Senin, 27 Juni 2016

Islam bagi kemanusiaan



           Secara normative islam mengajarakan kepeduliaan pada kemansuiaan yang jauh lebih penting dari dan diatas ritual pada Tuhan. Melalui ajaran ini kesalehan seorang muslim hanya mungkin dicapai jika ia membela sesama manusia yang memerlukan, dengan itu ia berada di pihak Tuhan.. selain itu, seoang muslim akan mengenal Tuhan dengan baik jika ia juga mengenal secara baik kemanusiaan dirinya dan kemanusiaan pada umumnya. Para rosul Tuhan di utus ke muka bumi untuk menebarkan kasih sayang (rahmat) bagi semua manusia dan seluruh alam makhluk ciptaan Tuhan.
        Dengan jelas islam (al Qur’an dan sunnah Rasul) mengajarkan bahwa kesalehan akan diperoleh seseorang jika ia bisa memberikan kepada orang lain apa yang paling baik bagi dirinya. Hanya orang beriman yang bisa menghormati tetangga dan tamunya. Dan Tuhan akan menjadi penolong seseorang jika ia menajdi penolong sesamanya. Semua kepedulian kemanusiaan tiu harus diberikan tanpa memandang batasan formal kegamaan.
         Permasalahannya menjadi lain ketika tafsir elite agama (ulama) tentang ajaran itu dipandang sebagai kebenaran tunggal dengan kesempurnaan mutlak seperti keyakinan terhadap kebenaran dan kesempurnaan Tuhan (Allah) itu sendiri. Tafsir dan ajaran lai nbukan hanya salah, tetapi dipandang sebagai ancaman terhadap nasib pemeluk islam di dunia dan sesudah kematian kelak. Kemanusiaan dan pemihakkan kemanusiaan hanya terletak di dalam tafsir sepihak tersebut. Amatlah suit bagi seorang muslim yang saleh untuk menerima dan mengapresiasi HAM kecuali hal itu terletak didalam tafsir tunggal tersebut. Bahkan juga tidak bsia disadari adanya pluralitas penafsiran atas sebuah teks ajaran justru diantara ulama apalagi di antara pemeluk islam kelas awam.
         Karena itu, tidak ada pluralitas di dalam doktrin islam kecuali dipandang sebagai ancaman. Agama dan tuhan tleh berubah dari harapan bagi kemanusian menjadi sesuatu yang menkautkan dan ancaman bagi kemanusiaan itus endiri8. kesalehan ekmudian berubah dari kepeduliaan pada kemansuiaan menjadi sebuah kesibukan “ngurusi atau membela Tuhan” yang sebenarnya tidak perlu di urusi dan dibela. Bukankah manusia dn ala mini seluruhnya adalah ciptaan Tuhan itus endiri? Bagaimana mungkin makhluk ciptaan Tuhan bisa membela dan ngurusiu Tuhan? Bukankah kehadiran Tuhan dengan agama-Nya justru agar manusia bsia hidup sejahtera?
        Kecenderungan ekslusif tersebut dibeabkan peletakan hukum positif(syariah) sebagai ajaran utama islam. Seluruh ajaran tentang kepercayaan, akhlak, ritual dan hubungan sosial dipahami dari perpektif hukum syariah yang amat kaku, keras, beku dan mati. Hal ini disebabkan oleh dominasi ahli syariah yang berkolaborasi dengan politisi di dalam sejarah islam yang mulai muncul beberapa abad sesuah rasul muhammad sae wafat pada akhir abad ke 7. pemikiran kritis pada masa itu kemudian ditindas secara teologis atau pui politisi oelh penguasa islam.
            Kekerasan teologis tersebut meenjadi semakin membekud an berkembangf menjadi sebuah ideologi ”jihad” dalam gerakan modernisasi di sekitar ta abad 13. hal ini makin mengeras sesudah kekalahan politik islam dalam perang salib dengan runtuhnya baghdad sebagai simbol kekuasaan politik silam. Islam bukan hanya tmapil dalam wajah syariah yang ekslusifm, kaku dan keras, tetapi juga cenderung reaktif yang memandang perbedaan dan apa yang diluar dirinya sebgai ancaman nasib pemeluk islam secara ekonomi-politik dan nasib pemeluk islam secara ekonomi, politk dan iptek diletakkan sebagai ancaman. Hal ini jauh berbeda dari kelembuatan kemanusiaan dalam risalah muhamman saw sendiri.
           Dalam perpektif tersebut, tuhan juga dimengerti sebagai hakim yang keras dan tanpa kompromi. Dalam situasi terdesak, dengan mudah seorang atau sekelompok pemeluk ebrtindak atas dnama tuhan yang dengan itu boleh berbuat apapun termasuk melanggar HAM. Semakin dekat seseorang pada tuhan dans emakin saleh seseorang cenderung semakin tidak mansuiawi.
Dalam hubungan itulah menjadi penting meletakkan agama sebagai tafsir tentang ajaran tuhan yang diberikan didalam teks dan diperlihatkan di dalam konteks.s elain itu juga penting menempatkan keberagaman sebagai proses pemahaman terhadap ajaran tuhan yang terus hidup dan terbuka, kritis dan kreatid. Dengan demikian kesalehan seseorang bisa bisa dilihat dari kepeduliaannya pada kemanusiaan dan pembelaannya pada yang tertindas tanpa melihat batas keagamaannya.
           Selanjutnya bisa disadari bahwa ketunggalan dan kemutlakan hanya ada di dalam ajaran tuha nitus endiri dan bukan di dalam tafsir tentang itu yang harus selalu bersifat relatif, terbuka dan plural. Ketunggalan ajaran tuhan tampil ddalam kenyataans sosial secara aplural dan ekmutlakan ajaran tuhan tampil dalam wujud yang relatif. Tuhan dan ajaran-nya tetap diyakini bersifat ekslusif, tunggal, mutlak dan sempurna, dan bisa tampil berbeda sesuai zaman dan bdaya pemeluknya sendiri. Tuhan dan ajarannya seharusnya tetap tak pernah dikekal dan karena tiu menajdi universal dan teap di dalam kemutlkaannya. Jika demikian kita bisa berharap tumbuhnya apresiasi pada HAM, demokrasi dan pluralitas keagamaan dan pemahaman terhadap ajaran Tuhan itu sendiri.

Tidak ada komentar: