Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan

Jumat, 23 November 2018

KETIKA TAGAR #GANTI_TUHAN TRENDING DI BERBAGAI MEDIA MASSA


“Setiap Kata atau konsep hanya memiliki wilayah makna yang terbatas, itu tampak jelas bagiku.’

Werner Heisenberg (dalam “The Physic and Phylosopi)[1]

Tahun 484 H / 1091 M telah diselesaikan sebuah karya tulis agung dalam bidang Ideologi di negeri Baghdad. Seorang guru besar di Madrasah Nizhamiyah, Al Imam Abu Hamid Muhammad al Ghazali at Thusi (450-505 H / 1058 – 1111 M) berusaha mengupas truntas pemikiran Al Farabi ( 870-951 M) dan Ibnu Sina (980-1037 M) perihal logika, etika, dan filsafat. Kedua orang ini mampu menampakkan dirinya karena membawa pengaruh pemikiran Yunanai yang dikembangkan oleh Trio Filsufnya, Socrates, Plato, dan Aristoteles. Ketiga orang inilah yang kemudian di kritisi oleh Al Ghazali melalui penolakannya atas apa yang dibawa oleh Al Farabi dan Ibnu Sina kepada khalayak kaum muslimin di Andalusia. 
Dengan karya tulis berrjudul, At Tahafut al Falasifah, Al Ghazali membuktikan bahwa trio filsuf Yunani ini adalah orang yang tak mengakui wahyu illahi[2]. Al Ghazali meruntuhkan pemahaman akan kekalnya Dunia[3], tentang penafian sifat Ilahiah[4], sifat Tuhan yang Maha Tahu[5], dan tentunya akan adanya Sheol.[6][7]Alasan para filsuf tidak bukan karena dengan adanya gagasan, bahwa realitas abadi adalah apa yang mampu difikirkan secara rasional manusia. Manusia tidak akan mampu memberikan formula akan apa yang ada diluar itu. Gagasan yang cukup jeli ketika dihadapkan pada kenyataan utilitarianisme bahwa jika Tuhan, sifat ilahiah yang mampu dikategorikan memiliki definisi, maka ia seperti benda[8]. Sebaliknya, jika tak mampu di definisikan, maka utilitas pencarian Tuhan tidak akan sampai.
Etika, seperti yang di gagas Trio Filsuf itu, menjadi semacam sembako yang harus di kaji secara mendalam. Apakah lantas gagasan mereka menjadikan para orientalis mengalami sikap penghormatan atas HAM dan memanusiakan manusia ? Ataukah mereka hanya peduli tentang kehidupan manusia, yag dalam artian manusia berkarya dalam lautan konfrontasi sosial. Ketika sebuah gagasan Politik dan etika Aristoteles di kembangkan, ia mengaku membebarkan sistem perbudakan sebagai bagian dari tatanan sosial. Alasan yang mapan, hukum alam berlaku, karena tugas budak  menjadi pelengkap dari kehidupan sosial para aristokrat dan kaum borjuis.
Sedangkan ketika Islam datang, sistem perbudakan itu ditelaah ulang, menghasilkan konsesnsus antara Pembawa Risalah Nubuwah dengan para ashabi, bahwa memerdekakan budak adalah sebuah keagungan yang setara dengan memberi makan 60 orang, atau berpuasa selama 60 hari berturut-turut[9]. Artinya, jiwa seorang muslim yang menggebrak perbudakan menjadi sorotan yang istimewa, bahkan bisa dijadikan rujukan penting bagi para Orientalis.
Bagaimana tidak, kolonialisasi dan imperialisme bangsa Romawi dan Yunani menjadi kenyataan pahit yang harus diterima. Pertama adalah luluh lantahnya nilai agama Timur, yang kemudian semangat agama itu menjadikan semangat penolakan perbudakan yang khas. Pada pidato hari kemerdekaan 1963 Soekarno berkata, “Apabila kita tidak segera kembali ke jalan revolusi, maka kelak sejarah akan mencatat: disana, diantara Benua Asia dan Benua Australia, diantara Samudera Pasifik dan Samudera Indonesia, ada bangsa yang mula-mula mencoba untuk hidup sebagai bangsa, tetapi akhirnya menjadi kuli di antara bangsa-bangsa, kembali menjadi een natie van koelies, en een koelie onder de naties (bangsa yang terdiri atas kuli dan menjadi kuli dari bangsa lain).[10]
Bahkan, Northop menulis dalam The Meeting of East and West, “Untuk pertama kali dalam sejarah, bukan saja dalam soal perang tetapi juga dalam persoalan menyangkut perdamaian, Timur dan Barat berada dalam satu pergerakan dunia. Ini sama dalam watak orang Timur ataupun orang Barat. Waktunya sudah tiba kita harus mengerti nilai-nilai Timur jika kita mau mengerti diri sendiri. Kita harus belajar bagaimana menggabungkan nilai Timur dan Barat bila kita ingin menghentikan tragedi yang kian hebat, kegetiran, dan pertumpahan darah”[11]
Barat dan Timur adalah dua pihak yangsalingbertentangan dan bahkan menggelikan. Sains di Barat akan menjadi kebijaksanaan jika diolah orangTimur. Kearifan di timur akan diolah para pemikir Barat untuk ditelaah sebagai rumusan sains. Tao and the Physics yang ditulis oleh Fritjof Capra tentu menjadi sebuah gebarakan yang khas dari orang Barat untuk menelaah kearifan Timur sebagai sains. The Class Theory juga menjadi normatif karena Marx melihat Agama, paling tidak Kristianitas, sebagai sesuatu yang tak disahkan dalam kelas Sosial. Agama hanyalah pelarian manusia untuk melegalkan kesewenanv-wenangan kaum Borjuis. L. A. Feuerbach, sang Peniup Terompet Atheisme memberikan gagasan Agama adalah tempat manusia melarikan diri ketidakmampuannya memahami dirinya sendiri. Tuhan yang Maha, dianggapnya sebagai Bagian dari Diri Manusia yang diasingkan.[12]
Sikap individual bukanlah hal yang dihalalkan di Timur. Pelancong Barat akan berkata jika melihat masyarakat Timur ; “Saya hanya melihat kumpulan orang, tidak melihat seorang pribadi !”. Namun, Konfusius menjawab pasti, “ Menghormati, keluhuran Budi, Ketulusan Hati, ketekunan dan Keramahtamahan.”[13] Sebagai tujuan dari Kebajikan Optimum.  Lao Tze (abad 6 SM) menjelaskan akan betapa mulianya hidup sesuai Tao, bekerja untuk mwnghidupi sesama. Betapa kerasnya orang Budiman untuk melenyapkan sang aku, bukan berarti kehilangan diri, bahkan menemukan diri pribadi. Cinta Kasih (Ren) adalah hal yang wajib.[14] Bahkan hal itu adalah sifat dasar mansia, tidak diajarkan, namun dengan alami tertanam dalam fitrah manusia.[15] Seperti yang disampaikan The Second Sage, Meng Tse (abad 3 SM). Sifat Fitrah Manusia inilah yang kemudian menyudutkan manusia untuk mengerti “Mandat dari Langit.” Tuhan bersemayang di langit untuk memahamkan manusia bahwa manusia tidak bisa menghendaki kelahiran dan kematiannya. Ia hanya diperkenankan memikirkan apa yang ia alami, apa yang ia lihat, dengan, kecap, cium dan ia rasakan.
Dalam khazanah Islam, Al Kindi menyebut pengetahuan tertinggi adalah  pengetahuan ishraqi, yaitu yang berasal dari Tuhan dan hanya manusia suci lah yang akan mendapatkannya.[16] Imam Al Ghazali menuliskan akan Pengetahuan qalb, yaitu tancapan ilmu dalam hati manusia. yaitu  ilmu  yang  masuk  secara mendadak  ke  dalam  hati  seolah-olah  disusupkan  tanpa  diketahui dari  mana  datangnya,  yang  diperoleh  tanpa  memerlukan  usaha dan mengotak-atik  argumen.[17] Hal ini didudukung oleh Plotinus (205-270 M) yang menolak gagasan Aristoteles akan gagasan realitas hakiki adalah apa yang ada secara real dan dapat diamati secara kontinyu oleh indera. Plotinus menggagas ada diluar dari Indera manusia, yang sulit dan bahkan tidak dapat difahami manusia. Itulah yang oleh Plato disebut “Dunia Ide”. Dunia rasionalisme Aristoteles ditolak dengan gagasan Heraklitos (535-484 SM), panterhei, tidak ada yang tetap, dunia selalu berubah. Yang membawa manusia selanjutnya mengerti hanya ada satu yang kekal, yaitu Yang Maha Satu.


[1] Fritjof Capra. Belonging to The Universe. (Ed. Indonesia, terj. Saut Pasaribu. Yogyakarta : Fajar Pustaka Baru, 1999) hal. 36
[2] Syed Habibul Haq an Nadvi. 1984. Dinamika Islam (terj. Asep Rakhmat. Bandung : Risalah, 1984) Hal. 39
[3] Al Ghazali. 1974. At Tahafu al Falasifa. Ed. English Terj. Sabuh Ahmad Kamali. (Lahore : Pakistan Philoshopical Congres.) hal. 13-54
[4] Ibid. hal. 104-129
[5] Ibid. hal. 150-152
[6] Sebuah teologi Yahudi yang menunjukkan tempat dimana manusia akan mengalami reinkarnasi dan menjalani kehidupan kedua kalinya pada dunia yang berbeda dari dunia yang sekarang ini. Istilah yang berkaitan dengan Sheol ini dikenal dengan beberapa istilah, diantaranya ;  purgatorium, gilgul neshamot, dan adanya Limbo.
[7] Al Ghazali. Op.cit. hal. 229-248                              
[8] Hal ini seperti tertulis dalam QS As Syura : 11.
[9]Lihat kafarah bagi orang bersetubuh di siang hari tatkala puasa, dalam HR Bukhari, Kitab Shaum. No. 1936 dari Abu hurairah ra.
[10] Soekarno, “Genta Suara Revolusi Indonesia [Gesuri]”, 17 Agustus 1963. Lihat dalam Andito Suwignyo. Buruh Bergerak. (Jakarta : Friedrich Ebert Stiftung, 2012) hal. 44.
[11] Budi Munawar Rachman. Timur dan Barat. Presentasi Kuliah UIN Syarif Hidayatullah. hal 3
[12] Feurbach. The Essence of Christianity, (1841)  khususnya bab “The Contradiction in the Speculative Doctrine of God,” hal. 226. Pada Patrick L. Gardiner. 1964.  Nineteenth-Century Philosophy. (London : The Free Press.) hal. 246.
[13] Analekta Kehidupan Konfusius 17 ; 16.
[14] Fung Yulan. A Short History of Chinn Philoshopy. (London : McMillan Comp, 1948) hal. 69. Lihat pula Lim Tji Kay. Tao Te Ching. (Jakarta : Sasana, 1991) hal. 15
[15] Emsan. Filosof-filosofi  Warisan Tiongkok Kuno. (Yogyakarta : Laksana, 2014. ) hal. 105
[16] Ahmad Musthofa.  Filsafat Islam  (Bandung:  Pustaka  Setia, 1997) hal. 104.
[17] Al Ghazali. Ihya’ Ulumuddin. (Surabarya : Salaim Nabhan, tt) hal. 17

AGAMA ADALAH MADAT MASYARAKAT





‘Die Religion ist nur die illusorische Sonne, die sich um den Menschenbewegt, solange er sich nicth um sich selbst bewegt..”

(Karl Marx - Zur Kritik del HegelshenRecthphilosophi : 1844)

Karl Marx dilahiurkan di negeri Prusia, tepatnya di Kota Trier pada 5 Mei 1818. Ayahnya, Herschel adalah seorang ahli hukum yang beragama Yahudi. Di umur tujuh belas tahun Karl masuk Universitas Bonn,juga belajar hukum. Belakangan dia pindah ke Universitas Berlin dan kemudian dapat gelar Doktor pada usia 23 Tahun dalam ilmu filsafat dari Universitas Jena. Entah karena lebih tertarik, Marx menceburkan diri ke dunia jurnalistik dan sebentar menjadi redaktur Rheinische Zeitung di Cologne. Tapi, pandangan politiknya yang radikal menyeretnya ke dalam rupa-rupa kesulitan dan memaksanya pindah ke Paris. Di situlah dia mula pertama bertemu dengan Friederich Engels. Tali persahabatan dan persamaan pandangan politik mengikat kedua orang ini selaku dwi tunggal hingga akhir hayatnya.
Marx tak bisa lama tinggal di Paris dan segera ditendang dari sana dan mesti menjinjing koper pindah ke Brussel. Di kota inilah, tahun 1847 dia pertama kali menerbitkan buah pikirannya yang penting dan besar The poverty of philosophy (Kemiskinan filsafat). Tahun berikutnya bersama bergandeng tangan dengan Friederich Engels mereka menerbitkan Communist Manifesto, buku yang akhirnya menjadi bacaan dunia. Pada tahun itu juga Marx kembali ke Cologne untuk kemudian diusir lagi dari sana hanya selang beberapa bulan. Sehabis terusir sana terusir sini, akhirnya Marx menyeberang Selat Canal dan menetap di London hingga akhir hayatnya.
Meskipun ada hanya sedikit uang di koceknya berkat pekerjaan jurnalistik, Marx menghabiskan sejumlah besar waktunya di London melakukan penyelidikan dan menulis buku-buku tentang politik dan ekonomi. (Di tahun-tahun itu Marx dan familinya dapat bantuan ongkos hidup dari Friederich Engels kawan karibnya). Jilid pertama Das Kapital, karya ilmiah Marx terpenting terbit di tahun 1867. Tatkala Marx meninggal di tahun 1883, kedua jilid sambungannya belum sepenuhnya rampung. Kedua jilid sambungannya itu disusun dan diterbitkan oIeh Engels berpegang pada catatan-catatan dan naskah yang ditinggalkan Marx.
Karya tulisan Marx merumuskan dasar teoritis Komunisme. Taruhlah seseorang percaya sangat dan tahu persis betapa hebatnya pengaruh Komunis di dunia saat ini dan di dunia masa depan, orang toh masih mempertanyakan arti penting Karl Marx di dalam gerakan Komunis. Politik pemerintah Uni Soviet sekarang kelihatannya tidak terawasi oleh karya-karya Marx yang menulis dasar-dasar pikiran seperti dialektika gaya Hegel dan tentang teori "nilai lebih." Teori-teori itu kelihatan kecil pengaruhnya dalam praktek perputaran roda politik pemerintah Uni Soviet, baik politik dalam maupun luar negerinya.
Komunisme masa kini menitik-beratkan pada empat ide:
1)     Sekelumit kecil orang kaya hidup dalam kemewahan yang berlimpah, sedangkan kaum pekerja yang teramat banyak jumlahnya hidup bergelimang papa sengsara.
2)     Cara untuk merombak ketidakadilan ini adalah dengan jalan melaksanakan sistem sosialis, yaitu sistem di mana alat produksi dikuasai negara dan bukannya oleh pribadi swasta.
3)     Pada umumnya, satu-satunya jalan paling praktis untuk melaksanakan sistem sosialis ini adalah lewat revolusi kekerasan.
4)     Untuk menjaga kelanggengan sistem sosialis harus diatur oleh kediktatoran partai Komunis dalam jangka waktu yang memadai.
Tiga dari ide pertama sudah dicetuskan dengan jelas sebelum Marx. Sedangkan ide keempat berasal dari gagasan Marx mengenai "diktatur proletariat." Sementara itu, lamanya masa berlaku kediktatoran Soviet sekarang lebih merupakan hasil dari langkah-langkah Lenin dan Stalin daripada gagasan tulisan Marx. Hal ini tampaknya menimbulkan anggapan bahwa pengaruh Marx dalam Komunisme lebih kecil dari kenyataan yang sebenarnya, dan penghargaan orang terhadap tulisan-tulisannya lebih menyerupai sekedar etalasi untuk membenarkan sifat "keilmiahan" daripada ide dan politik yang sudah terlaksana dan diterima..
Selain Komunisme yang membara itu, The Class of Theory menjadi trade mark darinya. Ini adalah salah satu sumbangan besarnya yang menjadi pemangkin kepada kaum buruh untuk bangkit mempertahankan hak dan kebebasan mereka dari terus menjadi ‘kuda tunggangan’ kaum kapitalis. Lantaran itu, ajaran Marxisme telah dijadikan pegangan perjuangan kaum buruh hampir ke seluruh dunia. Sebagai sebuah ideologi, Marxisme merupakan inspirasi bagi sebahagian besar gerakan pembebasan sosial dan beransur-ansur menjadi gerakan politik dan sosial di pelbagai tempat dan negara. Konsep Historical Materalism dan Dialectic Materialism merupakan ideologi utama yang melahirkan konsep kelas, hubungan antara kelas dan perjuangan kelas dalam gagasan pemikiran Marxisme. Marx meneliti sejarah manusia dari dua aspek iaitu pertama, faktor ekonomi yang memaparkan rangkaian tahap perkembangan ekonomi manusia meliputi kaedah-kaedah mengeluarkan produk keperluan hidup dalam menentukan segala perubahan kehidupan manusia.
Kedua, faktor sosial kerana Marx menggambarkan sifat semula jadi manusia yang suka bergaul. Namun faktor sosial tidak lengkap tanpa berhubung terus dengan faktor ekonomi kerana kehidupan sosial manusia tidak akan bertahan lebih lama melainkan manusia menghasilkan barangan atau produk untuk memenuhi keperluan hidup dan masyarakat sekelilingnya.
Marx mengakui bahawa manusia lahir dalam era zaman yang berbeza-beza. Justeru itu, cara dan hubungan pengeluaran turut melalui tahap perkembangan kuasa-kuasa produksi material yang berbeza-beza. Setiap cara pengeluaran digambarkan dengan penguasaan kuasa produktif yang khusus dan satu bentuk hubungan sosial yang awalnya berfungsi untuk membangunkan kuasa tersebut. Aspek utama dalam hubungan tersebut adalah hubungan harta yang akan mewujudkan kelas-kelas sosial. Lantaran itu, muncul dua kelas utama berasaskan jenis-jenis harta yang mempengaruhi pengeluaran keperluan hidup. Satu kelas akan menguasai harta tersebut, manakala kelas lagi satu pula digunakan untuk menghasilkan kekayaan daripada harta tersebut. Marx telah mengemukakan lima tahap cara pengeluaran yang berbeza-beza di mana setiap masyarakat perlu merentasinya iaitu tahap Komunis Primitif, Perhambaan Kuno (Classical Slavery), Feudalisme, Kapitalisme dan Komunisme. Walau bagaimanapun, pembangunan dan kemajuan terhadap cara dan hubungan pengeluaran turut menyumbang usaha ke arah memacu daya inovasi dan kreativiti manusia melalui penemuan baru seperti penggunaan mesin wap, pembinaan kapal layar dan sebagainya. Cuma bagi Marx, keadaan tersebut akan menambah tekanan terhadap cara pengeluaran sedia ada kerana sejarah perubahan yang berlaku akan mewujudkan perjuangan kelas iaitu penentangan satu kelas atas satu kelas yang lain. Kesannya berlaku revolusi yang akan mewujudkan tahap baru bagi sejarah. Lantaran itu, kemuculan tahap baru akan melahirkan kelas atasan baru (new ruling class) yang akan menentang kelas bawahan yang terdiri dari kelas buruh dan petani. Maka tidak hairanlah jika kita meletakkan cara pengeluaran sebagai perintis terhadap kewujudan kelas sosial.
Antara pandangan sejarah Marx yang dianggap penting oleh pendukung aliran Marxisme adalah teori perjuangan kelas (Struggle of Classess). Dalam permulaan karya The Communist Manifesto (1972: 241), Marx telah mengungkap slogan:
The history of all hitherto existing societies is the history of class struggles. Freeman and slave, patrician and plebeian, lord and serf, guild-master and journeyman, in a word, oppressor and oppressed, stood in constant opposition to one another, carried on an interrupted, now hidden, now open fight, a fight that each time ended in a revolutionary reconstruction of society at large, or in the common ruin of the contending classes.
Menurut Marx, kelas-kelas tersebut merupakan kumpulan asas sosial yang mengheret konflik masyarakat di dalamnya dan memberi kesan kepada perubahan subskruktur ekonomi mereka. Lantaran itu, satu kelas mampu mengenal pasti kepentingannya di dalam masyarakat secara menyeluruh melalui revolusi-revolusi yang telah berlaku sebelum ini. Kenyataan Marx tersebut menggambarkan sejarah umat manusia diwarnai oleh perjuangan atau pertarungan antara kelompok-kelompok manusia. Marx sendiri mengakui perjuangan kelas atau revolusi yang tercetus bukan bermula sebagai satu kelas masyarakat, tetapi ia berfungsi sebagai wakil kepada masyarakat bagi mengemukakan tuntutan dan manfaat bersama semua ahli dalam masyarakat.
Kecenderungan Marx untuk menganalisis idea-idea tentang teori kelas ditonjolkan dalam fasal terakhir karyanya iaitu Capital (jilid ketiga). Namun begitu, kematiannya pada tahun 1883 telah mengganggu proses penerbitan karya tersebut. Secara umumnya, konsep kelas sosial yang diutarakan oleh Marx telah diterjemahkan dalam versi sistem ekonomi Kapitalisme. Dalam karya tersebut, Marx telah membahagikan tiga kelas utama dalam struktur masyarakat kapitalis iaitu kelas buruh upahan (Wage Labourers), kelas kapitalis dan kelas pemilik tanah (Landowner), tetapi struktur tersebut masih belum kukuh walaupun wujud usaha kelas pertengahan untuk menghapuskan jurang pemisah antara kelas-kelas tersebut (Marx 1959: 504). Walau bagaimanapun, perkembangan struktur industri Kapitalisme hanya memperkenalkan dua jenis kelas sahaja iaitu bourgeois dan proletariat. Maka kesannya, semua kelas buruh upahan akan diklasifikasikan sebagai kelas proletariat, manakala kelas kapitalis dan pemilik tanah pula mewakili kelas bourgeois. Namun kedua-kedua kelas bourgeois tersebut terpaksa berhadapan dengan persaingan sengit dalam mengaut keuntungan dan kekayaan, lantas mereka yang tewas akan diletakkan di posisi kelas proletariat.
Berhubung dengan kelas tertindas iaitu kelas proletariat, Marx dalam Poverty of Philosophy menegaskan bahawa senario eksploitasi terhadap mereka telah melahirkan unsur ‘antagonisme kelas’ yang merangsang keinginan untuk bebas dari belenggu penindasan. Keinginan tersebut kemudiannya menjadi daya penggerak utama kepada mereka untuk membentuk sistem masyarakat sosial yang baru. Lantaran itu, sekiranya mereka berjaya menguasai kuasa-kuasa produktif, maka hubungan sosial pengeluaran sedia ada tidak lagi mampu mewujudkan kerjasama antara kedua-dua model kelas tersebut. Justeru itu, kuasa produktif mereka adalah kelas revolusioner itu sendiri. Kelas tersebut akan mendesak kepada perubahan struktur sosial melalui cara kekerasan dan kekejaman seperti perampasan kuasa secara revolusi. Ini kerana Marx mengharapkan kelas proletariat menjadi kelas penguasa apabila berjaya merampas kedudukan kelas bourgeois dan memusatkan segala alat-alat produksi di bawah genggaman kelas buruh.
Namun begitu, model kelas masyarakat baru yang bakal didirikan oleh kelas proletariat bukanlah bercirikan sistem kelas sosial feudalisme dan kapitalisme yang wujud sebelumnya. Sebaliknya, kebebasan yang dikecapi oleh kelas buruh hanya diimplementasikan untuk menghapuskan semua kelas masyarakat. Masyarakat tanpa kelas (classless) yang diperjuangkan oleh mereka merupakan titik permulaan kepada lenyapnya jurang pemisah antara kelas masyarakat dan kuasa pengeluaran akan jatuh ke tangan rakyat. Oleh yang demikian, sistem kekuasaan tersebut tidak lagi berfungsi sebagai alat penindasan terhadap masyarakat (McLellan 1977: 341). Sementara itu, permusuhan dan persengketaan antara kelas bourgeois dan proletariat hanya disifatkan sebagai perjuangan satu kelas menentang satu kelas yang lain hingga membawa kepada highest expression of total revolution.
Analisis Marx terhadap konsep revolusi secara amnya adalah berdasarkan kajian mendalamnya terhadap Revolusi Perancis terutama kegagalannya untuk memulihkan kejahatan sosial dalam proses pengagihan semula hasil kekayaan ekonomi negara. Kesannya, Marx telah mengutarakan konsep revolusi baru yang dinamakan sebagai Revolutionary Praxis iaitu gabungan konsep dan tindakan, gabungan elemen objektif dan subjektif dan penyatuan antara teori dan praktikal. Ini kerana Marx menjangkakan perubahan drastik ke atas golongan proletariat terutama kelas pekerja yang akan bangkit untuk mengatur semula dasar ekonomi masyarakat secara kolektif dan menggerakkan sebuah revolusi sosialis secara besar-besaran (Marx & Engels 1976: 179). Meskipun begitu, Marx tetap meletakkan kejayaan revolusi tersebut adalah bergantung kepada usaha mobilisasi progresif dari kelas buruh itu sendiri, bukan mengharapkan bantuan kelas atasan seperti mana yang dilakukan oleh masyarakat Utopia pada abad ke 16 dan 17 Masihi.
Oleh sebab itu, Marx telah menentang komentar ahli sejarawan kelas pertengahan yang mengandaikan bahawa perjuangan kelas akan berakhir dengan kebangkitan kelas bourgeois. Ia merupakan respon kepada persepsi ahli ekonomi klasik yang menyifatkan sistem kapitalisme bersifat kekal dan berterusan. Ini kerana Marx menjangkakan kebangkitan kesedaran dan kuasa yang dimiliki oleh golongan proletariat industri akan dijana ke arah keadilan ekonomi yang masih mengekalkan perjuangan kelas dan perubahan revolusioner. Kenyataan Marx tersebut dibuktikan melalui pengutusan surat Marx kepada Weydemeyer (5 March 1852) di mana beliau begitu yakin bahawa perjuangan kelas bukanlah sebuah bentuk masyarakat yang kekal, tetapi ditentukan oleh perkembangan sejarah pengeluaran. Perjuangan kelas hanya akan ditamatkan melalui penghapusan sistem kapitalisme dan kewujudan masyarakat tanpa kelas (komunisme).
Selain itu, Marx dalam Address to the Communist League (1850) banyak menumpukan idea ‘permanent revolution’. Ia menjadi satu misi penting bagi kelas buruh untuk mempraktikkan revolusi tersebut sehingga kekuasaan negara benar-benar berada di dalam genggaman kelas Proletariat, meskipun agak sukar untuk menyesuaikan idea tersebut dengan perkembangan sistem politik yang bergantung sepenuhnya kepada dasar ekonomi masyarakat. Namun begitu, Marx mengiktiraf kepentingan faktor ekonomi dalam menentukan keberhasilan revolusi terutama ketika menjangkakan krisis-krisis ekonomi akan memprovokasi sebuah revolusi. [1]



[1] Indriaty Ismail, dan M. Z. Kamal Basar, Karl Marx dan konsep Perjuangan Kelas Sosial. Universitas Kebangsaan Malaysia, Selangor. Journal of Islamic Thougth vol. 1, June 2012.