Tampilkan postingan dengan label Aktifis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Aktifis. Tampilkan semua postingan

Kamis, 02 Februari 2017

SEPUTAR AKTIVIS SEKOLAH

(BAGIAN 3)


3. Carracter Building Aktifis.

Kewajiban Datang saat Seorang  Terpanggil oleh Pengabdian


Inilah yang seharusnya menjadi sebuah titik tumpu sebuah Organisasi Sekolah. Seorang anggota Organisasi Siswa dituntut untuk melaksanakan tanggungjawabnya sebagai masyarakat sekolah untuk berperan serta membangun masyarakat. Ketika masyarakat tersadar, mereka kemudian bergandengan melakukan managerial dan eksekusi lapangan dengan cara yang tersistematis. Kesadaran ini merupaakan kesadaran tanggungjawab manusia kepada masyarakat. Namun, titik balik dari hal ini terletak pada derajat Tanggungjawab dan Kewajiban. Kewajiban personal menjadi tanggungjawab mutlak, namun kewajiban masyarakat menjadi tanggungjawab khusus. Seorang anggota Organisasi Siswa merupakan bagian dari pihak yang memiliki tanggungjawab khusus. Bukan lagi secara mutlak.
        Dalam aturan Islam, ada perbedaan hukum antara fardhu ‘ain dan fardhu kifayah. Kewajiban menjadi Pengurus OSIS termasuk ke daalam kewajiban al Kifai yang wajib dilakukan oleh sekelompok orang. Jika sudah ada, maka gugur bagi yaang lain. Jika tidak ada, berdosa bagi semua. Hal ini tegas, dalam panduan Kemendiknas, ditulis “setiap sekolah wajib membentuk Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS).” Namun, seberapa besar tuntutan akan kewajiban bagi pengurus. Islam menjelaskan, “jika seseorang telah memulai amal fardhu kifayah, maka hukum itu berubah menjadi fardhu ain. Ia harus secara sempurna melaksanakannya, jika ia tidak menyempurnakan maka ia berdosa.”

Pertanyaannya, seberapa mutlak seseorang dibebani kewajiban ainy ini ?

Jawabannya ada dalam kitab Al Iqna’ fi Hal Alfadz Abi Syuja’ karangan asy Syarbiniy (977 H) bahwa ada hukum didalamnya, ““Wajib menolong orang kafir yang mendapat perlindungan, semisal dzimmi, mu’ahad, atau musta’man yang terjatuh dalam sumur atau semisalnya, seperti bahaya ular yang mengancam dirinya, sebagaimana menolong seorang muslim dari bahaya-bahaya tersebut dengan berbagai cara. Demikian juga wajib untuk menolong orang yang tenggelam ataupun terbakar. Maka orang yang sedang shalat harus menghentikan shalatnya –baik shalat wajib maupun sunnah- untuk menyelamatkan orang lain dari ancaman bahaya”
        Jelas, bahwa hukum membatalkan amalan fardhu ‘ain itu boleh, dengan kesepakatan ulama’. Akan tetapi, harus ada mussawigh yang jelas dan diperkenankan oleh aturan. Selain itu, ada hukum bagi orang yang melanggar sumpah, yaitu diterangkan dalam QS Al Maa’idah : 89, bahwa ia harus bertaubat dengan menebus dosa itu secara kaffarat. Inilah yang amat sesuai dengan hukum seorang pengurus Organisasi Siswa yang melanggar sumpahnya, yaitu melepaskan kewajiban dan tanggungjawabnya secara sengaja. Maka, harus ada kaffarat sebagai penebus. Akan tetapi, kaffarat ini dibebankan karena sengaja tanpa mussawigh tanpa udzur. Jika ia ada udzur, jelaslah bahwa ia bukan lagi memegang amanah untuk melaksanakan kewajiban dan sumpahnya.

a. Pengabdian vs Kewajiban.
Pemimpin Harus Melaksanakan Kewajiban
karena ia terpanggil oleh Pengabdian.

       Pertanyaan yang amat sulit untuk dijawab. Seorang Pengurus Organisasi Siswa, tergolong pengabdi atau pelaksana kewajiban ?
       Kewajiban, dalam KBBi disebut (sesuatu) yg diwajibkan; sesuatu yg harus dilaksanakan; keharusan, kemestian, darma, keharusan, beban, tanggung jawab, tugas, peranan, kerja, ayahan, beban, pikulan, komitmen, tanggungan, pekerjaan. Dalam kaitan dengan Ilmu Budaya, antara hak dan kewajiban ini harus seimbang dan bergandengan. Contoh, jika kita berhak untuk mendapat ilmu dari orang lain, maka kita berkewajiban memberikan ilmu kepada orang lain. Jika kita berhak untuk mendapat pelayanan, maka kita berkewajiban melayani orang lain. 
         Sedangkan untuk Pengabdian, disebutkan sebagai sebuah bentuk penerapan tanggung jawab kepada pihak lain secara ikhlas. Dalam Seri Diktat Kuliah MKDU : Ilmu Budaya Dasar karya Widyo Nugroho dan Achmad Muchji, Universitas Guna darma menulis, Pengabdian adalah perbuatan baik yang berupa pikiran, pendapat ataupun tenaga sebagai perwujudan kesetiaan, cinta kasih sayang, norma, atau satu ikatan dari semua itu dilakukan dengan ikhlas. Pengabdian itu pada hakikatnya adalah rasa tanggung jawab. Apabila orang bekerja keras sehari penuh untuk mencapai kebutuhan, hal itu berarti mengabdi kepada keluarga.  Manusia tidak ada dengan sendirinya, tetapi merupakan makhluk ciptaan Tuhan. Sebagai ciptaan Tuhan manusia wajib mengabdi kepada Tuhan. Pengabdian berarti penyerahan diri sepenuhnya kepada tuhan, dan merupakan perwujudan tanggung jawab kepada Tuhan.
     Sedangkan, WJS Poerwadinata menulis “Mengabdi adalah suatu penyerahan diri kepada “suatu” yang dianggap lebih, biasanya dilakukan dengan ikhlas, bahkan diikuti pengorbanan.”
      Sebagai aktivis Organisasi, saya memahami bahwa saya berkewajiban memberikan pelayanan kepada orang lain. Karena pada dasarnya, saya berhak mendapatkan pelayanan itu. Jiwa ksatria lah yang membawa pemegang hak untuk bergerak memberi hak. Ketika di tanyakan kepada saya, kenapa menjadi aktivis ? Saya lebih suka menjawab, “melaksanakan kewajiban.” Karena alasan apa ? Kewajiban menuntut saya, dan pengabdian memanggil saya. Kewajiban mendorong dengan memaksa untuk menuju dan memenuhi panggilan pengabdian. 
        Apakah kewajiban ini mutlak personal ? Tidak ! Kewajiban ini hanya akan datang ketika panggilan pengabdian hadir. Ketika seorang dengan hati dan jiwa yang terpanggil untuk mengabdi, maka ia harus memenuhi panggilan itu dengan membawa kewajiban yang mendorongnya. Apakah lantas seorang memiliki kebebasan untuk tidak berkewajiban ? Sangat punya, sebab, jiwa yang terpanggil ini belum tentu memiliki sarana yang kapabilitasnya cukup memadai. Ketika seorang dipaksa melaksanakan kewajiban, namun panggilan pengabdian belum hadir, maka ia seperti melihat tanpa pandangan. 

b. Double post. 
       Kebijakan yang cukup menggelikan ketika saya mendengar dewan Wakasek Kesiswaan untuk menghalangi kebebasan Siswa. Kebijakan itu berupa larangan rangkap jabatan bagi aktifis di lebih dari 2 ekstrakurikuler. Namun, anehnya, ada statement, “Jika sudah masuk di OSIS, maka ia hanya boleh mengambil satu posisi lagi di pengurus organisasi lain.” Lagi-lagi karena pandangan OSIS sebagai pihak yang sama dan sejalan dengan tugas Pengurus Ekstrakurikuler. Saya melihat kebijakan itu sesuatu yang amat aneh, kenapa ?
    
Jika memang dasar pemikirannya mengarah ke UU No 39 tahun 2008 pasal 23,  maka hal yang indah. Karena disitu disebut, bahwa Anggota DPR dilarang rangkap jabatan pada :
a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; 
b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; 
c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari APBN dan/atau APBD.

Atau mungkin berdasar pada surat edaran Menteri Dalam Negeri No. 800/148/sj tertanggal 17 Januari 2012 yang menyebutkan bahwa kepala daerah tingkat I dan II, pejabat publik, wakil rakyat, hingga pegawai negeri sipil (PNS), dilarang rangkap jabatan dalam organisasi olahraga, seperti KONI dan PSSI, serta kepengurusan klub sepakbola profesional atau amatir. Larangan itu juga berpijak pada Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2008.
Kembali kita lihat, kewajiban vs pengabdian. Bahwa kewajiban hadir ketika ada panggilan dari pengabdian. Yang saya lihat, sangat kontras, kebijakan rangkap jabatan ini di lontarkan, namun, tidak menyentuh sama sekali kepada saya. Saat kebijakan itu disosialisasikan, saya memegang amanah sebagai Ketua Umum OSIS, Ketua KIR, Ketua Wartawan, dan Wakil Ketua Rohis. Empat jabatan tinggi, dan tidak ada jabatan lain bagi saya. Keanehan itu datang ketika saya tidak mendapat perlakuan yang sama seperti kawan-kawan saya. Jawaban mungkin kita akan serentak, “saya ada keistimewaan.” 
      Tapi bagaimana mungkin kita akan mengatakan itu, dalam menjalankan kegiatan tersebut, bahkan seringkali saya kurang maksimal dan agak berantakan. Sangat aneh, melihat alasan pembina karena mereka kurang disiplin waktu dan kinerja. Tak lebih, saya bahkan hanya sekedar mengikut kemana arah perjalanan rekan-rekan di Tim. Satu hal lagi, bahwa ketika saya memaksa untuk menolak tugas, yang sebenarnya bukan bagian dari tugas 4 jabatan saya, tapi saya tak diberi tempat. Ketika ada orang lain yang berkenan, Pembina mencegahnya, “tetap saya.” Apa ini ?

c. Serving together. 

OSIS adalah pelayan Masyarakat.
Satu hal yang amat salah kaprah bagi kalangan aktifis, terutama sebagai pengurus OSIS, mereka hanya peduli bahwa mereka maju dan bergerak untuk menunjukkan kemampuan diri sendiri dan menyamankan diri sendiri. Mereka lupa bahwa tugas mereka seharusnya sebagai Pelayan Bersama. Para Pengurus ini seharusnya melayani bersama membentuk sebuah tim yang solid dengan penuh pengorbanan. Memanglah problem ini ada di setiap organisasi manapun. Namun, kenyataannya, kami tidak mendapat pengarahan ke arah situ. Kita malah mendapat motivasi untuk saling unjuk gigi menunjukkan tim masing-masing itu hebat. 
     Sebagai pengurus OSIS, yang amat saya fahami tugas saya hanyalah menjadi penyalur aspirasi masyarakat sekolah. Saya menjadi perwakilan yang sah untuk mengatur dan mengelola kegiatan siswa dalam rangka mewujudkan suksesnya pendidikan di sekolah. Sebagaimana tujuan didirikan OSIS ialah :
1. Menghimpun ide, pemikiran, bakat, kreativitas, serta minat para siswa ke dalam salah satu wadah yang bebas dari berbagai macam pengaruh negative dari luar sekolah
2. Mendorong sikap, jiwa dan semangat kasatuan dan persatuan di antara para siswa, sehingga timbul satu kebanggaan untuk mendukung peran sekolah sebagai tempat terselenggaranya proses belajar mengajar.
3. Sebagai tempat dan sarana untk berkomunikasi, menyampaikan pemikiran, dan gagasan dalam usaha untuk mematangkan kemampuan berfikir, wawasan, dan pengambilan keputusan.

d. Post Attendant. 
       Satu keanehan yang saya rasakan. Bahwaa kebijakan Pembina OSIS menempatkan Pengurus OSIS purna sebagai orang lain di luar struktural OSIS. Padahal, satu hal yang saya fahami bahwa dalam Struktural OSIS non formal, terdapat Dewan Penasihat yang berada diantara Pembina dan Pengurus OSIS. Dewan penasehat ini terdiri dari setidaknya seorang Pengurus OSIS purna yang duduk di kelas XII, yaitu Ketua OSIS purna. Namun sayaangnya, sebagai Purna OSIS, saya ditempatkan pada tempat yang tak semestinya. Ini tentu suatu hal yang amat menggelikan bagi pengurus OSIS. Itu menandakan bahwa Pembina OSIS amat minim pengalaman, dan bahkan tidak tahu sama sekali Managemen OSIS, tapi di beri wewenang bertindak sesuka hati.

Apalah arti Semua ini ?
Biarlah, hanya karena hal sekecil itu, saya tak pantas untuk melakukan tindakan apapun. Mengajaripun tak sudi. Biarlah mereka belajar, kalau tak mau belajar...ya terserah, toh juga mereka sendiri yang akan mendapat balasannya

SEPUTAR AKTIVIS SEKOLAH

(Bagian 2)

OSIS adalah Lembaga Tertinggi
Keorganisasian Siswa.
arif_yusuf47@yahok.co.id 
Setelah saya sedikit menjelaskan mengenai Struktural OSIS yang berantakan di bahasan lalu. Kali ini saya akan membahas mengenai Manejemen OSIS yang sesuai hukum.

.... ~ ☆ ~ ....

2. Sistematika Managerial
    Dalam menjalankan kegiatan, kami juga mendapatkan beberapa kejanggalan atas kebijakan Dewan Pembina OSIS. Tak dapat dielakkan lagi, secara Organis saja sudah berbelok arah, maka secara Struktural, Fungsional, dan tentu Manajerialnya akan mengalami kejanggalan-kejanggalan secara fatal. Lebih parahnya lagi, kesalahan ini seolah sudah membudaya dengan tanpa filterisasi. 

OSIS dalam Fungsional disebut sebagai alat untuk melaksanakan pembinaan Kesiswaan selain dari yang sudah kami sebutkan diawal. Sedangkan secara sistemis, OSIS merupakan sebuah kelompok dari beberapa siswa yang bekerja sama untuk mewujudkan tujuan bersama. Kelompok ini saling berkoordinasi dengan menciptakan organisasi agar mewujudkan tujuan bersama. Sudah diketahui secara umum bahwa OSIS menjangkau seluruh aspek kehidupan masyarakat sekolah. Seperti tertulis dalam Lampiran UU No. 39 Tahun 2008, bahwa OSIS memiliki perpanjangan tangan pada 10 bidang, yaitu :
Seksi Pembinaan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, 
Seksi Pembinaan budi pekerti luhur atau akhlak mulia
Seksi Pembinaan kepribadian unggul, wawasan kebangsaan, dan bela negara, 
Seksi Pembinaan prestasi akademik, seni, dan/atau olahraga sesuai bakat dan minat,
Seksi Pembinaan demokrasi, hak asasi manusia, pendidikan politik, lingkungan hidup, kepekaan dan toleransi sosial dalam konteks masyarakat plural, 
Seksi Pembinaan kreativitas, keterampilan dan kewirausahaan,
Seksi Pembinaan kualitas jasmani, kesehatan dan gizi berbasis sumber gizi yang terdiversifikasi
Seksi Pembinaan sastra dan budaya,
Seksi Pembinaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Seksi Pembinaan komunikasi dalam bahasa Inggris, 
         
        Secara sistematika, seluruh aspek kegiatan siswa di sekolah menjadi objek kajian Pengurus OSIS guna menentukan kebijakan dan program kerja. Sangat disayangkan, secara mangerial yang saya dapatkan, OSIS merupakan wadah organisasi aktifis yang bertujuan menggerakkan anggota Pengurus, bukan anggota  umum. Seolah hal yang kultural ketika OSIS bergerak bebas dengan kemauan sendiri, tanpa melihat kanan dan kirinya.

Diantara kejanggalan yang perlu untuk dikoreksi ialah :

Pemilihan Pengurus OSIS.
Pemilu Yang Konyol.
arif_yusuf47@yahoo.co.id

Sebuah hal yang kami rasa amat tidak manusiawi ketika memperlakukan manusia tidak secara semestinya. Begitupun dalam OSIS, memperlakukan seseorang sebagaimana tidak semestinya adalah sebuah penyimpangan kode etik. Dalam kaitannya dengan Pengurus OSIS, sesuai yang kami ketahui, bahwa pengurus OSIS adalah nama-nama siswa yang diajukan oleh setiap kelas lalu diadakan pemungutan suara dari nama-nama tersebut dan diambil kesepakatan beberapa nama untuk mengisi jabatan di Pengurus OSIS. Akan tetapi, yang terjadi pada pengalaman saya ialah :
1. Pengurus OSIS mendaftarkan diri secara independen. Hal ini sangat berbeda dengan ketentuan yang menyebutkan pengurus OSIS diajukan oleh kelas.
2. Tidak adanya perwakilan kelas yang terlibat. Dengan demikian, kelas tidak punya tempat sebagai monitor untuk mengawasi dan melihat jalannya seleksi pengurus OSIS baru.
3. Pengurus OSIS di seleksi setelah Pemilihan ketua Umum. Hal ini sangat menyimpang dengan aturan yang menyebutkan bahwa Ketua dan Wakil ketua dipilih oleh pengurus dan perwakilan kelas.
4. Ketua OSIS berjalan secara independen. Padahal, yang kami ketahui bahwa Ketua dan Wakil ketua diajukan oleh Pengurus dan Perwakilan kelas dalam satu paket yang kemudian diambil pemungutan suara oleh masyarakat.
5. Seleksi Pengurus OSIS dilakukan secara sepihak. Pada awalnya, penyeleksi adalah Ketua Terpilih dan Pengurus Senior (kelas XI) dan mengambil calon dari kelas X, namun satu periode di sebutkan bahwa kelas XI itu juga harus diseleksi lagi oleh Ketua Terpilih dan Ketua Senior. Lalu ada kejanggalan lagi semua calon pengurus diseleksi oleh Pembina. 
6. Tidak ada sosialisasi nama-nama pengurus terpilih. Ini tentu akan mempersulit keadaan yaang menuntut OSIS merupakan wadah tertinggi dari kegiatan siswa.
7. Pengurus OSIS dilarang ganda jabatan. Hal ini dengan kebijakan bahwa Pengurus Ekstrakurikuler dilarang rangkap jabatan, padahal OSIS adalah gabungan dari seluruh aktifitas kesiswaan, jika OSIS berada di pihak lain dari Ekstrakurikuler, maka tujuan utama OSIS akan terhambat.

LDK atau Workshop ?
Setelah Pengurus OSIS terseleksi, Pengurus Senior menyelenggarakan kegiatan Latihan Dasar Kepemimpinan. Hal ini ditujukan untuk mengasah skill leadership dari Pengurus OSIS terpilih. Akan tetapi, kebijakan Dewan Pembina menghendaki untuk :
1. LDK berada di Sekolah
2. LDK diselenggarakan dalam sekitar 20 jam.
3. LDK diikuti oleh seluruh pengurus baru dengan panitia Pengurus OSIS kelas XI. Panitia adalah peserta.
4. Materi LDK : Manajemen Organisasi, Leadership, kesekretariatan, PBB, Game. Dengan perincian 3 jam untuk Cek up dan PBB, 4 jam materi indoor, 5 jam istirahat, 2 jam Carracter Building, 1 jam olahraga, 2 jam Game, 2 jam Upacara, 1 jam penutupan.
Jika melihat sistematika kegiatan, tentu ini bukan sebuah LDK yang standar. Sebagai contoh yang cukup standar, porsi kegiatan sebagai berikut : 1 jam Chekup, 6 jam PBB, 7-10 jam materi administrasi dan manajemen Organisasi, 17-20 jam istirahat, 10-12 jam karakter building, 3 jam Olahraga, 5-7 jam Game, 3-4 jam upacara, 1-2 jam penutupan. Sekiranya yang efektif ialah 60 jam kegiatan. Bagaimana mungkin kinerja selama 1 tahun kedepan hanya di tentukan dengan 20 jam saja ? Materi yang seabrek dengan diringkas begitu hebatnya, pastilah, hasil tidak akan pernah mencapai target.

Penyusunan Program Kerja.
  Sesuai prosedur yang kami ketahui, penyusunan Proker ini di laksanakan dengan melibatkan Pengurus OSIS, Dewan Penasehat, Perwakilan Kelas, dan Dewan Pembina melalui sebuah sidang Pleno MPK. Namun, yang saya dapatkan, Proker disusun hanya oleh Pengurus OSIS dengan koridor masing-masing seksi bidang, dan di persatukan lalu di ajukan kepada Dewan Pembina. Setelah pengajuan di sahkan, proker pengurus OSIS ini tidak di sosialisasikan kepada Masyarakat, dengan alasan bahwa Proker OSIS hanya untuk pengurus OSIS dan diketahui oleh Dewan Pembina saja. Aneh sekali.

Eksekutif atau Legislatif ?
     
OSIS vs MPK
Keduanya sejajar di bawah Sekolah.
arif_yusuf47@yahoo.co.id
  Ini ketidak jelasan yang amat merugikan, sebab, OSIS seharusnya diberikan wewenang secara tegas, sebagai Eksekutif atau Legislatif ? 

Yang kami ketahui, OSIS merupakan lembaga eksekutif yang punya wewenang mengatur, melaksanakan,  dan menetapkan kebijakan segala proker dan tata aturan Siswa di sekolah. Untuk eksekutifnya berada di tangan MPK yang kedudukannya sejajar dengan OSIS. Akan tetapi, pelaksanaan di sekolah kami, OSIS ini bukan lembaga tertinggi dalam lembaga eksekutif melainkan organ yang kedudukannya sejajar dengan Ekstrakurikuler. Maka, OSIS tidak diberikan wewenang untuk terlibat aktif maupun pasif dalam pelaksanaan Kegiatan Ekstrakurikuler di sekolah. Sehingga, ketika di lapangan, Pengurus Ekstrakurikuler seolah merasa bahwa OSIS adalah pesaing mereka, bukan rumah payung yang menaungi mereka. Ini tentu sebuah hal yaang kurang etis bagi kalangan aktifis.

Dewan Pembina dan Dewan Penasehat.
       Dewan Pembina OSIS, sesuai ketentuan UU No 39 Tahun 2008, disebutkan Kepsek sebagai Ketua, Wakasek Kesiswaan merupakan Wakil Ketua, dan Guru minimal 5 orang sebagai anggota Dewan Pembina. Namun yang saya lihat, Pembina OSIS ialah Kepsek, Wakasek, dan seorang Guru. Ini tentu sebuah hal yang amat kurang taat pada prosedur. Untuk Dewan Penasehat sendiri seharusnya, di buat setidaknya satu orang, yaitu Ketua OSIS purna yang duduk di kelas XII. Akan tetapi, yang saya dapatkan, sebagai Ketua OSIS purna, saya di tempatkan layaknya siswa biasa yang tidak lagi terlibat dalam kegiatan OSIS. Bukan bermaksud untuk mendapatkan kedudukan spesial, namun, yang sangat mengecewakan, Ketua OSIS Purna, saya dianggap orang lain yang tidak boleh terlibat aktif maupun pasif. Saya ditempatkan pada tempat dimana Ketua OSIS Purna adalah orang asing yang harus di waspadai. Apa ini ??

Dari Pengurus untuk Siswa.
      Inilah seharusnya dilakukan oleh Pengurus OSIS, yaitu setiap kegiatan melibatkan Siswa, karena seperti dasar hukum kita ialah Dari Rakyat, Oleh Rakyat, dan Untuk Rakyat. Namun yang terjadi, OSIS melakukan setiap kegiatan Dari Pengurus, Oleh Pengurus dan Untuk Pengurus. Lagi-lagi, karena mindsetnya, OSIS adalah organ lain yang semisal dengan Ekstkul, sehingga para Pengurus sibuk menyamankan diri sendiri dan melaksanakan kegiatan untuk kalangan mereka sendiri.

SEPUTAR AKTIVIS SEKOLAH

(Bagian 1)
Aktivis Organisasi Siswa Hanya sebuah
Fardhu Al Kifai.
arif_yusuf47@yahoo.co.id

Selama hampir 3 tahun saya menjalani masa sekolah tingkat atas dengan penuh kenangan. Ketika pada pertengahan tahun 2013, memulai status baru sebagai Siswa SMA, saya mendapatkan suatu kenyataan yang amat terkesan. Saya benar-benar seorang yang baru, dengan status dan posisi saya. Sudah sangat lazim di kenal di masyarakat bahwa seorang Siswa yang dipandang populer di masyarakat Indonesia adalah siswa dengan segudang prestasi akademik di sekolah. Saya tertarik dengan sebuah pikiran yang radikal dengan apa yang populer di masyarakat. Ketika saya masuk di SMA, saya seperti diatas angin dengan mencoba menantang diri saya sendiri. Apa yang saya lakukan memang antimainstreem bagi posisi saya sendiri. Seorang siswa, tugas utama saya adalah belajar dan berlomba dalam dunia ilmu pengetahuan. Namun, saya sedikit melirik pada apa yang kita kenal organisasi siswa. 

Tugas dan kehidupan yang benar-benar baru bagi saya. Namun, meskipun tanpa background aktivis sekolah, saya berusaha dengan sangat untuk bisa tampil sebagai seorang yang berprestasi di dunia baru saya. Awal kali kerja, saya ditugaskan sebagai Wakil Ketua 2 dari organisasi Kerohanian Islam. Walau sedikit kebingungan dengan apa yang harus saya laksanakan, saya pelan-pelan belajar dari setiap kegiatan. Satu periode sebagai Waka 2 ROHIS, yang saat itu pula saya juga mencalonkan diri sebagai Pengurus OSIS dan ditempatkan pada Anggota Sekbid Ketaqwaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, cocok sekali itu. Selain di dua lembaga ini, saya juga sedikit terlibat sebagai anggota Komunitas Pecinta Alam, juga ambil bagian dari Tim Wartawan Sekolah. Cukup melelahkan untuk urusan siswa baru. Selain dari itu, untuk mengasah skill saya, saya juga masuk sebagai anggota Ekstrakurikuler Futsal, Tim Olimpiade Sains Nasional, dan Kelompok Ilmiah Remaja, maklum, karena background saya adalah cendekia di bidang Matematika. 

Setelah periode pertama, periode kedua (tahun ajaran 2014/2015) saya naik pangkat, di OSIS menjadi Ketua Umum Terpilih secara Pemilu, di ROHIS tetap pada Waka 2, di KIR menjadi Ketua, di Wartawan menjadi Ketua, dan di Futsal menjadi Kapten (sebutan untuk ketua Ekstra Futsal). Setelah periode itu berakhir, saya masih stay di KIR sebagai Ketua Bayangan, di Wartawan sebagai Dewan Kehormatan, dan masuk sebagai anggota Teater sebagai Kasekbid Humas dan Publikasi. Cukup banyak memang, tapi itulah saya.

Dari pengalaman saya terjun di dunia aktifis organisasi, saya beberapa kali melihat kejanggalan-kejanggalan yang terjadi. Mulai dari personalia, internal organisasi, maupun eksternal organisasi. Selama kami mengabdi, kegiatan organisasi ini masuk dalam koridor Ekstrakurikuler, artinya, boleh dilakukan di luar kegiatan kurikuler. Namun, setelah kami lepas jabatan, ada salah satu ekstrakurikuler yang dimasukkan ke dalam koridor ko-kurikuler. Ekstrakurikuler ini ialah Pramuka. Seperti yang banyak beredar, Muhadjir Effendi mencanangkan program ini, karena di nilai Pramuka mampu memberikan sumbangsih besar terhadap pendidikan karakter siswa. Bulan September 2016, Kemendikbud RI memberikan informasi akan wacana ini.

Baik, sekarang saya akan memberikan sedikit paparan mengenai kejanggalan kami selama bergelut dalam dunia aktifis sekolah. Kami akan meninjau secara koridor struktural sesuai hukum, sistematika, dan Carracter Building.

1. Struktural Organisasi Siswa
   
   Tanggal 22 Juli 2008, Mendikbud RI, Bambang Sudibyo mengesahkan Permendiknas RI no 39 tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan. Permen itu terdiri dari VI BAB dan 8 pasal yang berisi pedoman Pembinaan Siswa di lingkup sekolah. Pasal 3 ayat satu disebutkan bahwa “Pembinaan kesiswaan dilaksanakan melalui kegiatan ekstrakurikuler dan kokurikuler;” Hal ini dimaksudkan untuk menjawab maksud dan tujuan dari Pembinaan Kesiswaan sebagaimana disebut dalam pasal 1 yaitu ;
a.  Mengembangkan potensi siswa secara optimal dan terpadu yang meliputi bakat, minat, dan kreativitas; 
b.  Memantapkan kepribadian siswa untuk mewujudkan ketahanan sekolah sebagai lingkungan pendidikan sehingga terhindar dari usaha dan  pengaruh negatif dan  bertentangan dengan tujuan pendidikan; 
c. Mengaktualisasikan potensi siswa  dalam pencapaian prestasi unggulan sesuai bakat dan minat;
d.  Menyiapkan  siswa agar menjadi warga  masyarakat yang berakhlak  mulia, demokratis, menghormati hak-hak asasi manusia dalam rangka mewujudkan masyarakat madani  (civil society).

Dari keempat poin tersebut, Mendikbud memberikan pedoman pelaksanaan Pembinaan Kesiswaan melalui Ekstrakurikuler dan Kokurikuler tersebut meliputi kegiatan ;
a.  Keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
b. Budi pekerti  luhur atau akhlak mulia;   
c. Kepribadian  unggul,  wawasan kebangsaan,  dan bela negara;
d.  Prestasi akademik, seni, dan/atau  olahraga sesuai bakat dan minat; 
e.  Demokrasi, hak asasi manusia, pendidikan politik, lingkungan  hidup,  kepekaan  dan toleransi sosial  dalam konteks masyarakat plural; 
f. Kreativitas, keterampilan, dan kewirausahaan; 
g.  Kualitas jasmani,  kesehatan, dan gizi berbasis  sumber gizi yang terdiversifikasi ; 
h.  Sastra dan budaya; 
i. Teknologi informasi dan komunikasi; 
j. Komunikasi dalam bahasa Inggris;

Dari ke 10 koridor Pembinaan Kesiswaan itu, Mendikbud menyatakan ada satu lembaga yang sah sebagai Pusat dan Penanggungjawab Pengelolaan, yaitu berbentuk organisasi Kesiswaan yang ditetapkan dengan nama Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Kemudian, dari organisasi ini, sistematika struktural telah dijelaskan dalam selebaran berupa REVISI KESISSWAAN DARI 8 SEKBID MENJADI 10 SEKBID INFORMASI TENTANG ORGANISASI SISWA INTRA SEKOLAH ( OSIS ) Depdiknas Ditjen Dikdasmen Direktorat Pembinaan Kesiswaan Tahun 2003. Dan didalam Panduan Pelaksanaan OSIS Kemendiknas 2011 disebutkan pengertian OSIS terdiri dari 4 pengertian, yaitu Semantik, Organis, Fungsional dan Sistematis. Karena yang kami bahas pada poin ini tentang Struktural, maka kami mengambil pengertian dari sudut organis, yaitu ;
“OSIS adalah satu-satunya wadah organisasi siswa yang sah di sekolah. Oleh karena itu setiap sekolah wajib membentuk Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), yang tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan OSIS di sekolah lain dan tidak menjadi
bagian/alat dari organisasi lain yang ada di luar sekolah.”

Dari pengertian tersebut sangat jelas, bahwa OSIS satu-satunya wadah organisasi siswa yang sah di sekolah. Jika meninjau dari semantis, satuan atau kelompok kerja sama para siswa yang dibentuk dalam usaha mencapai tujuan bersama, yaitu mendukung terwujudnya pembinaan kesiswaan. Ingat, bahwa Pembinaan Kesiswaan, di kelompokan ke dalam 10 poin yang saya sebutkan di atas. Kemudian, Fungsi dari OSIS itu ada 3, pertama sebagai wadah, yaitu Organisasi Siswa Intra Sekolah merupakan satu-satunya wadah kegiatan para siswa di sekolah bersama dengan jalur pembinaan
yang lain untuk mendukung tercapainya pembinaan kesiswaan. Kedua, sebagai Motivator yang mampu memberikan rangsangan positif kepada masyarakat sekolah. Ketiga, sebagai Preventif, yaitu mendorong siswa aktif positif dan mencegah siswa dari tindakan menyimpang.

OSIS adalah Satu-satunya Wadah Organisasi Siswa.
Kemendiknas RI Tahun 2008.



Dari paparan itu, saya mendapatkan pengalaman yang agak menyimpang, yaitu ;


a. OSIS merupakan Organisasi Independen selain Organisasi Ekstrakurikuler.
Dari sistem ini, nampaknya memang tidak ada yang salah, karena sesuai sejarah, OSIS merupakan salah satu dari 4 Jalur Pembinaan Kesiswaan. OSIS ini masuk ke dalam kategori Organisasi Kesiswaan, dan merupakan satu-satunya. Selain Organisasi Kesiswaan, jalur lain yaitu Kegiatan Ekstrakurikuler, Wawasan Wiyatamandala dan Pelatihan Kepemimpinan. Namun sayangnya, semakin saya mengamati, jalur yang dipakai oleh Dewan Pembina agak berbelok. Pemahaman bahwa OSIS adalah satu-satunya organisasi ini amat kacau. OSIS ditempatkan sebagai bagian tersendiri yang secara struktural tidak ada sangkut pautnya dengan Organisasi Ekstra. 
Dari pemahaman yang belok itu, akibatnya, Pengurus OSIS merupakan sebuah Organisasi tersendiri selain Organisasi Pengurus Ekstrakurikuler. Dengan demikian, peran kerja OSIS ini tidak dapat berjalan seperti sedia kala. Seringkali dari Pengurus OSIS sendiri kurang memahami posisi mereka, yang berakibta pada persaingan antar Pengurus Lembaga. Pemahaman dari Pembina juga mengarah bahwa OSIS memiliki agenda yang benar-benar di luar Agenda Organisasi Pengurus Ekstrakurikuler. Ini tentu bukan hal yang dibenarkan sesuai hukum. Karena secara hukum, OSIS merupakan wadah tertinggi yang mengatur seluruh aktifitas Ekstrakurikuler. Seperti dalam Panduan Pelaksanaan OSIS, bahwa fungsi OSIS menjadi wadah yang satu-satunya, bersama jalur pembinaan yang lain.

b. OSIS merupakan kelompok lain dari Ekstrakurikuler dan kedudukannya sejajar dengan Ekstrakurikuler.
Pemahaman kedua ini merupakan perpanjangan dari pemahaman pertama. Ketika OSIS menjadi Organisasi yang lain, maka pasti ia akan menjalani kehidupan yang benar-benar lain, dan di luar kegiatan lain. Dengan demikian, OSIS tidak memiliki wewenang untuk terlibat dalam monitoring, mangerial dan praktikal kegiatan Ekstrakurikuler. Hal ini sangat kacau, bahkan menjurus kepada pendustaan Panduan OSIS dari Kemendiknas. 
Secara lebih spesifik, saya mengamati betapa anehnya jika sebuah Organisasi Pengurus Ekstrakurikuler berhak meninggalkan kebijakan OSIS yang disusun oleh Dewan Pengurus. Terlebih lagi, dalam menetapkan kebijakan, Pengurus OSIS juga lepas dari Pengurus Ekstrakurikuler. Ini tentu bukan jalur yang dibenarkan secara hukum.