Selasa, 29 Desember 2015

Menyelusuri masa kehidupan NABI ADAM, berdasarkan Genetika, Arkeologi, Astronomi dan Geologi


Berdasar penyelusuran Genetika, diketahui Y-chromosomal Adam (Y-MRCA), diperkirakan Adam “Manusia Modern”, hidup di bumi pada sekitar 237,000 sampai 581,000 tahun yang lalu.
Fakta ilmiah ini didukung, atas penemuan fosil manusia modern, di Sungai Omo Ethiopia yang berusia sekitar 195.000 tahun. Serta hasil penyelusuran Mitochondrial Eve, yang diperoleh hasil telah ada di bumi pada sekitar 200.000 tahun yang lalu.
Dalam ilmu geologi, masa 237,000 sampai 581,000 tahun yang lalu, di sebut sebagai Era Middle Pleistocene (126.000 sampai dengan 781.000 tahun yang lalu).
middle
Beberapa Bantahan
1. Penyelusuran Genetika, baik Y-chromosomal Adam (Y-MRCA), maupun Mitochondrial Eve, berdasarkan sampel manusia modern, yang hidup saat ini.
Sementara berdasarkan catatan sejarah, sangat banyak bangsa-bangsa yang pernah hidup di bumi, mengalami kepunahan.
Untuk salah satu contoh, saat terjadi Letusan Gunung Toba, manusia hampir diambang kepunahan.Dengan demikian, manusia yang ada sekarang, adalah keturunan dari segelintir manusia yang dahulu selamat dari bencana Letusan Gunung Toba.
Gunung Toba meletus diperkirakan terjadi pada 74.000 tahun yang lalu. Ada yang menduga letusan ini 20.000 kali lebih dahsyat dari Bom Atom yang meledak di Hiroshima dan Nagasaki. Letusan Gunung Toba ini, menjadi letusan yang paling membunuh sepanjang masa, sehingga hanya menyisakan sekitar 30.000 orang yang selamat.
Hal ini memberi kita alasan, masa peradaban manusia, tentu akan jauh lebih lama, seandainya penyelusuran Genetika, juga memperhitungkan bangsa-bangsa yang telah punah.
2. Ditemukan benda-benda arkeologi, peninggalan umat manusia yang telah berumur jutaan tahun.
Peninggalan Arkeologi itu, antara lain :
Jembatan Penyebrangan (Rama Bridge) yang dibikin pasukan kera, untuk Sri Rama, menyeberang ke Alengka, setelah di tes dengan kadar isotop sudah berumur 1.700.000 tahun.
– Penelitian oleh Richard Leicky, di tahun 1972, terhadap sedimen Pleistocene di daerah Old Govie Jourg (Kenya), yang memperoleh kesimpulan telah ada peradaban umat manusia pada sekitar 1,7 juta tahun yang lalu (Sumber : Para Penghuni Bumi, sebelum Kita, hal.17-18, tulisan Muhammad Isa Dawud).
sedimen
Perkiraan masa hidup Nabi Adam
Ada yang memperkirakan, masa kehidupan Nabi Adam telah berumur milyaran tahun. Namun pendapat ini, tentu harus diselaraskan dengan keadaan bumi, berdasarkan penelitian para ilmuwan.
1. Menurut Ilmu Astronomi, Bumi mulai terbentuk sekitar 4,5 milyar tahun yang lalu. Dan Bumi berdasarkan pendapat para ilmuan, baru layak ditinggali makhluk hidup “mamalia” pada sekitar 70 juta tahun yang lalu. Dimana pada masa itu, oksigen yang sangat dibutuhkan makhluk hidup, sudah sangat bersahabat.
2. Berdasarkan informasi dari Al Qur’an, dimasa Nabi Adam telah ada teknologi pertanian dan peternakan. Hal tersebut tergambar melalui korban, dari anak-anak Nabi Adam yang bersengketa, yaitu berupa hasil-hasil pertanian dan peternakan.
Dan salah satu bentuk korban yang dipersembahkan adalah hewan mamalia jenis Qibas (Kambing), jadi bukan binatang purba seperti “dinosaurus” atau lainnya.
Berdasarkan temuan Fosil di wilayah Nevshir, hewan Kambing telah ada di bumi pada sekitar 8 juta-10 juta tahun yang lalu (Sumber : Harun Yahya)
3. Adanya pertanian dan peternakan di masa Nabi Adam, menunjukkan pada masa itu, disekitar padang arafah, yang merupakan tempat tinggal pertama umat manusia, merupakan wilayah yang subur.
Berdasarkan pendapat Profesor Alfred Kroner (seorang ahli ilmu bumi (geologi) terkemuka dunia, dari Department Ilmu Bumi Institut Geosciences, Johannes Gutenburg University, Mainz, Germany), ia menyatakan dataran Arab pernah menjadi daerah yang subur, di masa belahan bumi lain, mengalami Era Salju (Snow Age).
qibas11
Dengan mengacu kepada dalil-dalil diatas, diperkirakan Nabi Adam hidup di bumi dengan rentang waktu antara 1,7 juta sampai 10 juta tahun yang lalu.
Nabi Adam hidup di sekitar Padang Arafah, yakni di masa Era Salju (Snow Age), yang berdasarkan Penelitian Geologi, terjadi pada sekitar 2,6 juta tahun yang lalu.
Apakah di masa 2,6 juta tahun yang lalu, adalah masa kehidupan Nabi Adam dan keluarganya ?
WaLlahu a’lamu bishshawab
Catatan :
1. Masa kehidupan Nabi Adam mungkin bisa lebih lampau lagi. Hal ini terkait dengan ditemukannya “kawasan Al Gharbia” yang berada di Uni Emirat Arab, yang dipekirakan pada masa 8 juta tahun yang lalu, merupakan daerah yang subur.
2. Di temukannya jejak kaki, yang diduga jejak kaki manusia, yang telah berumur sekitar 3,6 juta tahun, di Laetoli, Tanzania.
Sumber :
1. nationalgeographic
2. Mitochondrial Eve
3. Y Chromosomal Adam
4. Middle Pleistocene
5. thenational.ae
6. Gunung Toba
7. Ice Age

Xavi Akui Amat Terkesan dengan Profesionalisme Ronaldo

Minggu, 27 Desember 2015

Parasetamol belum tentu ampuh sembuhkan flu

Sebuah penelitian yang masih pada tahap awal tak menemukan bukti bahwa parasetamol efektif menyembuhkan flu.
Pada musim hujan, flu mulai merebak. Untuk menyembuhkan penyakit ini, masyarakat banyak mengandalkan pada obat-obatan yang mengandung parasetamol. Parasetamol atau asetaminofen adalah obat analgesik dan antipiretik yang populer dan digunakan untuk melegakan sakit kepala, sengal-sengal, dan sakit ringan, serta demam.
Sebuah penelitian terbaru dari Medical Research Institute of New Zealand menemukan bahwa parasetamol belum tentu bisa meringankan gejala flu atau mengurangi jumlah virus yang ada pada tubuh pasien. Bahkan para ilmuwan juga menemukan bahwa parasetamol tidak secara nyata mengurangi demam, dibandingkan dengan pasien yang diberi pil plasebo (pil "kosong", atau tak mengandung apapun).
Penelitian yang diterbitkan di jurnal ilmiah Respirology ini melibatkan 80 orang yang terjangkit flu. Kelompok pertama sebanyak 40 orang diberi satu gram parasetamol empat kali sehari selama lima hari. Sementara itu kelompok kedua sebanyak 40 orang diberi pil plasebo dengan dosis yang sama.
Telegraph memaparkan para peneliti kemudian mengamati jangka waktu dan tingkat keparahan gejala flu dari semua orang. Ternyata para peneliti tidak menemukan adanya perbedaan efek antara mengonsumsi parasetamol dan plasebo, termasuk dalam hal jangka waktu, tingkat keparahan, suhu, dan jumlah virus.
"Tidak ada perbedaan jumlah virus yang ditemukan pada orang yang meminum parasetamol dan plasebo," kata pemimpin penelitian itu, Irene Braithwaite, dari Medical Research Institute of New Zealand, kepada Radio New Zealand.
Awalnya, tim peneliti berpikir parasetamol bisa berbahaya karena virus akan berkembang pada suhu rendah ketika obat itu mulai bekerja. Mereka pun menduga bisa menemukan indikasi penurunan suhu pada responden pengidap flu setelah menerima parasetamol.
Dr Braithwaite mengakui ada kemungkinan peserta penelitiannya kurang banyak untuk mengklaim adanya perbedaan hasil dari kedua perlakuan. "Ini baru temuan awal. Kami tahu dengan sampel yang hanya 80, akan kesulitan mendeteksi adanya perbedaan (hasil)," lanjut Braithwaite.
Kemungkinan lain, karena suhu tubuh partisipan tidak cukup tinggi sehingga efek parasetamol tak nampak (untuk menurunkan suhu tersebut). Kemungkinan lainnya, parasetamol tak benar-benar membantu untuk penyakit semacam ini.
"Kami tak menemukan bukti bahwa Parasetamol bisa menguntungkan bagi pengidap flu, dan penggunaannya tidak berbahaya," kata Dr Braithwaite kepada New York Times. Namun mereka tidak melarang penggunaan parasetamol untuk menyembuhkan flu.
Dijelaskan di Daily Mail, ada catatan penting dari studi ini yang harus diperhatikan.
Ada kemungkinan hasilnya tak akurat karena semua partisipan sebelumnya telah diberi Tamiflu, obat anti-flu yang cukup kuat. Hal ini dilakukan sebagai protokol keamanan, namun bisa saja mengaburkan hasil studi terhadap kedua kelompok.
Selain itu, meski partisipan diambil secara sukarela dan acak, di kelompok plasebo terdapat lebih banyak orang dengan masalah pernapasan kronis.
Adapun para peneliti itu merekomendasikan agar semua orang setiap tahun diberi vaksin flu secara teratur, terutama ibu hamil, anak balita, lansia, dan pasien yang menderita kondisi medis parah.
Pemberian vaksin influenza memang tidak melindungi dari flu biasa atau sejumlah penyakit pernafasan lain yang mungkin beredar selama musim dingin. Meskipun demikian vaksinasi flu disarankan karena dua alasan.
Pertama, strain virus influenza yang beredar di masyarakat sering berubah dari tahun ke tahun. Kedua, perlindungan kekebalan tubuh setelah diberi vaksinasi influenza relatif berumur singkat, tidak seperti beberapa vaksinasi lainnya seperti tetanus.
Catatan redaksi: Artikel ini telah dilengkapi dengan kondisi penelitian yang memungkinkan hasil tak lazim dari penggunaan parasetamol. Judul pun telah diubah sesuai kesimpulan penelitian yang masih pada tahap awal (14/12/2015, 19.55 WIB).

Protein dalam pisang bisa sembuhkan AIDS

Protein dalam pisang bisa sembuhkan AIDS
© Shutterstock
Sejumlah peneliti asal Amerika Serikat berhasil mendapati obat berbahan dasar pisang yang mampu mematikan berbagai jenis virus di antaranya hepatitis C, flu hingga HIV/AIDS.
Seperti dikabarkan Dailymail, Jumat (23/10/2015), penemuan obat yang diterbitkan di jurnal ilmiah Cell ini merupakan pertama kalinya sejak pisang dianggap sebagai obat potensial untuk Orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Bahan utama pisang yang disebut lektin tersebut dinamai BanLec.
Menurut para peneliti, obat yang dikembangkan sekarang yang disebut H84T adalah versi baru BanLec yang sebelumnya mempunyai efek samping yang tidak bagus pada tubuh manusia. Namun sekarang mereka telah mengetahui cara untuk meminimalisir iritasi dan peradangan.
Dr David Markovitz, profesor kedokteran di University of Michigan mengatakan kepada Economic Times bahwa BanLec bekerja dengan mengeluarkan molekul yang menempel pada permukaan virus mematikan di dunia. Setelah obat itu terkunci, maka virus tidak lagi jadi bahaya dan justru memberikan sistem kekebalan tubuh
Walau demikian, menurut Markovitz penelitian ini baru sukses diujicoba pada tikus. Dan setelah beberapa tahun mendatang baru akan diujicobakan terhadap manusia. Dia juga mengingatkan, mengonsumsi pisang secara teratur tidak mempunyai efek yang sama dengan BanLec karena obat ini sudah dimodifikasi oleh para ahli.
Dr Markovitz selaku profesor biokimia di Duke University dan Dr Hashim Al-Hashimi menyebutkan obat ini bisa mengatasi kekurangan antivirus yang bekerja melawan virus.
"Kami mengharapkan BanLec dapat berguna dalam pandemi darurat dan mengatasi penyebab infeksi yang tidak diketahui asal muasalnya," ujarnya.
Profesor virologi molekuler di University of Nottingham, Jonathan Ball kepada Express menyebutkan lektin mempunyai potensi karena mereka sanggup mengikat gula yang terdapat pada permukaan berbagai virus termasuk HIV, influenza dan Ebola. Namun pertanyaannya saat ini adalah apakah obat tersebut akan efektif pada manusia.
Lebih lanjut Ball mengatakan, ada banyak rintangan yang masih perlu diatasi sebelum lektin menjadi antivirus baru. Seperti misalnya risiko sistem kekebalan tubuh yang membuatnya tidak efektif. Meskipun demikian mereka berharap antivirus ini bisa bekerja.

Bakteri yang kebal antibiotik pamungkas ditemukan di Inggris

Bakteria yang kebal terhadap antibiotik yang menjadi pilihan terakhir -- colistin -- telah ditemukan di Inggris, lapor wartawan BBC James Gallagher.
"Evaluasi yang kami lakukan menunjukkan bahwa ancaman terhadap kesehatan manusia tingkatnya rendah, tetapi hal ini masih dalam pengkajian," kata Alan Johnson, Kepala Department of Healthcare Associated Infection and Antibiotic Resistance di Public Health England, kepada Daily Mail.
Dia menambahkan bahwa pemerintah terus melakukan evaluasi terhadap kasus ini.
Namun beberapa ahli yang lain tidak sependapat dengan pernyataan pemerintah. Dr. David Brown, direktur Antibiotic Research Inggris Raya, meyakini hal ini "nyaris terlambat" untuk menghindari terjadinya krisis global akibat bakteri yang kebal antibiotik. Dia menyalahkan penyalahgunaan antibiotik dalam dunia pertanian.
"Kita butuh mulai melakukan riset 10 tahun lampau dan kita belum mempunyai sistem pemantauan global yang mantap," kata Brown kepada The Guardian.
"Masalahnya adalah kita sudah mencoba mencari antibiotik baru namun semuanya gagal -- sampai saat ini belum ditemukan obat untuk merawat infeksi bakteri gram-negatif selama lebih dari 40 tahun."
Ketika para periset Tiongkok bulan lalu mengumumkan bahwa mereka mendeteksi adanya sebuah gen yang membuat bakteri kebal terhadap colistin -- antibiotik yang digunakan ketika semua jenis antibiotik lainnya gagal -- para peneliti memperkirakan dibutuhkan paling tidak tiga tahun bagi bakteri itu untuk menyebar ke Inggris.
Namun, pengujian yang dilakukan terhadap bakteri yang kebal colistin oleh Public Health England dan Animal and Plant Health Agency mengungkapkan bahwa 15 di antara 24.000 contoh bakteri mempunyai gen mcr-1. Sampel itu berasal dari 2012 sampai 2015 di Inggris.
Gen itu dideteksi berada dalam Salmonella yang menginfeksi 10 orang dan dalam E. coli yang menginfeksi dua orang. Gen itu juga muncul dalam sampel bakteri yang dikumpulkan dari tiga peternakan babi dan daging ayam impor.
Gen mcr-1 membuat bakteri kebal terhadap colistin, obat antibiotik yang biasanya digunakan ketika semua henis antibiotik gagal. Gen ini bisa berpindah dengan mudah dari satu spesies ke spesies lainnya.
Dame Sally Davies, seorang dokter di Inggris, menyerukan pengurangan penggunaan antibiotik di pertanian.
"Jika kita tidak bertindak sekarang, salah satu dari kita bisa masuk rumah sakit (karena sakit) dalam 20 tahun mendatang untuk melakukan operasi dan meninggal hanya karena infeksi yang tidak bisa disembuhkan oleh antibiotik," kata Davies.
"Dan operasi rutin seperti penggantian tulang panggul dan transplantasi organ bisa mematikan karena risiko terjadinya infeksi."
Gen mcr-1 juga ditemukan di Denmark, Belanda, Prancis, Malaysia dan beberapa negara Asia.
Badan Kesehatan Dunia WHO bulan lalu menyebutkan jumlah bakteri yang semakin kebal terhadap antibiotik semakin mencapai tingkat tertinggi di dunia dan menyebarnya kesalahpahaman tentang masalah ini terus berlanjut sehingga memicu meningkatnya penyakit yang kebal terhadap obat.
"Meningkatnya jumlah bakteri yang kebal terhadap antiobiotik menjadi krisis kesehatan global dan pemerintah kini menganggapnya sebagai salah satu tantangan kesehatan publik terbesar. Jumlah itu mencapai tingkat berbahaya di seluruh dunia," ujar Direktur Jendral WHO, Margaret Chan seperti dilansir TIME.com.

Misteri Ajaran Kapitayan, Jejak Monotheisme Nabi Nuh dalam Keyakinan Purba masyarakat Nusantara?


ADVERTISEMENT
Adalah satu kekeliruan, jika kita beranggapan Leluhur masyarakat Nusantara, adalah penganut animisme, penyembah benda-benda alam.
Leluhur Nusantara di masa purba, telah memiliki keyakinan monotheisme, yang disebut “Ajaran Kapitayan”.
purba1a
Ajaran Tauhid dalam Keyakinan Kapitayan
Ajaran Kapitayan menyakini bahwa segala sesuatu di alam semesta ini, diciptakan oleh Sang Maha Kuasa, yang di-istilahkan sebagai Sang Hyang Taya. Sosok Sang Hyang Taya, memiliki makna Dzat yang tidak bisa didefinisikan, yang tidak bapat didekati dengan Panca Indra.
Kepercayaan Ajaran Kapitayan kepada Sang Maha Pencipta, tentu tidak lepas dari ajaran tauhid yang dibawa oleh leluhur umat manusia Nabi Adam.
Setelah peristiwa bencana di masa Nabi Nuh, ajaran monotheisme ini kemudian disebarluaskan oleh pengikut serta keluarga Nabi Nuh, ke seluruh penjuru dunia. Jejak ajaran Tauhid Nabi Nuh, nampaknya memberkas kepada ajaran Kapitayan yang dianut oleh leluhur masyarakat Nusantara di masa Pra Sejarah.
purba1
Ajaran Kapitayan, bukan Animisme
Dalam perkembangan selanjutnya, ajaran kapitayan yang awalnya merupakan kepercayaan monotheisme, mengalami pergeseran.
Sang Hyang Taya yang Maha Ghaib, kemudian muncul dalam pribadi “TU”, “TU” lazim disebut Sanghyang Tu-nggal, yang memiliki 2 sifat, yaitu sifat yang baik disebut Tu-Han dan sifat yang tidak baik disebut Han-Tu.
Sosok Kekuatan Sang “TU” dalam ajaran ini, diyakini berada (mempribadi) kepada benda-benda yang memiliki kosa kata Tu atau To, seperti : wa-Tu (Batu), Tu-rumbuk (pohon beringin), Tu-gu, Tu-lang, Tu-ndak (bangunan berundak), Tu-tud (hati,limpa), To-san (pusaka), To-peng, To-ya (air). Dan melalui sarana benda-benda ini, masyarakat Pra Sejarah melakukan persembahan dalam bentuk sesaji.
Sesaji yang diletakkan di benda-benda alam ini, kemudian disalah artikan sebagai bentuk penyembahan kepada benda-benda alam (animisme). Padahal sejatinya merupakan sarana peribadatan kepada “Sang Pencipta”, dalam bentuk sajian yang disebut Tumpeng.

Manfaat Sujud, menurut Pakar Kesehatan Prof. Hembing, Prof. H.A Saboe dan Dr. Fidelma O’ Leary


ADVERTISEMENT
Sujud adalah teknis merendahkan diri (menyembah) kepada Allah Subhana wa Ta’ala dengan menghadap kiblat. Yang secara zahir melibatkan lima anggota badan yang tertumpu ke bumi: dahi, hidung, kedua telapak tangan, lutut dan kedua ujung kaki. Dan secara bathinmerendahkan akal dan hati, sambil mengucapkan dzikr. Ini menjadikan sujud sebagai istilah khas umat Islam, yang tidak dapat diganti atau diterjemahkan.
sujud2
Akan tetapi bukan Allah yang memperoleh keuntungan dari sujud, melainkan diri kita sendiri. Dr. Fidelma O’ Leary misalnya, Phd (Neuroscience).dari St. Edward’s University, telah menjadi muallaf karena menemukan fakta penting tentang manfaat sujud bagi kesehatan manusia.
Sebagai neurologis (ahli syaraf), wanita berdarah Irlandia ini mendapati bahwa ada saraf-saraf tertentu di otak manusia, yang hanya sesekali saja di masuki darah. Bila tidak dimasuki darah sama sekali, maka akan berakibat sangat buruk untuk kesehatan manusia. Untuk itulah dibutuhkan aktivitas rutin memasukkan darah ke syaraf-syaraf itu. Dan aktivitas rutin itu adalah sujud di dalam shalat ummat Islam.
Itu diperkuat lagi oleh pernyataan Prof. Hembing, yang berpendapat bahwa jantung, hanya mampu memasok 20% darah ke otak manusia. Untuk mencukupi kebutuhan darah ke otak, maka manusia membutuhkan rutinitas sujud.
Selain sujud juga merupakan ‘aktivitas grounding’, yakni menetralisir radiasi listrik yang diserap tubuh dari perangkat listrik (elektronik) di sekitar kita. Dr. Muhammad Dhiyaa’uddin Hamid mengatakan bahwa radiasi itu akan sangat membahayakan organ tubuh, terutama otak, bila tidak dinetralisir secara rutin.
Disamping itu, menurut penelitian Prof. H.A Saboe yang berbangsaan German, sujud juga berguna untuk membentuk dan memperbanyak kelenjar susu pada payudara wanita hamil, sehingga produksi ASI akan bertambah banyak dan lancar. Ditambah lagi, dengan sujud yang teratur sangat membantu untuk memperbaiki posisi bayi yang sungsang (mal presentasi).
Pendapat Prof. H.A Saboe, mendapat sokongan Dr. Karno Suprapto, Sp.OG, dari RS Pondok Indah, Jakarta Selatan, “Kemungkinannya kembali ke posisi normal, berkisar sekitar 92%. Dan posisi bersujud ini tidak berbahaya karena secara alamiah memberi ruangan pada bayi untuk berputar kembali ke posisi normal.” Itu sebabnya kini, banyak rumah sakit bersalin yang menganjurkan terapi sujud, bagi para wanita hamil
WaLlahu a’lamu bishshawab