Shahih Muslim, Kitab Imarah, No. 1622) Al Bukhari meriwayatkan hadits lain Telah bercerita kepada kami Al Fadlal bin Ya'qub telah bercerita kepada kami 'Abdullah bin Ja'far ar-Raqqiy telah bercerita kepada kami Al Mu'tamir bin Sulaiman telah bercerita kepada kami Sa'id bin 'Ubaidullah Ats-Tsaqafiy telah bercerita kepada kami Bakr bin 'Abdullah Al Muzaniy dan Ziyad bin Jubair dari Jubair bin Hayyah berkata; "'Umar mengutus banyak orang ke berbagai negeri untuk memerangi orang-orang musyrik. Kemudian ketika Al Humuzan telah masuk Islam, 'Umar berkata; "Aku minta pendapatmu tentang peperangan ini". Al Hurmuzan berkata' .... Perumpamaan kepala adalah Kisra (raja Persia) dan sayap yang satu umpama Qaishar (raja Romawi) sedangkan sayap yang satunya lagi adalah orang-orang Persia. Maka itu perintahkanlah kaum Muslimin agar berangkat untuk memerangi Kisra". (Lihat Shahih Bukhari. Kitab Jizyah No. 3159).
(4) Al Bukhari meriwayatkan, Abu Hurairah radliallahu 'anhu berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengutus sepuluh orang sebagai sariyah (pasukan) mata-mata dan beliau mengangkat 'Ashim bin Tsabit Al Anshariy, kakek 'Ashim bin 'Umar bin Al Khaththab sebagai pemimpin pasukan tersebut. (Mereka berangkat) hingga ketika sampai di al-Hada', suatu tempat antara 'Ashfan dan Makkah, keberadaan mereka diceritakan kepada penduduk dari suku Hudzail yang biasa disebut dengan Banu Lahyan. Maka suku tersebut mengerahkan hampir seratus orang yang kesemuanya pemanah yang ahli. Mereka mencari jejak keberadaan pasukan sariyah hingga dapat menemukan tempat makan kurma mereka dimana mereka singgah...” (lihat Shahih Bukhari, kitab al Maghazi, bab fadhilah min Syahdul Badar, No. 3989)
(5) Imam Muslim meriwayatkan, “dari Abu Sa'id Al Khudri bahwa pada saat perang Hunain, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengirim ekspedisi ke wilayah Authas, kemudian mereka bertemu dengan musuh dan terjadilah pertempuran, akhirnya mereka dapat mengalahkan musuh dan berhasil menawan musuh..” (lihat Shahih Muslim, kitab Ar Ridha’, No. 1456)
(6) Al Bukhari meriwayatkan Abu Bakrah berkata : “Al Aqra’ bin Habis berkata kepada Nabi saw, "Sesungguhnya orang-orang yang biasa mencuri perbekalan jama'ah hajji telah berbaiat kepada baginda, baik dari suku Aslam, Ghifar, Muzainah.” (lihat Shahih Bukhari, kitab al Manaqib, bab dzikru ‘Aslam, Ghifar, Muzainah, Juhainah, dan Asyja’.
(7) Al Bukhari meriwayatkan “Telah menceritakan kepada kami Abu Nu'aim Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Ibnu Dzakwan dari Abdurrahman Al A'raj dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dia berkata; Thufail bin Amru datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam seraya berkata; Ya Rasulullah, sesungguhnya kabilah Daus telah kafir dan membangkang. Oleh karena itu, berdoalah kepada Allah agar mereka mendapatkan kecelakaan.'...” (lihat Shahih Al Bukhari, Kitab Al Maghazi, bab Qishah Daus, No. 4392)
(8) Lihat Shahih Muslim, Kitab Al Masajid, No. 679
(9) Muslim meriwayatkan, 'Imran bin Hushain radliallahu 'anhu berkata; "Datang rombongan orang dari Bani Tamim menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu Beliau berkata; "Wahai Bani Tamim, bergembiralah". Mereka berkata:; "Tuan telah memberikan kabar gembira kepada kami maka itu berilah kami (sesuatu) ". Seketika itu wajah Beliau berubah. Kemudian datang penduduk Yaman menemui Beliau, lalu Beliau berkata: "Wahai penduduk Yaman, terimalah kabar gembira jika Bani Tamim tidak mau menerimanya". Mereka berkata; "Kami siap menerimanya". Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mulai berbicara tentang penciptaan makhluq dan al-'Arsy.” (lihat Shahih Bukhari, Kitab Badi’ul Khuluq, No. 4190)
(10) Al Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda : "Bagaimana pendapat kalian jika (ada yang beranggapan) bahwa suku Juhainah, Muzainah, Aslam dan Ghifar lebih baik dari Bani Tamim, Bani Asad, Bani 'Abdullah bin Ghathafan dan Bani 'Amir bin Sha'sha'ah?". Tiba-tiba ada seseorang yang mengatakan; "Mereka itu celaka dan rugi".Maka beliau bersabda: "Memang mereka itu lebih baik dari Bani Tamim, Bani Asad, Bani 'Abdullah bin Ghathafan dan Bani 'Amir bin Sha'sha'ah?".(lihat Shahih Bukhari, kitab Manaqib No. 3515)
(11) Lihat Shahih Bukhari, Kitab Badiul Wahyu, No. 3
(12) Seperti yang juga dialami oleh Isa a.s, bahwa ia ditolak oleh Kalangan Yahudi. Ajarannya, terlihat radikal dalam tradisi Yahudi. Hal ini karena sikap Isa yang saat itu telah mendobrak panggung keburukan dan propaganda “sesat” para Rabbi Yahudi. Harun Hadiwijono menulis,
“Isi  ajaran Isa  Al-masih  jika diteliti  dari  ucapan-ucapannya  dapat disimpulkan  dalam  dua hal  yang paling pokok yaitu:  Pertama,  bahwa  ulama Yahudi hendaklah kembali  kepada  ajaran   syariat Taurat  yang sejati,  jangan membuat-buat  hukum  baru  seperti  yang  disebutkan dalam  kitab Talmud. Kedua, nabi  harapan   yang ditunggu  oleh umat  Yahudi, yang  akan  membawa Kerajaan  Allah di  muka  bumi  dan sudah  ditunggu  beratus-ratus  tahun, bukanlah beliau  sendiri tetapi  segera  akan  datang  sesudah kedatangannya  dan setelah beliau wafat.” (lihat Harun Hadiwijono. 1986. Iman  Kristen. Jakarta : BPK  Gunung Mulia,  hlm.  98.)
(13) Lihat pembahasan ini dalam, Robett Morey. 1991. The lslamic lnvasion - confronting the World's Fastest Growing Religion , Scolars Press, Las Vegas.
(14) Lihat Matius 5 : 20.
(15) Matius 15 : 2
(16) Lihat Matius 15 : 12.
(17) Lihat Matius 23:3
(18) Lihat Matius 26 : 65
(19) Yaitu konflik yaang berkaitan dengan masalah identitas, kandungan emosi, citra diri, prasangka, kepercayaan, keterikatan, identifikasi terhadap kelompok, lembaga dan lambang-lambang tertentu, sistem nilai dan reaksi individu dengan yang lainnya. Lihat dalam Sopiah, 2008. Perilaku Organisasional. Penerbit. Yogyakarta : CV Andi Offset
(20) Seperti yang di tulis oleh E. Murtashada, dkk. “Kaum Farisi dan Para Imam (Yahudi) memegang tanggung jawab untuk memimpin umat Tuhan, namun ada di antara mereka yang mengambil keuntungan atas tanggung jawab itu. Dalam kondisi yang semacam itu, mewartakan kebenaran identik dengan mencari musuh. Risikonya cukup besar karena yang memusuhi adalah masyarakat yang punya kekuasaan dan kekuatan dalam masyarakat. Ini sungguh ironi yang kerap kali terjadi di zaman kita. lihat E. Murtashada, dkk. 2007. Inspirasi Batin. Yogyakarta : Kanisius. Hal. 171
(21) Lihat Abdurrahman, dkk. 1993. Agama dan Masyarakat. Yogyakarta : UIN Sunan Kalijaga Press. Hal. 500.
(22) Lihat Majdi Sayyid Ibrahim. 1989. Laki-laki dan Perempuan Terlaknat. Jakarta : Gema Insani. Hal. 55
(23) QS an Nisa’ : 49 - 52
(24) Imam al Hasan dan Qatadah mengatakan bahwa ayat itu berkaitan dengan orang Yahudi dan Nasrani yang berkata, “kami adalah kekasih Allah.” Lihat Muhammad Naqib ar Rifa’i. 2007. Kemudahan dari Allah : ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Terj. Syihabuddin. Jakarta : Gema Insani. Hal. 731.
(25) Lihat QS Al Baqarah : 159. Prof. HAMKA menulis : “...mereka tidak mau memegang betul isi kitab mereka, mereka elakkan penafsirannya apabila bertemu dengan nama Muhammad, bukan lain sebabnya, bukan karena Muhammad tidak benar, melainkan karena politik belaka. Karena takut hilang pengaruh.” Lihat Tafsir al Azhar, J. VI hal. 309. Dalam Adian Husaini. 2002. Islam Liberal : Sejarah, Konsepsi, Penyimpangan dan Jawabannya. Jakarta : Gema Insani. Hal. 74
(26) Lihat QS al Maaidah : 64
(27) Lihat pembahasan lebih lanjut dalam Sayyid Quthb. 2001. Tafsir Fii Zhilalil Quran : di bawah Naungan Al Quran jilid 12. Terj. As’ad Yasin. Jakarta : Gema Insani. Hal. 317
(28) Lihat Yohanes 1 : 1.  Teologi ini menjadi semacam gugatan baik dari Umat Nasrani sendiri, maupun non Nasrani. Sebab, teologi ini terlalu radikal dengan penjelasan yaang amat rumit untuk menjelaskannya. Bahkan bisa dikatakan Berbahaya, bila tidak hati-hati. Lihat CS. Jong. 1999. Sebutkanlah Nama-nama Kami : Teologi Cerita Perspektif Asia. Jakarta : BPK Gunung Mulia. Hal. 100
(29) Dan Brown (Seorang Novelis dari Amerika) pada tahun 2013 lalu menulis sebuah novel berjudul “Inferno” yang dalam beberapa kutipan menyindir konfrontasi dari Iman Kristen dan Islam. Diantaranya, “Dalam Tradisi Kristen, Firman menjadi manusia...dalam Islam Firman tidak menjadi manusia, tapi tetap firman.”, kutipan lain, “Kristen menggemari wajah, Islam menggemari kata..” lihat dalam Dan Brown. 2013. Inferno. Terj. Ingrid Dwijani N. Yogyakarta : Bentang Pustaka. Hal. 549
(30) Lihat pembahasan lengkap oleh Al Hafizh Abu Bakar al Humaidi dalam kutabnya Ushulus Sunnah. Atau lihat Abu Bakar Al Humaidi. 2004. Aqidah Shahih Penyebab Selamatnya seorang Muslim. (Ed) Arman Amry. Bogor : Pustaka Imam Syafii. Hal. 62 – 66.
(31)  Lihat QS At Taubah : 30.
(32) Telah banyak beredar diantara kaum pluralis yang menyebut bahwa Yahudi, Nasrani dan Islam adalah saudar sepersusuan. Yaitu berasal dari satu bapak, Nabi Ibrahim as. Namun, konsepsi ini, ditolak tegas oleh para ulama besar di abad modern yang mengambil faedah dari konsepsi para ulama salaf. Syaikh Al Utsaimin menjelaskan bahwa “telah salah orang yang menyatakan bahwa Yahudi dan Nasrani adalah saudara, dan agama mereka benar.” Lihat dalam Abdul Aziz bin Baz, dkk. 2007. Muslimah Cantik Aqidahnya Benar. Terj. Habiburrahman. Jakarta : Pustaka Imam Syafii. Hal. 12 – 16.
(33) Ia adalah Ezra bin Seraya bin Azarya bin Hilkia bin Salum bin Zadok bin Ahitub  bin Amarya bin Azarya bin Merayot  bin Zerahya bin Uzi bin Buki bin Abisua bin Pinehas bin Eleazar bin Harun (Nabi Yang menjadi rekan Nabi Musa as). Lihat alkitab Perjanjian Lama,  Ezra 7:1-5 Ibnu Katsir mengatakan bahwa ia hidup pada zaman Nabi Dawud – Sulaiman, yaitu sekitar abad 5-4 SM (451 SM) lihat https://kajiansaid.wordpress.com/2015/05/24/siapakah-uzair-yang-dijuluki-anak-allah/  lihat pula https://id.m.wikipedia.org/wiki/Ezra diakses pada 15 Maret 2017.
(34) Dalam beberapa kajian, Ezra dikatakan sebagai bapak Yudaisme yang  telah membangun peradaban Yudaisme baru bersama Nehemiah. Ia telah menyelesaikan amanat Artaxerxes untuk membangun bait Allah dan Tembok Yerusalem demi bangsa Israel.  Lihat Michael Collins & Mathew A. Price. 2006. The Story of Christianity. Terj. Natalias, dkk. Yogyakarta : Kanisius. Hal. 19. Ezra juga dianggap penggagas Yudaisme di era Hellenistik Yunani. Ia berhasil membawa angin segar bagi bangsa Israel untuk tetap tangguh dalam agama mereka, walau mereka tak tetap kokoh mengajarkan agama Musa. Mereka menempatkan ajaran dari beberapa kitab kebijaksanaan. Masa ini dikenal dengan ciri khas, “ dua taurat”. Lihat dalam Tom Jacobs. 2002. Paham Allah : Dalam Filsafat, Agama-agama dan Teologi. Yogyakarta : Kanisius. Hal. 135
(35) Pada Consilli Efesus bulan Juni 431 M disebutkan memorandum , “We Confess therfore our Lord Jesus Christ, the only begotten Son of God to be perfect God and Perfect man.”  20 tahun kemudian, setelah Kaisar Theodolius II di ganti oleh Marcion, diadakan Konsili di Calcedon, yang memutuskan SK, “Following the holy fathers we confess with one voice that the one and only Son, our Lord Jesus Christ, is perfect Godhead and perfect in manhood truly God and truly man...” lihat H. S. Munir. 2010. Dialog Seputar Trinitas. Ebook, www.pakdenono.com Bab I, Arti dan Asal Trinitas.
(36) Tim Penulis. 1989. Haruskah Kita Percaya pada Tritunggal ?. USA : Wathtower Bible and Tract Society of Pensylvania. Bag. 2
(37) Lihat S. Munir. 2000. Napak Tilas Trinitas. Kendari : Yayasan  Mitra Centre. Hal. 23
(38) Ini terjadi pada kisaran tahun 65-70 M saat pemberontakan Yahudi yang Pertama. Untuk melawan itu, para Imam Kristen mengupgrade Yesus yang dari hanya Nabi yang bijak menjadi Anak Tuhan. Lihat Barton L. Mack. The Lost Gospel : the book of Q and Christians Origins. Harper San Fransisco. Hal. 82, dalam M. M. Azami. 2005. Sejarah Teks Al Quran. Terj. Sohirin Solihin. Jakarta : Gema Insani. Hal. 311-312
(39) Dalam literatur ahli sejarah, ditemukan perbedaan yang signifikan antara 2 “Doa Syahadat”, yaitu Epistola Apostolerum. Dua Kredo dini membuktikan bahwa Yesus tidak pernah mendefinisikan secara jelas akan risalahnya. Doktrin imanen Kristen telah didistorsi secara besar-besaran dengan adanya perubahan syahadat yang tegas ini. Lihat M. M. Azami. Ibid. Hal. 305-307
(40) Lihat Edward Gibbon. 1776. The Decline and Fall of Roman Empires. Hal. 388
(41) Tradisi Natal sebenarnya bukan berasal dari sumber pasti tentang lahirnya Yesus, melainkan tradisi dari beberapa umat yang menempatkan hari titik balik Matahari sebagai tanda spesial bagi kehidupan spiritual. Tradisi Natal ini, hampir ada kemiripan pasti dengan Dionysus dari Yunani, Hercules dari Romawi, Mitharas dari Persia, Adonis dan Attis dari Syria dan Phrygia, Ostris, Isis, dan Horus  dari Mesir, Baal dari Babylonia, dan lain sebagainya. Kemudian Edward Spenceter telah menjelaskan secara rinci persamaan beberapa tokoh ini. Lihat dalam Khwaja Kamal-ul-Din dalam  The Sources of Christianity  h. 29-40 (Woking Muslim Mission, England, fourth edition, 1934. Dikutip dari Uflat  Aziz-us-Samad. 1976. The Great Religions of the world. Lahore : Ahmadiyya  Anjuman Ishaat’i Islam. Hal. 164
(42) H. G. Wells menulis, “Pelopor dari pembuat-buat ajaran Kristen ialah St. Paulus. Dia tidak pernah melihat Yesus maupun mendengar beliau mengajar.... Dia adalah seorang yang sangat cerdas dan berniat mendalami  secara bernafsu gerakan-gerakan keagamaan pada waktu itu. Dia mengenal dengan baik agama Yahudi, Mithraisme, dan Alexandria pada masa itu. Dia banyak memasukkan ide dan ungkapan istilah mereka ke dalam agama Kristen. Dia hanya berbuat sangat sedikit dalam  memperluas atau mengembangkan ajaran asli dari Yesus, ajaran Kerajaan Langit. Dia mengajarkan bahwa Yesus tidak hanya Kristus yang Dijanjikan, atau pemimpin yang dijanjikan dari kaum  Yahudi, melainkan juga bahwa kematiannya adalah suatu pengorbanan sebagaimana kematian korban persembahan zaman dahulu dari peradaban purba guna penebusan dosa umat manusia.” H.G.  Wells. 1946,  A Short History of the World. Harmodsorth : Penguin Books. Hal. 129-130. Arnold Meyer juga telah menjelaskan bahwa ajaran yang sekarang ini dianut bukanlah dari Yesus, melainkan dari Paulus. Lihat Arnold Meyer. Tt. Jesus or Paul. Harper and Brothers New York : hal. 122. Dikutip dari Uflat Aziz as Samad. Ibid. Hal. 188-190.
(43) E. E. Kellet bahkan menganggap Lukas telah menjadi seorang pengarang hebat karena mengarang Injil dengan berbagai pengalaman tanpa adanya “kodifikasi” dari Yesus sendiri. Lihat E.E. Kellett. 1964. A Short History of Religions. Harmondsworth : Pelican Books,. Hal. 173
(44) Uflat Azizus Samad menulis, “Mereka telah kemasukan banyak ide dan praktik luar negeri yang telah terbiasa dengan upacara-upacara gaib dengan dewa penyelamatnya sendiri-sendiri, dan berada dibawah pengaruh falsafah Yunani. Maka, ketika mereka menerima  Yesus sebagai Almasih, mereka segera merobah beliau sebagai Juru Selamat dan Sang Penebus dengan mengikuti pola Mithra, Adonis, Tammuz, Osiris, dan sebagainya. Mereka mulai percaya bahwa beliau datang dari Langit untuk menebus dosa-dosa mereka dan menyelamatkan mereka dengan darahnya yang mengalir di kayu palang salib.” Lihat Azizus Sumad. Ibid. Hal. 188.
(45) Allah swt berfirman : “Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu". Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (QS Al Maidah : 72) ayat ini bukan sekedar dongeng belaka, karena dua Kitab dari Alkitab menulis, “Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa.” (Markus 12 : 29, dan Ulangan 6 : 4) dua ayat, satu kata, satu makna, dua pengucap, yaitu Musa as dan Isa as.
(46) Alasan mereka adalah bahwa asalkan masih percaya kepada Tuhan dan hari kiamat, serta berbuat baik, semua umat agama akan selamat. Lihat Nurcholis Madjid. 1999. Islam, Doktein dan Peradaban. Jakarta : Paramadina. Hal. Xvii
(47) Sekitar tahun 25 – 40 M, Philo dari Alexandria telah mengguncang dunia Alkitab Perjanjian Lama. Dialah yang pertama kali menempatkan dirinya dalam  tugas untuk mencocokkan teologi Alkitab Yahudi dengan falsafah Yunani. Sumbangannya yang paling penting bagi sejarah fikiran filosofi keagamaan, yakni konsepsi mengenai Logos (Kalam). Dia telah mengembangkan notasi Yunani mengenai Logos yang telah diambilalihnya dari Stoics dan Plato, dan mengartikannya sebagai Pribadi yang disebut sebagai suatu Pribadi yang disebutnya sebagai “Tuhan Kedua” atau Anak Tuhan. Logos (Firman) adalah perantara antara Tuhan dengan manusia, dan menjadi instrumen ciptaan tuhan, serta wahyu. Dalam  filsafat Philo, dia lebih rendah dari Tuhan yang mutlak. Tidak perlu dikatakan bahwa ajaran tentang Logos itu benar-benar asing bagi agama Yahudi maupun agama-agama wahyu lainnya. Lihat Uflat Aziz As Samad. Ibid. Hal. 161.
(48) Samad menulis, “Yesus menerima  Taurat dan para Nabi, tetapi sangat marah terhadap penafsiran para pendeta dan tradisi yang keluhnya “telah menghapus kalam-kalam  Tuhan”, katanya kepada mereka, “karena engkau memegang teguh adat-istiadat” lihat Ulfat Aziz as Samad. Ibid. Hal. 182
(49) Lihat Sunan Abu Dawud, Kitab Libas, No. 4031
(51) Lihat Shahih Muslim bi Syarah An Nawawi juz 16, hal. 226
(52) Lihat Ibrahim Al Quraibi. 2009. Tarikh al Khulafa. Terj. Farid Khairul Anam. Jakarta : Qibthi Press. Hal. 454.
(53) Lihat Abdus Salam Harun. 1985. Tahdzib Sirah Ibnu Hisyam. Beirut : Muassasah Ar Risalah. Hal. 58. Meskipun sanadnya dhaif, hadits itu ada syawahidnya dalam sebuah riwayat : “Aku tak kuasa meninggalkan itu, meskipun mereka meletakkan Matahari di atasku.” Riwayat Abu Ja’far al Bakhtari, dalam hadits Abil Fadhl Ahmad bin Mala’ib (47/1-2) Ibnu Asakir (11/363) dan (19/44)
(54) Allah berfirman :”Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.” (Al-Maa’idah : 48)
(55) Lihat Jerald. F. Dirk. 2006. Salib di Bulan Sabut. Terj. Ruslani. Jakarta : Serambi. Hal. 46
(56) Lihat Shahih Bukhari, kitab al Haditsul anbiya no. 3461, Sunan At Tirmidzi, kitab al Ilmu. No. 2669,
(57) Dalam Musnad Imam Ahmad ditulis, “Telah bercerita kepada kami Suraij bin An-Nu'man berkata; telah bercerita kepada kami Husyaim telah mengabarkan kepada kami Mujalid dari Asy-Sya'bi dari Jabir bin Abdullah 'Umar bin khatab menemui Nabi Shallallahu'alaihiwasallam dengan membawa tulisan yang dia dapatkan dari Ahli Kitab. Nabi Shallallahu'alaihiwasallam terus membacanya dan marah seraya bersabda: "Bukankah isinya hanya orang-orang yang bodoh Wahai Ibnu Khottob?. Demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, saya datang kepada kalian dengan membawa cahaya yang terang. Janganlah kalian bertanya kepada mereka tentang sesuatu! Bagaimana jika mereka mengabari kalian kebenaran lalu kalian mendustakannya atau mereka (menyampaikan) kebatilan lalu kalian membenarkannya? Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya Musa alaihissalam hidup maka tidak ada jalan lain selain dia mengikutiku." (Musnad Ahmad, kitab sisa musnad Sahabat yang Banyak Meriwayatkan Hadits. No. 14623)
(58) Guizot berkata : “Islam berdiri nyaris sendirian di antara agama-agama dalam ketidaksetujuannya untuk mengandalkan adat istiadat tanpa argumentasi. Islam  meyerukan kepada para penganutnya untuk menyelidiki karya besar dari keimanan mereka” lihat Ulfat Aziz as Samad. Op.cit. hal. 252
(59) Lihat Syeid Habibul Haq an Nadvi. 1984. Dinamika Islam. Terj. Asep Rahmat. Bandung : Risalah. Hal. 222
(60) Ibid. Hal. 244
(61) Lamartine,  Historie de la Turqui, Vol. II, p. 227
(62) Lihat pembahasan lebih lanjut dalam Duncan Greenless. 1948. The Gospel of Islam, Introduction.,  Madras : Theosophical Publishing House : hal. xiiii-xiv
(63) Lihat Shahih Bukhari, Kitab Nikah. No. 5127
(64) Rasulullah saw bersabda : "Manusia yang paling dimurkai Allah ada tiga, Orang yang melakukan pelanggaran di tanah haram, orang yang mencari-cari perilaku jahiliyah padahal telah masuk Islam, dan memburu darah seseorang tanpa alasan yang dibenarkan untuk menumpahkan darahnya." Lihat Shahih Bukhari. Kitab Diyat, no. 6882.
(65) Lihat Aprinus Salam. Tt. Sastra, Negara, dan Perubahan Sosial. Yogyakarta : Pusat Kajian Kebudayaan UGM. Hal. 552
(66) Lihat Mujamil Qamar. 2007. Pesantren : Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Intitusi. Jakarta : Erlangga. Hal. 10
(67) Lihat Inggar Saputra. 2016. Model Dakwah Kebudayaan Sunan Kalijaga dalam Syiar Islam Nusantara. http://www.nu.or.id/post/read/67830/model-dakwah-kebudayaan-sunan-kalijaga-dalam-syiar-islam-nusantara diakses pada 18 Maret 2017.
(68) Karena sebagaimana dakwaan beberapa orientalis dan Islam liberal di Barat, Islam di masa Rasulullah saw identik dengan pedang dan perang.
(69) Lihat A. Shihabuddin. 2013. Membongkar Kejumudan ; Menjawab Tuduhan-tuduhan Wahabi Salafi. Bandung : Mizan. Hal. 170
(70) Thomas Aquinas mengatakan, “Bahwa Tuhan adalah Tiga dan satu hanya dapat dibuktikan secara keyakinan, dan tidak mungkin dijelaskan secara demonstratif dengan akal...” lihat The Interpreters Dictionary of the Bible. 1989. Nashville : The Abington Press. Sebagaimana dikutip dari Douglas C. Hall. 1992. The Trinity. Leiden : E. J. Brill. Hal. 67-68 dalam Adian Husaini. 2005. Wajah Peradaban Barat. Jakarta : Gema Insani. Hal. 49-50
(71) Lihat dalam Zuhairi Misrawi. 2004. Mrnggugat Tradisi. Jakarta : Kompas. Hal. 91
(72) Lihat M.  Natsir. 1988. Kebudayaan  Islam  dalam  Perspektif  Sejarah. Jakarta  : Giri Mukti Pusaka. Lihat pula Thohir  Luth. 1999.  M.  Natsir  :  Dakwah  dan  Pemikirannya. Jakarta  :Gema  Insani. Hal. 83-124.
(73) Susiyanto. 2012. Antara  Islam  dan  Kebudayaan Candi. Jurnal  Islamia  :   Vol II  No.  2  April 2012.
(74) Lihat Ruwaifi bin Sulami. Islam Nusantara : Disintegrasi Kehidupan Beragama. Dalam Majalah Asy Syari’ah. Edisi 113/X/2015. Hal. 12-16
(75) Lihat  Jacobsen, Frode F. 2009. Hadrami Arabs in Present-day Indonesia, An Indonesia-oriented group with an Arab Signature. New York. Routledge Contemporary Southeast Asia Series, disadur dari http://jejakislam.net/membedah-sejarah-syiah-di-nusantara-bagian-3/
(76) Telah masyhur sebuah hadits, bahwa Rasulullah saw bersabda : “...keutamaan orang yang berlilmu atas ahli ibadah laksana keutamaan rembulan atas seluruh bintang, sesungguhnya ulama adalah pewaris pada nabi dan sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanya mewariskan ilmu, maka siapa yang mengambilnya berarti ia telah mengambil bagian yang banyak." (HR Tirmidzi, no. 2682, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, dll.)
(77)https://m.merdeka.com/ramadan/lentera/berdakwah-sunan-gresik-rangkul-ajak-semua-kasta-duduk-bareng.html
 (78) Al ‘Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu. Hal. 133.
(79) http://cintasunnah.com/keutamaan-belajar-hadits/

Senin, 13 Februari 2017

IMAM MUSLIM DAN SANTO LUKAS.


Dua Penulis Sejarah Kehidupan Dua Tokoh Agama Besar :
Muhammad saw dan Yesus Kristus

 Arif Yusuf
E-mail : arif_yusuf47@yahoo.co.id 


Abstrak : Imam Muslim merupakan penulis hadits Nabi saw. yang sangat piawai dalam menyusun sistematika tulisan. Seperti kata Habib Mundzir Al Musawa, apabila para ahli hadits kesulitan mengenai ilmu hadits, mereka akan mendatangi Imam Muslim yang lalu menjelaskan secara detail kesulitan tersebut. Imam Muslim menyebutkan ia menulis selama 15 tahun dari 300.000 hadits di seleksi menjadi 12.000. Kemudian, ia juga menyebut bahwa “apabila seorang menulis hadits selama 200 tahun, niscaya hanya akan berputar-putar di sekitar musnad ini.” Sedangkan Santo Lukas adalah penulis Injil yang Agung. Hanya dia seorang diantara 4 penulis Injil yang menyebutkan bagaimana ia mendapat berita, lalu metode penulisan dan tujuan penulisan. Stefan Leks menyebut bahwa ia memakai metode ahli sejarah Yunani. Sehingga berita sejarah itu diteliti agar faktualitasnya terjaga. Namun, perbedaan yang sangat signifikan, Imam Muslim memberikan penjelasan dalam mukadimahnya, bagaimana sistem yang dia gunakan untuk menyusun kitabnya. Sedangkan, Santo Lukas hanya menyebutkan tentang ia menyelidiki, tanpa menyebut metode dan sistem sumber. Kedua, Muslim menuliskan sesuai Perkataan asli dari Nabi saw., yang dinukil secara sempurna oleh para ahli hadits. Sedangkan Lukas menulis dengan tiada koridor, ia mencampurkan perkataannya dan perkataan Yesus dengan tanpa rujukan sumber. Maka jelaslah, Imam Muslim lebih unggul dengan sistemnya.


Abstract : Imam Muslim was hadith of the  author prophet who has very good at preparing sistematic of writing. As Habib Mundzir Al Musawa said that the experts of hadith had difficulty in a hadith that they would came to Imam Muslim who can explain in the difficulties detail. Imam Muslim said that he wrote for 15 years from 300.000 until 12.000 had selected of hadith. Then, he was said, “if someone wrote the hadits for 200 years, surely he was just juggling in this Musnad.” Meanwhile, St. Luke was the Greatest author of the Gospel. Among the 4 other authors only he who wrote the news source, the uses of method, and the purposes that he wrote. Stefan Leks said that he used the methods of Greek historian. The story was researched that its factuality maintained. But, the differences beetwen Imam Muslim and Saint Luke’s very significant lies in the system that they are used. Imam Muslim explained in his book how he selected these hadiths. Meanwhile, St. Luke’s just mentioned that his reseach without the method and the system. He just mentioned the methods of writing in his book.Then, Imam Muslim Jot according saying of the Perfect quoted propeth  by experts of hadith. But, St. Luke’s wrote it with what he was understood it. He was mixing beetwen the word of him and the word of Jesus without reference. Thus, Muslims are superior with Luke in source systematic terms.

Keywords :  sistem maraji’, isnad, tahamul wal ‘ada, sistem penulisan.




Pendahuluan.

Pembahasan yang cukup menarik bagi para Pengkaji perbandingan Agama antar Islam dan Kristen ialah mengenai riwayat hidup Tokoh teladannya, yaitu Muhammad saw dan Yesus Kristus. Ketika umat pengikut paska wafatnya kedua tokoh ini ingin mencari tahu bagaimana cara hidup (way of life) keduanya, maka muncullah tokoh-tokoh penulis berita-berita seputar kehidupan kedua tokoh ini. Dalam Islam, awal mulanya cerita-cerita tentang riwayat hidup dan lifestyle Nabi Muhammad saw. di sebarkan melalui lisan dengan hafalan yang sempurna. Begitu pula Para Murid Yesus yang juga menyebarkan berita-berita kehidupan Yesus dengan lisan mereka. Barulah hadir bentuk pembukuan paling awal oleh Matius  (w. 74 M) yang ditulis pada kisaran tahun 65/66 M.  Akan tetapi, ada sumber lain menyebut Markus lah yang menulis Injil pertama kali menulis Injil.    Untuk Isam sendiri, tulisan yang cukup terkenal yang memuat hadits Nabi saw adalah Shahifah ash Shadiqah. Yaitu sebuah catatan perkataan Nabi saw yang berisi 1198 hadits. Dalam penulisannya penulis – yaitu Abdullah bin Amr bin Al Ash – melakukan verifikasi dan atas perijinan Nabi saw menulis perkataannya.  
Pembahasan kami ini ialah mengenai komparasi dari sistem sejarah Muhammad dan Sistem sejarah Yesus. Dari apa yang kami temukan, kami sedikit terkagum melihat dua tokoh yang amat brilian menyusun kitab sejarah Muhammad saw dan Yesus Kristus. Dalam Islam, tidak ada sebuah keterangan tentang faktualitas sejarah Muhammad saw melainkan apa yang kita kenal sebagai hadits. Umat kristen, menempatkan sumber ajaran mereka melalui Alkitab dan kitab-kitab hasil karya penulis Kristen. Di antara penulis itu yang cukup terkenal ialah Eusebius (w. 339 M) yang menulis Historia Ecclesiastica. Selain dari Eusebius ini, rerata hanya menulis sepenggal-sepenggal sejarah dan di sisipkan berbagai bahasan tematik fundamental Kekristenan. Dalam Islam, budaya seperti ini dapat di komparasikan dengan seperti kitab Tarikh Baghdad karya Al Khatib al Baghdadi (w. 463 H / 1071 M) atau Tarikh Ar-Rusul wa Al Anbiya wa Al Muluk wa Al Khulaafa karya Imam Ath Thabariy (w. 310 H/923 M) Kitab tersebut lebih cocok sebagai pembanding sistem sejarah Islam dengan sistem sejarah Kristen yang ditulis oleh Eusebius dalam Historia Ecclesiastica. Oleh karenanya, kami tidak mengambil Kedua buku sejarah tersebut. Karena kami bukan bermaksud menelaah sejarah. Yang kami ingin telaah ialah kabar-kabar yang berisi mayoritas kabar dari Muhammad saw dan Isa Al Masih. Dalam Kristen, kabar-kabar Isa Al Masih tentu sangat merujuk pada penulis awal, yaitu Kitab Injil yang ditulis oleh 4 orang yaitu Markus, Matius, Lukas dan Yohanes anak Zebedeus.  
Adapun bila kitab Injil tersebut kita komparasi kan dengan Al Quran, tentu kurang tepat. Karena sebagaimana kita ketahui, Al Quran merupakan wahyu yang diturunkan oleh Allah swt melalui Jibril as, kepada Muhammad saw. Batasan kata kalam  Allah  yang  berupa  mukjizat  telah  menafikan  selain kalam  Allah,  seperti  kata-kata  manusia,  jin,  malaikat,  nabi  atau  rasul.   Sedangkan Alkitab adalah kumpulan ajaran sentral Kristiani yang secara faktual telah bervariasi sesuai kelompok dan budaya. Isi dari Alkitab ini juga telah berevolusi dan secara faktual kadang tumpang tindih dan divergen. . Alkitab murni merupakan tulisan seseorang yang isinya bercampur baur antara perkataan Yesus, Para Muridnya dan penulis itu sendiri. Maka jelaslah, kami menemukan komparasi yang tepat yaitu Kitab Hadits dengan Alkitab.
Mengenai Kitab Hadits, kami memilih kitab Al Jami’ush Shahih karangan Al Imam Muslim bin Al Hajjaj An Naisaburiy (w. 261 H / 875 M). Kitab ini telah disepakati oleh para ulaama dan penuntut ilmu sebagai kitab hadits yang paling agung kedua setelah Shahih Bukhari. Bahkan, kedua kitab ini adalah kitab paling shahih setelah Al Quran.  Lantas, kenapa kami tidak mengambil Shahih Bukhari sebagai objeknya, alasannya :
1. Kitab Al Bukhari kurang tersusun rapi, karena bab-babnya sering di ulang. Sedangkan Kitab Muslim tersusun sangat sistematik yang mampu di kagumi oleh semua orang. 
2. Kitab al Bukhari sering terdapat penjelasan dari beliau sendiri pada bab-bab tertentu, sedangkan Muslim kalah sering melakukan hal ini. Artinya, Shahih Muslim lebih fokus pada hadis, bukan keterangannya.
Adapun untuk Alkitab, kami menelusuri beberapa karya tulis dari para murid Yesus, lalu kami menemukan sebuah keterangan dari     yang menyebutkan bahwa Lukas satu-satunya penulis Injil yang memakai prolog, metode riset sejarah Yunani Kuno, dan tujuan serta sistematika penulisan. Untuk Injil yang 3, kualitas karya agak kurang, namun dari segi isi cukup seimbang. Maka disinilah titik temu itu, Shahih Muslim sebagai kitab Hadits paling sistematis dan Injil Lukas sebagai Injil paling sistematis. Kemudian kami mencoba menelaah seberapa kuat pengaruh kedua kitab ini ? Bagaimana sistem dan metode yang di pakai oleh keduanya ? Apa kesamaan dan perbedaan antara sistem dan metode masing-masing ? Seberapa Shahih isi dari kedua kitab ini ?

Sekilas Tentang Kedua Karya.

1. Shahih Muslim
Imam Muslim bin al Hajjaj bin Muslim bin al Khausaz al Qusairiy an Naisaburi, lahir pada 204 H / 820 M dan wafat pada tahun 261 H/ 875 M. Pada usia 14 tahun, ia sudah melakukan rihlah ke berbagai penjuru Semenanjung Arab. Pada masa remaja ini ia telah bertemu para ulama besar seperti Imam Ahmad, Qutaibah bin Sa’d, Ibnu Abi Syaibah dan Kakaknya, Muhammad bin Mahran, Ishaq bin Rahawaih, Yahya bin Yahya, Abdullah bin Maslamah, dan yang lainnya. Pada masa Khalifah Al Mutawakil (232-245 H/ 847-861 M) terjadi penghancuran sendi-sendi rasionalitas Yunani di Baitul Hikmah. Dengan kekuasaannya, Al Mutawakil mencoba mengembalikan Sains Islam yang Qurani dan sesuai dengan Hadits. Maka seperti kata Imam Muslim sendiri, ia menghabiskan waktu selama 15 tahun dalam penyusunannya. Indikasi tahun penulisan yaitu sekitar tahun 850-870 M, karena pada saat ia berusia 30 tahun, ia kembali ke Negeri Naisaburi, dan di tahun itu Baitul Hikmah dirombak dari rasionalisme Yunani ke Sistem Quran dan Hadits oleh al Mutawakil.  Secara eksplisit lagi, Ibrahim bin Muhammad bin Sufyan (murid Imam Muslim) berkata ; “kami telah merampungkan kajian kitab Shahih Muslim di hadapan Imam Muslim Semdiri pada bulan Ramadhan 257 H.”  Ramadhan tahun 257 H jika di konversi ke Masehi kira-kira bertepatan pada bulan Agustus 871 M.
Shahih Muslim merupakan kitab paling agung kedua dalam bidang hadits. Judul asli dari kitab ini ialah al-Musnad al-Shahih al-Mukhtasar min al-Sunnah bi al-Naql al-Adal ‘an al’Adl ‘an Rasulullah saw.  Kemudian di kenal luuas sebagai Al Jami’ush Shahih atau Shahih Muslim. Kitab ini sesuai penghitungan Abdul Baqi’ terdapat 3033 hadits, Muhammad Ajjaj al Khatib menyebut kisaran 3030, dan Versi Al Alamiyah sebanyak 5362  hadits yang tersebar ke dalam 56 Kitab, dan 1420 Bab. Sementara itu ada sumber lain yang mencetaknya ke dalam 54 Kitab karena Muqodimah tidak dihitung dan Kitab Shifatul Qiyamah wal Jannah wan Naar dimasukkan ke dalam Kitab Jannah wa Shifatu Nafsiha wa ahliha. Dengan total 1350 Bab tanpa Muqodimah dan 1424 Bab dengan Muqodimah. 
Jumlah guru sekitar 220 yang ditulis di dalam Shahihnya, yang tidak disebut lebih banyak lagi.  Al Hakim an Naisaaburi (w. 405 H) memberi keterangan perbedaan Syaikh antara Imam Muslim dan Al Bukhari adalah, 434 Syaikh dari Bukhari tidak disebutkan oleh Muslim, juga 625 Syaikh Muslim tidak disebutkan oleh Al Bukhari. Hal ini menunjukkan betapa banyaknya sumber informasi yang ia temui. Hal ini, pada era modern ini lalu di tiru oleh para sejarawan Amerika di tahun 1930 yang berusaha meruntuhkan adagium “no documents no History.” Yang di populerkan C. V. Langois dan C. Seignobos. Lalu di Indonesia di gawangi oleh Brigdjend (Purn) Prof. Dr. Nugroho Notosusanto (w. 1985) yang mencoba merumuskan sejarah lisannya  pada  upaya  menulis  riwayat  hidup  para  tokoh  militer  atau  tentang sejarah  militer  Indonesia. 
Jikalau di lihat, sangat ada kemiripan antara Dr. Nugroho dengan Imam Muslim. Sebab, Nugroho menulis riwayat hidup tokoh-tokoh militer untuk menyukseskan karya tulis terbesarnya, “Tragedi Nasional Percobaan Kup G30S/PKI.” Sedangkan Imam Muslim menulis al Musnad al Kabir, sebuah buku dengan tema nama-nama perawi hadits beserta riwayat hidupnya.

2. Injil Lukas
Bila berbicara mengenai Injil, kita tentu akan menemukan beberapa kekurangan yang cukup banyak. Entah dari kalangan internal sendiri, maupun para penguji di luar. Ahmad Deedat telah menulis cukup besar, The Choice, yang menjadi buku terbesar Kristologi Modern. Didalam buku tersebut di kutip keterangan seorang Uskup (kepala Gereja) yaang menyebut bahwa Perjanjian baru banyak terdapat penyingkatan dan editing; terdapat pilihan, reproduksi dan pembuktian. Di balik penulis kitab tersebut terdapat pemikiran gereja. Kitab tersebut mewakili pengalaman dan sejarah.  Termasuk dalam hal ini Injil yang di tulis oleh Lukas, teman dari Paulus. Lukas sendiri juga secara sendirian tanpa adanya diskusi antar Penulis Injil. Ia juga diketahui menyingkat dan mereproduksi kisah-kisah di dalamnya yang membuat pandangan bagi orang awam, bahwa tidak ada kompromi antar masing-masing penulis. Ini juga akan kami bahas dalam bahasan selanjutnya.

Data yang cukup valid berisi, Injil lukas di tulis kira-kira pada tahun 55-62 M. Hal ini mengingat Injil Lukas merupakan karya tulis pertama Lukas (w.84 M). Karena pada kisaran tahun 64-67 M Rasul Paulus meninggal. Tahun 64 M, sebagaimana keterangan Josephus (ahli sejarah Yahudi, w. 100 M) menyebut Yakobus (saudara tiri Yesus, bukan Santo Yakobus anak Zebedeus) mati di bunuh, namun Kisah Para Rasul tidak menyebutkan satu pun. Ini berarti kitab ini selesai di tulis sebelum 64 M. Karena Kisah Para Rasul adalah kitab kedua, maka Injil Lukas selesai di tulis kira-kira tahun 60 M.  Kitab ini juga tidak selesai satu tahun di satu tempat, seperti keterangan Benyamin Hakh (2010 : 291) bahwa setidaknya Kaisarea, Akhaya, dan Roma menjadi tempat penulisan dan ketiganya terpaut cukup jauh, yaitu Israel, Yunani, dan Italia yang membutuhkan perjalanan setidaknya 1 bulan.
Penulis dari Injil Lulas ini juga kurang meyakinkan, terjadi perbedaan pendapat tentang siapa penulisnya. Keterangan yang paling absah ialah bahwa ia Lukas yang lahir di Antiokhia, Siria. Seoraang keturunan Yunani yang kemudian dikenal sebagai Dokter senior . Ia juga diindikasikan dikenal dengan nama Lukius dari Kirene yang bersama Paulus di Antiokhia. 
Adapun secara spesifik, Injil Lukas sesuai terbitan American King James Version (AKJV) tahun 1999, terdiri dari 24 Pasal, dan 1.151 ayat. Dalam terbitan LAI tahun edisi revisi tahun 1997, Injil Lukas di awali dengan bab Pendahuluan, Kabar Kelahiran Yohanes Pembaptos, dan di tutup dengan bab Kenaikkan Yesus. 

Alasan dan Tujuan Penulisan.
1. Shahih Muslim
Didalam muqadimah Kitabnya, Imam Muslim telah membahasa alasan dan mmaksud ia menulis kitab ini. Beliau berkata : 
“sesungguhnya kamu mengaku ingin mengetahui secara detail berbagai kabar yang datang dari Rasulullah saw dan segala sesuatu yang berhubungan dengan sunnah-sunnah serta berbagai produk hukum agama, masalah-masalah tentang pahala dan siksa, targhiib wat tarhiib,atau berbagai masalah keagamaan lainnya. Kamu pun mengaku ingin mengetahui itu sesuai dengan rantai sanad yang dinukil secara berkesinambungan oleh para ulama’. Oleh karena itu kamu berkeinginan kuat untuk bisa menjumpai keterangan-keterangan itu dalam sebuah karya yang representatif. Dari sinilah aku terdorong untuk menerangkan permasalahan itu untukmu...” 
Dari keterangan Imam Muslim yang kemudian dijelaskan oleh An Nawawi, bahwa Imam Muslim bermaksud menjelaskan keadaan hadits-hadits yang ditulisnya. Ia bermaksud untuk memberikan sebuah karya kecil yang sempurna yang bisa menjadi pusat rujukan bagi orang awam. Seperti kata dia sendiri, “Dengan mengerjakan sesuatu yang sedikit secara sempurna, maka akan membantu seseorang untuk meraup yang lebih banyak di masa depan.” Ia juga memberikan keterangan, “lebih-lebih orang awam yang tidak bisa membedakan materi hadits...kecuali tanpa bantuan pihak lain.”
Untuk menegaskan keunggulan sistem dan metode karya tulisnya, Imam Muslim berkata : “Memang pengetahuan semacam ini, tidak begitu berarti bagi orang awam yang tidak memiliki antusias untuk mempelajarinya.” Kalimat ini dijelaskan oleh Imam Nawawi dengan maksud “pengetahuan” itu meliputi objek secara detail makna matan, sanad, dan illat dari perawi hadis. Ke semuanya akan membawa seseorang menemukan bahwa kabar yang beredar itu sungguh meyakinkan (qath’i). Bahkan kondisi hidup Muhammad dengan berbagai ajaran spiritualnya akan seperti terlihat di depan mata.

2. Injil Lukas
Injil Lukas, di awali dengan 4 ayat prolog dari Lukas yang berusaha memberi isyarat akan maksud dan tujuan penulisan karyanya. Lukas 1:1-4 : “Teofilus yang mulia, Banyak orang telah berusaha menyusun suatu berita tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di antara kita, seperti yang disampaikan kepada kita oleh mereka, yang dari semula adalah saksi mata dan pelayan Firman. Karena itu, setelah aku menyelidiki segala peristiwa itu dengan seksama dari asal mulanya, aku mengambil keputusan untuk membukukannya dengan teratur bagimu, supaya engkau dapat mengetahui, bahwa segala sesuatu yang diajarkan kepadamu sungguh benar.”
Dalam Tafsir Injil Lukas, disebutkan keterangan bahwa Lukas bermaksud untuk memperteguh Iman dari Teofilus. Injil ini bukan bermaksud menampar ajaran-ajaran sesat dan atau menyajikan kronika peristiwa semata. Ia menulis untuk meyakinkan bahwa perwujudan janji-janji Yesus, tentang penyelamatan, karya, kematian dan kebangkitannya.  Kemudian ia berusaha menelaah agar kabar itu memang benar. 
Mengenai tujuan utamanya dalam menulis kitab ini, Miss Mary E. Chase menyatakan bahwa “jelas ini dimaksudkan untuk menulis kehidupan Yesus yang disusun dengan bentuk penulisan yang sangat umum di masanya, yang di antara karya-karya biografis lainnya telah menghasilkan sejarah kehidupan Plutarch”. Lukas menulis narasinya sebagai hadiah bagi Theophilus dan dia tidak pernah mengira bahwa karyanya akan melengkapi PB yang diakui secara resmi oleh orang-orang Kristen di masa datang. 

Sumber Berita.
1. Shahih Muslim
Imam Muslim mendapat sumber berita itu dari para ahli hadits dan kemudian diseleksi dengan mengklasifikasikan kabar itu menjadi 3 bagian dan dengan 3 tingkatan perawi. Tingkatan ini kemudian dijelaskan dalam mustholah hadits dengan nama Shahih, Hasan, dan Dhaif. 
Tingkatan pembawa berita itu secara ringkas dijelaskan ;
Pertama, memiliki kekuatan hafalan yang sempurna, seorang yang istiqomah, jujur, dan dipercaya tidak pernah berbohong. Tidak pernah ada kontroversi dan unsur yang buruk.
Kedua, terkenal jujur dan tidak ada kontroversi, juga sangat piawai mengenai ilmu hadits, namun hafalannya kalah tajam dengan tingkatan pertama.
Ketiga, perawi yang statusnya tidak jelas, apakah ia jujur atau tidak, apakah ia alim atau tidak, karena dengan banyaknya pengakuan, maka kan memperkuat berita itu. Apabila pembawa berita tidak begitu terkenal, maka Imam Muslim meninggalkan dan tidak menulisnya.

2. Injil Lukas
Lukas menyebut, “setelah aku menyelidiki segala peristiwa itu dengan seksama dari asal mulanya.” Stefan Leks menjelaskan bahwa ia melakukan semacam riset historis dengan hati-hati dokumen-dokumen dan tradisi yang lalu.   Riset yang dilakukan, seperti kata Lukas sendiri, berasal dari “mereka yang semula menjadi saksi mata dan pelayan Firman.” Ini menunjukkan bahwa titik utama sumber berita Lukas adalah saksi mata dan pelayan Firman. Leks kemudian sedikit membahas bahwa Lukas tidak mengacu pada apapun, sangat kontras antara sumber lisan dan sumber tertulis. Atau bahkan Lukas tidak sama sekali membahas berita-berita yang disusun oleh pendahulunya. (Mungkin merujuk pada Injil Matius dan Markus, juga surat-surat Paulus).


Metode Riset

1. Imam Muslim
Imam muslim secara tegas menulis, nama para perawi hadits, dengan seluruh pesan/berita yang disampaikan. Sebagai contoh, Imam Muslim menulis, 
و حَدَّثَنِي حُمَيْدُ بْنُ مَسْعَدَةَ الْبَاهِلِيُّ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ الْمُفَضَّلِ حَدَّثَنَا سَلَمَةُ وَهُوَ ابْنُ عَلْقَمَةَ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ فَإِذَا رَأَيْتُمْ الْهِلَالَ فَصُومُوا وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا لَهُ
Perhatikan kata yang dicetak tebal dan bergaris bawah. Ada dua kata, yaitu حَدَّثَنَا dan عَنْ. Dari dua kata itu, para ahli hadits menjelaskan lagi bagaimana sistem persebaran berita. Kata حَدَّثَنَا, oleh para ulama dijelaskan sebagai keadaan seorang perawi mendapat hadits itu dengan cara seorang penerima mendengar secara langsung, baik itu sendirian maupun dalam kelompok dari seorang pembawa berita. Sedangkan kata عَنْ menunjukkan bahwa kabar itu diterima dari orang lain secara mendengar langsung, atau melihat tulisan dari pembawa berita. Dalam hadits di atas, Imam Muslim mendengar hadits itu langsung dari Humaid, Humaid mengatakan bahwa ia mendengar hadits itu dari Bisyr, lalu Bisyir mendengar hadits itu dari Salamah, salamah mendapat/mendengar dari Nafi’, Nafi’ juga mendapat/mendengar dari Ibnu ‘Umar ra. Apa yang mereka berikan dan mereka terima ? Yaitu berita “Rasulullah saw bersabda : ‘الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ فَإِذَا رَأَيْتُمْ الْهِلَالَ فَصُومُوا وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا لَهُ.” Kata ini, tidak boleh di ubah, di ganti, atau di sampaikan dalam bahasa lain jika konteksnya adalah tahammul wal ‘ada, dan dari seluruh nama, yaitu Ibnu Umar, Nafi’, Salamah, Bisyr, Humaid, dan imam Muslim mengatakan lafazh ini secara sempurna, tanpa ada perubahan.
Contoh lain ialah, 
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رُمْحِ بْنِ الْمُهَاجِرِ أَخْبَرَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَخْبَرَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ وَسَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ أَخْبَرَهُمَا أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ
Dalam hadits ini terdapat banyak lagi jenis penyambung. Ada kata, حَدَّثَنَا, أَخْبَرَنَا, عَنْ, dan kata سَمِعَ. Dalam konteks tahammul wal ‘ada, kata سَمِعَ merupakan indikasi jelas bahwa ini bukan tulisan, melainkan oral story. Kata أَخْبَرَنَا, oleh para ahli hadits dijelaskan keadaan bahwa pemberi berita bertatap muka secara sempurna, yaitu 4 mata dengan penerima berita. Inilah syarat yang oleh Al Bukhari disebut al Liqa’. 
Imam Muslim melakukan riset dengan cara menelusuri riwayt hidup perawi hadits, lalu menulisny dalam Al Musnadul Kabir, dan dihafalnya di luar kepala. Kemudian ia mengklasifikasikan nama-nama itu sesuai kapabilitasnya. Ada pula cara yang ia ambil ialah apabila seorang menunjukkan hadits, maka diminta agar bersumpah bahwa itu benar dan tidak ada kekeliruan sedikitpun. Cara ini dipakai oleh kalangan awal abad kedua Hijriyah,dan juga sedikit dipelajari oleh Imam Muslim. Juga identitas khusus bahwa dari seorang pembawa berita dan penerima, harus hidup sezaman, dan oleh al Bukhari harus bertemu langsung. Syarat ini dapat dilacak dengan kabar-kabar yang beredar di masyarakat mengenai perjumpaan keduanya. Jika tidak ada berita yang banyak mengenai perjumpaan ini, maka syarat sempurnanya hadits gugur.

2. Santo Lukas
Ketika kita mengarah pada Injil Lukas, tidak diketahui bagaimana ia menyelidiki, sumbernya apakah tulisan atau lisan, dan bahkan siapa yang ia temui, tidak secara eksplisit dijelaskan. Stefan Leks memberikan informasi bahwa Lukas juga mengambil Injil Markus yang notabene adalah Injil yang berisi banyaknya perkataan Yesus. Ia juga mempelajari tradisi-tradisi lisan yang beredar, kemudian menyelidikinya secara sistem riset historis. Metode yang ia pakai, menurut Leks juga, mengambil sistem riset histori Yunani.
Sistem Historial Research ini, sebagaimana kita kenal mengacu pada lisan dan tulisan. Sumber itu kemudian diolah sedemikian rupa sehingga akan menghasilkan catatan Naratif. Jelas, berkali-kali Leks menyebut bahwa Injil Lukas berupa Narasi atas peristiwa dari asal mula kelahiran Kristen. 
Sangat jelas perbedaannya, Imam Muslim sangat teliti dengan menelaah total kehidupan para pembawa berita. Lukas hanya menyebut menyelidiki berbagai kabar. Ini akan menimbulkan kebingungan, apakah kabar itu hanya dari 70 saksi mata, atau 12 murid Yesus, dan bahkan orang lain di luar pengikut Yesus sendiri. Imam Muslim, tidak ambil pusing dengan orang non Islam, orang Islam yang bodoh dan tidak hebat pun ditinggalkan.


Sistematika Penulisan.
1.  Shahih Muslim
Imam Muslim hanya mengisyaratkan akan menulis secara sistematis, tanpa pengulangan, dan tanpa adanya pembahasan tingkat lanjut mengenai hadits-haditsnya. Ia menulis dengan urutan Bab sebagai berikut :
Kitab Muqadimah : berisi 74 Bab
Kitab Iman : berisi 96 Bab dari Bayyin al Iman wal Islam, sampai terakhir pada Bab Sabdanya, Allah berfirman kepada Adam...Berisi 280 hadits.
Kitab Thaharah ; berisi 34 Bab dari Fadhilah Wudhu’ sampai pada Dalil Najisnya air Kencing... berisi 111 hadits.
Kitab Haidh : berisi 33 Bab dari Mencumbu Wanita haidh di atas sarung, sampai bab Dalil Tidur tidak membatalkan wudhu...berisi 126 hadits.
Kitab Shalat : berisi 52 Bab dari Adzan, sampai pada Shalat dengan satu kain.
Sampai kitab terakhir, yaitu Kitab Tauhid : berisi 8 Bab dengan 134 hadits. 
Imam Muslim menulis kitab ini berdasar pembahasan bab-bab keagamaan. Karena sesuai aturannya sendiri, ia menulis untuk menerangkan setiap permasalahan agama dan kabar-kabar dari Rasulullah saw. Bentuk penulisannya, dalam Mustholah hadits dikenal dengan Al Jawami’, berbeda dengan Masanid yang sesuai urutan nama, atau kota, juga berbeda dengan Sunan yang disusun hanya dalam urusan hukum Islam (fiqh).
Satu hal yang sangat intens dalam penulisan Hadits, ialah dengan redaksi sanad dan matan. Seperti contoh diatas, jalur periwayatan, nama-nama perawi, cara al ‘ada, dan redaksi cerita tulis lengkap. Bahkan, Muslim sendiri tidak berani menyisipkan rasionalitasnya dalam setiap hadits, kecuali diperlukan, dan itupun dengan tetap memakai sumber referensi, ia tidak berbicara dengan “intuisi-nya” sendiri.

2.   Injil Lukas
Siapa yang menyangkal bahwa para penulis Alkitab adalah mereka yang ter ilhami oleh Tuhan. Sarjana Kristen sering membumbui tulisan-tulisan mereka dengan terminologi ‘inspirasi’. Misalnya P.W. Comfort menyatakan, “Individu-individu tertentu...diberi inspirasi oleh Tuhan untuk menulis penjelasan-penjelasan Injil untuk membakukan tradisi oral.” Dan lagi, para juru tulis yang mengopi PB pada tahap belakangan, “Mungkin menganggap diri mereka telah terinspirasikan oleh roh dalam membuat penyesuaian-penyesuaian tertentu dengan contoh.” 
Namun, para pengarang empat Injil yang anonim itu boleh jadi sangat tidak sependapat dengan Prof. Comfort. Injil terawal, Markus, yang dianggap sebagai sumber utama oleh para pengarang Matius dan Lukas, yang telah mengubah, menghapus, dan menyingkat banyak kisah-kisah Markus. Perbuatan semacam ini tidak akan mungkin terjadi jika mereka menganggap bahwa Markus diberi inspirasi oleh Tuhan, atau bahwa kata-katanya merupakan kebenaran sejati. 
Terkhusus untuk Injil Lukas, satu-satunya yang menuliskan kitabnya dengan muqadimah. Lalu melanjutkan dengan pembahasan Kelahiran Yohanes Pembaptis. Dengan versi LAI tahun 1997, kami menelaah secara rinci :
Pasal 1 : Muqadimah, Isyarat Kelahiran Yohanes, Isyarat Kelahiran Yesus sampai di akhiri Nyanyian Zakaria. Berisi 80 ayat dengan tidak satupun Perkataan Yesus ada disitu.
Pasal 2 :  Kelahiran Yesus, Yesus di sunat, dan di akhiri kisah Yesus Usia 12 Tahun. Berisi 52 ayat dengan hanya satu ayat saja berisi perkataan Yesus (Luk 2 : 49)
Pasal 3 : Yohanes Pembaptis, Yesus Dibaptis, ditutup Silsilah Yesus. Berisi 38 ayat tanpa satupun perkataan Yesus.
Pasal 4 : Percobaan di Padang Gurun, dilanjut perjalanannya dan ditutup  Yesus Mengajar Di Kota-kota lain. Berisi 44 ayat dengan 13 ayat berisi Perkataan Yesus.
Pasal 5 : Penjala Ikan Menjadi Penjala Manusia sampai Hal Berpuasa. Berisi 49 ayat dengan 17 ayat berisi Perkataan Yesus.
Pasal 6 : Murid-murid Memetik Gandum, sampai pada bab Dua Macam Dasar. Berisi 49 ayat dengan 36 ayat berisi Perkataan Yesus.
Dan seterusnya sampai pada pasal 24 yang berisi : Yesus Menampakkan diri setelah Di kubur, dan ditutup Kenaikkan Yesus.
Dengan adanya keterangan ini, kita dapat mengetahui bahwa Injil Lukas merupakan sebuah karya sastra yang cukup indah. Disebut karya sastra karena seperti keteraangan Leks, bahwa terdapat gaya bahasa yang sangat indah, identik dengan karya sastra Yunani. Lain hal dengan Karya Markus, Matius maupun Yohanes.

Hasil Akhir

Setelah melihat pembahasan singkat tersebut, kami mengambil banyak sekali manfaat darinya. Hal ini karena dengan komparasi ini, diharapkan mampu memberi gambaran secara jelas bagaimana eksistensi karya tulis dari para ulama’ masing-masing agama. Dari Shahih Muslim dengan Injil Lukas, kita bisa melihat kitab mana yang lebih unggul.
Diantara keunggulan Injil Lukas dari Shahih Muslim adalah pada tema dan gaya bahasa. Tema Injil Lukas bermaksud menceritakan seluruh kejadian di masa Yesus secara runtut dari isyarat kelahiran, sampai ia diangkat ke sorga. Sedangkan Shahih Muslim menyusun sesuai pembahasan seluruh pokok agama dan cabang-cabangnya. Artinya, kepribadian Muhammad saw kurang begitu mengena, karena kurang runtut. Barangkali kejadian di awal kenabian, baru disampaikan pada Bab Akhir kitab ini. Kemudian untuk gaya bahasa, memang kita akan mengapresiasi hasil karya Lukas. Sedangkan Muslim, sama sekali tidak membawa ilmu nahwu sharaf, dan atau syair ke dalamnya.
Akan tetapi, jika melihat keunggulan Shahih Muslim, kita akan terkagum lebih. Kelebihan itu terletak pada :
1. Penjelasan akan latar belakang, maksud, tujuan, dan metode penulisan.
2. Sistematika penulisan yang amat ilmiah.
3. Sumber-sumber berita yang lebih kredibel.
4. Pengakuan atas murninya sumber, tanpa mencampuradukkan perkataannya dengan perkataan Nabi saw.
5. Tertatanya pembahasan permasalahan agama, dan terakhir,
6. Adanya sistem isnad yang tidak terdapat dalam khasanah umat selain Islam.


Daftar Pustaka : 

Abdurrahman, Hafizh. Ulumul Quran Praktis. 2003. Bogor : IDeA Pusaka Utama.
An Nawawi, Yahya bin Syaraf.  Shahih Muslim bi Syarh An Nawawi.1415 H/1994 M. Kairo : Darul Hadits.
Azami, Muhammad Musthofa. The History of Quranic Teks. 2012. Terjemahan versi E-book.
Bartlett, David L. Pelayanan dalam Perjanjian Baru. 2003. Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Buchaille, Maurice.The Bible, Quran and Science. Ed. Abu Aminah Bilal Phillips. 1995. El-falah Foundations. Di download di http://dear.to/abusalma 
Fletemier, Curt. & Yusuf Lesefire. Christianity and Islam : The Son and The Moon. 2012. Jakarta : Faithfreedom.org
Ibnu Abdil Barr, Mukhtashar Jami’ Bayanil ‘Ilmi wal Fadhlihi. 1994. Beirut : Maktabah al Islami
Lang, Jeffrey. Aku Menggugat, Maka Aku Kian Beriman. (Terj. Agus Prihantono). 2007. Jakarta : Serambi Ilmu Semesta.
Leks, Stefan. Tafsir Injil Lukas. 2003. Yogyakarta : Kanisius. 
Marshall, Dr. Taylor. Why Matthew is the First Gospel and not Mark. 2011. http://taylormarshall.com 
Novillanti, Jeanly. Penggunaan Bahasa Persamaan dalam Injil Lukas. Educatio Vitae, Vol.1/Tahun1/2014
Qadri, Dr. Hamid. Awan Gelap Dalam Keimanan Kristen. (Terj. Masyhur Abadi). 2004. Surabaya : Pusaka Da’i.
Syukur, Abdul. Sejarah Lisan Orang Biasa. Makalah   untuk  Konferensi  Nasional  Sejarah  VIII  pada  tanggal  14-17  Nopember  2006  di Hotel  Millenium,  Jakarta.
Tenney, Merril C. Survei Perjanjian Baru. 1995. Malang : Gandum Mas 

https://jauharudintamam.wordpress.com/2013/03/05/studi-kitab-hadis-sohih-muslim/ di akses pada 5 Februari 2017.
http://kajian-kristologi007.blogspot.co.id/2011/12/studi-perjanjian-baru.html?m=1 di akses pada 5 februari 2017.
http://mendapat-laia.blogspot.co.id/2012/01/jumlah-pasal-dan-ayat-dalam-alkitab.html?m=1 diakses pada 4 Februari 2017.
http://quran-hadis.com/kitab-shahih-muslim/ diakses pada 5 Februari 2017