Sabtu, 04 Maret 2017

Math Poin's.

Apa Yang Harus Dimengerti dari Matematika.

Oleh : arif_yusuf47@yahoo.co.id

          Berawal dari kejadian di dalam kelas saat kelas 9 di SMPN 1 Gesi, saya mulai sedikit terdorong untuk mempelajari Matematika. Suatu hari, saya mendapatkan kejadian sederhana namun penuh makna. Kala itu, seorang guru matematika mengajar dikelas saya (9B). Pada saat itu, sedang membahas  materi Bilangan Berpangkat. Guru (inisial S) tersebut menguji anak didiknya dengan pertanyaan, “berapakah nilai 20 ?”. Lalu dijawab oleh si murid “0”. Dengan seketika, guru itu tersenyum, dan saya juga ikut tersenyum mendengar jawaban itu. Si guru menambah “kalau 2×0 hasilnya berapa ?”, dijawab pula, “0”. Dengan seketika, saya merespon, “lha kok podo?” (kok sama ?). Yang kemudian diikuti oleh si guru juga dengan kata, “lha kok podo ?”. 
         Dari situ, saya mulai melihat beberapa teman saya, tentang skil yang mereka miliki daripada Matematika. Beberapa kesulitan memahami matematika menjadi momok primer untuk dapat lancar mempelajari Matematika. Davis E. V. Cooney memberikan gambaran besar bahwa  kesulitan pelajar dalam memahami Matematika adalah Memahami Konsep, Menerapkan Prinsip, dan Menyelesaikan masalah Verbal. Ini bukan saja menjadi semacam momok, namun sebagai penghalang besar bagi kemajuan karir siswa di masa depan. Sebab, dalam UU no. 20 tahun 2003, telah disebutkan tentang wajibnya siswa memahami Matematika.  Hal ini karena Matematika memang menjadi satu-satunya sumber penalaran deduktif yang terlepas dari konotasi emosional, sifatnya jelas, dan tentunya merupakan penyederhanaan gagasan yang hendak kita sampaikan.
              Kegagalan Matematika menjadi sebuah aib bagi para ahli teknisi. Sebab, ketika seorang hendak melakukan aktivitas apa pun, serasa hampa bila tiada Matematika disitu. Akan tetapi, satu dari beberapa dosa para siswa adalah menganggap Matematika sebagai sebuah bencana yang harus dihindari, bukan sebagai musuh yang harus dilawan atau sebagai sahabat untuk saling menjaga. Karena mindset itu sendirilah yang mengakibatkan pemahaman konsepsional dan prinsipial Matematika terhambat.  Bahkan dari basis awal, yaitu Aritemtika dasar seringkali salah dimengerti. Dari situlah, saya mencoba memberikan sedikit pemahaman dasar dari Aritmetika agar lebih mudah dan terarah dalam mengembangkan pemahaman konsep selanjutnya.
       Dalam beberapa tempat, saya sering menjumpai kesalahan prinsipial dan Konsepsional dari Matematika dasar, yaitu Aritmetika.  Berbicara tentang Aritmetika, tentu kita akan mengenal bilangan. Yaitu konsep simbolisasi kuantitas dari kehidupan. Dalam sejarahnya, Orang-orang Mesophotamia dan Babylonia telah mengembangkan sistem bilangan paling awal. Bilangan mereka dikenal dengan Sexagesimal. Kemudian, Yunani dan Romawi ikut terlibat setelah Phytaghoras, Thales dan Archimedes mengambil ilmu dari orang-orang Mesir. Pada awalnya bilangan ini disimbolkan dengan angka yang berupa angka-angka bilangan asli. Lalu kemudian, pada abad 11, Jabir al Khawarizmi menancapkan konsep bilangan nol dengan angka “0” sebagai simbolnya. 
Disini, saya tidak akan memberikan penjelasan bagaimana konsep bilangan itu, bagaimana tentang teori bilangan. Saya hanya menyinggung sedikit, dan kali ini, fokusnya adalah operasi aritmetika. Euclid, telah menjelaskan teorema Euclidan dalam operasi bilangan asli. Yaitu jika dua bilangan asli dicari FPB, maka Teorema Euclidan ini berlaku. Pemberlakuannya menyangkut konsep “Pembagian”, dalam operasi dasar Aritmetika. Bagaimana langkah kerja Teorema Euclidan ? Ia menjelaskan bahwa apabila bilangan m dan n adalah dua bilangan asli, maka nilai FPB adalah m = a. n + r   n = b . r + s. Misalnya, nilai FPB dari 84 dan 16. Maka, 84 = 5 . 16 + 4  16 = 4. 4 + 0. Nilai FPB ketemu di 4.
Namun, teorema ini sudah masuk lebih dalam, bukan lagi operasi dasar Aritmetika. Dari 84 dan 16, operasi dasar dari Aritmetika ialah 84 – 16 = 68. Atau 5 . 16 + 4. Angka ini didapat karena basisnya adalah penjumlahan. 16 + 68 = 84. Angka 68 ini bukan lah angka yang real, melainkan “simbolisasi” proses. Dalam Matematika Vektor, 68 ini merupakan perpindahan dari titik awal ke titik akhir, dengan satuan yang telah ditentukan. Dalam koordinat Cartesian, vektor bisa dilihat dari titik (x,y) dan (x’, y’). Jika misal (x,y) = (2, 6) dan (x’,y’) = (70, 6) maka perpindahan titik a adalah ( x’ – x, y’-y) = ( 70 – 2, 6-6) = (68, 0) 
          Ketika mempelajari hal ini, kita tentu akan mengenal Diophantus (250-200 SM). Ia telah menjelaskan bagaimana cara kerja Aritmetika sebagai langkah awal dari semua kerjaan Matematika. Karena memang tidak ada hukum Matematika yaang tidak membutuhkan Operasi Aritmetika. Dalam cara kerjanya, misal ada 2 + 4 = 6 menunjukkan makna yang dalam. Angka 2, merupakan “titik awal” dari sebuah nilai, kemudian, angka 4 bukanlah nilai yang sesungguhnya melainkan hanya simbol untuk menjelaskan “aksi” dari perubahan nilai tersebut. Operasi tersebut menandakan pelambangan dari sebuah gagasan, “suatu nilai memiliki besar dua, kemudian ia berpindah dari nilai tersebut sebanyak empat kali besarnya nilai, dengan nilai satuan yang sama besar dengan nilai awal.” Jika dijelaskan dengan nomor (urutan angka), maka angka 2 merupakan nomor, dan 4 bukanlah nomor, melainkan nilai perubahan/perpindahan. 
         Operasi ini merupakan kegiatan paling dasar dari Aritmetika, kemudian ada sistem multiply (perkalian). Sistem ini merupakan sistem pertambahan “ruang dua dimensi”, yang dikembangkan dari “perpindahan posisi”. Misalnya, suatu “bentuk”, memiliki luas x, kemudian dibesarkan menjadi 3x. Bentuk akhir, didapat dari perpindahan titik dari sisinya dengan sistem langkah pertambahan. Akan tetapi, luas “bentuk” akhir inilah yang kemudian mengilhami sistem perkalian, yaitu kelipatan dari bentuk awal. Kelipatan ini bisa dikembangkan dari sistem perpindahan posisi. Misal, 3 × 2 = 3 + 3, nilai tersebut sama, akan tetapi berbeda pada cara kerja dan pemahaman. Jumlah bagian dari sisi pertambahan, memiliki besar sesuai “nilai kelipatan”, yaitu peubah dari nilai 3. 
Pasca perkalian, ada sebuah bentuk lagi berupa “pangkat eksponen”. Sistem ini lebih kompleks dari perkalian. Sebab, dalam penentuan nilai akhir, pangkat eksponen memiliki pemahaman “geometri” atau “ruang”. Kita ambil misalnya 32 = 3 × 3 = 3 + 3 + 3, kita bisa lihat bahwa angka pangkat, menandakan jumlah bagian dari sistem kelipatan, dan kemudian berlipat lagi pada sistem operasi pertambahan. Jika an maka jumlah angka a x a...sebanyak n kali, dan a + a sebanyak kelipatan a x a. Misal, 33 = 3 × 3 × 3 = 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3. Kita bisa lihat, bahwa jumlah angka pada sistem pertambahan sebanyak 3 × 3. Maka jelas, bahwa sistem ini menyederhanakan begitu kompleksnya sistem dasar matematika. 
Dari sistem aritmetika inilah kemudian kita bisa melihat bahwa selalu ada pengembangan dan keterkaitan antar semua sistem yang ada. Bermula dari aritmetika, bermunculan konsep-konsep lain seperti aljabar, geometri, trigonometri, statistika, kalkulus, dan lainnya. Dari setiap gagasan itu, selalu ada “pijakan” dasar yang mengawali pengerjaan. Maka tak heran jika Matematika memang sebuah ilmu sistematis. Butuh sebuah pengembangan lebih lanjut mengenai hal ini, apabila hendak menemukan perumusan baru. Seperti hal lain, dalam pembahasan Logaritma. Kita tak bisa melupakan Pangkat Eksponen dalam persoalan Logaritma. Karena memang begitu koheren antar bagian, maka jelaslah bahwa Matematika menjadi satu kesatuan yang amat kompleks. 
           Maka, dengan sedikit pembahasan itu, sangat apik jika kita mampu memahami bahwa “Matematika harus struktural dan sistematis sesuai prosedural urutan.” Seperti contohnya, penyelesaian f(x) = ax2 + bx + c. Kita bisa menyelesaikan dengan cara (nx + α) (mx + β). Jika di jabarkan lagi, menjadi n.m = a, n.β + mα = b, dan  α.β = c. Satu pemahaman, urutan inilah yang seharusnya dimengerti, arah dari perjalanan, titik awal sampai tujuan itulah yang seharusnya dimengerti. Jika mampu memahami ini, jelaslah, tiada kesulitan bagi setiap siswa.


Daftar Pustaka

Abdurrahman, Muhammad. 2003. Pendidikan  Bagi  Anak  Berkesulitan  Belajar.  Jakarta  :  PT.  Rineka  Cipta.
Chairani, Zahra. 16. Metakognisi Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika. Yogyakarta : Deepublish.
Iskandar, Bayu. 2013. PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA        MELALUI PROBLEM BASED LEARNING. Skripsi disajikan sebagai  salah satu syarat dalam memperoleh gelar   Sarjana  Pendidikan  Sekolah Dasar. Universitas Negeri Semarang.
Prasetyawan, Dwi Galih. 2016. DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV  SD  NEGERI  CONGKRANG  1  MUNTILAN MAGELANG. Skripsi, Diajukan kepada  Fakultas  Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta   untuk  Memenuhi Sebagian Persyaratan   guna  Memperoleh  Gelar  Sarjana  Pendidikan. 
Zulfikar. 2014. Manajemen Riset dengan Pendekatan Komputasi statistika. Yogyakarta : Deepublish.

Tidak ada komentar: