Kamis, 09 Maret 2017

ANTARA ASHABIYAH DAN SARA


Sedikit Perkenalan Tentang Bhinneka Tunggal Ika dan Ukhuwah Islamiyah


Arif Yusuf
Email : arif_yusuf47@yahoo.co.id



Pendahuluan

Ketika membaca hasil penelitian Umar Surur(1) menjelaskan bahwa konflik merupakan sebuah interaksi sosial yang timbul akibat adanya ketegangan antara satu pihak dengan pihak lainnya. Ketegangan ini kemudian menimbulkan solidaritas internal yang besarnya sama dengan ketegangan yang terjadi.(2) Sedangkan, dalam Haryanto (2013), konflik  diartikan  sebagai  suatu  proses  sosial antara  dua  orang  atau  lebih  yang  mana  salah  satu  pihak  berusaha menyingkirkan  pihak  lain  dengan  cara  menghancurkannya atau  membuatnya tidak  berdaya”.(3) Terkhusus di Indonesia, konflik ini seringkali terjadi karena mengangkat isu-isu agama, yang di pakai sebagai wadah besar dalam menyukseskan persaingan antar kelompok, suku, dan ras. Konflik inilah yang kemudian ditelan bulat-bulat oleh kalangan awam untuk menyemarakkan persaingan antar kelompok ini. Mereka bergerak karena memiliki Ideologi yang kadang saling bertabrakan satu sama lain. Hal ini menjadi sebuah titik awal dari segala persaingan dan pertentangan.(4)
        Satu di antara pertentangan ini, kita bisa melihat adanya persaingan global dalam tubuh dua ormas Islam, MTA dan NU. Seperti contoh hasil penelitian Indriyani Ma’rifah dan Ahmad Asroni.(2013) yang menyebutkan teologi MTA adalah “teologi konflik”. Sebab, mereka menempatkan standar “sesat” yang amat frontal.(5)   Juga karena eksklusifnya MTA yang amat kontras. Bahkan, kadang kala mereka seolah menjadi sebuah bahan cacian karena merasa mereka paling suci dan terkesan “melompat” jauh dari kualitas SDM Islam di tanah Jawa. Kasus ini bahkan hampir bisa di temui di berbagai sudut kota. Bantul, Surakarta, Gunungkidul, Yogyakarta, Sragen, Purworejo, dan kota-kota di sekitarnya. 
        Diantara salah satu kasus yang amat kontras ialah mengenai tahlilan. Banyak diantara klaim MTA bahwa tahlilan dan praktik akulturasi masyarakat Islam Tradisional Jawa merupakan praktik “Takhayul, Bid’ah dan Khurafat.”(6) Inilah yang di protes keras oleh masyarakat Nahdlatul Ulama’ yang masih memegang panji Islam Tradisional Jawa. Seperti yang dikemukakan oleh Anwar Zaid,(7) bahwa menghormati dakwah Walisongo merupakan sebuah bentuk penghargaan tersendiri kepada Pahlawan Islam di Tanah Jawa. Bahkan kadangkala para Kiayi Nahdliyin tetap berpijak pada pedoman dakwah Walisongo, yang begitu kental dengan nuansa “awam”. Artinya, tidak frontal dengan membebani setiap Muslim untuk “Faqih”. Dari situ, para Neo Salafi, Wahabi, dan MTA, yang digadang-gadang sebagai gerakan ekstrim untuk memberantas segala peradaban selain peradaban Islam Arab menjadi bagian tak terlupakan.
         Dari contoh kasus yang mewakili konflik antar Ideologi ini, kami mencoba untuk mencari tahu, bagaimana Islam menyikapi konflik ini ? Juga bagaimana peran pendidikan Kebhinnekaan dan Pendidikan Ukhuwah Islamiyah memberi andil dalam penyelesaian konflik ini ? 


Pembahasan
        Pembahasan mengenai bhinneka Tunggal ika, tentu kita tidak akan lepas dari “Empu Tantular” yang pernah menuliskan “bhinneka Tunggal Ika tan Hana Dharma Mangrwa.” Di dalam Kakawin Sutasoma-nya.(8) Ia telah menancapkan pemahaman kebhinnekaan ini menjadi sebuah basis untuk mempelajari sosiologi. Dengan adanya perbedaan, aneka macam, dan berbagai variasi masyarakat ini, menjadikan keberagaman sebagai tabiat dasar manusia. Seperti Francis Schuon(9) menjelaskan bahwa tabiat kehidupan, secara sistematis berakar dari Satu Tubuh, satu identitas, satu asal, kemudian sedikit berkembang menjadi kehidupan Isoteris yang sifatnya transenden, dan berpuncak pada kehidupan Eksoteris yang sifatnya Imanen. Dari kehidupan Imanen inilah melahirkan kebhinekaan ideologi. Ke bhinekaan ini juga merupakan bentuk identitas khas dari suatu Negara, bersatu dalam perbedaan (unity in diversity) tanpa menghilangkan status SARA(10) Yakni dengan kehidupan yang universal dalam wadah Negara tersebut.
          Kebhinekaan yang tunggal ika ini, bukan berarti meleburnya identitas Perdata dari setiap sub-bagian, melainkan terjadi koneksi yang efektif. Sehingga, kesatuan dan persatuan bukan semata dalam “keseragaman”. Kebhinekaan juga merupakan sebuah unsur yang erat dalam konsep demokrasi dan pluralisme. Filsafat Perenial menjadi semacam “Akta” atas kelahiran pemahaman dan penyebaran faham pluralisme ini. Pluralisme adalah pengakuan atas kebhinekaan, dan kebinhekaan harus difahami sebagai keniscayaan. Kemudian dengan adanya ini, kekayaan masyarakat akan mampu terlihat secara faktual dan tanpa tabir.(11) Orientasi masyarakat yang “Ika” itu menjadikan ghirah akan saling menghormati dan menghargai dari setiap elemen masyarakat, tanpa peduli SARA dan tetap berada di garis “persaudaraan dan kesatuan”.(12)
          Semenjak adanya sebuah pertikaian antar golongan yang dikemudian hari berhasil membawa angin perusak bagi kesatuan Indonesia, sesanti bhinneka tunggal ika ini kian merosot. Isu-isu SARA kian deras mengancam kedaulatan NKRI. Seperti kata Syafruddin Budiman SIP, “Dis-integrasi bangsa bisa saja terjadi, kalau masyarakatnya senang singung-singgungan berbau SARA dan sedang negaranya membiarkan,”(13) Itu artinya, negara harus melembagakan program preventif, represif, dan persuasif, sebagai bentuk penanganan integral atas peristiwa konflik yang mengangkat SARA sebagai pijakan pokok. Kemudian, pemerintah juga dengan cakap menanggapi, bahwa “Pemerintah dan Pemerintah Daerah Wajib : ... mendukung dan mendorong upaya penghapusan diskriminasi ras dan etnis, dan menjamin aparatur negara dan lembaga-lembaga pemerintahan bertindak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”(14) Akan tetapi, jika konflik ini terlanjur terjadi, pemerintah dengan tegas menerapkan musyawarah untuk mufakat sebagai penanganan pasca-konflik.(15) Pada tempat yang lain, telah disebutkan “pendidikan dan pelatihan” sebagai bentuk upaya “peringatan dini” konflik yang mengancam itu.(16)
          Jika melihat “wilayah” dari konflik sosial ini, konflik SARA mencakup universal masyarakat yang plural. Dalam khasanah sosiologi Islam, SARA lebih populer disebut Ashabiyah, sebagaimana penjelasan John L Eposito, “Secara etimologis  ashabiyah berasal dari kata  ashaba yang berarti mengikat. Secara fungsional  ashabiyah menunjuk pada ikatan sosial budaya yang dapat digunakan untuk mengukur kekuatan kelompok sosial. Selain itu, ashabiyah juga dapat dipahami sebagai solidaritas sosial, dengan menekankan pada kesadaran, kepaduan dan persatuan kelompok.”(17) Ibnu Khaldun menempatkan istilah ashabiyah  menjadi dua pengertian. Pengertian pertama bermakna positif dengan menunjuk pada konsep persaudaraan (brotherhood). Dalam sejarah peradaban Islam konsep ini membentuk solidaritas sosial masyarakat Islam untuk saling bekerja sama, mengesampingkan kepentingan pribadi (self-interest), dan memenuhi kewajiban kepada sesama. Semangat ini kemudian mendorong terciptanya keselarasan sosial dan menjadi kekuatan yang sangat dahsyat dalam menopang kebangkitan dan kemajuan peradaban.
        Pengertian kedua bermakna negatif, yaitu menimbulkan kesetiaan dan fanatisme membuta yang tidak didasarkan pada aspek kebenaran. Konteks pengertian yang kedua inilah yang tidak dikehendaki dalam sistem pemerintahan Islam. Karena akan mengaburkan nilai-nilai kebenaran yang diusung dalam prinsip-prinsip agama.(18) Inilah “SARA” yang diharamkan oleh Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa salam. Dalam sebuah hadits disebutkan, مَن قَاتَلَ تَحْتَ رَايَةٍ عُمِّيَّةٍ يَدْعُو إِلَى عَصَبِيَّةٍ أَوْ يَغْضَبُ لِعَصَبِيَّةٍ فَقُتِلَ فَقِتْلَةٌ جَاهِلِيَّةٌ. “Barang siapa yang berperang dibawah bendera ketidak jelasan dan menyeru kepada kefanatikan atau marah karena fanatik kemudian terbunuh maka terbunuhnya adalah terbunuh secara jahiliyah."(19)
        Imam Nawawi menjelaskan tentang ar rawah ummiyah, Maknanya berperang tanpa pandangan dan pengetahuan karena ta’ashub(fanatisme) seperti perang jahiliah dan tidak mengetahui yang benar dari yang batil, melainkan ia marah karena ‘ashabiyah bukan karena menolong agama, dan ‘ashabiyah adalah menolong kaumnya di atas kezaliman.”(20)
        Konsep kebhinekaan dalam Islam, kita bisa lihat dalam sebuah hadits "Kaum Yahudi terpecah menjadi tujuh puluh satu atau tujuh puluh dua golongan. Sedangkan kaum Nashrani seperti itu juga. Dan umatku terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan."(21)  Kemudian, tiada jalan melainkan “semuanya akan masuk neraka kecuali satu golongan, yaitu Al Jama'ah."(22) Al jamaah yaitu, "Mereka adalah golongan yang atas mereka (meniru) aku dan para sahabatku.”(23)  ini sangat jelas seperti yang dilakukan oleh Muh. Yamin ketika menulis teks sumpah pemuda pada kongres II, 28 Oktober 1928(24) berbunyi, “ berbangsa satu, bangsa Indonesia.” Kemudian semangat persatuan yang fanatisme tanpa kenal kompromi inilah menjadikan dalil akan persatuan murni bangsa Indonesia.(25) Bahkan, persatuan itu terwujud dari “persatuan berbagai suku”, yang merupakan perwujudan rancangan Allah yang indah.(26) Sumpah pemuda itu juga menjadi senjata ampuh untuk melupakan fanatisme SARA dari berbagai wilayah di Indonesia. Di masa kemerdekaan, dengan jelas “Persatuan Indonesia” dirumuskan sebagai sila dari Pancasila. Demokrasi Terpimpin juga menjadi teladan akan usaha mempersatukan Indonesia.(27)
        Pemersatuan dan penolakan terhadap kekerasan sara juga telah dilakukan oleh Nabi saw selama berada di Madinah. Tercatat ada sebuah ayat, yang menurut salah satu riwayat ada beberapa masyarakat yang mengejek Bilal bin Abi Rabah ketika menjadi Muadzin bagi Rasulullah di kala Fathu Makkah(28) Lalu, turunlah ayat 13 dari QS Al Hujurat yang menjelaskan, tiada diskriminasi SARA kecuali karena ketaqwaannya. Dari ayat itu pula, ditegaskan dengan sebuah hadis yang amat jelas, َ
 إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ 
(29)
Kemudian dari penegasan itu, Rasulullah shalalahu alaihi wassalam bersabda : 'Janganlah kalian saling mendengki, saling memfitnah, saling membenci, dan saling memusuhi. Janganlah ada seseorang di antara kalian yang berjual beli sesuatu yang masih dalam penawaran muslim lainnya dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang saling bersaudara. Muslim yang satu dengan muslim yang lainnya adalah bersaudara tidak boleh menyakiti, merendahkan, ataupun menghina. Takwa itu ada di sini (Rasulullah menunjuk dadanya), Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. Seseorang telah dianggap berbuat jahat apabila ia menghina saudaranya sesama muslim. Muslim yang satu dengan yang Iainnya haram darahnya. hartanya, dan kehormatannya."(30) Di Madinah pula Kaum Muslimin di godok untuk membina ukhuwah Islamiyah yang tegas. Rasulullah shalallahu alaihi was salam bersabda : “Hendaklah kalian bersaudara dalam agama Allah, dua orang dua orang.”(31)
        Dalam pemerintah Indonesia, terdapat aturan bahwa pembedaan ras dan etnis akan mendapat hukuman 1 tahun penjara dan denda 100 juta rupiah. Adapun bila pembedaan itu menyudut pada kebencian, hukuman di perberat dengan 5 tahun penjara dan 500 juta rupiah denda.(32) Ini merujuk pada sebuah keterangan bahwa sikap “adil” secara sosial merupakan puncak takhsus dari Pancasila. Keadilan sosial merupakan perwujudan ruang yang khusus dari permusyawaratan, dan permusyawaratan ini tidak dapat di capai jika sara tidak di buang dari Persatuan Indonesia, persatuan ini juga tidak akan tercapai jika tiap Suku, Ras, Agama, dan golongan tidak memiliki sikap yang adil dan beradab. Seluruhnya itu bersumber, berakar, dan tidak dapat dipisahkan dari Sikap Keimananan Terhadap Tuhan YME(33).
         Sebagaimana kita ketahui, bahwa sikap “Persatuan Indonesia” bukan merujuk pada “satu rasa, satu warna, satu karsa” masyarakat, bukan merujuk pada “negara kesatuan” yang seragam, melainkan “kesatuan batin” untuk mengaku, menjaga, menempatkan “bangsa Indonesia” sebagai teritorial “tanah” bagi masyarakat Indonesia, bukan hanya untuk Islam, melainkan seluruh bentuk kepercayaan.(34) Maka jelaslah, bahwa sikap persatuan itu, adalah adanya sikap toleransi antar kelompok, ras, etnis dan suku, yang bersumber pada “Ketuhanan”, jika seorang mengaku, menyatakan bahwa ia menolak, membenci, dan menganggap suatu agama merupakan bentuk “kehinaan”, maka hukum berkata “diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”(35)
         Kartosoewiryo telah dieksekusi mati oleh Mahkamah Angkatan Darat RI pada September 1962, dengan alasan ia menancapkan ideologi selain persatuan Indonesia, yaitu berusaha memecah belah NKRI.(36) Abu Bakar ash Shidiq juga telah memerintahkan Khalid bin Walid untuk membunuh Musailamah al Kadzab yang berusaha memecah belah umat Islam dan berusaha mengambil Khalifah dari tangan Abu Bakar ra.(37)

Penutup
       Konsep ika dalam kebhinekaan dan ukhuwah Islamiyah menjadi semacam sepasang sepatu yang saling melengkapi. Persatuan Indonesia menjadi tembok penghalang bagi konflik SARA dan menjadikan hal itu tersisih dari persaingan politik. Begitu halnya, sikap ashabiyah yang hanya peduli pada kelompoknya sendiri, tiada tempat di dalam tatanan masyarakat Islam. Ukhuwah Islamiyah hanya gugur jika, “nyata-nyata” memusuhi Islam, kufur dan khianat pada syariat Islam. 


Footnote :
(1) Umar Surur. 2003. Konflik Sosial Bernuansa Agama di Indonesia. Jakarta : Departemen Agama Indonesia.
(2) Wirawan, I Wayan Ardhani. 2016. Konflik dan kekerasan Komunal. Yogyakarta : Deepublish. Hal 23.
(3) Dany  Haryanto,  S.S dan G.  Edwi  Nugroho,  S.S.,  M.A. 2011. Pengantar  Sosiologi Dasar. Jakarta : PT.  Prestasi Pustakarya. Hal.  113 
(4) Andito Suwignyo. 2012. Buruh Bergerak. Jakarta : Friedrich Ebert Stiftung. Hal. 27
(5) Indriyani Ma’rifah dan Ahmad Asroni. Berebut Ladang Dakwah Pada Masyarakat Muslim di Jawa. Jurnal Dakwah vol. XIV no. 2 tahun 2013. UIN Sunan Kalijaga. Hal. 222-223.
(6) Yusdani dan Imam Machali. Islam dan Globalisasi : Studi Atas Gerakan Ideologisasi Agama Majelis Tafsir Al-Quran di Yogyakarta. Jurnal Akademia vol. 20 no. 1 Januari – Juni 2015.
(7) Lihat dalam https://youtu.be/oQMxn-r0_hQ di upload pada 21 September 2015  yang berisi tentang argumen tahlilan. Juga dengan
(8) Empu Tantular menulis didalam Kakawin Sutasoma, pupuh 139, bait 5 : “Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wisma,  Bhinneki rakwa ring apan kena purwanosen. Mangkang jinatwa kelawan Siwatatwa. Bhinneka Tunggal Ika tan hana Dharma Mangrwa.” lihat Sultan Hamengkubuwono X. 2007. Merajut Kembali Indonesia kita. Jakarta : Gramedia. Hal. 82
(9) Lihat Jimmy B. Oentoro. 2010. Indonesia Satu, Indonesia Beda, Indonesia Bisa. Jakarta : Gramedia. Hal. 113
(10) Lihat Ramlan Surbakti. Tt. Memahami Ilmu Politik. Jakarta : Grasindo. Hal. 46
(11) Lihat Sholehuddin. 2007. Pkuralisme Agama dan Toleransi. Jakarta : Dirjen Mandiksarmen Kemendiknas. Hal. 3-5.
(12) Lihat L.  Dyson. 1980. Tiwah Upacara Kematian Pada Masyarakat Dayak Desa Ngaju. Jakarta : Kemenbud. Hal. 2
(13) Syafrudin Budiman SIP merupakan salah satu Eksponen Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM). Lihat https://www.beritalima.com/2016/08/31/amm-konflik-berbau-sara-ancaman-bagi-integrasi-bangsa/
(14) Lihat UU No. 40 tahun 2008. Bab IV, pasal 7, poin c.
(15)  Lihat UU No. 7 tahun 2012. Bab III, bagian ketiga, pasal 8 ayat 2. Juga pasal 9 poin  h. 
(16) Ibid. Pasal 11, poin c.
(17) Jhon L. Esposito (ed). 2001. Ensiklopedi Dunia Islam Modern, Jilid I. Bandung: Penerbit Mizan. Hal. 198. Dikutip dari Nurul Huda. 2008. Pemikiran Ibnu Khaldun tentang Ashabiyah. Surakarta : UMS, Jurnal SUHUF, Vol. 20, No. 1, Mei 2008. Hal. 44.
(18) Lihat Nurul Huda. Op.cit. hal. 44-45.
(19) Lihat Sunan An Nasa’i, kitab tahrimul Dam, bab Teguran bagi yang berperang Untuk Panji-Panji Fanatisme. No. 4114 dan 4115, juga No. 3984, Shahih Muslim, kitab Imarah, bab Waj
(21) Sunan Tirmidzi, kitab Iman, no. 2640, Sunan Abu Dawud kitab as sunnah no. 4596, Sunan Ibnu Majah kitab al Fitan no. 3991.
(22) Sunan Ibnu Majah kitab al Fitan no. 3993.
(23) Sunan At Tirmidzi, kitab al Iman no. 2641
(25) Lihat R. Moh. Ali. 2005. Pengantar Sejarah Indonesia. Yogyakarta : LKiS. Hal. 141.
(26) Jimmy B. Oentoro. Op.cit. hal. xl
(27) Lihat Ahmad Syafii Ma’arif. 1996. Islam dan Politik : teori Belah Bambu masa Demokrasi Terpimpin. Jakarta : Gema Insani. Hal. 119
(28) 
(29) Artinya : "Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa dan harta kalian, tetapi Allah melihat kepada hati dan amal kalian." Lihat  Shahih Muslim, kitab Birri. No. 2564, dengan sanadحَدَّثَنَا عَمْرٌو النَّاقِدُ حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ هِشَامٍ حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ بُرْقَانَ عَنْ يَزِيدَ بْنِ الْأَصَمِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ. Hadis ini, dapat diketahui disabdakan Nabi shalallahu alaihi was salam saat di Madinah, karena dari ke 5 perawi, mereka hidup di Madinah. Amru an Naqid, wafat di Madinah tahun 232 H, Katsir bin Hisyam wafat tahun 207 H, Ja’far bin Burqan wafat 130 H, Yazid bin al Ashlam wafat 103, dan Abu Hurairah wafat tahun 57 H. Semuanya para perawi yang hidup di Madinah al Munawarah.
(30) Shahih Muslim. Ibid. Dengan sanad حَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ أَحْمَدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ سَرْحٍ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ عَنْ أُسَامَةَ وَهُوَ ابْنُ زَيْدٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا سَعِيدٍ مَوْلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَامِرِ بْنِ كُرَيْزٍ يَقُولُ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُا
(31) Lihat Moenawar Chalil. 2001. Kelengkapan Tarikh Muhammad jilid 1. Jakarta : Gema Insani. Hal. 469
(32) Lihat UU No. 40 tahun 2008, bab VIII pasal 15-16.
(33) Lihat Suwarno. 1993. Pancasila Budaya Bangsa Indonesia. Yogyakarta : Kanisius. Hal. 87
(34) Lihat Moh. Mahfudz MD.  Mosi Integral Natsir dan Sistem Ketatanegaraan Kita. Disampaikan dalam Seminar Refleksi 58 Tahun Mosi Integral Natsir, “Merawat NKRI dan Menghempang Potensi Disintegrasi.” Unsoed Purwokerto, 9 Juli 2008. Dalam Bachtiar Chamsyah, dkk. 2008. 100 Tahun Mohammad Natsir : Berdamai Dengan Sejarah. Jakarta : Republika. Hal. 197.
(35) Lihat pasal 156 dan 156a, dari KUHP. 
(36) Lihat Tempo, vol. 32 issues 25-30, hal. 80.
(37) Lihat Musthafa Murad. 2007. Abu Bakar. Terj. Dedi Slamet Riyadi. Jakarta : Zaman. Hal. 192

Sabtu, 04 Maret 2017

Math Poin's.

Apa Yang Harus Dimengerti dari Matematika.

Oleh : arif_yusuf47@yahoo.co.id

          Berawal dari kejadian di dalam kelas saat kelas 9 di SMPN 1 Gesi, saya mulai sedikit terdorong untuk mempelajari Matematika. Suatu hari, saya mendapatkan kejadian sederhana namun penuh makna. Kala itu, seorang guru matematika mengajar dikelas saya (9B). Pada saat itu, sedang membahas  materi Bilangan Berpangkat. Guru (inisial S) tersebut menguji anak didiknya dengan pertanyaan, “berapakah nilai 20 ?”. Lalu dijawab oleh si murid “0”. Dengan seketika, guru itu tersenyum, dan saya juga ikut tersenyum mendengar jawaban itu. Si guru menambah “kalau 2×0 hasilnya berapa ?”, dijawab pula, “0”. Dengan seketika, saya merespon, “lha kok podo?” (kok sama ?). Yang kemudian diikuti oleh si guru juga dengan kata, “lha kok podo ?”. 
         Dari situ, saya mulai melihat beberapa teman saya, tentang skil yang mereka miliki daripada Matematika. Beberapa kesulitan memahami matematika menjadi momok primer untuk dapat lancar mempelajari Matematika. Davis E. V. Cooney memberikan gambaran besar bahwa  kesulitan pelajar dalam memahami Matematika adalah Memahami Konsep, Menerapkan Prinsip, dan Menyelesaikan masalah Verbal. Ini bukan saja menjadi semacam momok, namun sebagai penghalang besar bagi kemajuan karir siswa di masa depan. Sebab, dalam UU no. 20 tahun 2003, telah disebutkan tentang wajibnya siswa memahami Matematika.  Hal ini karena Matematika memang menjadi satu-satunya sumber penalaran deduktif yang terlepas dari konotasi emosional, sifatnya jelas, dan tentunya merupakan penyederhanaan gagasan yang hendak kita sampaikan.
              Kegagalan Matematika menjadi sebuah aib bagi para ahli teknisi. Sebab, ketika seorang hendak melakukan aktivitas apa pun, serasa hampa bila tiada Matematika disitu. Akan tetapi, satu dari beberapa dosa para siswa adalah menganggap Matematika sebagai sebuah bencana yang harus dihindari, bukan sebagai musuh yang harus dilawan atau sebagai sahabat untuk saling menjaga. Karena mindset itu sendirilah yang mengakibatkan pemahaman konsepsional dan prinsipial Matematika terhambat.  Bahkan dari basis awal, yaitu Aritemtika dasar seringkali salah dimengerti. Dari situlah, saya mencoba memberikan sedikit pemahaman dasar dari Aritmetika agar lebih mudah dan terarah dalam mengembangkan pemahaman konsep selanjutnya.
       Dalam beberapa tempat, saya sering menjumpai kesalahan prinsipial dan Konsepsional dari Matematika dasar, yaitu Aritmetika.  Berbicara tentang Aritmetika, tentu kita akan mengenal bilangan. Yaitu konsep simbolisasi kuantitas dari kehidupan. Dalam sejarahnya, Orang-orang Mesophotamia dan Babylonia telah mengembangkan sistem bilangan paling awal. Bilangan mereka dikenal dengan Sexagesimal. Kemudian, Yunani dan Romawi ikut terlibat setelah Phytaghoras, Thales dan Archimedes mengambil ilmu dari orang-orang Mesir. Pada awalnya bilangan ini disimbolkan dengan angka yang berupa angka-angka bilangan asli. Lalu kemudian, pada abad 11, Jabir al Khawarizmi menancapkan konsep bilangan nol dengan angka “0” sebagai simbolnya. 
Disini, saya tidak akan memberikan penjelasan bagaimana konsep bilangan itu, bagaimana tentang teori bilangan. Saya hanya menyinggung sedikit, dan kali ini, fokusnya adalah operasi aritmetika. Euclid, telah menjelaskan teorema Euclidan dalam operasi bilangan asli. Yaitu jika dua bilangan asli dicari FPB, maka Teorema Euclidan ini berlaku. Pemberlakuannya menyangkut konsep “Pembagian”, dalam operasi dasar Aritmetika. Bagaimana langkah kerja Teorema Euclidan ? Ia menjelaskan bahwa apabila bilangan m dan n adalah dua bilangan asli, maka nilai FPB adalah m = a. n + r   n = b . r + s. Misalnya, nilai FPB dari 84 dan 16. Maka, 84 = 5 . 16 + 4  16 = 4. 4 + 0. Nilai FPB ketemu di 4.
Namun, teorema ini sudah masuk lebih dalam, bukan lagi operasi dasar Aritmetika. Dari 84 dan 16, operasi dasar dari Aritmetika ialah 84 – 16 = 68. Atau 5 . 16 + 4. Angka ini didapat karena basisnya adalah penjumlahan. 16 + 68 = 84. Angka 68 ini bukan lah angka yang real, melainkan “simbolisasi” proses. Dalam Matematika Vektor, 68 ini merupakan perpindahan dari titik awal ke titik akhir, dengan satuan yang telah ditentukan. Dalam koordinat Cartesian, vektor bisa dilihat dari titik (x,y) dan (x’, y’). Jika misal (x,y) = (2, 6) dan (x’,y’) = (70, 6) maka perpindahan titik a adalah ( x’ – x, y’-y) = ( 70 – 2, 6-6) = (68, 0) 
          Ketika mempelajari hal ini, kita tentu akan mengenal Diophantus (250-200 SM). Ia telah menjelaskan bagaimana cara kerja Aritmetika sebagai langkah awal dari semua kerjaan Matematika. Karena memang tidak ada hukum Matematika yaang tidak membutuhkan Operasi Aritmetika. Dalam cara kerjanya, misal ada 2 + 4 = 6 menunjukkan makna yang dalam. Angka 2, merupakan “titik awal” dari sebuah nilai, kemudian, angka 4 bukanlah nilai yang sesungguhnya melainkan hanya simbol untuk menjelaskan “aksi” dari perubahan nilai tersebut. Operasi tersebut menandakan pelambangan dari sebuah gagasan, “suatu nilai memiliki besar dua, kemudian ia berpindah dari nilai tersebut sebanyak empat kali besarnya nilai, dengan nilai satuan yang sama besar dengan nilai awal.” Jika dijelaskan dengan nomor (urutan angka), maka angka 2 merupakan nomor, dan 4 bukanlah nomor, melainkan nilai perubahan/perpindahan. 
         Operasi ini merupakan kegiatan paling dasar dari Aritmetika, kemudian ada sistem multiply (perkalian). Sistem ini merupakan sistem pertambahan “ruang dua dimensi”, yang dikembangkan dari “perpindahan posisi”. Misalnya, suatu “bentuk”, memiliki luas x, kemudian dibesarkan menjadi 3x. Bentuk akhir, didapat dari perpindahan titik dari sisinya dengan sistem langkah pertambahan. Akan tetapi, luas “bentuk” akhir inilah yang kemudian mengilhami sistem perkalian, yaitu kelipatan dari bentuk awal. Kelipatan ini bisa dikembangkan dari sistem perpindahan posisi. Misal, 3 × 2 = 3 + 3, nilai tersebut sama, akan tetapi berbeda pada cara kerja dan pemahaman. Jumlah bagian dari sisi pertambahan, memiliki besar sesuai “nilai kelipatan”, yaitu peubah dari nilai 3. 
Pasca perkalian, ada sebuah bentuk lagi berupa “pangkat eksponen”. Sistem ini lebih kompleks dari perkalian. Sebab, dalam penentuan nilai akhir, pangkat eksponen memiliki pemahaman “geometri” atau “ruang”. Kita ambil misalnya 32 = 3 × 3 = 3 + 3 + 3, kita bisa lihat bahwa angka pangkat, menandakan jumlah bagian dari sistem kelipatan, dan kemudian berlipat lagi pada sistem operasi pertambahan. Jika an maka jumlah angka a x a...sebanyak n kali, dan a + a sebanyak kelipatan a x a. Misal, 33 = 3 × 3 × 3 = 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3. Kita bisa lihat, bahwa jumlah angka pada sistem pertambahan sebanyak 3 × 3. Maka jelas, bahwa sistem ini menyederhanakan begitu kompleksnya sistem dasar matematika. 
Dari sistem aritmetika inilah kemudian kita bisa melihat bahwa selalu ada pengembangan dan keterkaitan antar semua sistem yang ada. Bermula dari aritmetika, bermunculan konsep-konsep lain seperti aljabar, geometri, trigonometri, statistika, kalkulus, dan lainnya. Dari setiap gagasan itu, selalu ada “pijakan” dasar yang mengawali pengerjaan. Maka tak heran jika Matematika memang sebuah ilmu sistematis. Butuh sebuah pengembangan lebih lanjut mengenai hal ini, apabila hendak menemukan perumusan baru. Seperti hal lain, dalam pembahasan Logaritma. Kita tak bisa melupakan Pangkat Eksponen dalam persoalan Logaritma. Karena memang begitu koheren antar bagian, maka jelaslah bahwa Matematika menjadi satu kesatuan yang amat kompleks. 
           Maka, dengan sedikit pembahasan itu, sangat apik jika kita mampu memahami bahwa “Matematika harus struktural dan sistematis sesuai prosedural urutan.” Seperti contohnya, penyelesaian f(x) = ax2 + bx + c. Kita bisa menyelesaikan dengan cara (nx + α) (mx + β). Jika di jabarkan lagi, menjadi n.m = a, n.β + mα = b, dan  α.β = c. Satu pemahaman, urutan inilah yang seharusnya dimengerti, arah dari perjalanan, titik awal sampai tujuan itulah yang seharusnya dimengerti. Jika mampu memahami ini, jelaslah, tiada kesulitan bagi setiap siswa.


Daftar Pustaka

Abdurrahman, Muhammad. 2003. Pendidikan  Bagi  Anak  Berkesulitan  Belajar.  Jakarta  :  PT.  Rineka  Cipta.
Chairani, Zahra. 16. Metakognisi Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika. Yogyakarta : Deepublish.
Iskandar, Bayu. 2013. PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA        MELALUI PROBLEM BASED LEARNING. Skripsi disajikan sebagai  salah satu syarat dalam memperoleh gelar   Sarjana  Pendidikan  Sekolah Dasar. Universitas Negeri Semarang.
Prasetyawan, Dwi Galih. 2016. DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV  SD  NEGERI  CONGKRANG  1  MUNTILAN MAGELANG. Skripsi, Diajukan kepada  Fakultas  Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta   untuk  Memenuhi Sebagian Persyaratan   guna  Memperoleh  Gelar  Sarjana  Pendidikan. 
Zulfikar. 2014. Manajemen Riset dengan Pendekatan Komputasi statistika. Yogyakarta : Deepublish.

Minggu, 26 Februari 2017

AKSI BELA ISLAM

Menyingkap Basis Primer Pembelaan Umat Islam 
Terhadap Agamanya Beserta Kritik Terhadapnya.

Arif Yusuf
Email : arif_yusuf47@yahoo.co.id


Abstract

Rampant events Struggle Muslims in the Middle East and Indonesiain the early 21st century is reaping conflict in stark contrast. There are some groups that articulates with the "war" against the oppression of Islam, and there are also other groups strongly criticized it and reject that kind of attitude. Our discussion this we mean to see universal basis of the Islamic fighters, to perform "jihad," and the main base of the critics. With so much happening on the contrasts between Muslims themselves. Our records indicate that intra-religious tolerance takes precedence over tolerance between Muslims themselves. It is able to prove that such an attitude is no noticeable difference from Sahabat Nabi shalallahu alaihi wa salam and the scholars of the Salaf that shows the attitude of brotherhood although they differ. Two "thinking" this contradictory have their own reasons. For the "defenders of Islam", verse 7 of Surah Muhammad became the main base, with "obligation to defend Allah azza wa jalla." Then for the "Connoisseurs of Islam", peace and comfort to practice Islam made them did not bother to do the right radical movements. Due to a hadith, "Islam is easy, and it's not a difficult, but will be defeated by his religion."


Keywords ; al 'Unf, asy Syida'u alaal Kufar, jihad al Daf', Amar Ma'ruf nahi munkar, at Turats.



Pendahuluan

Akhir tahun 2016 ini, kaum muslimin Indonesia dibuat geger dengan 3 aksi “unjuk rasa” yang luar biasa. Diawali dengan personel sekitar 5000 orang pada Jum’at, 14 Oktober 2016 dengan aksi “long march” dari Istiqlal menuju Balaikota.(1) Kemudian, 3 minggu berlalu, di lakukan aksi lanjutan juga pada hari Jum’at, 4 November yang dihadiri sekitar 2,3 juta orang melakukan long march dari Istiqlal menuju Istana Negara.(2) Aksi Bela Islam jilid II ini dinilai oleh Komnas HAM sebagai demo paling bermartabat pascareformasi, karena tak ada kericuhan, tak ada bentrok, dan tak ada sampah sekalipun.(3) Tak cukup sampai disitu, aksi Bela Islam itu berlanjut sampai jilid III tepatnya pada Jumat, 2 Desember 2016, GNPF dan FPI menjadi lembaga paling bertanggungjawab atas pelaksanaannya. Habib Muhammad Rizieq Shihab dan Bachtiar Nashir adalah 2 tokoh gembong pendobrak aksi besar yang melibatkan sekitar 4 - 7 juta orang itu.(4) Dalam keadaan yang demikian, mengingatkan saya pada sebuah aksi gerakan  Syaikh Ahmad Yassin yang mendirikan Harakat Muqawamah Islamiyah (Hamas)(5) Ahmad Yassin merupakan seorang orator ulung yang pernah mengenyam pendidikan di Universitas Ain Syam, Kairo, Mesir. Awak tahun 1980an, dia mendirikan Mujtama’ al Islami, yang membuat geram pemerintah Israel. Lalu ia ditangkap dan dipernjara 3 tahun pada tahun 1982. Seusai menjalani masa hukuman, dia mendirikan Hamas bersama Abdul Aziz ar Rantisi dan Khalid Meshal. Yang membuatnya dipenjara lagi selama 8 tahun (1989-1997). Setelah bebas kedua ini,beliau kembali memimpin Palestina untuk melawan Israel selama 7 tahun (sampai wafat tahun 2004).
Dari apa yang kami lihat pada kedua sosok ini, kami menemukan satu gelombang yang sama namun berbeda pada media dan sarana. Syeikh Ahamad Yassin melakukan contructive conflict(6) dengan sarana kekuatan militer, namun Habib Rizieq lebih membawa pada sosial politik rekontruktif untuk menata masyarakat Islam. Ahmad Yasin dan Habib Rizieq adalah dua punggawa mujahid karena alasan keduanya sama, yaitu malo(7) yang didapatkan oleh masyarakat Islam. Perbedaan yang signifikan adalah Ahmad Yassin melakukannya untuk membebaskan Muslim dari jajahan fisik dan psikis, Riziq Shihab hanya melakukan perlawanan terhadap jajahan tsaqafah (ideologi). 
Kedua orang ini juga telah meninggalkan jejak yang teramat bersejarah bagi dunia internasional. Hamas membuat Dunia terkagum karena begitu kuatnya dalam bertahan. Serangan memborbardir dari Israel yang disebut telah menlanggar Konvensi Jenewa,(8) tak membuat gentar sedikitpun pasukan Hamas. Bahkan, Brigadir Golan (petinggi Militer Israel) mengaku takjub atas keajaiban dari pasukan Hamas(9). Begitu pula dengan apa yang terjadi pada Habib Muhammad Riziq Shihab. Pada aksi Bela Islam II 4/11, ia dan para pengunjuk rasa di jejali gas air mata dan peluru karet yang ditembakkan ke kerumunan secara langsung. “ Ini kejahatan kemanusiaan yang amat berat, karena genosida terhadap umat islam..” tutur Riziq(10). Selain dari itu, Syeikh Ahmad Yassin juga dikenal sebagai lelaki lumpuh yang brillian dengan kemampuan wawasannya yang mencakup berbagai disiplin ilmu.(11)  Habib Riziq pun sangat brilian dengan mengupas “Pengaruh Pancasila terhadap Penerapan Syariah Islam di Indonesia.” (12)
Dari bagian “jihad dan sikap asy syida’u alaal kufar” dari kedua tokoh ini telah menuai kritik tajam dari berbagai kalangan, baik umat Islam sendiri, maupun non muslim(13). Ada yang menyebut, sikap kedua tokoh ini akan berujung pada violence, sedangkan Islam melarang kekerasan dan menentang penguasa(14). Dengan nada seperti ini, diantara kalangan yang seringkali mengkritik Habib Riziq adalah para kiayi Nahdlatul Ulama’, meskipun tidak secara utlak, namun kami mendapatkan dari berbagai sumber, nilai itu mayor. Akan tetapi, ada pula yang bahkan menjelaskan, “NU amar ma’ruf, FPI nahi munkar.”(15)
Dari kisah kedua tokoh ini, kami juga belajar penuh pada Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah, yang bertahun-tahun dengan lantang berani menentang Khalifah Al Ma’mun, yang mengeluarkan maklumat akan kemakhlukan al Quran, Imam Ahmad berani melanggar dan tidak mengakui maklumat dari khalifah. Lalu dia dihukum oenjara dan cambuk ratusan kali mulai dari tahun 218 H sampai masa Al Mu’tashim lalu Al Watsiq sampai berakhir di tahun 232, setelah kehadiran al Mutawakil. (16) Lalu, apakah pihak penentang penguasa, dan melakukan aksi untuk “nahi munkar” atau “jihad” ini benar-benar bertentangan dengan ajaran Islam yang rahmatan ? Agama Islam yang damai ? 
Dari pendahuluan yang kami sampaikan inilah kami akan mencoba sedikit membahas bagaimana sejarah Islam menyikapi dua kelompok ini ? Bagaimana solusi Islam atas konflik yang terjadi didalam masyarakat ? Apakah amar ma’ruf nahi munkar mampu mengatasi konflik itu ?


Pembahasan

1. Muhammad Rasulullah asy Syida'u alaal kufar.

Muhammad bin Abdullah (570-632 M) merupakan tokoh sentral dalam Al Quran yang telah mendapat keagungan berupa, “akhlak yang mulia”.(17) Karena kemuliaan ini berasal Al Quran dan risalah Allah azza wa jalla yang menyebutkan, “tidaklah kami mengutusmu, melainkan sebagai rahmah (kasih sayang) untuk Alam semesta.”(18) Tabiat rahmah dan kelemah lembutan Muhammad saw ini telah mengakar dalam hati yang terdalam sampai seolah tiada celah untuk dicabutnya. Kemudian setelah turun ayat 73 dari at Taubah,(19) Rasulullah saw yang dulunya sabar, kasih sayang, dan penuh rahmat, berubah menjadi keras terhadap orang kafir.(20) Akan tetapi, satu hal yang perlu diperhatikan ialah “al wala hanya untuk orang mu’min”.(21) Yaitu apabila menyangkut Aqidah dan syariah Islam, Muhammad saw tidak pandang bulu, sangat keras dan tegas kepada orang non Muslim. Sedangkan untuk moralitas, Muhammad saw tetap menjunjung tinggi nilai-nilai “akhlakul Kariimah sebagai bekal utamanya dalam kehidupan sosial.(22)
Ketika berbicara mengenai sikap keras ini, Rasulullah saw bersikap keras apabila Aqidah dan Syiar Islam disentuh oleh orang kafir. Muhammad shalallahu alaihi wa salam tidak mau kompromi dan dengan tegas akan memerangi jika mereka mencoba mengusik Aqidah Islam(23) Perang yang akan dilakukan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bukanlah perang untuk menegasikan (ilgha’) orang kafir, akan tetapi untuk menuntut perlakuan yang sama kepada umat Islam. Jika Islam melindungi dan menyayangi orang kafir, selagi mereka tidak mengganggu, maka Islam juga berhak mendapatkan hal serupa asalkan Islam tidak mengganggu. Ayat 73 dari At Taunah juga bukan memberi “keharusan” untuk memerangi orang lafir secara mutlak, melainkan informasi, batasan-batasan dan hukum yang memberi peringatan agar berhati-hati.(24)
Banyak orang yang menyebut bahwa Habib Riziq dan orang-orang yang seperti dia tidaklah mencerminkan Islam yang rahmatan lil alamin. Said Aqil Siraj, Ulil Abshar Abdala, dan kawan-kawannya dari JIL bahkan dengan gamblang menyebut, “ambil Islamnya, buang Arabnya.” Juga perkataan yang lain, “Orang berjenggot itu mengurangi kecerdasan...semakin panjang, semakin goblok.” Ada pula, “...berbeda dengan Islam Arab yang selalu konflik dan perang antar saudara.”(25) Sedangkan mereka justru mengidolakan para tokoh-tokoh “intelektual” Islam seperti Gus Dur, Nurcholis Madjid, dan lain-lain yang bahkan tidak dikenal berafiliasi kepada fiqih dan syariah. Mereka lebih condong pada tsaqafah Islamiyah yang dicampur adukkan dengan konsep Ideologi Barat. Mereka-mereka ini amat jauh dari Rasulullah saw yang amat lemah lembut dan akhlakul kariimah, tapi amat garang ketika berada di medan perang.(26) Muhammad shalallahu alaihi wa salam juga dengan gagah menentang Abu Jahal dalam setiap kehidupan.(27) Bahkan, Rasulullah shalallahu alaihi wa salam pun sangat tegas dan keras kepada umat Islam sendiri jika ia berbuat kesalahan. Sebagaimana terjadi pada Ka’ab bin Malik dan dua orang lainnya pada Perang Tabuk, lalu Rasulullah shalallahu alaihi wa salam menghukum dengan mendiamkannya selama 50 hari.(28)

Dari sikap Nabi Shalallahu alaihi wa salam ini, kami mengingat sebuah hadits, “"Datang seseorang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu bertanya: "Tunjukkan kepadaku suatu amal yang dapat menyamai jihad?" Beliau menjawab: "Aku tidak menemukannya ".Beliau melanjutkan: "Apakah kamu sanggup jika seorang mujahid keluar berjihad sedangkan kamu masuk ke dalam masjidmu lalu kamu tegakkan ibadah tanpa henti dan kamu berpuasa tanpa berbuka?" Orang itu berkata: "Mana ada orang yang sanggup berbuat begitu".(29) Hal ini menunjukkan bahwa sikap “asy syida’u alaal kufar” merupakan suatu keharusan yang dimiliki seorang mujahid. Karena apabila ia tidak “tegas dan keras”, jihad yang mereka lakukan akan mengurangi cahaya Islam dan ketakutan dari para musuhnya, yaitu orang-orang yang terhasut oleh Syaithan.(30) Yang dengan demikian, Firman Allah azza wa jalla tidak dapat di pegang lagi  yaitu :
 سَنُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا الرُّعْبَ بِمَا أَشْرَكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَاناً
“Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa takut/gentar (menghadapi orang-orang beriman), disebabkan mereka mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak menurunkan keterangan tentang itu.” (QS. Ali ‘Imraan: 151).
Alasan umat Islam diperintahkan keras ini juga untuk mengurangi sisi berbaurnya umat Islam dan selain Islam, agar identitas Islam terjaga.(31) Selain itu, jika umat Islam meninggalkan jihad dengan keras dan tegas ini, kehinaan juga akan hadir pada Umat Islam.(32) Maka jelaslah, sikap a’izatul alaal kafiriin dan asy syida’u alaal kufar dijadikan alat “jihad ad daf’” yaitu jihad guna menghalau apabila musuh Islam mencoba mengganggu kenyamanan Muslim, mencoba merusak keamanan, mengancam umat Islam, menindas Aqidah, dan membuat fitnah agama.(33) Ketika keadaan ini hadir, Allah mewajibkan “ Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” (QS al Maaidah : 54)
Ayat ini merupakan penegasan ulang kepada Umat Islam yang benar-benar beriman agar tidak melakukan apa yang dilarang pada ayat 51 dan 52 dari surah yang sama. Karena seyogyanya seorang yang iman itu bersikap keras kepada orang kafir melebihi sikap kerasnya pada ahlu maksiat dari umat ini (umat Islam). Hal itu disebabkan kekufurannya kepada Allah azza wa jalla.(34)

2. Antara Jihad, al 'Unf, al Ghazwah, as Sariyyah, al Harb, Al Qitaal, dan al Irhab.

Al Jihad, adalah sebuah istilah yang menjadi problem besar bagi kalangan awam. Jihad, seringkali diindikasikan pada al ‘Unf (kekerasan), Harb (perang), ghazwah (pertempuran), sariyah (ekspedisi ke dalam wilayah musuh), qital (peperangan), dan Irhab (terorisme). Sejatinya, al jihad tidak sama seperti semua istilah itu.(35) Ahmad asy Sya’labi, menjelaskan bahwa keadaan orang awam sering tidak bisa memperhatikan ketepatan istilah dengan fakta lapangan dan teori. Al ghazwah sering tertukar dengan as sariyyah.(36) Kata al Jihad, al Harb, al ghazwah dan as sariyyah, memiliki konteks yang serumpun, yaitu penyerangan terhadap musuh.(37) Akan tetapi, pemaknaan dari setiap kata memiliki perbedaan, dan secara mayor, objek dari aktifitas itu juga berbeda, yakni musuh dalam agama dan musuh kenegaraan. Dalam hal urusan keagamaan, istilah yang paling pantas ialah al jihad. Sedangkan al qital, al harb, al ghazwah, as sariyyah, al Jaisy, al askariyah, dan al jund menjadi sebuah istilah dalam as siyasah, yaitu ketatanegaraan. 
Perbedaan yang amat jelas mengenai teori dan pemahaman manusia ialah pada irhab. Ketika seorang pengamat menyudutkan Muslim melakukan irhab ialah menakut-nakuti kelompok orang dengan kekuatan agar memberi kesan ancaman. Ini seperti pengertian terorisme yang dikenal masyarakat, dan telah dilembagakan seperti tertulis dalam UU No 1 tahun 2002, “terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban serta merupakan salah satu ancaman serius terhadap kedaulatan setiap negara, karena terorisme sudah merupakan kejahatan yang bersifat internasional yang menimbulkan bahaya terhadap keamanan, perdamaian dunia serta merugikan kesejahteraan masyarakat sehingga perlu dilakukan pemberantasan secara berencana dan berkesinambungan sehingga hak asasi orang banyak dapat dilindungi dan dijunjung tinggi”.(38) Namun sebenarnya al irhab bukanlah al jihad penyerangan (jihad at thalab), melainkan al jihad al daf’ (jihad perlawanan) sebagai tindakan preventif sebelum terjadi penyerangan dari pihak musuh.(39) Bagi kalangan difa’iyyah, tidak ada kata jihad menyerang kecuali bila ia diserang, baik dirumah maupun di negeri sendiri.
Ahmad Yasin, telah menjadi contoh yang agung atas jihad daf’ ini. Ia melawan, dan mempertahankan kehormatan, harga diri, harta dan agamanya. Maka, seperti janji Allah azza wa jalla dan Rasul-Nya, ia telah mati syahid.(40) Habib Riziq juga mengambil jalur yang senada dengan alasan bahwa Agamanya telah dihinakan. Maka ia sangat dianjurkan untuk melawan, karena membela harta, kehormatan, dan agama merupakan suatu keharusan bagi seorang Muslim. Barangkali, al Qital merupakan cara yang diperbolehkan apabila, mereka dirampas, dan diserang.(41) Maka disinilah letak problematik, kalangan pengamat Barat lebih condong melakukan demonologi Islam dengan menyudutkan konsep jihad hanya seputar al ‘unf. Karena memang kekerasan dalam rangka perlawanan, sebagai alternatif terakhir, sangat dianjurkan. Yaitu apabila tidak ada jalan yang lebih efektif dan efisien. (42)
Konsep jihad yang sering kali dipahami sebagai basis untuk melegalkan kekerasan dalam Islam memang telah berjalan terus menerus.(43) Maka diperlukan adanya pemahaman bagi para pelaku, yaitu umat Islam sendiri dan pembenahan sorotan publik. Karena isu publik bisa lebih mudah dicerna oleh masyarakat, daripada gagasan Islam tentang jihad. Dalam beberapa kasus, ditemukan bahwa jihad dengan semacam al ‘unf, al harb, al qital, merupakan sebuah gejala politik untuk bersaing dalam masyarakat. Maka konsep jihad ini diselewengkan oleh perintah politik.(44) Jihad dengan al unf, al Qital, al harb hanya dilakukan dalam bentuk jihad tubuh (fisik), adapun untuk jihad al daf’ dan jihad at thalab ini bisa pada lisan dan tangan. Dengan lisan yaitu penjelasan-penjelasan akan syariat Islam, dengan argumentasi, yaitu untuk mengalahkan para pengkritik Islam dan untuk melawan kebatilan. Dengan tangan (tubuh) yaitu dalam pertempuran. Semua itu wajib, jika mampu untuk dilakukan. (45)
Sedangkan dari sandaran ahli fiqih, jihad hukumnya fardhu kifayah dengan konsekuensi yang tegas. Yaitu apabila dalam kondisi tertentu, ada kaidah “ma laa yatimal wajiba fahuwa wajib”, kondisi kifai ini bisa berubah seketika menjadi ‘aini. Ini adalah pendapat mayoritas ulama ahlu fiqih dan ahli hadits seperti Syafi’i, Maliki, Ibnu Mubarak, Ibnu Taimiyah, Al Iraqi, Ibnu Qayyim, Ibnu Qudamah, Ibnu Hajar dan banyak yang lainya.(46) Jihad yang dimaksud yaitu jihad jiwa, jihad harta, jihad hati, dan jihad tangan. Untuk jihad tangan, asalnya kifai, yaitu hanya orang-orang yang mampu dan berkenan melakukannya, apabila tidak ada sekelompok pun, maka berdosa seluruh umat.
Penjelasan jihad tangan ini bukan merujuk pada al unf, al qitaal, al harb, dan yang selainnya, melainkan jihad al daf’, yang apabila lawan menyerang dengan kezaliman, wajib untuk melakukan kegiatan itu. Apabila musuh tiada berbuat kezaliman, yaitu dengan pijakan “lana a’maluna walakum a’malakum”, maka terlarang bagi umat Islam untuk melakukan penyerangan kepada orang non-Islam(47). Kesalahan persepsi juga berada dalam pandangan bahwa amaliyah istisyhad adalah bagian terpenting dari jihad. Ada sebagian sekte yang menganggap bom bunuh diri, sengaja menyerang musuh, sengaja masuk ke wilayah musuh, yang semuanya bertujuan untuk mencari syahid, mak hal ini menjadi haram. (48).

3. Batasan 'Adilatil alaal Mu'min dan A'izah alaal Kufar.

Allah azza wa jalla telah menyandingkan kata ‘adilati alaal mu’minin wa a’izatu alaal kafiriin setelah kalimat “Wahai orang-orang beriman, barangsiapa diantara kalian murtad”.(49) Maka jelaslah bahwa sikap orang yang seperti ini, adalah musuh bagi murtadiin. Orang-orang murtad, menjadi sasaran utama atas sikap keras ini, mengapa ? Karena mereka telah menjadi apa yang diisyaratkan Allah azza wa jalla, dalam ayat 1-8 QS al Munafiqun. Yaitu hati yang terkunci karena meninggalkan keimanan, menuju pengingkaran (kufur). Merekalah orang-orang yang akan mendapat siksaan yang pedih, yaitu karena memilih berlindung pada orang kafir, bukan pada Allah dan Rasul-Nya beserta seluruh jamaah kaum Muslimin. (50)
Sikap ‘adilatil alaal mu’minin adalah sebuah sikap dimana umat Islam merasakan bahwa mereka seperti satu tubuh,(51) saling menyayangi,(52) menjaga harta dan kehormatan muslim lain,(53) dan saling bergandengan membentuk suatu jamaah yang kokoh.(54) Sikap saling kritik menjadi sebuah wacana yang wajar, selagi masih dalam koridor bukan menyerang harta, dan kehormatan kaum muslimin, atau bahkan takfiri(55)  dan membunuh kaum muslimin.(56) Akan tetapi, apabila terjadi perselisihan, kita bisa melihat sikap Nabi shalallahu alaihi wasalam, saat Abu Bakar ra dan Umar ra berselisih akan waktu sholat witir, maka Rasulullah menyebut bahwa Abu Bakar adalah orang yang teguh atas kehati-hatiannya, dan Umar adalah orang yang kuat. (57)
Rasulullah shalallahu alaihi was salam juga memberikan teladan akan sikapnya yang keras dan tegas atas rayuan dan bujukan Abu Lahab.(58) Beliau shalallahu alaihi wa salam juga pernah dengan tegas menolak anjuran pamannya, Abu Thalib untuk tidak menegaskan dakwah Islam nya. Maka di balas tegas, “andaikan mereka mampu mendatangkan matahari di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku. Niscaya aku tidak akan menghentikan dakwah ini.”(59) Sikap ini menandakan bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wa salam amat tegas dan keras dalam mengemban tugas sebagai pendakwah Agama Islam. 
Dalam tradisionalisme Islam (at Turats), kedudukan peta sejarah Islam menjadi sebuah kebanggaan. Seperti perkataan Imam Muslim, “Wajib bagi setiap Muslim untuk mengetahui ini (ilmu rijal, jarh wat ta’dhil”, dan keotentikan hadits Nabi shalallahu alaihi wassalam).”(60) Hal ini menandakan betapa pentingnya data yang valid dalam sejarah. Tidak mungkin beliau mengatakan demikian kecuali bila Tradisionalisme yang berasal dari Nabi saw tidak diperhitungkan. Kemudian, dikembangkan Islam kontemporer untuk menunjang kelestarian antara turats, tajdid, dan hadatsah dalam sebuah intigritas murni. Berbeda dengan pemikiran Islam tradisional yang melihat modernitas sebagai semacam dunia lain, dan berbeda pula dengan pemikiran Islam modernis yang menggilas tradisi demi pembaharuan, pemikiran Islam kontemporer melihat bahwa  turâts  adalah prestasi sejarah, sementara  hadâtsah  adalah realitas sejarah. Maka tidak bisa menekan  turâts  apalagi menafikannya hanya demi pembaharuan; rasionalisasi atau modernisasi sebagaimana perspektif modernis selama ini.(61)
Mengapa diperlukan kebanggaan terhadap sejarah Islam tradisional ? Karena sikap “a’izah alaal kafiriin” dalam dunia Islam modern, lebih tepat menggambarkan dialektika Islam dan dunia Barat. Dunia Barat, baik saat masa Rasulullah shalallahu alaihi wa salam, sampai hari ini, menjadi sebuah identitas proton dan elektron. Yang tak pernah bisa bersatu dan selalu menimbulkan reaksi yang kontradiktif. Sikap dan keinginan orang Barat, untuk membaratkan umat Islam. Yaitu menerima konsep pemikiran barat, menanamkan pendidikan jiwa oraang Barat, sehingga kaum Muslimin menjadi kering akan nilai-nilai Islami.(62) Hal seperti kata Huntington bahwa peradaban besar yang masih eksis beberapa waktu lamanya hannyalah Islam, yang berpotensi mengguncang dunia Barat. (63)
Huntington juga memahami bahwa Islam menganggap Barat sebagai musuh, dan kemudian dipertegas oleh M. Sid Ahmed, bahwa telah terjadi benturan keras antar peradaban, yaitu Judeo-Kristen Barat dan Kebangkitan Islam. Ini bukan saja konflik antar agama, melainkan antar peradaban.(64) Sehingga jelas, bahwa sikap a’izah itu hanya diperuntukkan bagi kalangan non Muslim yang berusaha menempatkan Islam sebagai ancaman. Bukan secara mutlak semua orang kufur. Sebab, orang kafir yang dzimii, dan mendapat jaminan keamanan, wajib untuk di jaga hidup dan kehidupannya. (65) Sehingga ketika seorang non Muslim tidak mengganggu kehidupan, baik syariat, akidah, maupun tsaqafah Islamiyah, tidak ada dakwaan untuk menyikapi mereka, kecuali nasehat dan dakwah dengan tujuan mengajak kepada satu kategori yang sama, yaitu kalimat yang tiada berselisih bahwa “tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah azza wa jalla”.
Adapun bila mereka enggan, jelas bahwa anjuran Allah ta’ala agar membalas jika mereka menghardik atau menyiksa, dengan balasan yang setimpal. Akan tetapi, bersabar lebih baik. Ketika mereka melakukan itu, kesabaran dan keyakinan akan pertolongan Allah ta’alaa akan membawa umat Islam menjadi muttaqiin al muhsiniin.(66)


4. Antara 'Amr ma'ruf dan Nahi Munkar 

Pada poin ini, satu yang kami ingat, bahwa ada dua sisi dari Sahabat yang dijanjikan berada di Surga pasca maut menjemput. Satu nama berjuluk “saifullah” yang amat ganas ketika ikut bertempur dalam perang Uhud dan mengalahkan Umat Islam.(67) Kemudian, ia masuk Islam dan sangat teguh menjadi Panglima militer Islam kala itu. Perang Mu’tqh menjadi titik awal yang membawanya di sebut oleh Nabi shalallahu alaihi was salam sebagai “saifullah”.(68) Selain Khalid, ada pula Hudzaifah al Yaman yang justru bertanya kepada Nabi shalallahu alaihi was salam tentang “keburukan”, karena ia takut untuk tertimpa.(69) Sikap ini tiada lain karena Hudzaifah mengambil pilihan melihat “nahi munkar”, daripada “amar ma’ruf”. Karena jelas, ia memilih melihat keburukan yang akan terjadi. Selain dua orang ini, tentu, kita melihat sesosok Umar bin Al Khaththab yang begitu ganas dengan kekuatannya. Suatu hari, ia pernah memukul bertubi-tubi orang yang berbincang-bincang setelah isya’.(70)
Di lain pihak, kita tentu akan mampu melihat bagaimana seorang yang tiada kaya, tiada punya kekuatan lebih, tiada punya ketampanan lebih, dan tiada punya skill organisir para mujahidin, tetap dijanjikan surga oleh Allah azza wa jalla.(71)  Dialah Bilal bin Rabbah al Habasyi, seorang anak budak yang hitam dari negeri Habasyah.(72) Sebagaimana kita ketahui, bahwa Fadhilah adzan sangatlah agung, yang seandainya manusia tahu, mereka akan berlomba mengumandangkannya,(73) diantaranya, Syetan akan lari terbirit-birit mendengarnya,(74)  muadzin akan mendapat sanjungan dan ampunan dari sang Ilahi rabbi. (75) Dan masih banyak lagi. Lalu, ketika kita melihat apa yang dilakukan Bilal bin Rabbah sebagai muadzin Nabi shalallahu alaihi wasalam, maka tiada dusta bahwa dialah yang telah pertama mengajak berbuat baik (‘amar ma’ruf).(76)  Bilal telah menjalani sebagai pelaku amar ma’ruf yang penuh kesungguhan, akan tetapi, ia tiada terkenal sebagai pembantai kemaksiatan seperti yang dilakukan oleh “Singa” Saad bin Abi Waqqash, atau “Pedang Allah” Khalid bin Walid, dan Amirul Mukminin Umar bin al Khaththab ra.
Ini tentu sangat meruntuhkan perkataan Cak Nun, bahwa kita (orang Islam) masih sama-sama membaca “ihdinash Shiratal mustaqim”, berarti sampai hari dimana maut menjemput kita tidak boleh menghakimi orang lain. Karena sikap Umar yang begitu tegasnya, bukan dengan tujuan merasa “benar” dan paling suci, melainkan karena ketegasannya akan syariat dan tata aturan Islam yang di sempurnakan di jaman Muhammad shalallahu alaihi was salam. Demikian, jelas bahwa al amru bil ma’ruf wal nahyu anil munkar, tiada harus di praktiskan kedalam kehidupan, memilih satu diantara keduanya tiada hal yang menyimpang. Karena Allah tiada membebani suatu kewajiban jika diluar kemampuan hamba-Nya.(77)


Kesimpulan

Demikian telah kami sanpaikan beberapa bukti, bahwa Al Jihad adalah amalan tertinggi dari seorang hamba Allah ta’alaa. Apabila seorang hamba memilih berjihad dengan an nahtu anil munkar, bukan berarti dia dia berada dalam kemaksuman, melainkan kewajiban yang dia ambil untuk menanggung kewajiban seluruh kaum Muslimin. Jihad, tidaklah identik dengan kekerasan dan peperangan, yang utama ialah dengan nasehat dan mauizah khasanah. Apabila jihad dengan kelemah lembutan tiada berdampak baik, maka jihad dengan keras akan mampu menempati posisi keharusan. 
Jihad merupakan sikap aizah alal kafiriin yang wajib dilakukan sebagai balasan dari kaum kufar apabila mereka menyerang Islam. Apabila mereka menyerang, sikap asy syida’, perlu ditekankan dan bahkan al qitaal diperbolehkan jika harus. Ini diambil jika amar ma’ruf bin nashihah tiada berdampak jelas. Sikap mempertahankan kedudukan Islam, tiada akan berdampak besar jika tiada kekuatan dari Muslim. Kekuatan inilah yang akan menjaga tegaknya agama Islam dari Invansi kaum kufar, di samping amar ma’ruf dari tubuh Islam itu sendiri. Maka jelaslah, tiada kekeliruan bagi seorang mujahid bi nahyu anil munkar, juga bagi para penjaga Islam bil ‘amru bil ma’ruf.



Footnote :
6. Yaitu konflik yang berakibat pada suatu kondisi perubahan kearah yang lebih positif. Lihat pembahasan mengenai konflik ini pada Alo Liliweri. 2005. Prasangka dan Konflik. Yogyakarta : LKiS. Hal 290-291.  Kami menyebut demikian karena pada dasarnya, baik Riziq maupun Yassin sama-sama bertujuan untuk menggalakkan perjuangan Islam menuju perbaikan umat. Yassin telah mengubah image Islam menjadi Islam yang kuat, anti malas, pantang menyerah dan tiada berpangku tangan. Sedangkan Riziq menyadarkan masyarakat Indonesia untuk tergugah bahwa tsaqafah Islamiyah mulai diancam oleh virus-virus Liberalisme, Sekulerisme, Materialisme, Pluralisme dan Pemurtadan. Sehingga, ketika Riziq melakukan gerakannya yang dimulai tahun 17 Agustus 1998, sering terjadi dialog-dialog yang teramat serius mengenai basis ideologi yang melanda umat Islam. http://laskarsyahadat.blogspot.co.id/2017/01/foto-habib-terharu-pada-umat-polisi.html?m=1 
7. Malo adalah perasaan terhina dan mendapat tekanan mental baik secara virtual maupun visual. Kata ini, digunakan oleh Wiyata (2013) sebagai “pemicu konflik” yang sering terjadi di masyarakat Madura. Lihat dalam A. Latief Wiyata. 2013. Mencari Madura. Jakarta : Bidik-Phronesis Publishing. Hal. xvii
8. Konvensi Jenewa merupakan hukum dasar dunia internasional yang mengatur tentang Hukum Humaniter, atau hukum Perang. Konvensi ini merupakan lanjutan dari Konvensi Den Haag tahun 1899 dan 1907. Lalu lahirlah Konvensi Jenewa I di tahun 1949, pasca Perang Dunia II. Konvensi itu terus disempurnakan sampai jilid IV pada tahun 1977.  Israel, telah melanggar setidaknya 6 Pasal dalam Hukum Perang tersebut. Lihat dalam https://sangprofesor.wordpress.com/2011/04/20/analisa-konflik-bersenjata-israel-palestinamengenang-hukum-humaniter-internasional/
10. http://wartakota.tribunnews.com/2016/11/06/berita-video-detik-detik-habib-rizieq-terkena-serangan-gas-air-mata lihat pula http://www.jabungonline.com/2016/11/tembakan-gas-air-mata-411-habib-rizieq.html?m=1 Fahri Hamzah mengatakan bahwa “jangankan massa, tentara yang menghalau massa pun banyak yang bergelimpangan.” Lalu disebut, perlakuan dari Polisi itu atas inisiatif Kapolda bersama para orang-orang yang sejalan dengannya, karena disebut “IPW mengataka bahwa ada miskomunikasi antara Kapolri dan Kapolda (Jakarta)... Kapolri melarang...namun Kapolda memerintahkan.”
12. Disertasi Habib Riziq Shihab pada Sarjana Syariah Bahagian II Universitas Malaya, Kuala Lumpur. Tahun 2012.
13. Banyak yang melakukan aksi “say war” kepada Riziq atas inisiatifnya melakukan aksi Bela Islam jilid 1 – 4. Diantara yang sangat populer adalah fatwa “tidak sah sholat Jum’at di jalan” dari Ketum PBNU, KH Said Aqil Siraj. Ia menyebutkan bahwa Madzab Maliki dan Syafii menyatakan tidak sahnya sholat itu. Lihat http://www.nu.or.id/post/read/73201/kiai-said-tegaskan-shalat-jumat-di-jalanan-tidak-sah Namun, anehnya, Komisi Fatwa MUI pusat mengeluarkan fatwa bahwa sholat itu sah. Lihat https://beritasepuluh.com/2016/11/30/fatwa-mui-shalat-jumat-di-jalan-sah/ bahkan ada yang mengeluarkan rujukan ilmiah, Komisi Fatwa MUI juga telah menguraikan akan rujukan yang diambil oleh Said Aqil Siraj dan Abdul Moqsith Ghozali, bahwa Al Majmu’ karya An Nawawi telah menuliskan hukum tidak sahnya sholat itu, lalu di bantah pada buku, juz, dan halaman yang sama, yaitu sah apabila di luar ruangan. Lihat https://beritasepuluh.com/2016/11/25/heboh-212-ketika-imam-an-nawawi-membolehkan-shalat-jumat-di-ruang-terbuka/ ini tentu menjadikan “pemicu surplus value” dari beberapa kalangan, bahwa sesuatu yang seharusnya menjadi haknya, dicoba untuk dirampas.
Ada pula dari Luthfie asy Syaukani yang menyebut “aksi bela Islam itu hanya tipu-tipu saja.” Lihat http://www.idnusa.com/2016/10/dedengkot-jil-pendukung-ahok-tuding.html?m=1 diakses pada 16 Februari 2017. Dan lebih banyak yang tidak kami sampaikan disini.
14. Banyak sekali kalangan asatidz dan da’i di Indonesia yang mengecam aksi “bughat” (perlawanan terhadap penguasa) adalah haram. Alasan mereka semua sama, “wajib mendengar dan taat kepada pemimpin, sekalipun ia tidak suka.” (HR Bukhari No. 7144, Muslim no. 1839,  Abu Dawud No. 2626, At Tirmidzi no. 1707, semuanya dari jalan Ubaidullah, dari Nafi’, dari Ibnu Umar ra)
15. Hal ini disebutkan oleh KH Luthfi Bashori (Pemimpin NU Garis Lurus) ketika berbicara dalam seminar “Radikaalismr dalam Islam” yang bertempat di Gedung Sekretariat PP Sidogiri Lt. 3, Kraton, Pasuruan. Lihat http://www.nugarislurus.com/2015/03/kh-lutfi-bashori-nu-amar-makruf-fpi-nahi-munkar.html
16. Mishbakhul Khair, Ahmad Faisal. (Ed). 2008. Tanpa Ayah Tapi Sukses. Jakarta : Maghfirah Pustaka. Hal. 14-18.
17. QS Al Qalam : 4. Ibnu Katsir menjelaskan panjang lebar mengenai akhlak Nabi saw ini, dan diantara yang tegas ialah “فَإِنَّ خُلُقَ نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ الْقُرْآنَ” Sesungguhnya  akhlak Nabi saw adalah Al Quran. (HR Musslim, Kitab Shalatul Mufasirun, Bab Shalatul lail, hadits no. 746, dengan sanad “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna Al 'Anzi telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abu 'Adi dari Said dari Qatadah dari Zurarah, bahwa Sa'd bin Hisyam bin Amir...”
18. Qs Al Anbiya : 107 ayat ini didukung sepenuhnya deengan sebuah hadits, “Sesungguhnya aku adalah rahmat yang dihadiahkan (oleh Allah)” (HR. Al Bukhari dalam Al ‘Ilal Al Kabir 369, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman 2/596. Hadits ini di-shahih-kan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 490, juga dalam Shahih Al Jami’, 2345)  oleh beberapa kalangan, ayat ini dijadikan alasan untuk “adilatil alaal kafirin”, namun, pemahaman ini sangatlah keliru dan keluar jalur dari penafsiran Ath Thabari, Asy Syaukani, Al Qurthubiy, Ash Shabuni, Ibnu Katsir, Ibnul Qayyim, Al Maraghi, dll. Lihat http://muslim.or.id/1800-islam-rahmatan-lil-alamin.html dengan beberapa tambahan dari sumber lain. Lihat Ruwaifi bin Sulami. Islam Nusantara dan Rahmatan lil Alamin. Majalah Asy Syariah : No. 112/x/1437/2016 hal. 16-20
19. Pengampunan (At-Taubah):73 - Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah Jahanam. Dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya. 
20. Lihat Said Hawwa. 2003. Ar Rasul. Terj. Abdul Hayyie al Khatanni, dkk. Jakarta : Gema Insani. Hal. 88-89
21. Lihat Ahzami Sami’un Jazuli. 2006. Al Hijrah fil Quranul Kariim. Terj. Eko Yulianti. Jakarta : Gema Insani. Hal. 283-284.
22. Lihat Ar Rhaghib as Sirjani. 2014. Rahmah ar Rasul. Terj. M. Suri Sudahri. Jakarta : Pustaka al Kautsar. Hal. 29. Nabi shalallahu alaihi wa salam dan orang Islam juga diperintahkan untuk mengucap salam kepada orang yang dikenal maupun tidak (HR Bukhari no. 6323) dan salam kepada orang kafir itu dianjurkan dengan maksud bukan penghormatan, yaitu mendoakan semoga lepas dan diringankan azab, serta diberikan hidayah bagi mereka sebelum azab neraka menghampuri mereka. Lihat Ibnu Hajar al Asqalaniy. 1997. Fathul Bari’ Syarah Shahih Al Bukhari. Riyadh : Maktabah Darussalam. Ed. Indonesia. Terj. Ghazirqh Abdi Ummah. 2002. Jakarta : Pustaka Azzam. Jilid 1,hal. 64.
23. Lihat Ahmad Yani. 2005. Materi Khotbah Jum’at. Jakarta : Al Qalam. Hal. 213
24. Lihat Muhammad Syahrur. 2003. Tirani Islam :  Geneologi Masyarakat dan Negara. Yogyakarta : LKiS. Hal. 414
25. Lihat Majalah Syariah. Op.cit. hal. 15 & 19.
26. Said Hawwa. Op.cit
27. Lihat Fuad Kauma. 2000. 50 Muljizat Rasulullah saw. Jakarta : Gema Insani. Hal. 67
28. Lihat Wendi Zarman. 2011. Ternyata mendidik Anak cara Rasulullah itu Mudah dan Efektif. Bandung : Ruang Kata. Hal. 183.lihat pula Nashiruddin Al Albani. 2002. Mukhtasar Shahihul Bukhari. Riyadh : Maktabah al Ma’arif. Ed. Indonesia. Ringkasan Shahih Bukhari II. Terj. Abdul Hayyie al kattani. Jakarta : Gema Insani. Hal. 223
29. Lihat Shahih Al Bukhari, Kitab jihad, bab fadhilah Jihad. Hadits no. 2785, dengan sanad حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ مَنْصُورٍ أَخْبَرَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا هَمَّامٌ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جُحَادَةَ قَالَ أَخْبَرَنِي أَبُو حَصِينٍ أَنَّ ذَكْوَانَ حَدَّثَهُ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ حَدَّثَهُ قَالَ
30. Sebuah hadits menjelaskan, “َ
 يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌوَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ

Artinya : “Hampir-hampir bangsa-bangsa memperebutkan kalian (umat Islam), layaknya memperebutkan makanan yang berada di mangkuk." Seorang laki-laki berkata, "Apakah kami waktu itu berjumlah sedikit?" beliau menjawab: "Bahkan jumlah kalian pada waktu itu sangat banyak, namun kalian seperti buih di genangan air. Sungguh Allah akan mencabut rasa takut (orang-orang kafir) kepada kalian,” (HR Abu Dawud, Kitab Al malahim, no. 4297, dengan sanad حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الدِّمَشْقِيُّ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ بَكْرٍ حَدَّثَنَا ابْنُ جَابِرٍ حَدَّثَنِي أَبُو عَبْدِ السَّلَامِ عَنْ ثَوْبَان. 
31. 
32. Rasulullah saw bersabda :  إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ
Artinya : “Jika kalian berjual beli secara cara 'inah, mengikuti ekor sapi, ridla dengan bercocok tanam dan meninggalkan jihad, maka Allah akan menguasakan kehinaan atas kalian. Allah tidak akan mencabutnya dari kalian hingga kalian kembali kepada agama kalian." (HR Abu Dawud, Kitab buyu’, no. 3462 dengan sanad َدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ الْمَهْرِيُّ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي حَيْوَةُ بْنُ شُرَيْحٍ ح و حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ مُسَافِرٍ التِّنِّيسِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَحْيَى الْبُرُلُّسِيُّ حَدَّثَنَا حَيْوَةُ بْنُ شُرَيْحٍ عَنْ إِسْحَقَ أَبِيالرَّحْمَنِ قَالَ سُلَيْمَانُ عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْخُرَاسَانِيِّ أَنَّ عَطَاءً الْخُرَاسَانِيَّ حَدَّثَهُ أَنَّ نَافِعًا حَدَّثَهُ عَنْ ابْنِ عُمَر قَالَسَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُول
33.. Lihat Al Qardhawiy. 2009. Fiqh Jihad. Kairo : Maktabah Wahbah. Edisi Indonesia terj. Irfqn Maulana Hakim. 2010. Fikih Jihad. Bandung : Mizan Pustaka. Hal. 5. Dalam hal ini, kami melihat apa yang dilakukan oleh Said Aqil Siraj dan Kawan-kawan sangatlah bertentangan dengan anjuran Rasulullah saw. Karean ia pada tahun 2009 telah ditentang oleh masyarakat NU sendiri karena menerbitkan buku berjudul “Tasawuf sebagai Kritik Sosial” yang dianggap oleh kalangan NU sendiri jauh dari Aqidah Ahlus Sunnah wal jamaah. Diskusi FKM Jatim (KH Abdullah Syamsul Arifin dan Idrus Ramli) dan KH Said Aqil Siraj. Ponpes Bumi Sholawat, Sidoarjo. Juli 2009. Kenapa ? Karena orang-orqng yang demikian, berusaha melegalkan penindasan akidah bagi umat Islam. Maka, karena sikap aizah alaal kafiriin dan asy syida’u alaal kuffar ini tidak ada pada dalam dirinya, menandakan jauhnya ia dari “Muhammad Rasululllah saw dan orang-orang yang bersamanya.” (QS al Fath : 29).
34. Lihat Ibnul Qayyim al Jauziyah. 2006. Al Fadhilah al Jihad fii Sabilillah. Terj. Ibnu Qusry. Surakarta : Pustaka Arafah. Hal 76.
37. Lihat Hilman Latief. 2015. Islam dan Kemanusiaan. Jakarta : Serambi Ilmu semesta. Hal . 136-137
38. Lihat Lembar Penerangan Pasukan Kodam XII/Tanjungpura. Edisi 11 November 2011. Atau lihat pula pengertian Terorisme dalam Fatwa MUI no. 3 tahun 2004, tentang Terorisme. Bagian Ketentuan Umum, ayat pertama disebut, “Terorisme adalah tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban yang menimbulkan ancaman serius terhadap kedaulatan negara, bahaya terhadap keamanan, perdamaian dunia serta merugikan kesejahteraan masyarakat. Terorisme adalah salah satu bentuk kejahatan yang diorganisasi dengan baik (well organized), bersifat trans-nasional dan digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (extra-ordinary crime) yang tidak membeda-bedakan sasaran (indiskrimatif).”
39. Lihat Al Qardhawi. 1926. Fiqh Jihad. Selangor : PTS Islamika. Haal. 1699.
40. Lihat Al Jami’ at Tirmidzi, Kitab Diyat, bab Barangsiapa terbunuh karena membela agamanya, maka dia syahid. Hadits no. 1421. Dengan sanad حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ قَالَ أَخْبَرَنِي يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ سَعْدٍحَدَّثَنَا أَبِي عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي عُبَيْدَةَبْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ عَنْ طَلْحَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَوْفٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ زَيْدٍ. Lalu Imam at Tirmidzi memberi komentr “هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ” 
41. Lihat Sunan Ibnu Majah. Kitab Hudud. No. 2581, dengan sanad  الْخَلِيلُ بْنُ عَمْرٍو حَدَّثَنَا مَرْوَانُ بْنُ مُعَاوِيَةَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ سِنَانٍ الْجَزَرِيُّ عَنْ مَيْمُونِ بْنِ مِهْرَانَ عَنْ ابْنِ عُمَرَ  bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda “مَنْ أُتِيَ عِنْدَ مَالِهِ فَقُوتِلَ فَقَاتَلَ فَقُتِلَ فَهُوَ شَهِيدٌ
42. Lihat dalam Asep Syamsul M. Romli. 2000. Demonologi Islam : Upaya Barat untuk Membasmi Islam. Jakarta : Gema Insani. Hal 42. Terlebih lagi hadits yang amat populer, bahwa Rasulullah saw bersabda : "Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran hendaklah ia mencegah kemungkaran itu dengan tangannya. jika tidak mampu, hendaklah mencegahnya dengan lisan, jika tidak mampu juga, hendaklah ia mencegahnya dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman." (HR Muslim, kitab Iman no. 49) dalam hal ini, An Nawawi berkata :” فَلْيُغَيِّرْهُ menurut ijma’ ulama terdapat perintah yang wajib”. Lihat dalam An Nawawi. 1994 Shahih Muslim bi Syarah an Nawawi. Kairo : Darul Hadits. Edisi Indoneaia. Terj. Wawan Djunaedi Sodfandi. 2003. Syarah Shahih Muslim Imam Nawawi. Jakarta : Mustaqim. Hal 517.
43. Lihat Ashgar Ali Engineer. 2007. Islam dan Pembebasan. Terj. Hairus Saalim. Yogyakarta : LKiS. Hal. 17.
44.. Lihat Budi Susanto (ed.) 2003. Politik dan Poatkoloniaalitas. Yogyakarta : Kanisius. Hal. 85
45. Lihat pendapat Ibnu Taimiyah dalam Muthalib Ulin Nuha, dikutip dari Yusuf Al Qardhawiy. Op.cit. hal. 5
46. Lihat pembahasan mengenai hal ini dalam Yusuf al Qardhawi. Op.cit. hal 19-24.
47. Rasulullah shalallahu alaihi was salam bersabda : 
َ أَلَا مَنْ قَتَلَ نَفْسًا مُعَاهِدًا لَهُ ذِمَّةُ اللَّهِ وَذِمَّةُ رَسُولِهِ فَقَدْ أَخْفَرَ بِذِمَّةِ اللَّهِ فَلَا يُرَحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ سَبْعِينَ خَرِيفًا
قَالَ وَفِي الْبَاب
“Ketahuilah, barangsiapa membunuh seseorang yang terikat janji dengan kaum muslimin dan memiliki jaminan keamanan dari Allah dan RasulNya, maka ia telah melanggar perlindungan Allah dan ia tidak akan mencium bau surga, dan sesungguhnya baunya dapat dicium sejauh perjalanan tujuh puluh masa." (HR Tirmidzi, kitab Diyat. No. 1403, dengan sanad حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا مَعْدِيُّ بْنُ سُلَيْمَانَ هُوَ الْبَصْرِيُّ عَنْ ابْنِ عَجْلَانَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَة )
48. Lihat fatwa MUI. Op.cit. poin ke tiga.
49. QS al Maaidah : 54
50. Lihat QS an Nisa’ : 137 – 139.
51. HR Bukhari 6011, Muslim no. 2586, keduanya berasal dari Nu’man bin Bisyr, berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “تَرَى الْمُؤْمِنِينَ فِي تَرَاحُمِهِمْ وَتَوَادِّهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ”. Ini redkasi milik al Bukhari.
52. Lihat HR Bukhari no. 13, Muslim no. 2515, Nasa’i no. 5016, kesemuanya berasal dari Qatadah, dari Anas, dari Nbi shalallahu alaihi wasalam.
53. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Janganlah kalian saling mendengki, saling memfitnah, saling membenci, dan saling memusuhi. Janganlah ada seseorang di antara kalian yang berjual beli sesuatu yang masih dalam penawaran muslim lainnya dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang saling bersaudara. Muslim yang satu dengan muslim yang lainnya adalah bersaudara tidak boleh menyakiti, merendahkan, ataupun menghina. Takwa itu ada di sini (Rasulullah menunjuk dadanya), Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. Seseorang telah dianggap berbuat jahat apabila ia menghina saudaranya sesama muslim. Muslim yang satu dengan yang Iainnya haram darahnya. hartanya, dan kehormatannya." (HR Muslim no. 2564) untuk kalimat, seorang muslim haram harta, kehormatan dan darahnya, Abu Dawud, Ahmad, dan Ibnu Majah juga meriwayatkannya.
54. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Orang mukmin yang satu dengan mukmin yang lain bagaikan satu bangunan, satu dengan yang lainnya saling mengokohkan.'" (HR Bukhari Muslim, dengan redaksi milik Muslim)
55. Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda : “"Siapa pun orang yang berkata kepada saudaranya, 'Wahai kafir' maka sungguh salah seorang dari keduanya telah kembali dengan kekufuran tersebut, apabila sebagaimana yang dia ucapkan. Namun apabila tidak maka ucapan tersebut akan kembali kepada orang yang mengucapkannya." (HR Muslim no. 60 dengan sanad “telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya at-Tamimi dan Yahya bin Ayyub dan Qutaibah bin Said serta Ali bin Hujr semuanya dari Ismail bin Ja'far, Yahya bin Yahya berkata, telah mengabarkan kepada kami Ismail bin Ja'far dari Abdullah bin Dinar bahwa dia mendengar Ibnu Umar berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:..). Imam Nawawi menjelaskan bahwa para ulama sepakat, seorang Muslim tidak murtad, tidak kufur karena maksiat, melainkan pengakuan atas kekufurannya. Lihat An Nawawi. Op.cit. hal 570-571
56. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Mencela orang muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekufuran." (HR Bukhari – Muslim, dengan redaksi dari Al Bukhari no. 6044)
57. saya telah mendapatkan pada tulisan bapakku, telah bercerita kepada kami Abu Sa'id, budak Bani Hasyim telah bercerita kepada kami Za'idah telah bercerita kepada kami Abdullah bin Muhammad dari Jabir bin Abdullah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya kepada Abu Bakar, "Kapan engkau berwitir?" (Abu Bakar Radliyallahu'anhu) berkata; awal malam setelah sholat isya', (Nabi shallallahu 'alaihi wasallam) bertanya, kalau engkau wahai 'Umar? (Umar Radliyallahu'anhu) menjawab, akhir malam. (Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam) bersabda: "Engkau wahai Abu Bakar, telah mengambil kepercayaan, sementara engkau wahai 'Umar telah mengambil kekuatan". (HR Ahmad no. 13803)
58. Lihat Khalid Muhamad Khalid. 2015. Rijal Haula ar Rasul. Jakarta : Shahih. Hal. 563
59. Sirah Ibnu Hisyam, I/266. Dikutip dari Lajnah Khusus Intelektual DPD 1 HTI Jawa Timur. 2016. Bunga Rampai Pemikiran Intelektual Seputar Syariah dan Khilafah. Yogyakarta : Deepublish. Hal. 37
60. Lihat an Nawawi. Op.cit. hal 136.
61. Arkoun dan Louis Gardet. 1997. Islam Kemarin dan Hari Esok, Bandung: Mizan Pustaka. Hal. 120
62  Lihat Asep Syamsul M. Romli. Op.cut. hal. 3
63. Lihat Adian Husaini. 2005. Wajah Peradaban Barat. Jakarta : Gema Insani Press. Hal. 131
64. Ibid. Hal. 137
65. Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda : مَنْ قَتَلَ مُعَاهَدًا لَمْ يَرِحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا
"Barang siapa yang membunuh mu'ahad (orang kafir yang terikat perjanjian) maka dia tidak akan mencium bau surga padahal sesungguhnya bau surga itu dapat dirasakan dari jarak empat puluh tahun perjalanan". (HR Bukhari, kitab Jizyah no. 3166)
66. QS an Nahl : 125 -128.
67. Lihat Al Waqidi. 2012. Kitab al Maghazi Muhammad. Terj. Rudi G. Aswan. Jakarta : Zaituna. Hal. 242-244
68. Ibid hal. 781. Al Bukhari meriwayatkan sebuah hadits, Al Khalid bin Walid telah di juluki “saifullah” (pedang Allah). Lihat Shahih Bukhari. Kitab makanan no. 5391
69. Al Bukhari meriwayatkan,
 حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ حَدَّثَنَا ابْنُ جَابِرٍ حَدَّثَنِي بُسْرُ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ الْحَضْرَمِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا إِدْرِيسَ الْخَوْلَانِيَّ أَنَّهُ سَمِعَ حُذَيْفَةَ بْنَ الْيَمَانِ يَقُولُكَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنْ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللَّهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ مِنْ شَ

Hudzaifah al Yaman berkata : “Orang-orang bertanya Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam tentang kebaikan sedang aku bertanya beliau tentang keburukan karena khawatir jangan-jangan aku terkena keburukan itu sendiri.”
70. Lihat pada http://bbg-alilmu.com/archives/10779 Kharsyah bin Al Hujr meriwayatkan kisah tersebut yang dinukil oleh Ibnu Nashr al Marwazi dalam kitabnya “Qiyamul Lail”. Lihat http://latiansyah.abatasa.co.id/post/detail/14788/segeralah-tidur-setelah-sholat-isya%E2%80%99.html
71. HR Tirmidzi. Kitab Al Manaqib. No. 3689, dengan redaksi, “Pada suatu pagi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memanggil Bilal lalu bersabda: "Hai Bilal, dengan apa kau mendahuluiku ke Surga, tidaklah aku masuk ke surga sama sekali kecuali aku mendengar derapan sandalmu dihadapanku, tadi malam aku masuk ke surga lalu aku mendengar derapan sandalmu, lalu aku mendatangi istana emas yang tinggi dan menjulang, aku bertanya: "Untuk siapakah ini?" Mereka (para Malaikat) menjawab; "Untuk seseorang dari bangsa Arab." Aku berkata: "Aku orang Arab, untuk siapakah istana ini? Mereka menjawab: "Untuk seorang laki-laki dari ummat Muhammad." Aku berkata: "Aku Muhammad, untuk siapakah istana ini?" Mereka menjawab: "Untuk 'Umar bin Al Khaththab." Maka Bilal berkata; "Wahai Rasulullah, tidaklah aku mendengar adzan melainkan setelah itu aku menunaikan shalat (sunnah) dua raka'at, dan tidaklah aku berhadats melainkan aku lekas bersuci karenanya, dan saya berpendapat bahwa Allah menetapkan dua raka'at atasku." Lihat  Said bin Ali bin Wahf al Qathani. 2006. Enslikopedia Shalat Menurut Al Quran dan Sunnah. Terj. M. Abdul Ghofar. Jakarta : Pustaka Imam Syafii. Hal. 515-516
72. Lihat Abdurrahman  Ra’fat Basya. 2010. Mereka Adalah Para Sahabat,  Terj.  Izzudin  Karimi. Solo:  At Tibyan. Hal. 243.
73. Hr Bukhari kitab Adzan, bab Berlomba mengumandangkan adzan, no. 615
74. HR Bukhari, kitab Adzan, bab fadhilah tu’adzin. No. 608
75.  HR Abu Dawud, kitab Shalat, bab Adzan fajar. No. 1203.
76. Rasulullah shalallahu alaihi was salam bersabda : "Pokok dari perkara agama adalah Islam, tiangnya adalah shalat, sedangkan puncaknya adalah jihad.' (HR Tirmidzi, kitab Iman, bab Kehormatan Shalat, no 2616), lalu Beliau shalallahu alaihi wassalam juga bersabda, “"Sesungguhnya yang pertama kali akan di hisab dari amal perbuatan manusia pada hari kiamat adalah shalatnya..” (HR Abu Dawud, kitab Shalat, no. 864) juga ada riwayat yang tegas,  "Barangsiapa mendengar suara adzan kemudian tidak mendatanginya, maka tidak ada shalat baginya kecuali karena udzur." (HR Ibnu Majah, kitab Masajid wa shalat jamaah, no. 793). Maka jellaslah, muadzin itu memiliki tingkat yang amat tinggi di bandingkan yang lainnya. Sebab ada riwayat lain, "Allah dan para malaikat mendoakan (orang-orang) yang berada di shaf terdepan. Seorang muadzin akan diampuni sepanjang suaranya dan dibenarkan oleh yang mendengarnya dari semua yang basah dan kering, dan dia mendapat pahala seperti pahala orang yang ikut shalat bersamanya." (HR an Nasa’i, kitab Adzan no. 646)
77. QS al Baqarah : 286, At Taghabun : 16.