Kamis, 07 Januari 2016

THE TORAH (TAURAT) IN HISTORY




               Taurah adalah nama dalam bahasa Semit.  Kalimat  Yunani yang sekarang  dipakai  dalam  bahasa  Perancis adalah Pentateuque yang artinya kitab yang terdiri  dari  lima bagian: Kejadian, Keluaran, Imamat orang Levi, Bilangan dan Ulangan, yaitu lima  fasal  yang  pertama  dari  37 pasal pada perjanjian lama umat kristiani.
               Orang-orang  Yahudi  dan  orang-orang  Kristen   selama berabad-abad  berpendapat  bahwa pengarang Taurah (lina bagian pertama daripada Perjanjian  Lama)  adalah  Nabi Musa  sendiri.  Barangkali pendapat tersebut didasarkan atas ayat (Keluaran 17, 14)  yang  berbunyi:  "Tulislah itu  (kekalahan  kaum  Amalek)  dalam Kitab," atau atas ayat (Bilangan 33, 2) tentang  keluarnya  orang  Yahudi dari  Mesir  yang  berbunyi  "Musa  menerangkan  dengan tulisan tempat-tempat  mereka  berangkat,"  atau  dalam (kitab  Ulangan  3,  9)  yang  berbunyi:  "Musa menulis aturan (hukum) ini." Semenjak abad Pertama S.M.  banyak orang   yang   mempertahankan  anggapan  bahwa  seluruh Pentateuque  ditulis  oleh   Nabi   Musa,   di   antara orang-orang  itu adalah: Flavius Joseph dan Philon dari Alexandria.
            Dr Maurice Buchaille telah menulis buku berjudul La Bible Le Coran Et La Science” telah di terjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh HM Rasyidi yang diterbitkan oleh Bulan Bintang pada tahun1979. Didalam bukunya, ia menyebutkan.:
“Saya meminjam bahan-bahan di atas dari  R.P.  de  Vaux, direktur  Lembaga  Bibel di Yerusalem. Dalam terjemahan "kitab Kejadian" tahun 1962 ia memberi  pengantar  umum yang   memuat   argumentasi  yang  bertentangan  dengan keterangan   Injil   mengenai   siapa   yang    menulis  Pentateuque"  (lima  fasal  pertama  dalam  Perjanjian Lama).
R.P. de Vaux memperingatkan bahwa tradisi  Yahudi  yang menjadi  pedoman bagi Yesus dan para rasul (sahabat)nya telah diterima sampai akhir abad pertengahan. Pada abad XII,  Aben Isra adalah satusatunya orang yang menentang anggapan itu. Pada abad XVI,  Carlstadt  memperingatkan kita  bahwa  Nabi Musa tentu tidak dapat menulis berita tentang kematiannya, seperti yang tersebut dalam  kitab (fasal) Ulangan 34, 512. Pengarang kemudian menyebutkan kritik-kritik lainnya yang mengatakan bahwa tidak  semua Taurah itu karangan Musa; secara khusus disebutkan buku karangan Richard Simon yang berjudul: Histoire Critique du  Vieux  Testament (Sejarah Kritik tentang Perjanjian Lama) tahun 1678 yang  menonjolkan  kesulitan-kesulitan kronologis     (urutan    Sejarah),    ulangan-ulangan, tulisan-tulisan    yang     tak     teratur     tentang riwayat-riwayat,  serta  perbedaan-style  (tata bahasa) dalam  Taurah.  Karangan  R.   Simon   tersebut   telah menyebabkan  heboh,  tetapi  orang tidak lagi mengikuti argumentasi R. Simon; buku-buku sejarah dari  permulaan abad  18  selalu  menyebutkan:  "Apa yang telah ditulis oleh Musa" untuk menunjukkan sumber yang sangat kuno.”
Pada  tahun 1753 ia menerbitkan bukunya: Dugaan tentang catatan-catatan asli, yang dipakai oleh Nabi Musa untuk menulis  kitab Kejadian.  Dalam  buku itu, ia menitik beratkan adanya bermacam-macam sumber. Ia sudah terang,  bukannya  orang  pertama yang menulis hal ini, akan  tetapi  ia  adalah  orang  pertama  yang   berani mengumumkan  suatu kenyataan yang sangat penting, yaitu bahwa mengenai kitab:   Kejadian  terdapat  dua teks  yang  berbeda-beda;  yang  satu  menamakan  Tuhan dengan kata Yahwe, yang lainnya menyebut  Tuhan  dengan kata   Elohim.   Eichhorn   (1780-1783)   mengungkapkan penemuan yang sama mengenai empat kitab lainnya dalam  Taurah  (Pentateuque). Kemudian pada tahun 1798, Ilgen  merasa  bahwa  satu  daripada  dua   teks   yang diselidiki  oleh  Astruc  yaitu  teks  yang di dalamnya Tuhan  dinamakan  Elohim,  harus  dibagi  menjadi  dua. Dengan  begitu  maka  Pentateuque  menjadi  benar-benar terpecah-pecah.
Pada abad 19 telah  dilakukan  penelitian  yang  telah mantap  mengenai  sumber-sumber  Perjanjian  Lama. Pada tahun 1854,  orang  berpendapat  bahwa  ada  4  sumber, yaitu:  dokumen  Yahwist, dokumen Elohist, Deuteronomy, kitab-(fasal) Ulangan dan kode Sakerdotal  (hukum  para pendeta).  Dokumen  Yahwist  telah  ditulis di Kerajaan Yuda pada abad 9 S.M.  Dokumen  Elohist  adalah  lebih baru, dan ditulis di kerajaan Israil Deuteronomy (Kitab Ulangan) menurut Edmond Yacob ditulis  pada  abad  8 S.M.,  dan  menurut  R.P. de Vaux ditulis pada abad 7 S.M. pada zaman Yosias. Dan akhirnya,  code  Sakerdotal (hukum-hukum  pendeta) ditulis pada abad 6 S.M., yakni pada  zaman  pengasingan   Israil   di   Babylon   atau sesudahnya.
Dengan  begitu  maka teks Taurah telah berangsur-angsur tertulis selama sedikitnya tiga abad.Akan tetapi masalahnya jauh lebih kompleks. Pada  tahun 1941,   A.   Lods  mengatakah  bahwa  document  Yahwist mempunyai 3 sumber, dokumen Elohist mempunyai 4 sumber, kitab   ulangan  mempunyai  6  sumber  dan  hukum-hukum pendeta  mempunyai  9  sumber,  di  samping   tambahan- tambahan  yang   dibagi-bagi  antara 8 penulis, sebagai yang dikatakan oleh R.P. de Vaux. Kemudian orang mulai berfikir bahwa banyak  hukum-hukum dalam  Taurah yang sama dengan hukum-hukum lama di luar Bibel, dan banyak  riwayat-riwayat  dalam  Taurah  yang memberi  kesan  berasal dari lingkungan lain yang lebih kuno; dengan demikian maka  persoalannya  menjadi  jauh lebih kompleks.
Kitab agama Yahudi adalah kitab berbahasa Ibrani  yang disebut Tanakh dan terdiri dari 24 buku yang dihimpun dari 3 kumpulan:
     1.   HUKUM (Law, Torah, Pentateuchos),
     2.   NABI-NABI (Prophets, Nebi'im), dan
     3.   TULISAN-TULISAN (Writings, Ketubim ).
Akan tetapi bila kita melihat dalam Sejarah Gereja, maka kita tidak akan mendapati keseragaman antara satu Tulisan dengan tulisan lain yang dikenakan oleh para Sarjana Yahudi. Pada 2 kelompok terakhir sangat mengenaskan untuk mencari ke otentikan, karena perbedaan yang susunan yang amat sangat jelas, hanya pada kelompok pertama yang tetap utuh sebagaiman mestinya. Hal ini karena para Sarjana Yahudi menyadari akan pentingnya menafsirkan hukum-hukum Taurat agar mudah dimengerti oleh para penganut Yahudi sehingga didalam penafsiran itu tentu kita tidak akan mendapati 1 pun teks yang sama persis. Seperti yang dikatakan oleh Prof. Der. Ahmad Deedat, “....bila kamu  melihat ada seorang guru mendiktekan pengajaran kepada muridnya, lalu diantara murid-murid itu diminta untuk me-resume materi yang disampaikan itu, maka tidaklah akan kamu dapati 2 tulisan yang sama persis. Bila ada 2 tulisan yang sama persis apa yang terjadi ? ya, benar, itu dinamakan plagiat/penjiplakan...”
Menurut catatan Prof. H.S. Tharick Chehab, tokoh yang pertama mengatur segala-galanya,  jumlah  hurufnya  dan seterusnya   serta   pengumpul  semua  catatan-catatan  yang dikenal sebagai MASORAH[1], adalah Yakob ibn Haim Ibn Adoniyah[2], penulis Rabbinical Bible (1524). Hingga pada akhir ini, diantara para tokoh selain Yakub telah banyak tersebar, diantara mereka yang bekerja dalam bidang ini  adalah  Wolf Heidenheim[3],  Solomon Frensdorff[4], S. Baer dan C.D. Ginsburg[5]. Teks yang terakhir ini banyak digunakan di Synagoge[6]. Karena penterjemahnya bukan penyalin suatu teks,  maka  para Rabbani  menemukan  18 tempat di mana penulis dengan sengaja merubah teks dengan dalih agar dapat difahami orang.[7]
Taurah  bermula pada abad X atau IX S.M. dengan tradisi Yahwist yang menceriterakan permulaan penciptaan  alam,kemudian  menyusun  sejarah  bangsa Israil, dan seperti kata R.P de Vaux, menempatkannya  dalam  rencana  Tuhan untuk   seluruh   kemanusiaan. Akhirnya  Taurah  terus tersusun   pada   abad   VI    S.M    dengan    tradisi pendeta-pendeta,  yang  mementingkan tahun dan silsilah keturunan (Genealogi).
Orang-orang Yahudi Samaritan  hanya  menggunakan  Torah  dan menolak  Nebi'im dan Ketubim. Mereka lebih tekun akan ajaran Nabi Musa a.s. dalam kepercayaannya  dari  pada  orang-orang Yahudi yang meninggalkan ajaran-ajaran kuno dari Israel. Maka apa yang kita lihat didalam apa yang menjadi catatan sejarah dogma Kristiani dan Islam adalah umat Israel yang mereka mengaku memiliki hak penuh atas agama Yahudi itulah yang telah melakukan suatu kedustaan yang amat sangat. Hal ini di isyaratkan didalam alkitab injil dan al Quranul Kariim.

“maka aku berkata kepadamu :’jika hidup keagamanmu tidak lebih baik dari hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, maka kamu tidak akan memasuki kerajaan Sorga.” (Injil Rasul Matius 5 : 20)

Apa yang menyebabkan Yesus el Mesias dengan lancang mengatakan hal yang demikian, bukankah dia sendiri telah mengisyaratkan :

“sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi  ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. Karena itu barangsiapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat, sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkan yang demikian kepada manusia, ia akan mendudukki tempat terendah dari kerajaan Sorga, akan tetapi siapa yang melaksanakan dan mengajarkan segala perintah dari hukum Taurat, maka ia akan menempati tempat tertinggi dari Kerajaan Sorga.” (Injil Rasul Matius 5 : 17-19)

Mengapa hal ini bisa terjadi, seolah-olah ada pendistorsian makna dan mengakibatkan dogma yang paradoks?

Jawaban yang paling mengena terhadap persoalan ini, telah nampak secara lugas didalam apa yang kita sebut “The Best Holy Book in the World”, yaitu ayat-ayat Allah Azza wa Jalla, al Quranul Kariim, sebagaimana FirmanNYA :
وَمِنَ الَّذِينَ هَادُوا سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ سَمَّاعُونَ لِقَوْمٍ آخَرِينَ لَمْ يَأْتُوكَ يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ مِنْ بَعْدِ مَوَاضِعِهِ يَقُولُونَ إِنْ ……
….. أُوتِيتُمْ هَذَا فَخُذُوهُ وَإِنْ لَمْ تُؤْتَوْهُ فَاحْذَرُوا
 “….dan (juga) di antara orang-orang Yahudi amat suka mendengar (berita-berita) bohong dan amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu, mereka merobah perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya. Mereka mengatakan: "Jika diberikan ini (yang sudah di robah-robah oleh mereka) kepada kamu, maka terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan ini maka hati-hatilah."…..” (QS Al Maa’idah : 41)

مِنَ الَّذِينَ هَادُوا يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ وَيَقُولُونَ سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا وَاسْمَعْ غَيْرَ مُسْمَعٍ وَرَاعِنَا لَيًّا بِأَلْسِنَتِهِمْ وَطَعْنًا فِي الدِّينِ وَلَوْ أَنَّهُمْ قَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَاسْمَعْ وَانْظُرْنَا لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ وَأَقْوَمَ وَلَكِنْ لَعَنَهُمُ اللَّهُ بِكُفْرِهِمْ فَلا يُؤْمِنُونَ إِلا قَلِيلا

“Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari tempat-tempatnya. Mereka berkata : "Kami mendengar", tetapi kami tidak mau menurutinya. Dan (mereka mengatakan pula) : "Dengarlah" sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa. Dan (mereka mengatakan) : "Raa'ina", dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama. Sekiranya mereka mengatakan : "Kami mendengar dan menurut, dan dengarlah, dan perhatikanlah kami", tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, akan tetapi Allah mengutuk mereka, karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali iman yang sangat tipis.” (QS An Nisa’: 46)
            Hal ini telah menjadi suatu bukti normatif bahwa kejahatan yang paling besar ialah mengubah apa yang telah tertulis didalam kitab Suci, sebagaimana apa yang dikatakan oleh seorang Hawariy, Yohanes, tatkala ia menuliskan apa yang menurutnya telah diwahyukan oleh Roh Quds, ialah :
“sebab aku memberi kesaksian kepad setiap orang yang mendengar nubuat-nubuat dalam kitab ini, ‘jika salah seorang menambahi dalam perkataan-perkataan ini, maka Allah akan menambahkan malapetaka dari apa yang tertulis dalam kitab ini. Dan barangsiapa yang mengurangi dari perkataan ini, maka Allah akan mengambil bagian dari pohon kehidupan,dan dari kota Quds, seperti apa yang tertulis dalam kitab ini,” (Wahyu Kepada Yohanes 22 : 18-19)
            Orang-orang  Katolik,  baik  Gereka  maupun Romawi, dan para apostel Hellennist  berpegang  pada  Septuaginta;  sedangkan orang  Reformist,  yakni  Protestan,  pada  terjemahan  yang dipergunakan di Synagoge Askenazim. Kenyataan ini telah dindikasikan oleh Allah SWT dalm kitabNYA :
وَقَالَتِ الْيَهُودُ لَيْسَتِ النَّصَارَى عَلَى شَيْءٍ وَقَالَتِ النَّصَارَى لَيْسَتِ الْيَهُودُ عَلَى شَيْءٍ وَهُمْ يَتْلُونَ الْكِتَابَ كَذَلِكَ قَالَ الَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ مِثْلَ قَوْلِهِمْ فَاللَّهُ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ
“Dan orang-orang Yahudi berkata: "Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan", dan orang-orang Nasrani berkata: "Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan," padahal mereka (sama-sama) membaca Al Kitab. Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan seperti ucapan mereka itu. Maka Allah akan mengadili diantara mereka pada hari Kiamat, tentang apa-apa yang mereka berselisih padanya.” (QS Al Baqarah : 113)

            Maka seperti itulah 2 golongan dari ahli kitab itu, mereka saling meninggalkan satu sama lain dan tidak mau menggunakan apa yang telah “ter-materai” menurut hukum asal kitab mereka masing-masing, bahwa sebenarnya mereka menggunakan 1 hukum yang sama.
            Selain itu terdapat juga Talmud yang merupakan terjemahan serta komentar mengenai Torah dari para rabi dan cendekiawan undang-undang. Ini termasuk Mishnah dan Halakah (kode undang-undang masyarakat utama penganut agama Yahudi), Gemara, Midrash dan Aggadah (legenda dan kisah-kisah lama). Kabballah pula ialah teks lama yang berunsur mistik, dan menceritakan zat-zat Tuhan.
            Renaissance[8] dari Yudaisme[9] baru timbul ketika orang-orang  Yahudi  bebas  menjalankan  agamanya  dibawah  kekuasaan  Muslimin.  Karenanya hal yang demikian para Rabbi Yahudi tidak lagi berbahasa Aramiya[10], Ibrani, atau dialek Kildani[11],  apalagi  menulisnya, mereka  tidak  dapat membaca aneka Kitab Sucinya. Oleh sebab itu   mereka   hanya   mengikuti   tradisi   lisan    secara turun-temurun. Hal inilah yang menjadikan nilai Kodifikasi Dogma Yahudi yang sangat buruk dalam kaca mata Historiycal Sience. Sangat berbeda dengan apa yang menjadi kebanggaan umat Islam, yang sangat berhati-hati dalam menyampaikan risalah As Sunnah yang telah debrikan oleh Rasulullah saw, dengan mengajukan ilmu mushtholah Hadits, yang menguak segala aspek hadits, baik dari sanad, matan dan ma’nanya. Dengan sebuah perkataan yang diungkapkan oleh Muhammad bin Sirin (wafat tahun 110 H) rahimahullah, “Mereka (yakni para ulama hadits) tadinya tidak menanyakan tentang sanad, tetapi tatkala terjadi fitnah, mereka berkata, ‘Sebutkan kepada kami nama rawi-rawimu, bila dilihat yang menyampaikannya Ahlus Sunnah, maka haditsnya diterima, tetapi bila yang menyampaikannya ahlul bid’ah, maka haditsnya ditolak.[12]
Juga apa yang dikatakan oleh Abdullah bin al-Mubarak (wafat th. 181 H) rahimahullah: “Sanad itu termasuk dari agama, kalau seandainya tidak ada sanad, maka orang akan berkata sekehendaknya apa yang ia inginkan.”[13]

            Terpengaruh  oleh  peradaban, kebudayaan dan philology Arab, yang sangat unggul dalam hal penjagaan estafet ilmu, para ulama Yahudi berkumpul dan bermusyawarah untuk berusaha memelihara  Kitab Sucinya dari penyelewengan struktur dan menjaga ke otentikannya, yang diawali di Tiberias antara abad ke VI dan abad ke IX, dengan mencoba-coba menghidupkan huruf-huruf mati dan memberi  titik-titik  pada  huruf yang bentuknya sama tetapi ucapannya  lain.  Usaha  ini  diakhiri  pada  abad  ke   XI. Terjemahan  yang  terbaru,  yang  dibantu oleh aneka saduran yang terlebih dahulu dan musyawarah dengan para sarjana Yahudi, ini  digunakan  baik  oleh  ORTODOX  maupun REFORM JEWS yang tersebar di seluruh dunia.
Hal ini berbeda dengan estafet ilmiah kaum Muslimin yang dengan penuh menjaga redaksi ilmu yang telah datang dari risalah kenabian Muhammad saw, yang sangat layak untuk diunggulkan, sebagaimana yang di katakan oleh Ustadzuna Firanda Andirja M.A, “pada zaman kenabian kita mengenal bahwa nabi adalah seorang yang ummiy ( tuna sastra ), hikmah dari hal ini adalah bahwa pada zaman itu para sahabat dari kalangan kaum Quraisy memiliki keunggulan dalam hal hafalan......”
            Layaklah bila kita menganggap lebih dari catatan sejarah penulisan Teks Al Quran yang pada zaman Khalifah Utsman ibn Affan telah ada laporan yang disampaikan oleh Hudzaifah Al Yamani tatkala penakhlukan Armenia dan Azerbaijan akan adanya perbedaan leksikal dalam ayat-ayat Al Quran, maka Khalifah Utsman ibn Affan memerintahkan ibn Zubair, Zaid ibn Tsabit, ibn Sa’d al ‘As, dan Abdullah ibn Harits untuk menuliskan teks al Quran dengan dialek Quraisy, diharamkan dengan dialek yang selainnya.[14] Sehingga hal ini menjadi suatu preventif agar di zaman selanjutnya teks Al Quran tetap utuh seperti sediakala, metode inipula yang digunakan para ulama ahlul Hadits yang memandang perlunya ilmu Rijal dan Isnad guna mencari keseragaman teks dan makna yang mampu mencegah dari penyelewengan ucapan.[15]
            Septuaginta, yakni terjemahan Greeka  (Yunani)  adalah  hasil dari   kontak   Israil  dengan  peradaban  Hellenistic yang menguasai dunia pada masa itu; sedangkan  terjemahan  bahasa Arab  dilakukan  oleh  Gaon Saadya ketika banyak orang-orang Yahudi berada di bawah kekuasaan  Muslimin,  dan  terjemahan Jerman dibuat oleh Moses Mendelsohn (1729-­1786)[16] dan madzhabnya pada permulaan dari suatu zaman baru yang  membawa  orang-orang  Yahudi  ke Eropa,  di  mana  mereka  itu berbicara suatu dialek Jerman, yakni Yuddish.
            Antara aneka terjemahan terdapat  banyak  keragu-raguan  dan perbedaan   pendapat.   Misalnya   Philo (25 SM-45M)   dan   orang-orang Iskandariyah,  yang  seagama  dengannya  melihat   terjemahan Septuaginta  sebagai  suatu karya dari lebih kurang 70 orang yang diilhami, sedangkan para Rabbani Palestina  berpendapat bahwa Torah tidak dapat diterjemahkan. Ada cukup bukti bahwa akibat dari aneka terjemahan itu kurang disukai, tetapi awam terima saja dengan baik dari pada tidak faham sama sekali. Perubahan  terjadi  selama  dua  generasi  terakhir  setelah kontak  dengan  peradaban  yang  berbahasa   Inggris.   Para penterjemah  ke dalam bahasa Inggris, baik di U.S.A., maupun di Inggris sendiri, ada banyak sekali. Dan tahun  1892-1901, Jewish  Publication  Society  of  America membuat terjemahan baru.  Pada  tahun  1908  badan  tersebut  bersama   Central Conference  of American Rabbis mengeluarkan terjemahan lebih baru di mana diperhatikan  aneka  saduran;  baik  yang  baru maupun  yang  kuno; teristimewa Septuaginta, saduran-saduran dari  Aquila,  Symmachus  dan   Theodotion,   Targum-Targum, Pesyitta,   Vulgata   dan  saduran  Arab  dan  Saadya,  juga sindiran-sindiran dari  tafsiran-tafsiran  Yahudi  dan  para ahli  pada  abad  pertengahan.  Pokoknya,  Yahudi  tidak mau menerima interpretasi Kristen  dan  aneka  terjemahan  bukanYahudi  (GOYIM)  berada  dalam  Kitab  Suci Yahudi, walaupun mereka  berhutang  budi  atas  karya-karya  terdahulu   yang dilaksanakan  oleh  Goyim,  seperti  oleh WYCLIFFE, TYNDALE, COVERDALE dan sebagainya, sedangkan Vulgata, saduran Inggris dan Douai, tetap digunakan orang-orang Katholik Romawi.
            Menurut  para  scholar  lagi theolog, saduran Sepuluh Firman atau Decalogue yang tersurat dalam Kitab Ulangan  5:6  -  22 dalam Old Testimony yang pada  masa  itu belum setebal yang dikenal orang sekarang, di Mesjid Al-Aqsa (Bait Al-Maqdis) oleh Imam Besar  Hilkia  dan  dimaklumatkan oleh Yosia, raja Yuda pada tahun 621 S.M. (Lihat II Rajaraja 22:8), yakni lebih dari 600 tahun  sesudah  Nabi  Musa  a.s. Memang  mihrab  mesjid  senantiasa,  hingga kini, merupakan perpustakaan Kitab-kitab Suci. Saduran Sepuluh  Firman  yang termuat dalam Kitab Keluaran 20:1 - 17, nyatalah "suatu yang diselipkan," yang ditulisnya sesudah tahun  500  S.M.  Bunyi Kitab  Keluaran  32:19  "...  maka, bernyalalah amarah Musa, lalu dicampakkannya kedua loh  batu  dari  dalam  tangannya, dipecahkannya pada kaki bukit itu." Kemudian,  menurut  Kitab  Keluaran 34, dipahat dua loh lagi yang memuat Decalogue lain (ayat-ayat  13  -  28)  dan  yang dinamakan wet dari Perjanjian.
            Pada  tahun  444  S.M.  dimaklumatkanlah  dan diterima Torah (wet) yang disusun pada masa Pembuangan di  Babilonia dan    yang    dikatakannya   dari   Musa,   termasuk   pada saduran-saduran dari Sepuluh Firman. Adalagi satu saduran dari Sepuluh  Firman  atas  suatu  yang dikenal  sebagai  Nash Papyrus dan bertarikh kira-kira tahun 100 S.M. Perbedaan-perbedaannya tidak seberapa besar.
            Dari data yang ada,maka selaku seorang yang berkecimpung di dunia ilmiah kami tidak lantas menerima “bloko” atas hal ini, timbullah pertanyaan tentang Sepuluh  Firman  yang  mana  sebetulnya ditulis Nabi Musa as ?
            Autographa dari Sepuluh Firman dan kitab-kitab tersebut di atas, yakni naskah yang  ditulis  semula,  tidak ada. Hanya terdapat codices, ialah salinan dari salinan dari salinan kuna. Hal ini tidak mengherankan, karena pada  tahun 586  S.M.  Mesjid  Al-Aqsa  dibakar  habis oleh Bukhtanasser (Nebukadnezar) dan pada tahun 70 M oleh  Titus[17] Banyak  persamaan terdapat antara undang-undang yang disusun pada masa Pembuangan di Babylonia (568 S.M. - 538 S. M. )  dan  yang  dikatakannya berasal dari Musa, dengan Code yang lebih tua yakni dari Hammurabi[18].  Code  ini  ditemukan  di   Susa   (Persepolis,  kini  Takht-i-Jamshid)  oleh  J. de Morgan pada tahun 1901/1902
            Dari  banyaknya  pertentangan,  perbedaan  dan   fakta-fakta tersebut  para  sarjana, baik Yahudi maupun Kristen, seperti di abad XII rabbani (rabbi) Ibn Ezra, di  abad  XVII  Baruch Spinoza[19],   kemudian  Goethe,  Graf,  Julius  Wellhausen  dan sebagainya, telah menolak mitos bahwa  Bibel,  dalam  kasus Sepuluh  Firman,  adalah  kalam  Allah,  di samping mengakui bahwa Code Moral itu adalah amat  hebat  yang  disusun  oleh orang-orang   yang   bermaksud   baik.  Apa  yang  merupakan teka-teki  bagi  para  scholar,  merupakan  tantangan   bagi theolog   kaum   fundamentalis  yang  berdasar  atas  "Sola Scriptura  (Hanya  Bibel)."  Mereka   senantiasa   berusaha membela    keganjilan-keganjilan    dengan   tafsiran   yang berbelit-belit.[20]
            Seperti yang kita dapati dari salah satu pemikiran Spinoza adalah tentang Kabbalah[21] (yang merupakan sekte yang sangat mempengaruhi pemikiran Spinoza), yang pada masa dewasa tidak lagi mengagumi ajaran ini lagi dengan menganggap bahwa ajaran yang dikenalkan dalam sekte Kabbalah ini hanyalah bualan semata dan membawa kebingungan jalan yang tiadahabis-habisnya.
            Susunan Sepuluh Firman tidak sama  di  antara  Gereja-gereja Greka,  Roma  Katolik,  Reformed,  Lutherian  dan Yahudi. Dalam Septuaginta, terjemahan Torah pada kira-kira tahun 200  S.M. di  Mesir  dalam  bahasa  Greeka  dari bahasa Ibrani, susunan Decalogue itu diubahnya sesuai kondisi zaman dan wilayah mereka masing-masing. 
            Perhatikanlah ayat-ayat Bibel tersebut di  bawah  ini  dari Al-Kitab   penerbitan  Lembaga  Alkitab  Indonesia,  Jakarta (1960), dan ayat-ayat Al Qur'an.

a.        KITAB ULANGAN 5:6-22, khususnya ayat 22:

"Maka  segala  firman  ini  dikatakan  Tuhan  kepada segenap sidang kamu dari atas gunung,  dari  tengah-tengah  api  dan awan  dan  gelap-gulita serta dengan bunyi suara yang hebat, maka tiada dipertambahi  dengan  barang  sesuatu,  melainkan disuratkannya   firman   itu   pada   dua   loh  batu,  lalu diberikannya kepadaku."

b.        KITAB RAJA-RAJA  II  22:8,  KITAB  KELUARAN  20:1-17,  KITAB KELUARAN 34:13 - 28, khususnya ayat 28:

"Maka  Musa  adalah  di  sana serta dengan Tuhan empat puluh hari empat puluh malam lamanya,  tiada  ia  makan  roti  dan tiada   ia  minum  air,  maka  disuratkannya  segala  firman perjanjian, sepuluh firman itu, di atas loh batu."

c.       AL-QUR'AN 7:145 dan 154
وَكَتَبْنَا لَهُ فِي الألْوَاحِ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ مَوْعِظَةً وَتَفْصِيلا لِكُلِّ شَيْءٍ فَخُذْهَا بِقُوَّةٍ وَأْمُرْ قَوْمَكَ يَأْخُذُوا بِأَحْسَنِهَا سَأُرِيكُمْ دَارَ الْفَاسِقِينَ
Dan  Kami  tuliskan  untuknya pada beberapa loh batu, pengajaran dalam segala sesuatu, dan penjelasan  bagi  segalanya;  sebab  itu   ambillah   dengan sungguh-sungguh  dan  suruhlah  kaum  engkau  mengambil yang sebaik-baiknya; nanti akan  Aku  perlihatkan  kepada  tempat diam  kaum  yang  jahat.”
وَلَمَّا سَكَتَ عَنْ مُوسَى الْغَضَبُ أَخَذَ الألْوَاحَ وَفِي نُسْخَتِهَا هُدًى وَرَحْمَةٌ لِلَّذِينَ هُمْ لِرَبِّهِمْ يَرْهَبُونَ
Setelah marah Musa tenang, diambilnya loh-loh itu, dan tulisannya (naskah)  itu  berisi pimpinan  dan  rahmat  untuk  orang-orang  yang takut kepada Tuhannya.”


[1] Ialah teks terjemahan alkitab kuno
[2] Ia adalah salah seorang sarjana tekstual Massoretic dalam Teks asli Bibel berbahsa Ibrani, lahir di Tunisia pada Tahun 1470 M dan wafat pada tahun 1538. Penulis buku yang pertama kali yang memuat teks Massorah, berjudul Rabbinical Bible, yang kemudian diterjemahkan kedalam Bahasa Latin oleh Claude Capellus pada tahun1667 dan ke dalam Bahasa Inggris oleh Christian D. Ginsburg pada tahun1865. Akan tetapi dari kalangan Yahudi sendiri, mengklaim bahwa Jakob adalah orang kedua setelah Elias Levita yang diangap menemukan teks massorah ( lahir tanggal 13 Februari 1469 dan wafat 28 Januari 1549)
[3] Ialah seorang Penafsir dan ahli bahasa Jerman (lahir di Hedeinhem, tahun 1757-wafat tahun 1832), ia belajar Talmud pada sekitar tahun 1770-an kepada seorang pakar terkemuka dibidang Biblica, Joseph Steinhardt,penulis buku Zikron Yosef, dan sejak tahun 1777 belajar dibawah naungan Hirsch Janow.
[4] (lahir di Hamburg, 24 Februari 1803 meninggal di Hanover, 23 Maret 1880), ia adalah seorang pakar Yahudi yang selama lebih dari 30 tahun memegang jabatan ketua Dewan Guru Yahudi di kota Hanover.
[5] Christian David Ginsburg (25 Desember 1831 di Warsawa, Polandia Kongres (sekarang Polandia) - 7 Maret 1914 di Palmers Hijau, Middlesex, Inggris) adalah seorang sarjana dan mahasiswa dari tradisi Masoret dalam Yudaisme British Alkitab kelahiran Polandia.
[6] Rumah ibadah umat Yahudi.
[7] Lihat ayat alkitab dalam Old Testimony pada kitab Nehemia, tatkala Ezra membawa Kitab Taurat kepada kumpulan orang dari suku Bani Salum, Ater, Talmon, Akub, Hatita, Sobai, Ziha, Hasufa, Tabaot, Keros, Sia, Padon, Hagaba, Lebana, Salmai, Hanan, Gidel, Gahar, Reaya,  Rezin, Nekoda, Gazam, Uza, Paseah, Besai, Meunim, Nefusim, Bakbuk, Hakufa, Harzur, Bazlit, Mehida, Harsa, Barkos, Sisera, Temah, Neziah, Hatifa, Sotai, Soferet, Perida, Yaala, Darkon, Sefaca, Hatil, Pokheret-Hazebeim,  dan Amon. Di Bait Allah yang ada pula diantara mereka para Imam yang sangat mengerti Taurat. (Nehemia  7-8)
[8] Zaman kebangkitan menuju perbaikan ke arah modernisasi.
[9] kepercayaan yang unik untuk orang/bangsa Yahudi (penduduk negara Israel maupun orang Yahudi yang bermukim di luar negeri). Inti kepercayaan penganut agama Yahudi adalah wujudnya Tuhan yang Maha Esa, pencipta dunia yang menyelamatkan bangsa Israel dari penindasan di Mesir, menurunkan undang-undang Tuhan (Torah) kepada mereka dan memilih mereka sebagai cahaya kepada manusia sedunia.
Sinagog merupakan pusat masyarakat serta keagamaan yang utama dalam agama Yahudi, dan Rabi adalah sebutan bagi mereka yang pakar dalam hal-hal keagamaan
[10] Iala suatu bahasa daera yang berasal dari suatu wilayah di bagian dari Persia, bahasa
[11] Salah satu dialek dari wilayah
[12] Muqadimah kitab Shahih Muslim. Muqadimah kitab Mukhtashar lish Shahih Al Bukhari, karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani. 1399 H : Beirut, Lebanon.
[13] Al Majmu’ li Syarh Shahih Muslim, karya Al Imam Abu Zakariya Yahya ibn Saraf An Nawawi : 1/87
[14] HR Al Bukhariy dalam kitab Aj Jami’us Shahih (syarh Fathul Bari’ : 9/20)
[15]  Lihat biografi Imam Bukhariy yang diuji oleh para tokoh di Samarqand dan Naisabur dengan pencampur adukan matan dan isnad Hadits, maka Imam Bukhari mengoreksi dengan susunan teks yang benar. (Siyar 12/409-412, al-Bidayah wan Nihayah:11/22)
[16] Seorang Sarjana Yahudi yang terkenal dari negeri Panser, Jerman dengan ajaran plularitas agama yang menggegerkan dogma Yahudi dengan klaim kebenaran hakiki dapat ditemukan dalam dogma agama lain.
[17] Seorang ahli kitab yang tuna sastra yang tidak memiliki satupun naskah dari Taurat yang asli.
[18] orang  Arab-Mutarriba (Arabes  Secondaires), raja Babylon yang hidup  kira-kira tahun  1.800  S.M
[19] Baruch Spinoza (1632-1677): filosof dan teolog Yahudi rasionalis. Filosof terpenting dalam peradaban barat modern. Tokoh kritik kitab suci. Filosof dan teolog Yahudi terbesar yang pernah melakukan analisa kritis terhadap teks-teks kitab-kitab Perjanjian Lama. Hidup di Belanda. Lahir dari ibu-bapa Yahudi Spanyol-Portugis (Andalusia). Setelah menetap di Amsterdam, mereka berdua masuk dalam jajaran pimpinan umat Yahudi dan pedagang besar di sana. Kegiatan pokoknya adalah mengimpor barang.
[20] Seperti yang telah dilakukan oleh Dr. Zakir Naik, Prof. Ahmad Deedat, Sabir Ali, Yusuf Estes, dll yang tidak pernah mendapat kejelasan atas pertanyaan mereka kepada para Sarjana Al Kitab tentang eksistensial Al Kitab.
[21] Dalam hahasa Ibrani kata Kabbalah berarti tradisi. Sejak abad XII Masehi, kata ini menunjukkan kepada aliran sufi Yahudi yang timbul karena reaksi dari aliran rasionalis yang dipelopori oleh Musa bin Maimun. Kabbalah menafsirkan Taurat secara sirnbolik. Menurut mereka. di samping makna literal, teks kitab suci mempunyai makna batin yang hanya diketahui oleh para salikin (peniti jalan batin). Selanjutnya, metode penafsiran mereka ini berlandaskan pada dasar-dasar berikut:
1.        Penggantian: penggantian suatu huruf abjad dengan huruf abjad lain berdasarkan kaedah tertentu.
2.        Penjumlahan nilai nominal suatu huruf atau kata. Dari jumlah ini disimpulkan suatu makna. Misalnya dua kata pertama dalam kitab Kejadian mempunyai nilai nominal 1116 yang kita dapatkan dalam kalimat berikut: diciptakan pada awal tahun. Yakni penciptaan alam semesta telah selesai pada awal tahun Yahudi.
3.        Indikasi inisial. Yakni setiap huruf dari kata dianggap awal huruf dari kata lain. Misalnya struktur kata Adam mengandung huruf alif (berarti Adam),  dal (berarti Daud) dan mim (berarti Masih). Jadi kata Adam mengandung maksud: Masih putra Adam dan Daud.
Selanjutnya. di samping takwilan kebatian yang kita temukan juga dalarn kalangan Syiah, terutama sekte Ismaliah ini, kelompok ini juga mempercayai adanya inkarnasi, nujum, sihir dan membaca rajah tangan. Sedang Kabbalah Lurian adalah salah satu dari dua alirannya. Lurian diambil dari pendirinya Ishak Luria (Isaac l'aveugle) dari kota Nimes di Perancis Selatan. Sedang alirannya yang lain adalah adalah Kabbalah Zolrar-.

Tidak ada komentar: