Taurah adalah nama dalam bahasa
Semit. Kalimat Yunani yang sekarang dipakai
dalam bahasa Perancis adalah Pentateuque yang artinya
kitab yang terdiri dari lima bagian: Kejadian, Keluaran, Imamat orang
Levi, Bilangan dan Ulangan, yaitu lima
fasal yang pertama
dari 37 pasal pada perjanjian
lama umat kristiani.
Orang-orang Yahudi
dan orang-orang Kristen
selama berabad-abad
berpendapat bahwa pengarang
Taurah (lina bagian pertama daripada Perjanjian Lama)
adalah Nabi Musa sendiri.
Barangkali pendapat tersebut didasarkan atas ayat (Keluaran 17, 14) yang
berbunyi: "Tulislah itu (kekalahan
kaum Amalek) dalam Kitab," atau atas ayat (Bilangan
33, 2) tentang keluarnya orang
Yahudi dari Mesir yang
berbunyi "Musa menerangkan
dengan tulisan tempat-tempat
mereka berangkat," atau
dalam (kitab Ulangan 3,
9) yang berbunyi:
"Musa menulis aturan (hukum) ini." Semenjak abad Pertama
S.M. banyak orang yang
mempertahankan anggapan bahwa
seluruh Pentateuque ditulis oleh
Nabi Musa, di
antara orang-orang itu adalah:
Flavius Joseph dan Philon dari Alexandria.
Dr Maurice Buchaille telah menulis
buku berjudul “La Bible Le
Coran Et La Science” telah di
terjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh HM Rasyidi yang diterbitkan oleh
Bulan Bintang pada tahun1979. Didalam bukunya, ia menyebutkan.:
“Saya meminjam
bahan-bahan di atas dari R.P. de
Vaux, direktur Lembaga Bibel di Yerusalem. Dalam terjemahan
"kitab Kejadian" tahun 1962 ia memberi pengantar
umum yang memuat argumentasi
yang bertentangan dengan keterangan Injil
mengenai siapa yang
menulis Pentateuque" (lima
fasal pertama dalam
Perjanjian Lama).
R.P. de Vaux memperingatkan bahwa tradisi Yahudi
yang menjadi pedoman bagi Yesus
dan para rasul (sahabat)nya telah diterima sampai akhir abad pertengahan. Pada
abad XII, Aben Isra adalah satusatunya
orang yang menentang anggapan itu. Pada abad XVI, Carlstadt
memperingatkan kita bahwa Nabi Musa tentu tidak dapat menulis berita
tentang kematiannya, seperti yang tersebut dalam kitab (fasal) Ulangan 34, 512. Pengarang
kemudian menyebutkan kritik-kritik lainnya yang mengatakan bahwa tidak semua Taurah itu karangan Musa; secara khusus
disebutkan buku karangan Richard Simon yang berjudul: Histoire Critique du Vieux
Testament (Sejarah Kritik tentang Perjanjian Lama) tahun 1678 yang menonjolkan
kesulitan-kesulitan kronologis
(urutan Sejarah), ulangan-ulangan, tulisan-tulisan yang
tak teratur tentang riwayat-riwayat, serta
perbedaan-style (tata bahasa)
dalam Taurah. Karangan
R. Simon tersebut
telah menyebabkan heboh, tetapi
orang tidak lagi mengikuti argumentasi R. Simon; buku-buku sejarah
dari permulaan abad 18
selalu menyebutkan: "Apa yang telah ditulis oleh Musa"
untuk menunjukkan sumber yang sangat kuno.”
Pada
tahun 1753 ia menerbitkan bukunya: Dugaan tentang catatan-catatan asli,
yang dipakai oleh Nabi Musa untuk menulis
kitab Kejadian. Dalam buku itu, ia menitik beratkan adanya
bermacam-macam sumber. Ia sudah terang,
bukannya orang pertama yang menulis hal ini, akan tetapi
ia adalah orang
pertama yang berani mengumumkan suatu kenyataan yang sangat penting, yaitu
bahwa mengenai kitab: Kejadian terdapat
dua teks yang berbeda-beda;
yang satu menamakan
Tuhan dengan kata Yahwe, yang lainnya menyebut Tuhan
dengan kata Elohim. Eichhorn
(1780-1783) mengungkapkan
penemuan yang sama mengenai empat kitab lainnya dalam Taurah
(Pentateuque). Kemudian pada tahun 1798, Ilgen merasa
bahwa satu daripada
dua teks yang diselidiki oleh
Astruc yaitu teks
yang di dalamnya Tuhan
dinamakan Elohim, harus
dibagi menjadi dua. Dengan
begitu maka Pentateuque
menjadi benar-benar terpecah-pecah.
Pada abad 19 telah dilakukan
penelitian yang telah mantap
mengenai sumber-sumber Perjanjian
Lama. Pada tahun 1854, orang berpendapat
bahwa ada 4
sumber, yaitu: dokumen Yahwist, dokumen Elohist, Deuteronomy,
kitab-(fasal) Ulangan dan kode Sakerdotal
(hukum para pendeta). Dokumen
Yahwist telah ditulis di Kerajaan Yuda pada abad 9
S.M. Dokumen Elohist
adalah lebih baru, dan ditulis di
kerajaan Israil Deuteronomy (Kitab Ulangan) menurut Edmond Yacob ditulis pada
abad 8 S.M., dan
menurut R.P. de Vaux ditulis pada
abad 7 S.M. pada zaman Yosias. Dan akhirnya,
code Sakerdotal (hukum-hukum pendeta) ditulis pada abad 6 S.M., yakni
pada zaman pengasingan
Israil di Babylon
atau sesudahnya.
Dengan
begitu maka teks Taurah telah
berangsur-angsur tertulis selama sedikitnya tiga abad.Akan tetapi masalahnya
jauh lebih kompleks. Pada tahun
1941, A. Lods
mengatakah bahwa document
Yahwist mempunyai 3 sumber, dokumen Elohist mempunyai 4 sumber,
kitab ulangan mempunyai
6 sumber dan
hukum-hukum pendeta
mempunyai 9 sumber,
di samping tambahan- tambahan yang
dibagi-bagi antara 8 penulis,
sebagai yang dikatakan oleh R.P. de Vaux. Kemudian orang mulai berfikir bahwa
banyak hukum-hukum dalam Taurah yang sama dengan hukum-hukum lama di
luar Bibel, dan banyak
riwayat-riwayat dalam Taurah
yang memberi kesan berasal dari lingkungan lain yang lebih kuno;
dengan demikian maka persoalannya menjadi
jauh lebih kompleks.
Kitab agama Yahudi adalah kitab berbahasa Ibrani yang disebut
Tanakh dan terdiri dari 24 buku yang dihimpun dari 3
kumpulan:
1. HUKUM (Law, Torah, Pentateuchos),
2. NABI-NABI (Prophets, Nebi'im), dan
3. TULISAN-TULISAN (Writings, Ketubim ).
Akan tetapi bila kita melihat dalam Sejarah Gereja, maka kita tidak akan
mendapati keseragaman antara satu Tulisan dengan tulisan lain yang dikenakan
oleh para Sarjana Yahudi. Pada 2 kelompok terakhir sangat mengenaskan untuk
mencari ke otentikan, karena perbedaan yang susunan yang amat sangat jelas,
hanya pada kelompok pertama yang tetap utuh sebagaiman mestinya. Hal ini karena
para Sarjana Yahudi menyadari akan pentingnya menafsirkan hukum-hukum Taurat
agar mudah dimengerti oleh para penganut Yahudi sehingga didalam penafsiran itu
tentu kita tidak akan mendapati 1 pun teks yang sama persis. Seperti yang
dikatakan oleh Prof. Der. Ahmad Deedat, “....bila kamu melihat ada seorang guru mendiktekan
pengajaran kepada muridnya, lalu diantara murid-murid itu diminta untuk
me-resume materi yang disampaikan itu, maka tidaklah akan kamu dapati 2 tulisan
yang sama persis. Bila ada 2 tulisan yang sama persis apa yang terjadi ? ya,
benar, itu dinamakan plagiat/penjiplakan...”
Menurut catatan Prof. H.S. Tharick Chehab, tokoh yang pertama mengatur
segala-galanya, jumlah hurufnya
dan seterusnya serta pengumpul
semua catatan-catatan yang dikenal sebagai MASORAH[1], adalah Yakob ibn Haim Ibn Adoniyah[2], penulis Rabbinical Bible (1524). Hingga pada akhir ini, diantara para tokoh selain Yakub telah
banyak tersebar, diantara mereka yang bekerja dalam bidang ini adalah
Wolf Heidenheim[3], Solomon Frensdorff[4],
S. Baer dan C.D. Ginsburg[5].
Teks yang
terakhir ini banyak digunakan di Synagoge[6]. Karena
penterjemahnya bukan penyalin suatu teks,
maka para Rabbani menemukan
18 tempat di mana penulis dengan sengaja merubah teks
dengan dalih agar dapat difahami orang.[7]
Taurah bermula pada abad X atau IX S.M. dengan
tradisi Yahwist yang
menceriterakan permulaan penciptaan
alam,kemudian menyusun sejarah
bangsa Israil, dan seperti kata R.P de
Vaux, menempatkannya dalam rencana
Tuhan untuk seluruh
kemanusiaan. Akhirnya
Taurah terus tersusun pada
abad VI S.M
dengan tradisi pendeta-pendeta, yang
mementingkan tahun dan silsilah keturunan
(Genealogi).
Orang-orang
Yahudi Samaritan hanya menggunakan
Torah dan menolak Nebi'im dan Ketubim. Mereka lebih tekun akan
ajaran Nabi
Musa a.s. dalam kepercayaannya dari pada
orang-orang Yahudi yang meninggalkan ajaran-ajaran kuno dari
Israel. Maka apa yang kita lihat didalam apa yang menjadi catatan sejarah dogma
Kristiani dan Islam adalah umat Israel yang mereka mengaku memiliki hak penuh
atas agama Yahudi itulah yang telah melakukan suatu kedustaan yang amat sangat.
Hal ini di isyaratkan didalam alkitab injil dan al Quranul Kariim.
“maka aku berkata kepadamu :’jika hidup keagamanmu tidak lebih baik
dari hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, maka kamu tidak
akan memasuki kerajaan Sorga.” (Injil Rasul Matius 5 : 20)
Apa yang menyebabkan Yesus el Mesias dengan lancang mengatakan hal
yang demikian, bukankah dia sendiri telah mengisyaratkan :
“sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan
ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. Karena itu barangsiapa
yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat, sekalipun yang paling kecil,
dan mengajarkan yang demikian kepada manusia, ia akan mendudukki tempat
terendah dari kerajaan Sorga, akan tetapi siapa yang melaksanakan dan
mengajarkan segala perintah dari hukum Taurat, maka ia akan menempati tempat
tertinggi dari Kerajaan Sorga.” (Injil Rasul Matius 5 : 17-19)
Mengapa hal ini bisa terjadi, seolah-olah ada pendistorsian makna
dan mengakibatkan dogma yang paradoks?
Jawaban yang paling mengena terhadap persoalan ini, telah nampak
secara lugas didalam apa yang kita sebut “The Best Holy Book in the World”,
yaitu ayat-ayat Allah Azza wa Jalla, al Quranul Kariim, sebagaimana FirmanNYA :
وَمِنَ
الَّذِينَ هَادُوا سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ سَمَّاعُونَ لِقَوْمٍ آخَرِينَ لَمْ
يَأْتُوكَ يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ مِنْ بَعْدِ مَوَاضِعِهِ يَقُولُونَ إِنْ ……
…..
أُوتِيتُمْ هَذَا فَخُذُوهُ وَإِنْ لَمْ تُؤْتَوْهُ فَاحْذَرُوا
“….dan
(juga) di antara orang-orang Yahudi amat suka mendengar (berita-berita) bohong
dan amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah
datang kepadamu, mereka merobah perkataan-perkataan (Taurat) dari
tempat-tempatnya. Mereka mengatakan: "Jika diberikan ini (yang sudah di
robah-robah oleh mereka) kepada kamu, maka terimalah, dan jika kamu diberi yang
bukan ini maka hati-hatilah."…..” (QS Al Maa’idah : 41)
مِنَ الَّذِينَ
هَادُوا يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ وَيَقُولُونَ سَمِعْنَا
وَعَصَيْنَا وَاسْمَعْ غَيْرَ مُسْمَعٍ وَرَاعِنَا لَيًّا بِأَلْسِنَتِهِمْ
وَطَعْنًا فِي الدِّينِ وَلَوْ أَنَّهُمْ قَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَاسْمَعْ
وَانْظُرْنَا لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ وَأَقْوَمَ وَلَكِنْ لَعَنَهُمُ اللَّهُ
بِكُفْرِهِمْ فَلا يُؤْمِنُونَ إِلا قَلِيلا
“Yaitu
orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari tempat-tempatnya. Mereka
berkata : "Kami mendengar", tetapi kami tidak mau menurutinya. Dan
(mereka mengatakan pula) : "Dengarlah" sedang kamu sebenarnya tidak
mendengar apa-apa. Dan (mereka mengatakan) : "Raa'ina", dengan memutar-mutar
lidahnya dan mencela agama. Sekiranya mereka mengatakan : "Kami mendengar
dan menurut, dan dengarlah, dan perhatikanlah kami", tentulah itu lebih
baik bagi mereka dan lebih tepat, akan tetapi Allah mengutuk mereka, karena
kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali iman yang sangat tipis.” (QS An
Nisa’: 46)
Hal ini telah
menjadi suatu bukti normatif bahwa kejahatan yang paling besar ialah mengubah
apa yang telah tertulis didalam kitab Suci, sebagaimana apa yang dikatakan oleh
seorang Hawariy, Yohanes, tatkala ia menuliskan apa yang menurutnya telah
diwahyukan oleh Roh Quds, ialah :
“sebab aku
memberi kesaksian kepad setiap orang yang mendengar nubuat-nubuat dalam kitab
ini, ‘jika salah seorang menambahi dalam perkataan-perkataan ini, maka Allah
akan menambahkan malapetaka dari apa yang tertulis dalam kitab ini. Dan
barangsiapa yang mengurangi dari perkataan ini, maka Allah akan mengambil
bagian dari pohon kehidupan,dan dari kota Quds, seperti apa yang tertulis dalam
kitab ini,” (Wahyu Kepada Yohanes 22 : 18-19)
Orang-orang Katolik,
baik Gereka maupun Romawi, dan para apostel
Hellennist berpegang pada
Septuaginta; sedangkan orang Reformist,
yakni Protestan, pada
terjemahan yang dipergunakan
di Synagoge Askenazim. Kenyataan ini telah dindikasikan oleh Allah SWT dalm kitabNYA :
وَقَالَتِ الْيَهُودُ لَيْسَتِ النَّصَارَى عَلَى شَيْءٍ وَقَالَتِ النَّصَارَى لَيْسَتِ الْيَهُودُ عَلَى شَيْءٍ وَهُمْ يَتْلُونَ الْكِتَابَ كَذَلِكَ قَالَ الَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ مِثْلَ قَوْلِهِمْ فَاللَّهُ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ
“Dan orang-orang Yahudi berkata: "Orang-orang
Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan", dan orang-orang Nasrani
berkata: "Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan," padahal
mereka (sama-sama) membaca Al Kitab. Demikian pula orang-orang yang tidak
mengetahui, mengatakan seperti ucapan mereka itu. Maka Allah akan mengadili
diantara mereka pada hari Kiamat, tentang apa-apa yang mereka berselisih
padanya.” (QS Al Baqarah : 113)
Maka seperti itulah 2 golongan dari
ahli kitab itu, mereka saling meninggalkan satu sama lain dan tidak mau
menggunakan apa yang telah “ter-materai” menurut hukum asal kitab mereka
masing-masing, bahwa sebenarnya mereka menggunakan 1 hukum yang sama.
Selain
itu terdapat juga Talmud yang merupakan terjemahan serta komentar mengenai
Torah dari para rabi dan cendekiawan undang-undang. Ini termasuk Mishnah dan Halakah
(kode undang-undang masyarakat utama penganut agama Yahudi), Gemara, Midrash
dan Aggadah (legenda dan kisah-kisah lama). Kabballah pula
ialah teks lama yang berunsur mistik, dan menceritakan
zat-zat Tuhan.
Renaissance[8]
dari Yudaisme[9]
baru timbul ketika orang-orang
Yahudi bebas menjalankan
agamanya dibawah kekuasaan
Muslimin. Karenanya hal yang
demikian para Rabbi Yahudi tidak lagi berbahasa
Aramiya[10], Ibrani,
atau dialek Kildani[11], apalagi
menulisnya, mereka tidak dapat membaca aneka Kitab Sucinya. Oleh sebab itu mereka
hanya mengikuti tradisi
lisan secara turun-temurun.
Hal inilah yang menjadikan nilai Kodifikasi Dogma Yahudi yang sangat buruk
dalam kaca mata Historiycal Sience. Sangat berbeda dengan apa yang menjadi
kebanggaan umat Islam, yang sangat berhati-hati dalam menyampaikan risalah As
Sunnah yang telah debrikan oleh Rasulullah saw, dengan mengajukan ilmu
mushtholah Hadits, yang menguak segala aspek hadits, baik dari sanad, matan dan
ma’nanya. Dengan sebuah perkataan yang diungkapkan oleh Muhammad bin Sirin
(wafat tahun 110 H) rahimahullah, “Mereka (yakni para ulama hadits) tadinya
tidak menanyakan tentang sanad, tetapi tatkala terjadi fitnah, mereka berkata,
‘Sebutkan kepada kami nama rawi-rawimu, bila dilihat yang menyampaikannya Ahlus
Sunnah, maka haditsnya diterima, tetapi bila yang menyampaikannya ahlul bid’ah,
maka haditsnya ditolak.’[12]
Juga apa yang dikatakan oleh Abdullah bin al-Mubarak (wafat th. 181
H) rahimahullah: “Sanad itu termasuk dari agama, kalau seandainya tidak ada
sanad, maka orang akan berkata sekehendaknya apa yang ia inginkan.”[13]
Terpengaruh oleh
peradaban, kebudayaan dan philology Arab, yang sangat unggul dalam hal
penjagaan estafet ilmu, para ulama Yahudi berkumpul dan bermusyawarah untuk
berusaha memelihara Kitab Sucinya dari
penyelewengan struktur dan menjaga ke otentikannya, yang diawali di Tiberias
antara abad ke VI dan abad ke IX, dengan mencoba-coba menghidupkan huruf-huruf
mati dan memberi titik-titik pada
huruf yang bentuknya sama tetapi ucapannya lain.
Usaha ini diakhiri
pada abad ke
XI. Terjemahan yang terbaru,
yang dibantu oleh aneka saduran
yang terlebih dahulu dan musyawarah dengan para sarjana Yahudi, ini digunakan
baik oleh ORTODOX
maupun REFORM JEWS yang tersebar di seluruh dunia.
Hal ini berbeda dengan estafet ilmiah kaum Muslimin yang dengan penuh
menjaga redaksi ilmu yang telah datang dari risalah kenabian Muhammad saw, yang
sangat layak untuk diunggulkan, sebagaimana yang di katakan oleh Ustadzuna
Firanda Andirja M.A, “pada zaman kenabian kita mengenal bahwa nabi adalah
seorang yang ummiy ( tuna sastra ), hikmah dari hal ini adalah bahwa pada zaman
itu para sahabat dari kalangan kaum Quraisy memiliki keunggulan dalam hal
hafalan......”
Layaklah bila kita menganggap lebih
dari catatan sejarah penulisan Teks Al Quran yang pada zaman Khalifah Utsman
ibn Affan telah ada laporan yang disampaikan oleh Hudzaifah Al Yamani tatkala
penakhlukan Armenia dan Azerbaijan akan adanya perbedaan leksikal dalam
ayat-ayat Al Quran, maka Khalifah Utsman ibn Affan memerintahkan ibn Zubair,
Zaid ibn Tsabit, ibn Sa’d al ‘As, dan Abdullah ibn Harits untuk menuliskan teks
al Quran dengan dialek Quraisy, diharamkan dengan dialek yang selainnya.[14]
Sehingga hal ini menjadi suatu preventif agar di zaman selanjutnya teks Al
Quran tetap utuh seperti sediakala, metode inipula yang digunakan para ulama
ahlul Hadits yang memandang perlunya ilmu Rijal dan Isnad guna mencari
keseragaman teks dan makna yang mampu mencegah dari penyelewengan ucapan.[15]
Septuaginta, yakni terjemahan
Greeka (Yunani) adalah
hasil dari kontak Israil
dengan peradaban Hellenistic yang menguasai dunia pada masa
itu; sedangkan terjemahan bahasa Arab
dilakukan oleh Gaon Saadya ketika banyak orang-orang Yahudi
berada di bawah kekuasaan Muslimin, dan
terjemahan Jerman dibuat oleh Moses Mendelsohn (1729-1786)[16] dan madzhabnya pada permulaan dari suatu
zaman baru yang membawa orang-orang
Yahudi ke Eropa, di
mana mereka itu berbicara suatu dialek Jerman, yakni
Yuddish.
Antara
aneka terjemahan terdapat banyak keragu-raguan
dan perbedaan pendapat. Misalnya
Philo (25 SM-45M) dan orang-orang Iskandariyah, yang
seagama dengannya melihat
terjemahan Septuaginta sebagai suatu karya dari lebih kurang 70 orang yang
diilhami, sedangkan para Rabbani Palestina
berpendapat bahwa Torah tidak dapat diterjemahkan. Ada cukup bukti bahwa akibat
dari aneka terjemahan itu kurang disukai, tetapi awam terima
saja dengan baik dari pada tidak faham sama sekali. Perubahan terjadi
selama dua generasi
terakhir setelah kontak dengan
peradaban yang berbahasa
Inggris. Para penterjemah ke dalam bahasa Inggris, baik di U.S.A.,
maupun di
Inggris sendiri, ada banyak sekali. Dan tahun
1892-1901, Jewish Publication Society
of America membuat terjemahan baru. Pada
tahun 1908 badan
tersebut bersama Central Conference of American Rabbis mengeluarkan terjemahan
lebih baru
di mana diperhatikan aneka saduran;
baik yang baru maupun yang
kuno; teristimewa Septuaginta, saduran-saduran dari Aquila,
Symmachus dan Theodotion,
Targum-Targum, Pesyitta, Vulgata dan
saduran Arab dan
Saadya, juga sindiran-sindiran
dari tafsiran-tafsiran Yahudi
dan para ahli pada
abad pertengahan. Pokoknya,
Yahudi tidak mau menerima
interpretasi Kristen dan aneka
terjemahan bukanYahudi (GOYIM)
berada dalam Kitab
Suci Yahudi, walaupun mereka berhutang budi
atas karya-karya terdahulu
yang dilaksanakan oleh Goyim,
seperti oleh WYCLIFFE, TYNDALE, COVERDALE
dan sebagainya, sedangkan Vulgata, saduran Inggris dan Douai,
tetap digunakan orang-orang Katholik Romawi.
Menurut para
scholar lagi theolog, saduran
Sepuluh Firman atau Decalogue yang tersurat dalam Kitab Ulangan 5:6
- 22 dalam Old Testimony yang
pada masa itu belum setebal yang dikenal orang sekarang, di
Mesjid Al-Aqsa (Bait Al-Maqdis) oleh Imam
Besar Hilkia dan
dimaklumatkan oleh Yosia, raja Yuda pada tahun 621 S.M.
(Lihat II Rajaraja 22:8), yakni lebih dari 600
tahun sesudah Nabi
Musa a.s. Memang mihrab mesjid
senantiasa, hingga kini, merupakan perpustakaan Kitab-kitab Suci. Saduran Sepuluh Firman
yang termuat dalam Kitab Keluaran 20:1 - 17,
nyatalah "suatu yang diselipkan," yang ditulisnya sesudah tahun 500
S.M. Bunyi Kitab Keluaran 32:19 "... maka, bernyalalah amarah Musa, lalu dicampakkannya kedua loh batu
dari dalam tangannya, dipecahkannya pada kaki bukit itu." Kemudian, menurut
Kitab Keluaran 34, dipahat dua
loh lagi yang memuat Decalogue lain (ayat-ayat 13
- 28) dan
yang dinamakan wet dari Perjanjian.
Pada
tahun 444 S.M.
dimaklumatkanlah dan diterima
Torah (wet) yang disusun pada masa Pembuangan di Babilonia dan yang
dikatakannya dari Musa,
termasuk pada saduran-saduran dari Sepuluh Firman. Adalagi satu saduran
dari Sepuluh Firman atas
suatu yang dikenal sebagai
Nash Papyrus dan bertarikh kira-kira tahun 100 S.M. Perbedaan-perbedaannya tidak seberapa besar.
Dari data yang ada,maka
selaku seorang yang berkecimpung di dunia ilmiah kami tidak lantas menerima
“bloko” atas hal ini, timbullah
pertanyaan tentang Sepuluh Firman
yang mana sebetulnya ditulis Nabi Musa as ?
Autographa
dari Sepuluh Firman dan kitab-kitab tersebut di atas,
yakni naskah yang ditulis semula,
tidak ada. Hanya terdapat codices, ialah
salinan dari salinan dari salinan kuna. Hal ini
tidak mengherankan, karena pada tahun 586 S.M. Mesjid
Al-Aqsa dibakar habis oleh Bukhtanasser (Nebukadnezar)
dan pada tahun 70 M oleh Titus[17]
Banyak persamaan terdapat antara
undang-undang yang disusun pada masa Pembuangan
di Babylonia (568 S.M. - 538 S. M. ) dan yang dikatakannya berasal dari Musa, dengan Code
yang lebih tua yakni dari Hammurabi[18]. Code
ini ditemukan di
Susa (Persepolis, kini
Takht-i-Jamshid) oleh J. de Morgan pada tahun
1901/1902
Dari
banyaknya pertentangan, perbedaan
dan fakta-fakta tersebut para
sarjana, baik Yahudi maupun Kristen, seperti di abad XII rabbani (rabbi)
Ibn Ezra, di abad XVII Baruch
Spinoza[19], kemudian
Goethe, Graf, Julius
Wellhausen dan sebagainya, telah
menolak mitos bahwa Bibel, dalam
kasus Sepuluh
Firman, adalah kalam
Allah, di samping mengakui bahwa Code Moral itu adalah amat hebat
yang disusun oleh orang-orang yang bermaksud
baik. Apa yang merupakan teka-teki bagi
para scholar, merupakan
tantangan bagi theolog kaum
fundamentalis yang berdasar
atas "Sola Scriptura (Hanya
Bibel)." Mereka senantiasa
berusaha membela keganjilan-keganjilan dengan
tafsiran yang berbelit-belit.[20]
Seperti yang kita dapati dari salah
satu pemikiran Spinoza adalah tentang Kabbalah[21]
(yang merupakan sekte yang sangat mempengaruhi pemikiran Spinoza), yang pada
masa dewasa tidak lagi mengagumi ajaran ini lagi dengan menganggap bahwa ajaran
yang dikenalkan dalam sekte Kabbalah ini hanyalah bualan semata dan membawa
kebingungan jalan yang tiadahabis-habisnya.
Susunan
Sepuluh Firman tidak sama di antara
Gereja-gereja Greka, Roma
Katolik, Reformed, Lutherian dan Yahudi. Dalam Septuaginta,
terjemahan Torah pada kira-kira tahun 200
S.M. di Mesir dalam
bahasa Greeka dari bahasa Ibrani, susunan Decalogue
itu diubahnya
sesuai kondisi zaman dan wilayah mereka masing-masing.
Perhatikanlah ayat-ayat Bibel
tersebut di bawah ini
dari Al-Kitab penerbitan Lembaga
Alkitab Indonesia, Jakarta (1960), dan ayat-ayat Al Qur'an.
a.
KITAB ULANGAN 5:6-22, khususnya ayat 22:
"Maka segala firman
ini dikatakan Tuhan
kepada segenap sidang kamu dari atas gunung,
dari tengah-tengah api
dan awan dan gelap-gulita serta dengan bunyi suara yang
hebat, maka
tiada dipertambahi dengan barang
sesuatu, melainkan disuratkannya firman
itu pada dua
loh batu, lalu diberikannya
kepadaku."
b.
KITAB RAJA-RAJA II 22:8,
KITAB KELUARAN 20:1-17,
KITAB KELUARAN 34:13 - 28, khususnya ayat 28:
"Maka Musa adalah
di sana serta dengan Tuhan empat
puluh hari
empat puluh malam lamanya, tiada ia
makan roti dan tiada ia
minum air, maka
disuratkannya segala firman perjanjian,
sepuluh firman itu, di atas loh batu."
c.
AL-QUR'AN
7:145 dan 154
وَكَتَبْنَا
لَهُ فِي الألْوَاحِ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ مَوْعِظَةً وَتَفْصِيلا لِكُلِّ شَيْءٍ
فَخُذْهَا بِقُوَّةٍ وَأْمُرْ قَوْمَكَ يَأْخُذُوا بِأَحْسَنِهَا سَأُرِيكُمْ
دَارَ الْفَاسِقِينَ
“Dan Kami tuliskan
untuknya pada beberapa loh batu, pengajaran dalam segala sesuatu, dan penjelasan bagi
segalanya; sebab itu
ambillah dengan sungguh-sungguh dan
suruhlah kaum engkau
mengambil yang sebaik-baiknya; nanti akan
Aku perlihatkan kepada
tempat diam kaum yang
jahat.”
وَلَمَّا
سَكَتَ عَنْ مُوسَى الْغَضَبُ أَخَذَ الألْوَاحَ وَفِي نُسْخَتِهَا هُدًى
وَرَحْمَةٌ لِلَّذِينَ هُمْ لِرَبِّهِمْ يَرْهَبُونَ
“Setelah marah Musa tenang, diambilnya
loh-loh itu, dan tulisannya (naskah)
itu berisi pimpinan dan
rahmat untuk orang-orang
yang takut kepada Tuhannya.”
[1] Ialah teks terjemahan alkitab kuno
[2] Ia adalah salah seorang sarjana tekstual Massoretic dalam Teks
asli Bibel berbahsa Ibrani, lahir di Tunisia pada Tahun 1470 M dan wafat pada
tahun 1538. Penulis buku yang pertama kali yang memuat teks Massorah, berjudul
Rabbinical Bible, yang kemudian diterjemahkan kedalam Bahasa Latin oleh Claude
Capellus pada tahun1667 dan ke dalam Bahasa Inggris oleh Christian D. Ginsburg
pada tahun1865. Akan tetapi dari kalangan Yahudi sendiri, mengklaim bahwa Jakob
adalah orang kedua setelah Elias Levita yang diangap menemukan teks massorah (
lahir tanggal 13 Februari 1469 dan wafat 28 Januari 1549)
[3] Ialah seorang Penafsir dan ahli bahasa Jerman (lahir di Hedeinhem, tahun
1757-wafat tahun 1832), ia belajar Talmud pada sekitar tahun 1770-an kepada
seorang pakar terkemuka dibidang Biblica, Joseph Steinhardt,penulis buku Zikron Yosef, dan sejak tahun 1777
belajar dibawah naungan Hirsch Janow.
[4] (lahir di
Hamburg, 24
Februari 1803 meninggal di Hanover,
23 Maret 1880), ia adalah seorang
pakar Yahudi yang selama lebih dari 30 tahun memegang jabatan ketua Dewan Guru
Yahudi di kota Hanover.
[5] Christian David
Ginsburg (25
Desember 1831 di Warsawa,
Polandia Kongres
(sekarang Polandia)
- 7 Maret
1914 di Palmers
Hijau, Middlesex,
Inggris) adalah
seorang sarjana dan
mahasiswa dari
tradisi Masoret
dalam Yudaisme British
Alkitab kelahiran
Polandia.
[6] Rumah ibadah umat Yahudi.
[7] Lihat ayat alkitab dalam Old Testimony pada kitab Nehemia, tatkala Ezra
membawa Kitab Taurat kepada kumpulan orang dari suku Bani Salum, Ater, Talmon,
Akub, Hatita, Sobai, Ziha, Hasufa, Tabaot, Keros, Sia, Padon, Hagaba, Lebana,
Salmai, Hanan, Gidel, Gahar, Reaya,
Rezin, Nekoda, Gazam, Uza, Paseah, Besai, Meunim, Nefusim, Bakbuk,
Hakufa, Harzur, Bazlit, Mehida, Harsa, Barkos, Sisera, Temah, Neziah, Hatifa,
Sotai, Soferet, Perida, Yaala, Darkon, Sefaca, Hatil, Pokheret-Hazebeim, dan Amon. Di Bait Allah yang ada pula
diantara mereka para Imam yang sangat mengerti Taurat. (Nehemia 7-8)
[8] Zaman kebangkitan menuju perbaikan ke arah
modernisasi.
[9] kepercayaan yang unik untuk orang/bangsa
Yahudi (penduduk negara Israel maupun orang Yahudi yang bermukim di luar
negeri). Inti kepercayaan penganut agama Yahudi adalah wujudnya Tuhan yang Maha
Esa, pencipta dunia yang menyelamatkan bangsa Israel dari penindasan di Mesir,
menurunkan undang-undang Tuhan (Torah) kepada mereka dan memilih mereka sebagai
cahaya kepada manusia sedunia.
Sinagog merupakan pusat masyarakat serta
keagamaan yang utama dalam agama Yahudi, dan Rabi adalah sebutan bagi mereka
yang pakar dalam hal-hal keagamaan
[11] Salah satu dialek dari wilayah
[12] Muqadimah kitab Shahih Muslim. Muqadimah kitab Mukhtashar lish Shahih Al
Bukhari, karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani. 1399 H : Beirut,
Lebanon.
[13] Al Majmu’ li Syarh Shahih Muslim, karya Al Imam Abu Zakariya Yahya
ibn Saraf An Nawawi : 1/87
[15] Lihat biografi Imam Bukhariy yang
diuji oleh para tokoh di Samarqand dan Naisabur dengan pencampur adukan matan
dan isnad Hadits, maka Imam Bukhari mengoreksi dengan susunan teks yang benar.
(Siyar 12/409-412, al-Bidayah wan Nihayah:11/22)
[16] Seorang Sarjana Yahudi yang terkenal dari
negeri Panser, Jerman dengan ajaran plularitas agama yang menggegerkan dogma
Yahudi dengan klaim kebenaran hakiki dapat ditemukan dalam dogma agama lain.
[19] Baruch Spinoza (1632-1677): filosof dan teolog Yahudi rasionalis. Filosof
terpenting dalam peradaban barat modern. Tokoh kritik kitab suci. Filosof dan
teolog Yahudi terbesar yang pernah melakukan analisa kritis terhadap teks-teks
kitab-kitab Perjanjian Lama. Hidup di Belanda. Lahir dari ibu-bapa Yahudi
Spanyol-Portugis (Andalusia). Setelah menetap di Amsterdam, mereka berdua masuk
dalam jajaran pimpinan umat Yahudi dan pedagang besar di sana. Kegiatan
pokoknya adalah mengimpor barang.
[20] Seperti yang telah dilakukan oleh Dr. Zakir Naik, Prof.
Ahmad Deedat, Sabir Ali, Yusuf Estes, dll yang tidak pernah mendapat kejelasan
atas pertanyaan mereka kepada para Sarjana Al Kitab tentang eksistensial Al
Kitab.
[21] Dalam hahasa Ibrani kata Kabbalah
berarti tradisi. Sejak abad XII Masehi, kata ini menunjukkan kepada aliran sufi
Yahudi yang timbul karena reaksi dari aliran rasionalis yang dipelopori
oleh Musa bin Maimun. Kabbalah menafsirkan Taurat secara
sirnbolik. Menurut mereka. di samping makna literal, teks kitab suci mempunyai
makna batin yang hanya diketahui oleh para salikin (peniti jalan batin).
Selanjutnya, metode penafsiran mereka ini berlandaskan pada dasar-dasar
berikut:
1.
Penggantian: penggantian suatu huruf abjad dengan huruf abjad lain
berdasarkan kaedah tertentu.
2.
Penjumlahan nilai nominal suatu huruf atau kata. Dari jumlah ini
disimpulkan suatu makna. Misalnya dua kata pertama dalam kitab Kejadian
mempunyai nilai nominal 1116 yang kita dapatkan dalam kalimat berikut:
diciptakan pada awal tahun. Yakni penciptaan alam semesta telah selesai pada
awal tahun Yahudi.
3.
Indikasi inisial. Yakni setiap huruf dari kata dianggap awal huruf dari
kata lain. Misalnya struktur kata Adam mengandung huruf alif
(berarti Adam), dal (berarti Daud) dan mim (berarti Masih). Jadi kata Adam mengandung maksud: Masih putra Adam dan
Daud.
Selanjutnya. di samping takwilan kebatian yang kita temukan juga dalarn
kalangan Syiah, terutama sekte Ismaliah ini, kelompok ini juga mempercayai
adanya inkarnasi, nujum, sihir dan membaca rajah tangan. Sedang Kabbalah Lurian adalah salah satu dari dua
alirannya. Lurian diambil dari pendirinya Ishak Luria (Isaac l'aveugle) dari
kota Nimes di Perancis Selatan. Sedang alirannya yang lain adalah adalah Kabbalah
Zolrar-.