Kamis, 07 April 2016

KEECEWAAN YANG BERUJUNG PERMUSUHAN Fenomena Persaingan Ilmu Pengetahuan dan Agama

Tepat pada tahun 1632, sebuah buku ilmiah luar biasa berhasil diterbitkan. Namun, baru beberapa bulan berlalu, buku tersebut menjadi bahan perbincangan publik. Pasalnya, didalam buku yang terbit di Italia ini, menuliskan sebuah teori yang awalnya hanya hipotesa, namun akhirnya menjadi fakta ilmiah. Buku itu berjudul “Dialog Tentang Dua Sistem Penting Dunia.” Sebuah karya ilmiah yang menuliskan dua teori penting alam semesta, yaitu mengenai Tata Surya. Teori Heliosentris yang diajukan oleh Mikolav Copernik (Nicholaus Copernicus, 1473-1543) dan teori Geosentris Ptolemy, serta menyebut beberapa hasil kerja Johannes Kepler (1571-1630) yang juga menyebut bahwa planet-planet di Tata Surya bergerak dengan orbit tertentu.
Sekilas memang tidak ada yang aneh, kecuali setelah beberapa bulan saja buku itu tersebar, dunia benar-benar mengalami kekalutan. Sudah selama 16 abad, dunia mengenal bahwa pusat dari alam semesta berada di Bumi (Geosentris). Meskipun sejak abad 13 SM, seorang filosof Yunani, Aristarchaus dari Samos mengatakan bahwa Bumi dan planet lainnya bergerak mengitari Matahari, namun ia kalah populer dengan Aristoteles dan Ptolemy yang dengan penuh kehormatan menjadi rujukan bagi Gereja. Hal yang tak mustahil mengingat peran Gereja pada abad pertengahan yang begitu signifikan. Hal inilah yang menjadikan buku Dialogo itu dikecam Gereja. Mereka lebih condong mengikuti Geosentris, yang membuat pengarang buku itu di panggil di Pengadilan Gereja kota Roma.
Siapakah sebenarnya penulis buku tersebut ? Mengapa ia bisa begitu terhormat untuk dicekal oleh Gereja ?
Pada tahun, 1609 ilmuwan ini mengetahui kabar bahwa seorang astronom Polandia, Nicolaus Copernicus telah menulis buku  Revolutionibus Orbium Coelestium yang terbit pada 24 Mei 1543. Kemudian, ia mengetahui bahwa dari negeri Belanda, ada alat teleskop bintang, namun ia gagal untuk mendapatkanya yang membawanya berfikir untuk menciptakan sendiri. Pada tahun itu pula telah terbit buku astronomi terbesar sepanjang sejarah, yaitu Astronomia Nova karya Kepler yang membawa ilmuwan ini mengambil sebagian dalil darinya. Akhirnya, karena memang para ilmuwan saat itu menolak gagasan Copernicus, ia di berikan ultimatum agar tidak lagi mengajarkan teori ini ke masyarakat. Ini dilakukan oleh Paus Urban VII yang menjadi pimpinan Gereja Katolik Vatikan. Tepat pada 1616, ilmuwan itu benar-benar berada pada sebuah kebohongan dengan menerima tawaran kerjasama dengan Gereja. Hal inilah yang menyebabkan Gereja merasa dikhianati oleh ilmuwan ini tatkala teori Heliosentri benar-benar diagungkan kembali di tahun 1632, yang membawanya ia di adili di Roma pada tahun itu.
Dialah Galileo Galilei, seorang ilmuwan terkemuka abad pertengahan yang lahir tahun 1564 di Pisa, Italia. Dalam pengadilan tersebut, ia dituntut agar menarik gagasanya dan mengakui kebenaran Geosentris. Namun, menurut cerita yang masyhur, ia mengakui dan dengan penuh kehinaan bersumpah di pengadilan gereja, bahwa Geosentris yang dianut gereja adalah benar. Ternyata, beberapa saat setelah ia berucap, ia menunduk dan berbisik, “lihat ! Dia masih terus berputar !” yang menandakan bahwa Bumi berputar mengelilingi Matahari, bukannya Matahari mengelilingi Bumi seperti bulan.  Kemudian, ia di asingkan di Arcetri, disebuah vila tempat tinggalnya, dan dilarang sedikitpun mengajar. Hingga akhirnya, bertepatan dengan lahirnya ilmuwan tersohor sepanjang sejarang, Sir Isaac Newton pada tahun 1642, Galileo meninggal dunia.
Satu hal lain yang perlu kita ketahui ialah bahwa selama 10 tahun ia di asingkan, ia menulis karya ilmiah lain di rumah pengasingan tersebut. Dua buku paling fenomenal yang tak pernah di kenal dunia, Discorseus on the Tides (Diskursus pada Gelombang Pasang Surut) dan Diagramma della Veritas (Diagram Kebenaran) yang didalamnya ia tetap mengemukakan bahwa Heliosentris adalah kebenaran, gereja telah begitu berdosa dengan penangguhan dirinya. Setelah beberapa saat beredar, buku itu di dengar oleh Paus Urban VIII, yang meskipun ia cukup mendukung Galileo, namun para Kardinal Vatikan tetap menolak teori itu. Akhirnya tidak ada lagi warna buku itu tersebar luas di masyarakat setelah Vatican Secret Archieves menyimpan dokumen ini dan tak ada orang yang dapat melihat kecuali seorang Paus, atau seorang yang mendapat rekomendasi darinya.
Kami kira pernyataan Galileo sangatlah bijaksana, “Saya haturkan syukur tak terkira kepada Tuhan yang begitu baiknya telah memilih saya sendiri sebagai yang pertama menyaksikan pemandangan menakjubkan yang selama ini telah tersembunyi dalam kegelapan selama berabad-abad lamanya. ( ungkapan Galileo yang dikutip oleh Mike Wilson dalam “The Foolishness of the Cross”, Majalah Fokus.)
Dari peristiwa tersebut, telah menimbulkan berbagi polemik dari para ilmuwan setelahnya. Setelah mendengar peristiwa itu, para ilmuwan belakangan menjadi tertantang untuk mencoba mencari pembenaran dan bukti akan kebenaran berbagai ajaran keagamaan dunia. Tercatat para ilmuwan seperti Newton (1642-1727), Nicolas Steno (1631-1686) (Stratigrafi), Thomas Burnet (1635-1715) (Geologi), Increase Mather (1639-1723) (Astronomi), Nehemiah Grew (1641-1712) (Kedokteran), John Dalton (1766-1844) (Pendiri teori atom modern), Johann Gauss (1777-1855) (Geometri, geologi, magnetisme, astronomi), Benjamin Silliman (1779-1864) (Mineralogi), Peter Mark Roget (1779-1869) (Fisiologi), William Buckland (1784-1856) (Geologi), William Whewell (1794-1866) (Astronomi and Fisika), Richard Owen (1804-1892) (Zoologi, Paleontologi), Balfour Stewart (1828-1887) (Listrik Ionosfir), P.G.Tait (1831-1901), Blaise Pascal, Gregor Mendel (1822-1884), Louise Pasteur (1822-1895), Max Planck (1854-1947), Carrolus Linneus, George Cuvier (1769-1832) dan lain sebagainya telah mencoba membuktikan, Tuhan memang ada, namun belum tentu agama telah berada pada titik kebenaran.
Pada tahun 1929 yang lalu, seorang berkebangsaan Amerika, Edwin Hubble secara sistematis menyusun hipotesis teori Big Bang (Dentuman Dahsyat), yang dalam gagasannya iji, ia mencoba membuktikan bahwa apa yang dikatakan oleh Kitab Kejadian (Genesis) dari Alkitab Kristiani adalah kebenaran. Ia melakukan ini guna menguji, seberapa valid doktin-doktin agama di dunia, terutama Kristen. Kita bisa melhat hal ini dengan indikator yang pernah diucapkan oleh Dr Zakir Naik (pakar perbandingan Agama, kepala Islamic Research Foundation Mumbay, India) bahwa untuk mengatakan kebenaran sebuah kitab suci, haruslah lulus tes pada tiap masa. Dulu, ada masa mukjizat, ada masa sastra, dan sekarang adalah masanya dunia ilmiah, jadi untuk menguji kebenaran sebuah kitab suci, di era sekarang ini, haruslah lulus uji ilmiah di masa sekarang ini. Inilah yang mencoba dijawab oleh para ilmuwan tersebut.
Berbagai peristiwa itu memicu konflik antar para ilmuwan sendiri, diantara mereka dibesarkan dalam dunia religius ke Kristenan, namun pada dewasanya, mereka kalut dengan pilihan ? Tetap pada ajaran agama, atau pada temuan ilmiah yang apabila keduanya tidak sependapat. Dan sampai hari inipun, para ahli fisika, astronomi, matematika dan bahkan biologi sekalipun telah dengan lantang “Fisika akan membawa anda lebih mengenal Tuhan daripada Agama !”. Apa yang terjadi ?
Agama, dari artian yang sesungguhnya akan dijangkau oleh ilmu pengetahuan. Namun, untuk bisa menjadi sebuah agama yang faktual, harusnya lulus dalam setiap uji ilmiah yang valid. Dan, kita bisa saksikan, kita tidak lagi membutuhkan sebuah agama, kecuali bila memang ada sebuah agama yang mendekati Agama. Itulah yang akan menjadi ritik pemuas bagi para ilmuwan yang tetap mempercayai eksistensi Sang Pencipta ini.
Mengapa agama dan ilmu pengetahuan tidak dapat bersandingan ??
Karena memang, dunia telah di kecewakan oleh peristiwa yang dialami oleh Galileo. Ia tak begitu terhormat bagi Gereja, dan tentu mempertanyakan, untuk apa sebuah agama di sebarkan bila hanya menyimpan berbagai kebohongan, kemunafikan, dan kebersendiriannya. Sejak saat itulah, dunia ilmu pengetahuan modern lebih tertarik melupakan Gereja dan kemudian beralih ke Al Quran. Yang pada kemudian hari telah diketahui, 
"llmuwan itu sebenarnya hanya menegaskan apa yang telah tertulis di dalam al-Quran beberapa tahun yang lalu. Para ilmuwan sekarang hanya menemukan apa yang telah tersebut di dalam al-Quran sejak 1400 tahun yang lalu." (Prof. Shroede, ahli Kelautan Jerman)
Islam adalah bahasa Tuhan dalam bentuk lembaga. Jika ingin mengenal Tuhan, kita hanya perlu memahami Al Quran. Selebihnya, hanya sebuah media !
Namun, satu hal yang perlu kita waspadai. Setelah Yahudi yang menjajak di Bumi sekitar tahun 1300 SM, Zoroaster sekitar abad 6 SM, Hindu sekitar abad 5 SM, Jainisme abad 5 SM,Taoisme abad 5 SM, Buddha sekitar abad 4  SM Konghucu sekitar abad 4SM, Kristen sekitar abad 1 M, atau Manichisme sekitar abad 3 M mengalami kegagalan dalam menjalani ujian pada setiap era, kini para ilmuwan telah mencoba menguji ISLAM sebagai sebuah agama termuda (abad 6 M). Tujuan mereka hanyalah mencoba membuktikan apakah Islam mampu mewakili setiap pertanyaan dasar bagi pencarian makna kehidupan. Jika Islam -sebagai wakil terakhir- juga mengalami kegagalan dalam ujian ini, maka jelaslah itu kemenangan Ilmu Pengetahuan daripada Agama.


Diselesaikan di Siwalan rt 11/03, Blangu, Gesi, Sragen
Senin, 28 Maret 2016. Pukul 18.45 WIB
Arif Yusuf
http ://www.arifyusuf14.blogspot.com
arif_yusuf47@yahoo.co.id
Fanpage : Jalan Pencerahan Dalam Impian

Tidak ada komentar: