Selasa, 17 Januari 2017

Ada Apa Dengan Sains ?

Menginjak awal tahun 2017 ini, sangat indah yang kami temukan beberapa kejadian di tahun 2016 lalu. Ketika flashback sedikit, saya tertarik kembali dengan fenomena yang menjadi trending topik di pertengahan 2016 lalu. Sejarah yang pernah terkubur hidup-hidup selama puluhan abad, pada abad 21 ini kembali dibangunkan dari tidurnya. Entah apa yang menjadikan orang-orang ini begitu berani menentang draft ilmuwan yang telah ditulis sepanjang 20 abad lebih. Gagasan Phytagoras (495 SM) telah mendobrak keluar daerah dari yang sangat sensitif tentang siapa manusia, dan dimana manusia ini tinggal. Pernyataan ini sangat koheren dengan pernyataan, “untuk mengetahui siapa dirimu, ketahuilah seperti apa tempat berpijak.” Kalimat ini penuh makna yang amat luas jika di jabarkan. Namun, yang akan kami tuliskan ialah mengenai sebuah gagasan Phytagoras yang menyebutkan bahwa Bumi itu bulat.
         Gagasan mengenai Bumi yang bulat ini menurut catatan sejarah telah melukai prinsip-prinsip doktrin budaya theisme pada beberapa peradaban, seperti Babylonia, Yunani Kuno, China Kuno, Jepang Kuno, India Kuno, dan ini terus berlanjut sampai datangnya periode Hellinistik. Phytagoras sendiri juga melawan gagasan Thales (546 SM) yang dikatakan sebagai guru selama beberapa tahun hidup Phytagoras. Pernyataan Phytagoras ini menolak gagasan Thales yang menyebut Bumi datar dan air mengambang diatasnya. Phytagoras membuktikan bahwa Bumi bulat dengan secara bijak mengamati pergerakan siang dan malam. Akan tetapi kalangan pengikut Thales tidak mempercayainya, masyarakat Yunani saat itu tetap mengagungkan bahwa Bumi itu datar.
     Gagasan tentang bumi yang datar ini, kemudian di dukung lagi oleh Gereja Katolik pada awal kelahiran tahun Masehi. Dengan dukungan Claudius Ptolomeus (w. 168 M) yang dengan gagasan Geosentrisnya, bahwa Bumi menjadi pusat dari tata surya. Akan tetapi, sangat di sayangkan bahwa Ptolomeus sebenarnya menyebut Bumi berbentuk bulat dan ini tentu menjadi sebuah disharmoni yang amat tampak bagi gereja. Doktrin ini terus di geluti oleh para pendeta Kristen yang menyebut Bumi itu sebagai pusat. Bahkan, ketika Galileo melakukan aksi riset Teropongnya, ia malah dihukum oleh Paus Paul V. Kenapa ? Karena Galileo menolak untuk mengikuti doktrin gereja bahwa teori Geosentris memang benar. 
Namun, ada satu titik lemah, bahwa bentuk Bumi oleh Al Kitab disebut 2 bentuk. Pertama, berbentuk lempengan datar segi empat. Hal ini seperti di tulis oleh Yohanes dalam kitab Wahyu 7 :1 “Kemudian dari pada itu aku melihat empat malaikat berdiri pada keempat penjuru bumi dan mereka menahan keempat angin bumi, supaya jangan ada angin bertiup di darat, atau di laut atau di pohon-pohon.”

Yesaya 11:12 (TB)  Ia akan menaikkan suatu panji-panji bagi bangsa-bangsa, akan mengumpulkan orang-orang Israel yang terbuang, dan akan menghimpunkan orang-orang Yehuda yang terserak dari keempat penjuru bumi. 

Mazmur 19:4 (TB)  (19-5) tetapi gema mereka terpencar ke seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi. Ia memasang kemah di langit untuk matahari, 
  Dalam sebuah tulisan dalam instropeksidiri.wordpress.com yang di post tanggal 4 November 2012, ada sebuah tulisan yang menyebut  bahwa Bumi itu datar dan memiliki sudut 4. Maka secara gamblang bahwa maksud dari itu, bumi itu hamparan segi empat. Hal ini dipertegas dalam sebuah situs sarapanpagi.org yang di post setelah gagasan The Flat Earth sedang trending di pertengahan 2016. Pada postingan tanggal 19 Agustus 2016 ini, penulis memberikan note :
“Para penginjil akan berargumen bahwa itu bukan mimpi daniel-lah, bukan ucapan Daniel-lah, bukan ucapan tuhan-lah. Mereka lupa bahwa Daniel adalah seorang pakar tafsir Mimpi [karena anugerah yang diberikan padanya]. Kalimat Nebukadnezar, yaitu "seluruh [kol] ujung [sofe] bumi..[Dan 4:11]", Daniel/Beltsazar kemudian tafsirkan "seluruh [kol] bumi [4:20]" menjadi "[..] sampai ke ujung [sofe] bumi" [4:22] [Message bible menulis ujung itu dengan 4 sudut bumi]. Padahal Daniel bisa saja mengatakan "seluruh" namun Ia justru memilih kata "ujung".
Benda bulat mana ada ujungnya?.”
     Kemudian, penulis yang sama menulis, “Ayub juga menyatakan bahwa Alah mengetahui jalan ke sana, Ia juga mengenal tempat kediamannya. Karena Ia memandang sampai ke ujung-ujung bumi, dan melihat segala sesuatu yang ada di kolong langit. [28:23-24], kalimat terakhir menunjukkan bahwa segala sesuatu dapat terlihat hanya jika bentuknya TIDAK BULAT. Jelas sudah bahwa Kitab Ayub, sudah dengan jitu menggambarkan bumi itu datar.”
       Akan tetapi, dalam sebuah tulisan dari situs GKI Pondok Indah, Jakarta, yang dipost tanggal 8 Juli 2011, kami mendapati bahwa “keempat penjuru” bumi ini hanya sebagai kiasan akan arah mata angin yang empat. Pendapat ini di dukung oleh sebuah tulisan dalam portal jw.org yang di post tanpa identitas, penulis memberikan gagasan :

“Alkitab menggunakan kata-kata ”ujung bumi” untuk memaksudkan ”bagian yang paling jauh di bumi”; ini tidak menunjukkan bahwa bumi datar atau ada tepinya. (Kisah 1:8; 13:47) Demikian juga, ungkapan ”keempat ujung bumi” adalah ibarat yang berarti seluruh permukaan bumi; sekarang pun orang menggunakan keempat mata angin untuk memaksudkan hal yang sama.—Yesaya 11:12; Lukas 13:29.

Ada pula yang berargumen dengan Yesaya 40:22 yang bunyinya,  “Dia yang bertakhta di atas bulatan bumi yang penduduknya seperti belalang; Dia yang membentangkan langit seperti kain dan memasangnya seperti kemah kediaman!”

Dari ayat ini, situs fe-id.blogspot.co.id yang di post pada 27 Juli 2016 mengulas akan kata “bulatan Bumi.” Dalam bahasa Ibrani, versi Allepo Codex, kami mendapatkan 

  כב הישב על חוג הארץ וישביה כחגבים הנוטה כדק שמים וימתחם כאהל לשבת
   
    Kata חוג (ḥūḡ) dalam leksikal, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi “The circle.” Jika masuk ke bahasa Indonesia berarti Lingkaran, bukan bulatan. Karena, dalam leksikal, kata bulatan, dalam bahasa inggris disebut “Round”, dan dalam bahasa Ibrani di tulis עָגוֹל (‘ağil) yang menandakan bahwa kata bulat tidak cocok untuk mengartikan bentuk Bumi. Dari uraian itu, rahasiaalkitab.wordpress.com menuliskan bahwa bentuk bumi seperti koin mata uang. Ini tentu mampu menolak argumen bahwa 4 penjuru Bumi itu 4 sudut.
     Akan tetapi, telah ribuan tahun disampaikan di masyarakat ataupun di kelas-kelas. Bahwa Bumi ini bentuknya seperti sebuah bola Futbol, bukan bulat penuh, melainkan elips. Pendapat ini di kuatkan dengan fakta sehari-hari bahwa Matahari selalu beredar dan tidak pernah terputus dari setiap belahan Bumi. John Gribbin telah menulis buku, dan terjemahannya oleh Dimas A. H., dengan judul BENGKEL ILMU : Fisika Modern, telah kami baca sedikit dan berisi pembuktian bahwa Fisika mendukung teori Bumi itu Bulat. Sedangkan, para pendukung Flat Earth malah menuduh salah satu argumen Gribbin, yaitu tentang gaya gravitasi sebagai sebuah kebohongan. Ini sangat aneh, sebab, jika memang Newton telah berbohong, bagaimana mungkin ia berani berujar, “Kita mengenal-Nya hanya melalui perancangan-Nya yang paling bijak dan luar biasa atas segala sesuatu... [Kita] memuji dan mengagungkan-Nya sebagai hamba-Nya...” (Sir Isaac Newton, Mathematical Principles of Natural Philosophy, Great Books of the Western World 34, William Benton, Chicago, 1952:273-274)
          Banyak di kalangan pengagum Flat Earth yang mencoba melakukan  justifikasi yang mengarah pada gagasan Konspirasi Global. Ini memang, dalam kaitan sejarah ilmu pengetahuan. Si Tokoh teratas dalam bidang ilmu pengetahuan, Isaac Newton (w. 1727 M) dalam catatan sejarah sering disebut sebagai tokoh penentang gereja. Sebab, penemuan paling populer darinya disebut-sebut sebagai musuh terbesar gereja. Gaya Gravitasi yang di gagas Newton itu telah menyakiti doktrin gereja yang kukuh pada teori Geosentrisnya. Maka jelaslah, jika para kaum yang tersakiti ini kemudian membuat isu bahwa ini hanya konspirasi, yang pastinya guna merusak citra Newton. 
Ada sebuah sisi menarik dari pembahasan ini, bahwa telah ada sebuah gagasan dari Frijtof Capra (77 tahun) yang menyebutkan bahwa Agama dan sains seperti dua potong spon yang mengapung pada aliran air yang sama. Frijtof yang mencoba menyatukan antara Mistikisme Timur dengan Fisika Modern ini menyebut bahwa Sains dan Agama sama-sama berjalan menuju pencarian Bahasa Alam Semesta. Dari sini, kaami juga mendapatkan bahwa ada argumen dari seorang tokoh sarjana falsafah dari Paramadina, bahwa seharusnya Sains dan Agama berpola Independen, yaitu berjalan masing-masing tanpa harus saling serang.
        Melihat fenomena yang saya bahas itu, tentu, ini sebuah hasil Say War antara agama dan sains. Namun, pada era modern ini baanyak para tokoh yang malah mengarahkan jalan pada integrasi antara Agama dan Sains, yang oleh orang Indonesia populer dengan Cocoklogi. Jalan ini, sampai abad 21 menemui titik temu, yaitu bahwa manusia haanya hidup dalam dimensi 3, ada makhluk yang hidup di dimensi lain, yaitu Astral yang menempati dimensi 4, dan Ligthbeings yang disebut hidup di dimensi lebih tinggi. Dengan adanya pengetahuan tentang dimensi ini, memberikan sebuah sinyal, bahwa raga kita hanya mampu hidup di dimensi 3. Akan tetapi, tidak ada satu pun tokoh di dunia ini, bahwa ada alam pikiran dan alam roh yang mampu mengeplorasi waktu. Ini tentu mematahkan argumen ateis yang tidak percaya akan hari kemudian. Disinilah letak pertemuan antara sains dan agama.
         Akan tetapi, salah satu hal yang sungguh menarik. Bahwa, ada sebuah gagasan yang menurut beberapa sumber di katakan oleh Albert Einsten,
"Aku tidak tahu senjata apa yang akan digunakan sebagai alat pada PD ke 3, namun pada PD 4, manusia akan menggunakan tongkat dan batu." Ini menarik.
Apa yang dapat kami fahami dari Albert Einsten ini punya 2 sisi yang berbeda, yaitu :

1. Ia mengindikasikan bahwa pada masa yang akan datang, Bumi kehabisan SDA dan manusia tidak dapat lagi mengolah SDA untuk di jadikan sebagai alat-alat canggih. Termasuk hal ini alat-alat perang di masa depan yang tidak dapat lagi di buat karena SDA semakin terkikis habis.
          Akan tetapi, hal ini agak ganjil, sebab, Einsten menyebut Tongkat dan Batu. Mungkin hanya sebuah kiasan untuk mengatakan kembalinya manusia kepada keruntuhan akibat kemajuan industri di jaman Modern. SDA yang tidak terbarukan kian terkikis, sehingga manusia akan memakai alat seadanya dan tidak ada lagi industri-industri besar yang memainkan peran penting dalam kehidupan manusia modern. Kita tampung dulu gagasan ini.

2. Gagasan ini mengindikasikan bahwa, Sains modern benar-benar tak berguna di masa depan. Tongkat dan Batu hanya sebuah kiasan merujuk pada alam. Sehingga, ketika manusia telah mencapai batas dalam riset-riset sains, mereka akan kembali tunduk patuh pada alam.
         Gagasan kedua ini, sangat relevan dengan apa yang sedang hangat di awal abad 21 ini. Sejarah yang di kubur hidup-hidup selama puluhan abad kembali di bangunkan dari tidurnya oleh Shelton (w.1971) yang mendirikan The Flat Earth Society. Tujuan utama kelompok ini untuk mengungkap konspirasi global yang selama puluhan abad berjalan, bahwa Bumi itu Bulat. Mereka menentang teori ini dan mengambil ajaran agama yang menyebut Bumi Datar.
           Trending mengenai Flat Earth Teory ini tentu akan memberikan dukungan terhadap The Peak Oil Teory yang telah dikembangkan oleh para ilmuwan dan kemudian terungkap hanya sebuah konspirasi Global. 
Pertanyaannya :
"Apakah memang benar-benar Sains itu pada masa depan tidak berguna sama sekali ?
Apakah memang selama puluhan abad ini, seluruh ilmuwan yang miliaran jumlahnya telah sia-sia menjalani kehidupannya ?
           Pertanyaan yang menurut saya mustahil untuk di jawab, kenapa ? Jika Tuhan marah karena Adam mampu menjadi bagian dari-NYA yang mampu mengetahui baik dan buruk, bukankah Tuhan akan sangat tidak mau jika ada manusia yang tahu akan tujuan manusia di hidupkan di Bumi. Kami sependapat dengan Einsten yang menyebutkan, 
“Ketika seseorang bertanya kepada Einstein, pertanyaan apa yang akan diajukan kepada Tuhan bila dia dapat mengajukan pertanyaan itu, dia menjawab, Bagaimana awal mula jagad raya ini? Karena segala sesuatu sesudahnya hanya masalah matematika. Tapi setelah berpikir bebrapa saat dia mengubah pikirannya lalu bilang, bukan itu. Saya akan bertanya, kenapa dunia ini diciptakan? karena dengan demikian saya akan mengetahui makna hidup saya sendiri.”

Balikpapan, 17 Januari 2016.
Pkl 18.16 WITA
Arif Yusuf

Kamis, 12 Januari 2017

OBJEK TAK SELALU REALITA

Fenomena Dzikrullah yang di salah gunakan.

Beberapa bulan telah berlalu ketika pertama kali saya mengenal filsafat. Puluhan nama sebagai filosof besar telah mengisi memori otak saya. Sejak zaman Thales, Anaximander, bahkan sampai filosof abad 20, seperti Russel, Foucault, Husserl, Ong, dll. Kemudian, saya menemukan salah satu nama filsuf kelas menengah di abad 20. Henry Corbin, salah seorang filsuf asal Perancis yang amat terkenal sebagai pengagum Syihabuddin as Suhrawadi (w. 1191 M). Corbin yang telah meninggal tahun 1978 ini telah menulis beberapa buku, di antaranya Avicenna and the Visionary Recital. Histoire de la philosophie Islamique. Creative Imagination in the Sufism of Ibn 'Arabi, En Islam Iranien: Aspects spirituels et philosophiquesSpiritual Body & Celestial Earth: From Mazdean Iran to Shi'ite Iran, dll. Diantara karya Corbin tersebut, saya pernah membaca buku Creative Imagination in the Sufism of Ibn 'Arabi, akan tetapi dalam terjemahan oleh Moh. Kozhim dan Suhadi terbitan LKiS Jogjakarta. 
      Dalam bab Pendahuluan,  Corbin menuliskan tentang perjalanan Khidr (seorang tokoh spiritualis Pra Islam) yang luar biasa dalam menegakkan panji-panji teosofi. Ia telah diagungkan karena membimbing manusia untuk membebaskan diri dari penghambaan otoriter. Manusia di ajarkan agar benar-benar sepenuhnya melakukan penghambaan dengan cara yang sempurna. Khidr, yang ajarannya ditirukan oleh Ibnu Sina, telah menanamkan sebuah ide tentang malaikat. Kemudian, dalam perjalanannya, doktrin ini mendapat sambutan hangat dari pengagumnya yang kemudian disebut Avicennan dengan neotik dan angelologi sebagai koridor. Akan tetapi, kalangan Skolastik Ortodok (Golongan ahli ilmu spiritual rasional di Barat) menolak dan tidak sejalan dengan apa yang di agungkan oleh Avicennan. Para Skolastik ini menuntut adanya sebuah gagasan rasional agar ide-ide ghaib ini di realisasikan. Dalam perjalanannya, Skolastik dan Avicennan berpisah jauh baik dalam ide-ide, dalam kosakata, dan bahkan dalam hal eksistensial masing-masing, dalam segala hal. 
       Kemudian, satu poin khusus yang tidak bisa diterima oleh Skolastik adalah tentang eksistensi malaikat sebagai sebuah theopany, yaitu sesosok makhluk hasil kreasi Tuhan yang memiliki korelasi yang hakiki dengan rupa Tuhan yang seiring dengan rupa DIA yang banyak di kemukakan dimana-mana. Akan tetapi, malaikat disini bukan sebagai personal yang bertugas menyampaikan wahyu, bukan personal yang menjadi pengiring setiap manusia, dan bukan pula personal yang diunggulkan daripada manusia. Malaikat yang dimaaksud adalah antara korelasinya dengan identitas Tuhan yang menunjukkan bahwa diriNYA memang ada. Dengan penggunaan identitas ini, Tuhan akan menyampaikan kepada manusia bahwa DIA benar-benar real pada kehidupan, namun dengan dimensi yang berbeda. Bukan lagi dimensi astral pada dimensi ke 4, namun lebih dari itu.
        Maka dengan adanya korelasi ini, identitas Tuhan mampu diketahui oleh manusia dengan korelasi sifat teofani dan angelofani. Sangat mustahil Tuhan akan diketahui oleh manusia, dengan eksistensinya, tanpa penggambaran akan sifatnya. Meskipun demikian, penggambaran Tuhan dengan malaikat ini hanya sebatas universalitas saja. Yaitu ketika Tuhan sebagai personal yang memiliki alam semesta, IA juga memiliki sifat yang tergambar di Alam Semesta. Akan tetapi, identitas diriNYA sebagai Individu sangat berbeda, tidak dapat kita gambarkan secara rasional maupun intuisional. Karena satu sifat Tuhan agung ialah berbeda dengan Makhluk, yaitu hasil kreasi-NYA. 
            Dari sedikit paparan di atas, sebenarnya hanya sebagai pengantar saja, sebab, yang akan saya bahas di sini adalah mengenai pengalaman saya dalam mengikuti diskusi dengan para murid filsafat. Dalam sebuah forum Diskusi Seputar Filsafat dan Logika di sebuah medsos facebook, saya menemukan sebuah pernyataan unik. Yaitu dari seorang pemuda berinisial SR yang di posting tanggal 10 Desember 2016 pukul 17.53 WITA.  Seorang pemuda yang menurut profilnya adalah seorang mahasiswa di Perguruan Tinggi Islam di Indonesia ini menuliskan, 
“Dzikirullah.mngingat allah.apakh allah bisa diingat?emng DIA punya bentk dan rupa,kok diingat.ingt alla sma aja mnyrupakn ssuatu dngam apa yg kita pkirkan,jdi lupakn allah gk usah di ingat lagi ya, salam damai hhh.”
       Sadis memang, seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi Islam yang benar-benar mempermainkan eksistensi Allah. Ternyata, apa yang dilakukan oleh SR, telah di sebutkan oleh Nabi Muhammad saw melalui estafet firman Allah yang di wahyukan oleh malaikat pada abad ke 7 yang lalu. Allah swt berfirman :
“Tidaklah mereka (orang-orang munafik itu) mengetahui bahwasanya barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya nerakan jahannamlah baginya, kekal mereka di dalamnya. Itu adalah kehinaan yang besar. (63) Orang-orang yang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka sesuatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi dalam hati mereka. Katakanlah kepada mereka: "Teruskanlah ejekan-ejekanmu (terhadap Allah dan rasul-Nya)". Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang kamu takuti itu. (64). Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab, "Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja". Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?" (65) Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.(66).” {QS at Taubah : 63-66)

Tak hanya itu, kalangan ahli kitab sebelum Islam bahkan memberikan keterangan yang cukup indah, yaitu

“banyak orang yang berkata tentang aku: "Baginya tidak ada pertolongan dari pada Allah." Sela.” { Mazmur 3:2 (TB)}

“Karena orang fasik memuji-muji keinginan hatinya, dan orang yang loba mengutuki dan menista TUHAN. Kata orang fasik itu dengan batang hidungnya ke atas: "Allah tidak akan menuntut! Tidak ada Allah!", itulah seluruh pikirannya. Tindakan-tindakannya selalu berhasil; hukum-hukum-Mu tinggi sekali, jauh dari dia; ia menganggap remeh semua lawannya. Ia berkata dalam hatinya: "Aku takkan goyang. Aku tidak akan ditimpa malapetaka turun-temurun." { Mazmur 10:3-6 (TB)}

“Untuk pemimpin biduan. Dari Daud. Orang bebal berkata dalam hatinya: "Tidak ada Allah." Busuk dan jijik perbuatan mereka, tidak ada yang berbuat baik. Mereka semua telah menyeleweng, semuanya telah bejat; tidak ada yang berbuat baik, seorang pun tidak. { Mazmur 14:1, 3 (TB)}

Dari sedikit kutipan itu, sekiranya dapat dijadikan sebagai pedoman yang cukup jelas. Bahwa Tuhan memang bennar ada dan mampu menunjukkan eksistensiNYA dengan caraNYA sendiri. Karena memang DIA berbeda dengan ciptaanNYA. Ayat-ayat kitab suci tersebut juga memberikan indikasi bahwa mereka adalah orang yg hati dan fikirannya kacau. Dengan aplikasi di kehidupan, punya peluang besar bahwa mereka ini bukan dari golongan orang yg percaya tentang dimensi berbeda daei dimensi manusia. Mereka pasti tidak dapat memahami bagaimana seorang yang punya indera ke 6 melihat kejadian yang akan datang. Karena pada dasarnya, hukum eksistensi adalah untuk masa sekarang. Yaitu realitas present, bukan past juga bukan future. Ketika sebuah objek dikatakan eksis apabila dalam koridor present mampu dikelola oleh rasio untuk dijadikan pihak lain dari fikirannya sendiri. Termasuk dalam hal ini ialah eksistensi Tuhan sebagai objek. 
   Mengenai objek, para pakar telah menyetujui dalam bahasa Indonesia disebut hal, perkara, atau orang yg menjadi pokok pembicaraan. Adelbert Sneijder (2006 : 38-39) telah membahas mengenai disfungsi objek dan subjek sebagai alat meraih nilai kebenaran. Dalam tulisannya, ia mengemukakan bahwa golongan idealisme (seperti Kant  ) mengagungkan bahwa subjek lah yang menentukan realitas. Jika kebenaran diartikan sebagai realitas, maka subjek ini yaang mampu menciptakan realitas. Itu artinya, eksistensi dari kebenaran merupakan hasil kreasi dari ide-ide yang dikembangkan oleh subjek. Ia mampu menciptakan realitas dari yang khayali dengan kemampuan sejauh mana imajinasinya pergi. Mungkin inilah yang sedikit di anut Albert Einsten. Sedangkan, dari kalangan realisme, menganggap kebenaran adalah realitas objek itu sendiri. Ia dibiarkan eksis dengan caranya sendiri, tanpa harus dilakukan penginderaan ideal. Semua yang diamati haruslah rasional, sejauh mana inderanya mampu menangkap. Namun, Einsten justru menegasikan realitas ini, ia berujar, “realitas hanyalah sebuah ilusi, meskipun terjadi terus menerus.”
         Dari pembahasan ini, sepanjang yang saya ketahui, objek filsafat ada dua, yaitu objek material yang mewajibkan ada dan tidak ada. Kedua, ialah objek formal, yaitu mengenai prinsipial dan asas. Maka filsafat bersifat mengkonstatis prinsip-prinsip  kebenaran dan tidak kebenaran. Sifat yang lain dari objek ini yaitu non-fragmentaris, maka dengan sifat ini objek formal menjadi sebuah satu keutuhan yang tidak dapat dipisah masing-masing. Ini tentu mampu menjawab gugatan bahwa Tuhan punya bentuk/rupa, maka akan seperti makhluk, ini kliru. 
         Adapun jika memang harus di perhatikan, bahwa dzikrullah (mengingat Allah) merupakan sebuah hasil imajinasi manusia yang ideal realis. Sebab, saya katakan ideal, karena Tuhan adalah khayali yang tidak dapat di jangkau oleh akal sehat. IA memiliki identitas tersendiri agar tidak ada seorangpun mampu mengenalinya seperti manusia mengenali makhluk/benda. Hanya saja, ia punya sifat yang universal, semua sifat yang khas yang dimiliki oleh makhluk, dimiliki juga oleh Tuhan. Kami katakan realis, karena sekali lagi, kita mengenalNYA melalui sifat-sifat dan hasil karyanya. Misal saja, seorang musisi, ia mampu dikenali lewat alunan nada sesuai genrenya. Tentu, jika kita mengenal sebuah aransemen suatu genre, kita tahu, yang menciptakan itu mengerti dan memiliki skill pada genre itu. Maka jellaslah, karena sifatNYA bisa dilihat dari makhlukNYA, maka Eksistensi Tuhan ini benar-benar real. 
          Sebut saja, Ibnu Arabi yang terlalu intens mengemukakan bahwa sifat Tuhan dan Malaikat memiliki korelasi yang istimewa. Mungkin saja ini benar, karena dalam sebuah doktrin Gereja dan Yahudi, bahwa malaikat dan Tuhan memiliki sifat yang sama, yaitu bisa dengan nyata membedakan yang baik dan buruk. Sebagaimana tertulis, “ Berfirmanlah TUHAN Allah: "Sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti salah satu dari Kita, tahu tentang yang baik dan yang jahat; maka sekarang jangan sampai ia mengulurkan tangannya dan mengambil pula dari buah pohon kehidupan itu dan memakannya, sehingga ia hidup untuk selama-lamanya." (Kejadian 3 : 22)
       Ini tentu agak menarik, karena tertulis kata ganti jamak, yaitu dengan adanya personal jamak. Denggan isyarat ini, tentu akan menimbulkan sebuah dukungan terhadap sufi Ibnu Arabi yang menyambungkan korelasi yang khas antara Theos dan Angel. Maka tentu, sekali lagi, sifatnya yang sama, namun personalnya berbeda. Terlebih, jika memang malaikat yang berada di dimensi lain dari dimensi ruang dan waktu mampu digambarkan, maka Tuhan, sekali lagi, berbeda dengan ciptaanNYA. Tidak ada gambaran yang mampu di realisasikan oleh makhluk mengenai Eksistensi Rupa Tuhan.
        Telah sampai pada titik akhir dimana pembahasan ini berakhir. Pernyataan bahwa mengingat allah sama saja menyekutukan dengan makhluk, maka tentu pernyataan ini ada 2 kemungkinan. Pertama, bahwa ia memaksudkan untuk mengungkapkan realisme bahwa segala sesuatu itu harus realistis agar dapat dimengerti. Kedua, ia menganggap bahwa melupakan Tuhan akan memberi kita keleluasaan. Karena memang, terkadang, aturan agama, yang mengajarkan tentang mengingat Tuhan itu membebani manusia dengan kewajiban dan larangan yang harus ditinggalkan, padahal itu jalan menuju kesuksesan menurut ukuran manusia.
      Maka, jawaban kami, mengingat allah adalah dengan sifat-sifat NYA yang universal, yang mampu dimengerti manusia, bukan eksistensi rupa DIA yang hakiki. Tentu, ketika allah memang memiliki sifatNYA yang teramat agung, ingatlah DIA dengan sifatNYA yang akan mampu memberikan kejernihan hati dan fikiran.


Balikpapan, 12 Januari 2017, 
Pkl. 21.40 WITA
Arif Yusuf.

Sabtu, 07 Januari 2017

KAMU BERTANGGUNGJAWAB ATAS WILAYAHMU


Ketika Manusia Bercita-cita Melakukan Apa yang Tuhan Bisa Lakukan.



Fenomena ujian Nasional untuk SMA/SMK Se-Indonesia memang menjadi objek yang begitu mengundang perhatian lebih. Mata pelajaran yang di ujikan terdiri dari Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris untuk materi pokoknya. Mendapat tambahan dari Biologi, Fisika, dan Kimia untuk program IPA. Kemudian Ekonomi, Geografi dan Sejarah dalam program IPS. Para siswa terlihat begitu antusias menyambut hal itu. Berbagai kesibukan dilakukan untuk mempersiapkan diri. Sampai-sampai anak yang tidak suka belajar pun turut terjun dalam kesibukan itu. Belajar lebih banyak, mengurangi jatah bermain, menyiapkan mental dan kesehatan. Beberapa siswa mengaku begitu ngeri menghadapi UN. Entah diri yang belum siap, materi  yang belum 100% dikuasai, ataupun mengejar nilai yang terbaik. Sering kali terlihat mereka begitu tekun dan terfokus untuk mempersiapkan itu semua di detik-detik terakhir. Hal inilah yang sering kali membuat aneffektifitas pembelajaran. Mengejar sebanyak-banyaknya materi untuk mempersiapkan materi itu. Saya pun turut serta menjadi bagian itu. 
Satu keanehan yang saya dapatkan saat melakukan  persiapan itu. Ketika membuka bank soal, soal UN di bidang Biologi tahun 2013. Kami mendapatkan sebuah pelajaran berharga demi sebuah tujuan perjalanan kehidupan. Pada nomor ujian 40,secara gamblang disebut sebuah pernyataan bahwa ada diskontinuitas antara peran agama dan etika yang sudah sejak awal bumi berkembang telah mengisi setiap nafas manusia. Kini, kedudukannya hampir saja direbut oleh Ilmu Pengetahuan. Satu soal yang kami temukan adalah mengenai bioteknologi modern. Soal yang menyebut kelemahan dari peran bioteknologi dengan kehidupan manusia.
Apakah yang menyebabkan saya mengatakan kalau soal itu aneh?
Anda tentu juga pernah mendengar tentang Agama. Kalau menurut Prof. Sidi Ghazalba, Agama berakar dari 2 kata  dalam bahasa sanskerta. A yang merujuk pada tidak, dan gama yang merujuk pada kacau. Artinya Agama adalah suatu wadah bagi manusia untuk mengatur hidupnya agar tidak kacau. Sedangkan, ke tidak kacauan ini berorientasi pada sumber segala kekuatan di Alam, yaitu Tuhan yang Maha Kuasa.
Bila kita melihat pembahasan pada soal itu, kita akan menemukan keterangan yang absurd. Disebut, bahwa bioteknologi terutama Kloning, hibridoma, kultur jaringan, Gen insulin, plasmid adalah melanggar etika dan religi. Kloning dikatakan bertindak seolah seperti Tuhan yang mampu menciptakan dan menghilangkan nyawa sesuka hati. Ini tentu sangat mengusik kenyamanan para religiawan dalam mengatur tingkah laku manusia. Pasalnya, kenapa tugas yang seharusnya milik Tuhan malah di ambil alih oleh Manusia ?
Dalam kasus ini, kami punya sedikit ilustrasi yang mungkin bisa menggambarkan keadaan ini.
Pada suatu pagi, sebelum masa KBM di kelas pada sebuah sekolah menengah dimulai, seorang siswa tengah santai dan siap mengikuti kelas hari itu. Seorang siswa bernama Jago yang terkenal cukup unggul di kelas tiba-tiba berdiri di depan kelas dan berkata kepada teman-temannya, “selamat pagi anak-anak..” (sembari menirukan logat seorang guru Matematika yang akan mengajar di jam pertama.) Memang, semua siswa sudah hafal dengan style sang guru itu, dan tertawalah para siswa di kelas itu. Tanpa berfikir apa yang akan terjadi, Jago melanjutkan aksinya dengan mengajukan pertanyaan kepada teman-temannya, persis seperti sang guru bertanya kepada mereka. Ini dilakukan berkali-kali, karena memang, mereka sudah sangat hafal dengan gaya sang guru.
Beberapa menit kejadian itu berlangsung, sang guru ternyata sudah berada di dekat pintu, namun karena sang guru mengetahui apa yang terjadi di dalam. Jago tetap pada posisi dan ia beradu otak dengan teman-temannya dalam menyelesaikan soal yang ia ajukan, tetap dengan style sang guru. Ternyata memang luar biasa, Jago sangat hafal dan lihai mempraktikkan style dari sang guru. Akhirnya, sang guru mengetuk pintu dan memberi salam. Sontak seluruh isi kelas ribut menempatkan diri dan membalas salam dari guru tersebut. Namun, anehnya, Jago tidak menghiraukan kode dari teman-temannya yang memberitahukan bahwa guru sudah datang. Ia tetap melakukan kekonyolannya dalam menggantikan posisi sang guru di kelas.
Melihat sikap Jago yang demikian, sang guru coba memberikan isyarat agar si Jago mundur dan duduk di tempat duduknya. Namun, apalah dikata, Jago malah berkata kepada sang guru, “looh, saya kan juga bisa menyelesaikan soal seperti yang bapak sering lakukan. Kenapa saya harus mundur. Coba lihat, siapa diantara mereka yang bisa seperti ini ?.”
Sang guru menjawab, “sebentar nak, bukankah tugas siswa itu mendapat pelajaran dari guru, dan guru bertugas mengajari kalian ?”
“Tugas kami memang menjalankan perintah dan tugas dari guru, namun, jika saya bisa menjadi seperti guru, kenapa saya harus tunduk dan patuh pada perintah dan tugas guru ?” balas si Jago. “tapi ini bukan waktunya nak, sekarang waktu kamu belajar di kelas dan menjadi objek pengajaran guru. Nanti, kalo kamu sudah lulus dan sudah memenuhi syarat untuk menjadi seorang guru, silahkan kamu menggantikan posisi saya, tapi waktu ini, kamu belum punya hak untuk seperti itu.” Pungkas sang guru.

Dari ilustrasi pendek tersebut, kita bisa mengambil sebuah pelajaran, bahwa ketika seorang dengan tugas dan kewajiban yang di dapat sesuai posisinya menjadikan ia dilarang keras untuk merebut tugas dan kewajiban pihak lain. Tidak akan di izinkan seorang peserta ujian untuk menjadi pengawas dengan meninggalkan tugasnya mengerjakan ujian, walau ia sudah mengerjakan, ia tetap tidak diizinkan melakukan tugas dari pengawas ujian. Apabila ketentuan ujian itu dilanggar oleh seorang peserta, tentu, sanksi DO atau diskualifikasi yang harus ia terima. Karena ia telah keluar wilayah. Begitu pula misal dalam sebuah bank, ada suatu wilayah yang hanya boleh dimasuki oleh karyawan bank, selain itu haram hukumnya. Ketika ada seorang nasabah yang nekat masuk ke wilayah itu dan menjalankan pekerjaan seperti yang di lakukan oleh pegawai bank, tentu, pihak bank akan memberi peringatan dan bahkan menuntut ke jalur hukum.
Mengenai bioteknologi yang kami sebutkan, kami akan sedikit memberi keterangan mengapa bisa kami anggap problem. Kloning, sebagaimana kami dapati, bahwa secara umum berarti suatu upaya tindakan untuk memproduksi atau menggandakan sejumlah individu yang hasilnya secara genetik sama persis (identik) berasal dari induk yang sama, mempunyai susunan (jumlah dan gen) yang sama. Kultur Jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti sekelompok sel atau jaringan yang ditumbuhkan dengan kondisi aseptik, sehingga bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri tumbuh menjadi tanaman lengkap kembali. Hibridoma adalah sel-sel yang dihasilkan dengan cara peleburan atau fusi dua tipe sel yang berbeda menjadi kesatuan tunggal yang mengandung gen-gen dari kedua yang digabungkan. Gen Insulin ialah insulin adalah protein kecil sederhana yang terdiri dari 51 asam amino, 30 di antaranya merupakan satu rantai polipeptida, dan 21 lainnya yang membentuk rantai kedua.
Semua rekayasa manusia di atas adalah sebuah usaha yang sama dalam hal tujuan, yaitu menghendaki supaya manusia berusaha menolak cacat dan kematian makhluk hidup. Para ilmuwan ini bekerja keras menciptakan bibit-bibit makhluk hidup unggul dengan kapabilitas lebih dan mampu terhindar dari segala kekurangan. Satu hal yang menjadi problem, bukankah seharusnya manusia telah kelewat batas ketika mereka bercita-cita ingin melakukan apa yang menjadi tugas Tuhan Semesta Alam ? Apakah memang tidak puas manusia ini melihat apa yang sudah Tuhan berikan ?
Ternyata, jawaban atas hal ini telah tertulis indah dalam kitab agama samawi  yang tiga, yaitu Taurat, Al Kitab, dan Al Quran. Dalam Taurat dan Alkitab, disebutkan Adam dan Hawa diusir oleh Tuhan dari Taman Eden karena melanggar perjanjian, bahwa ia dilarang untuk mendekati dan memetik buah Pengetahuan di tengah Taman. Karena Adam dan Hawa memetiknya lalu memakannya, mereka menjadi bagian dari Tuhan dan Malaikat yang tahu akan hal baik dan buruk. Karena wilayah Tuhan telah di jajah oleh Adam, maka ia diturunkan derajatnya, dari penghuni Taman yang penuh kenikmatan, menuju Bumi yang ia harus bersusah payah mencari kehidupan. Kisah ini juga di dapat dari Al Quran, Kitab Yobel dan Henokh dari Kitab Apocrifa. 
Bukankah itu menjadi pelajaran bagi manusia, ketika Adam telah melakukan dosa berupa memasuki wilayah Tuhan, ia di turunkan derajatnya dan di kutuk untuk kesusahan hidup di Bumi dan akan saling bermusuhan. Ini tentu akan memberikan peluang bahwa ketika manusia kembali melakukan dosa yang senada dengan Adam, tak khayal, Tuhan akan marah dan mengutuk manusia menjadi lebih hina lagi. Siapa yang lantas dapat dijadikan penanggungjawab ? Para ilmuwan yang minim akan ilmu keagamaanlah yang akan bertanggungjawab, sebab mereka akan mampu melakukan hal yang manusia awam tidak dapat melakukannya. Mereka yang jenius ini akan mampu melakukan apa yang menurut orang awam adalah khayal. Termasukpun sebuah karya yang diharapkan mereka akan mampu menciptakan kehidupan. Bahkan, cita-cita abad 21 ini, manusia berusaha mencari tempat lain selain muka bumi untuk berlari menghindari hari kehancuran yang telah ditulis dalam Kitab Suci agama Samawi itu. 
Penemuan Planet Nibbiru, pembuatan Pesawat antar Planet yang kecepatannya melebihi kecepatan cahaya, penciptaan makhluk hidup, penolakan atas takdir tua dan mati, semua di lakukan atas dasar manusia tidak mau pergi dari dunia nyata ini. Mereka ingin tetap berada disini selamanya dan tidak percaya akan masa yang lebih baik daripada masa di dunia ini. Ini tentu sangat mengusik kenyamanan para agamawan yang berjuang mati-matian untuk menomer dua kan kehidupan dunia dan mengutamakan kepentingan untuk hari esok di negeri Akhirat.
Maka, ketika sebuah kejayaan Intelektual yang tidak di barengi dengan beningnya hati dalam ranah agama, mustahil kehidupan yang indah nan damai akan tercipta. Ketika sebuah pertanyaan muncul, apa gunanya agama ? Benarkah Tuhan itu ada ? Maka kembalikan semua yang mereka pertanyakan, bukankah Huruf, Angka, Gambar, Perkakas, Sinar, atau Sebuah Suara, lahir karena adanya subjek pencipta. Tak ada sebuah objek yang muncul dari ketiadaan tanpa di ciptakan. Jika sebuah suara mampu di ciptakan oleh manusia dengan alat yang ada, lantas, bukankah seharusnya Galaksi dan alam raya ini ada yang menciptakan ? Manusia ? Oh, tentu tidak, bagaimana mungkin manusia menciptakan Alam semesta, sedangkan ia tidak pernah di kenal dalam sejarah ?
Maka begitulah kiranya, Pencipta Alam Semesta adalah Tuhan. Sangat jelas terlihat, apabila Tuhan marah dan tidak lagi percaya pada Manusia, bukankah DIA akan melakukan hal yang tidak diinginkan manusia. Jika CiptaanNYA ini di hancurkan karena Tuhan kesal dengan ulah manusia yang terus menuntut agar Manusia bisa seperti Tuhan, apa yang akan terjadi ? Manusia akan kehilangan Alam Semesta, dan Manusia akan kehilangan tempat untuk melakukan berbagai eksperimen agar ia bisa melakukan apa yang Tuhan bisa lakukan.


Diselesaikan di Balikpapan
Sabtu, 7 Januari 2017. Pkl 20.35 WITA
ARIF YUSUF

Selasa, 20 Desember 2016

MUKHTASAR SEJARAH TADWIN HADITS


1. PENULISAN HADIS
Penulisan hadis sudah dimulai pada masa Nabi saw, hal ini tercatat dalam hadis riwayat Abu Dawud dalam Kitab. Ilmu, Bab Fi kutubul ‘ilmu No. 3646 dari Ibnu Amr yang melapor kepada Nabi saw bahwa ia pernah ditegur oleh masyarakat Quraisy. Kemudian Nabi bersabda :” Tulislah ! Sebab, tidaklah keluar dari mulutku kecuali kebenaran.” Maka, kkarena kegemaran menulis dari Ibnu Amr ini, ia berhasil dikenal.sebagai orang pertama yang menulis hadis. Manuskrip tulisannya ini kemudian di beri nnama Shahifah ash Shadiqah berisi 700 an hadits. Sebenarnya ada banyak tulisan yang dikenal, namun kami menemukan para penulis hadia itu antara lain, Hammam bin Munnabih yang menulis Shahifah ash Shahihah, Kakak Hammam, yaitu Wahb bin Munabbih menulis Shahifah Jabir ra. Urwah bin Zubair menulis Riwayat Aisyah, Said bin Jubair yang menulis Ahadits Ibnu Abbas ra, Anasbin Malik menulis ratusqn hadits dari ingatannya, Basyir bin Nahik menulis riwayat Abu Hurairah, dll.

2. PEMBUKUAN HADITS
Pembukuan hadis pertama dilakukan oleh Ibnu Syihab Az Zuhri pada tahun 101 H atas permintaan Umar bin Abdul Aziz. Setelah Az Zuhri, pembukuan hadis dilakukan secara besar-besaran. Imam Malik ra pada kurun 131 H -141 H menulis al Muwatha’ yang berisi 1720 hadits. Adapun kitab-kitab lain pada masa itu adalah Jami’ Ibnu Juraij, Jami’ al Auza’i, Jami’ Sufyan Ats Tsauri, Jami’/Sunan fil fiqh li ibnul Mubarak, Arbain fil Hadits, Ar Raqa’iq, Kitabut Tarikh, yang kesemuanya milik Ibnu Mubarak, Kitabul Akhraj lii Abu Yusuf (w.182 H), Kitabul Atsar Imam Muhammad (w.189 H)
Lanjut pada akhir abad kedua masuk ke abad ketiga, penuliisan dalam bentuk buku dilakukan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dengan al..musnadnya, Ibnu Main, Abu al Hasan Ali al Madini, Ibnu Abi Syaibah, Al Bukhari, Muslim, At Tirmidzi, Abu Dawud, an Nasai, Ibnu Majah, Abu Hatim ar Razi, Ath Thabariy, Ibnu Saad, At Thahawi, Ibnu Hibban, Ibnu Khuzaimah, Ath Thabaraniy, Al. Hakim, Ad Daruquthni, al Baihaqi dan generasi terakhir adalah Al Khatib al Baghdadi, ad Dailamiy dan Ibmu Asakir pada sekirtar abad ke 5 H / 11 M.

3. METODE PEMBUKUAN DAN KARYA
a. Masanid (sesuai kumpulan nama perawi) : Musnad Imam Ahmad, Musnad Abu Dawud, Musnad Abu Ya’la, Musnad Al Bazzar, dll.
b. Jami (pembahasan agama) : Jamiush Shahih al Bukhari, Jamiush Shahib Muslim, ami at Tirmidzi, 
c. Sunan (sesuai urutan fiqih) : sunan Abu Dawud, Sunan Tirmidzi, Sunan An Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, Sunan Ad Darimiy, Sunan Ad Daruquthni, Sunan Al Baihaqiy.
d. Shahih (kumpulan hadis shahih) : Shahih Ibnu Khuzaimah dan Shahih Ibnu Hibban.
e. Mushanaf (Urutan bab fiqih) : Mushanaf Abdur Razaq, Mushanaf Ibnu Abi Syaibah, dll.
f. Muwatha’(Urutan bab Fiqih) ; Muwatha’ Imam Malik, Muwatha’ Al Marwazi, Muwatha’ Abu Dzib al Madini.
g. Majmi’ : Mu’jamul Kabir, Mu’jamul Ausath, dan Mu’jam ash Shughra karya Ath Thabarani, serta Mu’jamul Buldan Abu Ya’la.
h. Zawaid (tambahan yang belum ditulis dalam kitab lain) : 
i. Ahkam (sesuai aturan hukum) : Umdatul Ahkam al Maqdisi, Muntaqa al Ahkam Abul Barakat, Bulughul Maram Ibnu Hajar, dll.
j. Tematik : At Targhib wat Tsrhib Al Mundziri, Az Zuhud Ibnul.Mubarak, Riyadhus Shalihin An Nawawi.

Kamis, 08 Desember 2016

APA GUNANYA AGAMA BAGI KITA ?


Pernah berfikir diantara kita semua, sebenarnya hewan apa yang paling kuat ?
Apakah itu gajah yang mampu mengangkat benda seberat  9 Ton ? Tapi itu hanya 2 kali berat lebih besar di banding berat tubuhnya yang mampu mencapai 5 Ton. Itu artinya sama seperti Kerang Kepah dan Harimau. Akan tetapi, mereka hanya mampu mengangkat masing-masing sekitar 150 gram dan 500 kg. Sangat jauh dengan Gajah. Lalu bukankah Gajah kalah kuat jika di banding dengan Elang yang mampu mengangkat 4 kali berat badannya. Tapi Elang hanya bisa mengangkat seberat 20 kg saja. Lalu apakah itu seekor Semut Pemakan Daun dari Famili Formicidae yang mampu menopang beban 50 kali berat badannya ? Tapi berat itu sangat jauh dari besaran berat yang mampu ditopang Gajah. Lalu apakah dia Gorilla yang mampu menopang 2 ton dengan berat badan sekitar 200 kg ? Namun angka 10 kali berat badannya itu sangat jauh dengan 50 kali berat badan yang dimiliki Semut. Lalu apakah dia Si Kumbang Badak dari Famili Scarabaeidae yang mampu menopang 850 kali berat badannya ? Jika dihitung berat badannya 70 gram, maka ia hanya mampu menopang 60 kg saja. 
Jika itu diurutkan mungkin akan menjadi seperti ini,
Urutan menurut berat satuan, Kerang < Semut < Elang < Kumbang < Harimau < Gorilla < Gajah. 
Urutan menurut kelipatan berat badan, Gajah < Kerang < Harimau < Elang < Gorilla < Semut < Kumbang.
Akan tetapi yang kami temui, bahwa urutan dari hewan yang paling kuat adalah Kerang < Harimau < Elang < Gorilla < Semut < Gajah < Kumbang.
Kenapa bisa seperti itu ?
Kita lihat saja, ilustrasi tersebut bisa kita terapkan ke dalam kehidupan manusia sehari-hari. Hal itu seperti ketika anda bercerita dengan kawan anda mengenai siapa orang yang paling kaya itu ?
Seringkali kita akan menjawab dengan acuan satuan yang tampak, bukan dari lompatannya dari posisi awal. Ini seperti ketika kita mengurutkan hewan itu sesuai dengan satuan berat. Pada tahun 2016, tercatat Robert Budi Hartono memiliki kekayaan sekitar 105 Trilliun Rupiah. Ini mengungguli kakaknya yang memiliki sekitar 103 Trilliun, juga Chairul Tanjung yang memiliki 63 Trilliun. Lantas, bagaimana dengan keadaan ekonomi sesepuh mereka ?
Bulankah seharusnya kita lebih memperhitungkan segala aspeknya. Seperti Misal Chaerul Tanjung yang pernah kuliah di Fakultas Kedokteran Gigi di UI. Lalu Budi Hartono yang terdidik oleh Pendiri Djarum yang merupakan ayahnya sendiri. Aburizal Bakrie yang mewarisi aset Ahmat Bakrie. 
Mereka telah mendapatkan kelahiran, kehidupan, pendidikan, finansial, dan gaya hidup dalam dunia ekonomi. Lahir di kasur empuk rumah sakit dengan dokter yang cekatan, sangat mungkin. Makan dan minum dengan asupan gizi yang di atur ahli gizi, sangt mungkin. Bercengkerama dengan dunia bisnis, tentu saja. Memiliki kawan-kawan yang bergelimang harta, jelas. Mendapatkan pendidikan layaknya para bangsawan, sangat jelas. Maka sangat layak pantas jika mereka ditempatkan sebagai orang terkaya. Namun, kita tentu melupakan seorang Mochtar Riady yang lahir dari Seorang penjual Batik dan sekarang dia sendiri memiliki aset sekitar 27 Trilliun Rupiah. Lompatan yang dilakukan oleh Mochtar ini sangat jauh dari yang dilakukan oleh Hartono dan Tanjung. 
Ini sama seperti seekor Semut dengan Gajah. Gajah telah lahir dari perut seekor Gajah yang dalam 20 bulan mendapatkan persiapan nutrisi dari Induk gajah. Ia mewarisi darah seekor gajah. Terlahir dengan sepasang telinga besar khas gajah. Dua pasang kaki yang besarnya tak dimiliki oleh hewan lain. Sebuah belalai panjang nan menggelora. Lantas apalah yang akan mereka jadikan acuan bahwa mereka bisa melompat jauh dari posisi mereka ?
Asal-usul seekor gajah ini tidak pernah ditentang dan dipertanyakan oleh setiap pengamat. Mereka hanya akan mengidentifikasi, bahwa ciri-ciri seperti itu adalah Gajah. Meskipun para pengamat tidak melihat kelahiran si Gajah. Mungkin saja, ia dilahirkan oleh seekor beruang. Tapi tidak mungkin. Mungkin saja dia berevolusi dari seekor Babi Hutan. Tapi Teori Evolusi tidak menuliskannya. Atau mungkin saja saat dilihat seorang pengamat dia adalah Gajah, di waktu dan posisi lain, mereka dilihat oleh pengamat lain adalah seekor Jerapah. 
Teori Evolusi tidak pernah menjelaskan adanya evolusi Gajah yang berasal dari hewan laain. Sebuah pembahasan esensial juga akan menyebut itu seekor gajah, karena secara substansial ciri-ciri yang membentuknya tetap milik Gajah, meskipun pengamat yang berbeda menyebutnya bukan seekor Gajah.
Begitulah kira-kira implikasi dari asal-usul seorang manusia. Ketika kita terlahir dalam ekonomi bawah, tak dapat mengelak, bahwa kita adalah kaum bawahan. Ketika kita terlahir dari golongan elit, darah biru, konglomerat, ekonom kelas atas, secara substansi dan esensi kita bukanlah kaum bawah meskipun seorang menyaamar sebagai seorang gembel sekalipun. Mengapa Karl Marx begitu jeli melihat bahwa ketika kaum bawah selalu menuntut untuk perbaikan, bertukar tempat dengan yang diatas, akan tetapi itu ditolak oleh kalangan atas.
Secara etika dan estetika, keadaan ekonomi yang rendah merupakan sebuah aib bagi seluruh masyarakat. Ketika keterbelakangan menjadi sebuah sampah yang harus ditanggulangi, diolah sedemikian rupa, entah itu dibuang, di asingkan, atau jika secara bijak di daur ulang. Namun, diaisi lain, status quo yang sudah tertata rapi tak mau di usik. Kalangan borjuis seringkali tidak berkenan untuk berbagi tempat dengan kalangan proletar. Status quo yang mengimplikasikan keberadaan tatanan yang mapan dan tidak perlu adanya perbaikan lagi, menjadi alasan agar para borjuis ngotot mempertahankan kedudukannya.
Seperti sebuah pohon cemara yang kokoh nan menjulang. Ketika ia berada di kawanan semak belukar, ia akan terlihat sangat berbeda dengan benda di sekitarnya. Ketika ada badai menghempas, si cemaralah yang memiliki peluang besar untuk roboh pertama kali. Maka karena ia merasa untuk mencari rasa aman, berkumpullah dia bersama kawanan yang juga besar nan menjulang. Kenapa ? Karena ia akan berada dalam lindungan karena posisinya yang tak begitu mencolok. Sangat riskan ketika si cemara berada di kawanan yang jauh lebih kecil darinya.
Namun, apabila semak belukar dan perdu-perdu yang datang berlindung, si Cemara tak bisa menolak. Mereka membiarkan, tanpa ada kesemgsaraan dengan bersyarat bahwa si Perdu bukanlah mayor. Si perdu hanya menempati posisi kosong yang tidak ditempati kawanan cemara. Inilah arti dari sebuah stratifikasi sosial yang mengharuskan seorang individu berada di kawananya agar tergolong ke dalam kelas tersebut.
Dari gambaran itu, kita akan sedikit mengenal, apakah benar kelas sosial lah yang akan menjadi penentu arah perjalanan kita. Keberadaan tabir antara si lemah dan si kuat menjadikan sebuah gejolak sosial yang terus menerus terjadi. Penempatan Semut dan Kumbang Badak sebagai urutan teratas memang bukanlah tak beralasan. Sebagai pengamat, tentu ada kriteria sendiri, yaitu dengan loncatan dari asal-usulnya sebagai seekor Semut dan Kumbang. Jika melihat secara satuan berat, 60 kg tidak ada artinya dengan 9 ton. Hanya ilusi dan khayalan jika dilihat dari satuan material yang dihasilkan, tapi 60 kg dimenangkan. 
Pemenangan ini hanya sebuah sedikit rayuan agar sebetapa kecilnya Semut dan Kumbang, tapi mereka tetap bisa berbuat hal yang tak sepele. Dengan pijakan yang demikian, para aktifis sosial mulai menaruh harapan bagi para proletar. Khayalan akan kehidupan setelah kematian ini didengungkan di telinga-telinga kalangan bawah agar tetap kokoh dengan mengambil kekayaan di dunia setelah dunia kehidupannya. Karena mereka telah ditempatkan dan dipaksa untuk tidak naik kelas karena apabila itu terjadi, persaingan akan semakn rumit. Kaum borjuis tidak lagi dapat semena-mena memanfaatkan tenaga proletar sebagai alat produksi. 
Ini semakin menyulit pertikaian jiwa dan alam fikir masyarakat. Maka, kaum borjuis mencoba mencari jalan. Mengajak kalangan bawah untuk terus berkarya, dan akhirnya sampailah kepada titik dimana agama menjadi acuan untuk mengangkat derajat kaum bawah yang tertindas. Hal yang tak mengagetkan bila kalangan borjuis saling bersaing memenangkan derajat dirinya, kaum bawah tak tinggal diam. Ikut bersaing dengan memanfaatkan kemampuannya menumpuk sebanyak-banyaknya harta, namun harta yang mistik, khayal, dan tak dapat di rasakan oleh panca indera.
"Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.”
Sebuah aturan yang sangat mengangkat jiwa kaum bawah yang tertindas. Hampir menuju larangan, karena sebuah penekanan “janganlah” di tempatkan di awal kalimat. Bukan larangan secara mutlak, namun menuju sebuah titik dimana kaum bawah yang tertindas dapat ikut bersaing, tapi tidak untuk di realitas. Kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan telah coba di cari, namun tidak sampai penemuan yang membanggakan. Akhirnya, hati nurani dan jiwa yang menderitalah yang menyebabkan kaum bawah menemukan titik acuan dimana mereka punya tempat dan kedudukan yang sama, bahkan lebih tinggi dari kaum borjuis. 
Posisi kita terlahir akan sangat menentukan dimana tempat kita berpijak, kemana arah yang kita tuju, dan apakah yang kita cari. Seorang anak bangsawan dan konglomerat akan berada di garis depan untuk bersaing menunjukkan jati diri. Kaum bawah terseok-seok dengan segala keadaannya. Mereka sama-sama mencari alternatif untuk memaksa posisi mereka sejajar dengan para borjuis. Sebuah hal yang dependen dengan keadaan kelas seseorang untuk menentukan seberapa besar harapan mereka terhadap persamaan posisi. Semua kasus penuntutan hak itu berasal dari para kalangan kiri yang amat terdesak dari persaingan. 
Masih ingatkah kita dengan Maghna Charta yang dikumandangkan oleh para kaum yang tertindas di Inggris untuk diberikan tempat yang sama ? Begitulah yang terjadi, ketika seorang yang tertindas, kecil, berada di kiri, dan tak punya kedudukan yang tinggi dalam kelas sosial, maka mereka membanting setir ke arah hati nurani. Sebuah kondisi dimana rasa kemanusiaan berkumandang jelas. Seharusnya kaum pinggiran juga memiliki kedudukan yang sama meskipun secara material mereka tetap tak punya apa-apa. Mereka hanya menuntut agar absolutnya kemauan kaum bangsawan di batasi. Mengingat bahwa semua hal bisa sama di hadapan hati, karena sifat nurani dari segumpal daging ini sangatlah universal. Tak ada satupun tempat yang dapat menyatukan posisi seluruh manusia kecuali hadirnya si hati nurani.
Seekor Kumbang tetaplah kumbang. Ia tak lebih hanya seekor serangga kecil yang tak punya tempat dalam kawanan kerajaan Animalia. Ia bahkan tak akan pernah dimenangkan dalam hadapan sang raja hutan, atau bahkan si Gajah nan super power. Namun, secara esensial, mereka tetap sebagai bagian dari kerjaan Animalia, bahkan di satu sisi mereka adalah hewan yang lebih kuat dari seekor gajah.
Maka sampailah pada sebuah titik, dimana seharusnya seorang dalam bersosialisasi memilih dua kemungkinan, apakah ia akan mengambil derajat material yang tertera riil, ataukah ia memilih mendapatkan derajat immaterial yang penuh dengan khayalan dan mistikisme. Jika ia memang terlahir pada status quo yang tertata rapi, maka kemungkinan mereka juga akan ikut mengejar harta karun khayalan itu. Akan tetapi jika ia terlahir dari kalangan kaum pinggiran, maka ia akan berusaha mendapatkan dua hal, yaitu derajat material dan derajat keagungan di dunia khayal itu.
Maka disinilah sedikit permasalahan yang seharusnya dapat saya renungkan. Dengan berpegang pada setiap sendi yang mungkin telah kami rengkuh, maka kami akan berusaha merumuskan jalan yang harus di arungi oleh seseorang dalam mengisi waktu selama ia bernafas. Apakah memang kekayaan immaterial itu hanya sebuah alternatif bagi kekalahan kaum pinggiran ?  Sebuah kekhilafan yang amat besar ketika keadaan itu di benarkan. Maka sangat tidak etis ketika seluruh masyarakat sejak awal peradaban di hadirkan hanya memberikan sandiwara yang tak perlu ini.
Apakah memang agama hanya digunakan sebagai alat untuk memperbaiki sebuah tatanan hidup ? Ini akan dikalahkan oleh para aktifis atheis yang tidak mau memakai tatanan doktrin yang dikembangkan sesepuh mereka. Lalu apakah memang agama menjadi barang perburuan wajib setiap individu ? Maka jelaslah bahwa agama bukanlah alat, melainkan tujuan.
Dimanakah anda lahir ? Apa manfaat agama bagi anda ? Sebagai tujuankah ? Sebagai pelariankah ? Sebagai alat utamakah ? Sebagai dasar pedomankah ? Keberadaan anda di posisi sosial akan menentukan peran agama dalam diri kita. Karena tidak akan pernah seekor Gajah membutuhkan bahan makan yang sama dengan apa yang dibutuhkan seekor Kumbang. 

Rabu, 26 Oktober 2016

ULUMUL HADITS


Belajarlah hadis, maka anda
memahami agama anda.

Oleh Arif Yusuf
Dalam pembelajaran hadits tentu kita tidak akan dilepasakan pada sebuah kajian berjudul ulumul hadits. Karena ibarat kata, hadits dan ulumul hadits langit dan bintang. Kita bisa melihat langit, dan bintang akan menerangi langit yang memberi keindahan. Kira-kira begitulah. Pertanyaannya, ap sih yang dinamakan ulumul hadits itu ?
Sangat simple, kalau kata Dr. Nuruddin Ithr, ulumul hadits terdiri dari dua kata, yaitu ilmu dan hadits. Ilmu ya, pasti kita mengenalnya, ialah suatu pengetahuan, namun disini bukan hanya tahu saja, melainkan ada sebuah susunan khusus dari suatu metode tertentu. Kemudian hadis, yaitu sebuah kabar/berita dalam bentuk lisan maupun tulisan yang disebutkan bahwa itu berasal dari Nabi Muhammad saw. Maka, ulumul hadits itu ialah suatu pengetahuan khusus dibidang hadits yang disusun berdasar suatu metode tertentu, sehingga orang akan tahu bahwa berita lisan/tulisan itu berasal dari Nabi saw. Kemudian, metode yang dipakai untuk menyusun ulumul hadits dikenal ada dua cabang, yaitu ilmu hadis riwayah dan ilmu hadis dirayah.
Ilmu hadis riwayah adalah metode yang dipakai untuk mengetahui bahwa berita itu adalah dari Nabi saw. Ilmu ini haanya memberikan keterangan bahwa suatu berita/kabar itu merupakan suatu hadis dan membedakan dari berita/kabar selain dari Nabi saw. Contoh sederhananya, ada dua perkataan, pertama, “Tidaklah beriman seseorang sehingga ia mencintai saudaranya, sebagaimana ia mencintai untuk dirinya sendiri.”. Kedua, yaitu “Jika kaamu ingin dicintai, maka cintailah.”Dari kedua kalimat itu, yang pertama adalah hadis, karena ini telah ada dalam Kitab Shahih Bukhari, Shahih Muslim dan Jami’ at Tirmidzi. Sedangkan kalimat kedua adalah kata-kata Pubylius Syrus (seorang ahli Moral Italy abad ke 1 SM) dalam bukunya Sentetiae. Inilah kegunaan ilmu hadis Riwayah, yaitu memberikan keterangan bahwa suatu kalimat itu berasal dari Nabi saw.
Kemudian, ilmu hadis Dirayah, yaitu ilmu yang mempelajari kata perkata (lafaz) suatu hadis, sumbernya, sanadnya, cara penyampaian, kapan, dimana dan siapa yang terlibat dalam penyampaian hadits itu, serta sifat-sifat orang yang memberi berita itu. Dalam ulumul.hadits, jika suatu kalimat di uji secara ilmu riwayah disebutkan itu adalah hadis, maka kemudian masuk ke ilmu dirayah untuk mengetahui kebenaran dan keabsahan bahwa kalimat itu berasal dari Nabi saw. Contoh sederhana, dengan hadis diatas, yaitu “Tidak  beriman seseorang...dst”, dalam ilmu riwayah, itu disebutkan oleh Imam Bukhari dalam  Shahihnya, kitab Iman, Bab Bagian dari iman...dst hadis no. 12. Dalam buku itu disebutkan Sumbernya, yaitu “Telah menceritakan kepada kami Musaddad berkata, telah menceritakan kepada kami Yahya dari Syu'bah dari Qotadah dari Anas dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam Dan dari Husain Al Mu'alim berkata, telah menceritakan kepada kami Qotadah dari Anas dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: “Tidak beriman seseorang...dst.” Dalam.ilmu dirayah, diperinci sebagai berikut, 
Lafaz hadisnya adalah “لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ..” Ini disebut matan hhadis.
Sanadnya adalah Mussadad – Yahya – Syu’bah – Qatadah – Anas – Nabi saw.
Sifat-sifat periwayatnya adalah sebagai berikut :
o Mussadad : Mussadad bin Musrihad, hidup di Madinah, terkenal Tsiqah dan wafat tahun 228 H.
o Yahya : Yahya bin Sa’id, hidup di Madinah, terkenal.Tsiqah dan wafat tahun 198 H
o Syu’bah : Syu’bah bin al Hajjaj, hidup di Madinah, terkenal Tsiqah dan wafat tahun 160 H.
o Qatadah : Qatadah bin Da’amah, hidup di Madinah, terkenal sebagai tabi’in Tsiqah, dan wafat tahun 117 H
o Anas  : Anas bin Malik, hidup di Madinah, terkenal seorang sahabat dan ayahnya Imam Malik, wafat tahun 91 H.
Kedudukan hadisnya adalah shahih.
Inilah yang kita kenal.dengan ilmu hadis dirayah, yaitu menjelaskan keseluruhan dari sebuah hadis, bukan hanya sebutan itu hadis Nabi dalam Shahih Bukhari. Kegunaan ilmu dirayah adalah untuk.mengetahui secara pasti letak dan sifat hadis itu.
Kemudian, dalam ilmu dirayah ini masih memiliki cabang-cabang lagi yang masih banyak. Diantaranya, :
a. Rijalul Hadits
Ilmu yang mempelajari nama-nama periwqyat hhadits. Apakah mereka termasuk orang Islam yang terpercaya atau bukan. Referensi terkenalnya adalah Tadzkiratul Hufadz karya Adz Dzahabi, Tarikh Al Kabir karya Al Bukhari, Ashadul Ghabah karya Ibnu. Atsir, dll.
b. Tarikh Ruwat
Ilmu yang mempelajari sejarah periwayatan, yaitu kapan, dimana, dan pada saat apa seorang perawi menyampaikan hadis kepada muridnya. Referensi terkenalnya Tarikh Ruwat karya Abul Hasan Ali al Madini, Tarikh Baghdad karya Al Khatib, Tarikh Dimasyq karya Ibnu Asakir, dll.
c. Jarh wat Ta’dhil
Ilmu yang mempelajari kapasitas individual perawi. Apakah mereka termasuk orang yang tsiqah, kuat hafalannya, bukan pendusta, dhabit, atau mereka termasuk yang sebaliknya. Referensi terkenalnya adalah Tahdzibut Tahdzib karya Ibnu Hajar, Ats Tsiqah karya Abu Hatim, Ad Dhuafa karya Ibnul Jauzi, dll.
d. Nasikh wa Mansukh
Ilmu yang mempelqjari apabila ada dua hhadits yang bertentanagn, maka salah satunya akan terhapus dan digantikan oleh satunya lagi. Referensi terkenalnya adalah Al I’tibar karya al Hazimi, Nasikh Wa Mansukh karya Ibnul Jauzi, Nasikh wa Mansukh karya Qatadah, dll.
e. Asbabul Wurud
Ilmu yang mempelajari sejarah munculnya hadis, kapan,dimana dan keadaan apa Nabi Muhammad bersabda, atau melakukan sesuatu. Referensi terkenalnya Asbabul Wurud karya As Suyuthi, Asbabul Wurud karya Al Jabiri, dll.
f. Gharibul Hadits.
Ilmu yang menjelaskan arti dari kata-kata yang sulit di fahami didalam hadits. Referensi terkenalnya adalah .Ad Durun Nashir karya As Suyuthi, An Niyahah karya Az Zamakhsari, dll.
g. Illalul Hadits
Ilmu yang mempelajari tentang kelemahan dan kecacatan hadis.Referensi terkenalnya adalah 3 kitab berjudul sama, Illalul Hadits, masing-masing ditulis oleh Imam Muslim, Al Hakim dan Ad Daruquthni.
h. Tashif
Ilmu yang mempelajari apabila ada perubahan suara dari lafal hadits, misal “Innamal a’malu...” dengan huruf “lam dhamah” dan kemudian ada yang menulis “Innamal a’mali...” dengan huruf “lam kasrah.” Karya terkenalnya adalah Tashiful Muhaditsin karya Al.Askariy, Tashifur Risalah karya Asy Syatibi, Tashif karya ad Daruquthni, dll.
i. Mukhtaliful Hadits
Ilmu yang menjelaskan apabila hadis itu sulit difahami, atau apabila terlihat bertentangan, setelah diadakan penelitian dengan ilmu ini, ternyata hadis itubisa diterima dengan hadis lain, tidak ganjil. Referensi terkenalnya adalah Mukhtaliful Hadits karya Ibnu Qutaibah, Ikhtilaful Hadits karya Imam Syafi’i, Musylilul Atsar karya ath Thahawi, dll.
j. Talfiqiel Hadits.
Ini adalah kumpulan ilmu Mukhtaliful hadis, yaitu dalam jumlah yang banyak, bukan hanya satu-persqtu hadis. Referensi terkenalnya adalah Kitab Al Umm karya Imam Syafi’i, Tahqiq karya Ibnul Jauzi, dll.
k. Fannil Mubhamat
iilmu untuk mengetahui nama orang-orang yang tidak disebut di dalam matan atau di dalam sanad. Referwnsi terkenalnya adalah al Isyarat karya as Syuyuti, Hidayatus Sari karya Ibnu Hajar, dll.


Jumat, 21 Oktober 2016

MAUSHUL AL HADITS


B. SEJARAH TADWIN HADITS
Dalam perjalanannya, hadits yang merupakan sumber hukum Kedua setelah Al Quran, hampir saja ada kemiripan dengan al Quran.  Jika al Quran pada masa awal hanya tersebar melalui hafalan, namun ketika adanya peristiwa Jatuhnya banyak korban dalam perang Yamamah, maka Umar memerintahkan agar penghimpunan Ayat-ayat Al Quran dilakukan. Hal itu membuat Abu Bakar sedikit takut, ia mengatakan, “bagaimana mungkin kami melakukan tindakan yang Nabi tidak pernah melakukannya ?” walhasil, Ayat-ayat al Quran telah terjaga sampai hari ini dengan ijtihad Umar ra.
Adapun al hadits, telah terjadi usaha penghimpunan, sebenarnya dari awal tahun hijriah. Hal ini dinisbatkan pada sebuah karya tulis Abdullah bin ‘Amr ra yang berjudul “Shahifah ash Shadiqah.” Yang berisi sekitar 1000 hadits yang kemudian ditulis ulang oleh Imam Ahmad bin Hambal dalam Musnadnnya, pada musnad Ibnu Amr ra.  Akan tetapi secara bentuk struktur hadis yang dikenal sekarang barulah dihimpun dimulai ketika Ibnu Syihab Az Zuhri menghimpun hadits yang dilakukan oleh atas perintah Umar bin Abdul Aziz pada tahun 101 H. Hal ini dilakukan karena pada masa itu telah terjadi fitnah-fitnah pemalsuan hadits. Bahkan pada masa Nabi sekalipun pernah terjadi. Maka seorang yang sezaman dgan az Zuhri, yaitu Abdullah bin Sirin (w.110 H)  adalah sangat benar ketika mengatakan, “Mereka (para ulama ahli hadits) dulu tidak menanyakan sanad, akan tetapi ketika terjadi fitnah, mereka bertanya, ‘sebutkan nama perawi darimu, jikaa ia ahlussunnah, maka hadisnya diterima, namun bila ahlul bid’ah, maka hadisnya tertolak.”
Walaupun demikian, ada sebuah karya tulis lain yang juga telah menghimpun hadits, yaitu Shahifah Hammam bin Munnabih (40-101 H). Ia merupakan murid terjenal  dari Abu Hurairah, dalam catatnnya ia menuliskan 138 Hadits dengan jakur sanad pada Abi Hurairah ra. Akan tetapi tetap, bahwa yang dianggap pertama kali mengumpulkan hadis dalam bentuk buku tebal adalah Ibnu Syihab az Zauhri. Hal ini sesuai persaksian Imam Malik seperti dikutip Badri Khaeruman (2004), dan juga kesaksian Imam Jalaluddin as Syuyuthi dalam kitab Al Fiyyahnya seperti dikutip oleh Mahfudz at Termas dlam karyanya Manhaj  Dzawi  al-Nadhor  Syarh  Mandzūmah  ‘Ilm al-Atsar.
Dalam perjalananya,sebelum tahun 101 H, hadis dari Nabi saw lebih banyak dihafal diluar kepala. Penulisan-penulisan dengan klasifikasi per tema telah dilakukan pertama-tama oleh sekelompok ulama di awal abad kedua Hijriyah. Mereka yang terlibat antara lain Ibnu Juraij (w. 150 H) di Makkah, Hasyim bin Basyir as Salam, Imam Malik (w.179 H) di Makkah,  Ma’mar an bin Rasyid (w.153 H) al Yamani, dan Ibnu  alMubarak (w.181 H) di. Khurasan. Maka amatlah rajih jika dikatakan orang yang pertama kali mengumpulkan hadits kedalam sebuah buku tebal adalah Az Zuhri.
Muhammad  ‘Ajjaj  al-Khatib, dalam Ushulul Haditnya seperti dikutip Khaeruman (2004),  membagi  periwayatan  hadis  ke dalam  3  periode  saja,  yaitu:  Periode  Qabla  at-Tadwīn,  yang  dihitung  sejak masa  Nabi  saw  hingga  tahun  100  Hijriyyah.  Periode  ‘Inda  at-Tadwīn,  yaitu sejak  tahun  101  Hijriyyah  sampai  akhir  abad  ketiga  Hijriyyah.  Dan  periode Ba’da  at-  Tadwīn,  yaitu  sejak  abad  keempat  Hijriyah  hingga  masa  hadis terkoleksi  dalam  kitab-kitab  hadis. 
Akan tetapi, Muhammad  Abdul  Aziz  al-Khulli,  merumuskan  periodesasi  historisitas hadis  menjadi  lima  periode  sebagai  berikut: 1)  Periode  keterpeliharaan  hadis  dalam  hafalan  berlangsung  selama  abad pertama  hijriyah  (Hifzhu  as-Sunnah  Fi  as-Shudūr) 
2)  Periode  pentadwinan  hadis,  yang  masih  bercampur  antara  hadis  dan fatwa  sahabat  dan  tabi’in.  ini  berlangsung  selama  abad  kedua  hijriyyah (Tadwīnuha  Mukhālithah  bi  al-Fatāwa).
 3)  Periode  pentadwinan  dengan  memisahkan  hadis  dari  fatwa  sahabat  dan tabi’in,  berlangsung  sejak  abad  ketiga  hijriyyah  (Ifraduhā  bi  at-Tadwīn) 
4)  Periode  seleksi  kesahihan  hadis  (Tajrīd  as-Shahih) 
5)  Periode  pentadwinan  hadis  tandzīb  dengan  sistematika  penggabungan dan  penyarahan,  berlangsung  mulai  abad  keempat  Hijriyah  (tandzībuhā bi at-Tartīb wa al-Jam’i wa asy-Syarh). 

Meskipun memang pengumpulan hadits itu terjadi pada abad kedua Hijriah, namun kita jangan lupa pada pengakuan Abu Hurairah yang ia menyebutkan, “ "Tak ada seorang pun dari sahabat-sahabat Rasul yang lebih banyak menghafal Hadits dari padaku, kecuali Abdullah bin 'Amr bin 'Ash, karena ia pandai menuliskannya sedang aku tidak ..; "  ini menandakan bahwa pada masa Nabi saw, telah ada penulisan hadits yang dilakukan oleh shahabat. Salah satunya ialah Abdullah ibn Amr yang telah meminta uzin Nabi saw untuk menulis hadits. Maka telah kita kenal apa yang kami sebutkan di awal, yaitu ash shahifah ash shadiqah yang haya berisi hadits sebanyak 700 an buah. Hal inibtebtubkalah jumlah dengan kumpulan hadits Az Zuhri yang berjumlah 1200an buah hadis. 
Selain itu, menurut Syaikh Abdul Ghafar ar Rahmani (w. 1428 H) telah ada usaha dokumentasi dari beberapa nama yang berkecimpung dalam usaha penjagaan hadits. Diantara mereka yang pernah menuliskan haditsnya antara lain. Urwah bin Zubair yang menghimpun hadits jalur Aisyah r.ha, Sa’id bin  Jubair telah menghimpun ahadits aibnu Abbas. Basirbin Nahik juga telah menulis haditsdari jalur Abu Hurairah ra. Wahb bin Munabbih (adik Hammam bin Munnabih) telah mencatat hadits dari Jabir bin Abdillah al Anshari. r Anas bin Malik bahkan ytelah melakukan verifikasi catatan haditsnya langsung dihadapan Rasulullah saw. Akan tetapi ada yang benar-benar mendapat perintah khusus dari Nabi saw untuk.menuliskan hadits 
Namun, dibalik perkembangan penulisan gadits ini, ada segolongan umat Islam yang kami melihat berindikasi itu Syiah -entah Syiah Imamiyah yang Islam, atau Syiah Rafdhah dan Ismailiyah yang jelas difatwakan non Islam- telah mengambil dalil akan pelarangan penulisan hadits. Mereka mengatakan, bahwa penulisan hadis adalah Bid’ah yang terbesar. 
Dalil-dalil yang mereka aambil adalah berdasar pada pelarangan Nabi saw atas penulisan hadits, sebagaimana banyak riwayat.
Dari Abi Sa'id al-Khudri, bahwasanya Rasul SAW bersabda, "Janganlah kamu menuliskan sesuatu dariku, dan siapa yang menuliskan sesuatu dariku selain Al- Qur'an maka hendaklah ia menghapusnya." ( Shahih Muslim). 
Abu Hurairah berkata, "Nabi SAW suatu hari keluar dan mendapati kami sedang menuliskan Hadits-Hadits, maka Rasulullah SAW bertanya, 'Apakah yang kamu tuliskan ini?'" Kami menjawab, "Hadits-Hadits yang kami dengar dari engkau ya Rasulallah." Rasul SAW berkata, "Apakah itu kitab selain Kitab Allah (Al-Qur'an)? Tahukah kamu, tidaklah sesat umat yang terdahulu kecuali karena mereka menulis kitab selain Kitab Allah”. 
Abu Sa'id al-Khudri berkata, "Kami telah berusaha dengan sungguh meminta izin untuk menulis (Hadits), namun Nabi SAW enggan (memberi izin)." Pada riwayat lain, dari Abu Sa'id al-Khudri juga, dia berkata, "Kami meminta izin kepada Rasul SAW untuk menulis (Hadits), namun Rasul SAW tidak mengizinkan kami." (HR Khatib dan Darami). 
Dari ketiga riwayat di atas dapat dipahami bahwa Rasulullah SAW melarang para Sahabat menuliskan hadits-hadits beliau, dan bahkan beliau memerintahkan untuk menghapus hadits-hadits yang telah sempat dituliskan oleh para sahabat. Berdasarkan riwayat-riwayat seperti di atas, maka muncul di kalangan para Ulama pendapat yang menyatakan bahwa menuliskan Hadits Rasul SAW adalah dilarang. Bahkan di kalangan para Sahabat sendiri terdapat sejumlah nama yang, menurut Al-Khathib al-Baghdadi, meyakini akan larangan penulisan Hadits tersebut. Mereka di antaranya adalah Abu Sa'id al-Khudri, Abd Allah ibn Mas'ud, Abu Musa al-Asy'ari, Abu Hurairah, Abd Allah ibn Abbas, dan Abd Allah ibn Umar. 
Al-Baghdadi, sebagaimana yang dikutip oleh Azami, juga menuliskan sejumlah nama para Tabi'in yang diduga menentang penulisan Hadits, yaitu Al-Amasy, 'Abidah, Abu al-'Aliyah, 'Amr ibn Dinar, Al-Dhahhak, Ibrahim al-Nakha'i, dan lain-lain. 
Abu Bakr pada suatu ketika tidak begitu yakin apakah tetap menjaga apa yang ia ketahui dari hadits-hadits atau tidak. Dia telah mengumpulkan 500 Hadits selama persahabatan yang sangat panjang dengan Nabi Muhammad, tetapi dia tidak bisa tidur sampai akhirnya beliau membakar hadits-hadits tersebut. (Tazkarah-tul-Haffaaz oleh Imam Zahabi)
Umar Ibn Al-Khattab bersikeras untuk memusnahkan Hadits yang dikumpulkan oleh putranya Abdullah. Sejarah Islam menyebutkan kisah Umar Ibn Al-Khattab yang menahan empat dari sahabat Nabi karena desakan mereka untuk menceritakan Hadits, mereka ini adalah Ibnu Mas’oud, Abu al-Dardaa, Abu Mas’oud Al-Anssary dan Abu Dzarr Al-Ghaffary.  Umar menyebut Abu Hurairah sebagai pembohong dan mengancam untuk mengirimnya kembali ke Yaman jika dia tidak berhenti mengatakan semua kebohongan tentang Nabi Muhammad. Dia lalu berhenti hingga Umar meninggal, kemudian mulai lagi menceritakan hadits.
Umar Ibn Al-Khattab pernah memerintahkan para Sahabat untuk pulang dan datang kembali dengan membawa koleksi hadits mereka. Kemudian seluruh tumpukan tersebut dibakar. 
Umar Ibn Al-Khattab dilaporkan pernah mengatakan, “Ada masyarakat sebelum kamuyang menulis buku berisi ucapan Nabi. Tetapi kemudian, mereka meninggalkan Wahyu Ilahi dan mentaati buku-buku buatan manusia. Demi Allah! Aku tidak akan membiarkan ini terjadi pada Kitabullah (Al-Quran).” (Jameel ‘Bayan’ Ilm oleh Hafiz Ibn Abdul Birr)
Abu Hurairah biasa mengatakan, “Saya telah menyampaikan banyak hadits tersebut kepada kamu semua dimana ketika Hazrat Umar masih hidup dia akan memukul saya dengan cambuk.” 
Ali bin Abu Thalib, Khalifa keempat, dalam salah satu pidatonya berkata, “Saya mendesak semua orang yang telah menulis sesuatu yang diambil dari Utusan Allah untuk pulang dan menghapusnya. Orang-orang sebelum kamu dihancurkkan karena mereka mengikuti Hadits dari ulama mereka dan meninggalkan Kitabullah mereka. ” 
Khalifa Umar bin Abdul Aziz, yang mengawali
Abu Hurairah meriwayatkan hadits lebih dari pada orang lain termasuk Abu Bakr, Umar, Ali, dan Aysha yang tinggal bersama Nabi sepanjang hidup mereka. Dalam waktu kurang dari dua tahun bersama Nabi, Abu Hurairah mampu meriwayatkan Hadits lebih dari pada semua sahabat Nabi bila dikumpulkan. Dia meriwayatkan hadits sebanyak 5.374. Ibn Hanbal mencatat 3.848 Hadits darinya di dalam bukunya. 
Untuk menjawab tuduhan Bid’ah yang berbahaya ini, kami memberikan argumen yang sama dengan apa yang dikatakan oleh Ibnu Hajar al Asqalaniy, didalam kitab fathul Bari’nya. Ia menulis kesimpulan setelah membahas Kitab Ilmu Bab Penukisan ilmu dengan kesimpulan sebagai berikut :
Pertama, hadits Ali menyatakan bahwa beliau menuliskan hadits dari Nabi. Dimungkinkan Ali mulai menuliskan hadits setelah meninggalnya Nabi sebelum adanya larangan.
 Kedua, hadits Abu Hurairah menyatakan perintah untuk menulis hadits setelah adanya larangan, maka hadib ini menjadi hadits Nasikh (yang menghapus atau membatalkan hadits yang melarang). 
Ketiga, hadits Abdullah bin Amru, menyatakan pada sebagian sanadnya, bahwa Nabi memberi izin untuk menulis hadits, maka hadits ini sebagai dalil yang paling kuat dibolehkannya menulis hadits, mengingat hadits ini memberikan perintah untuk menuliskan hadits untuk Abi Syah. Perintah seperti ini sangat dimungkinkan, terutama bagi orang yang buta huruf atau buta. 
Keempat, hadits Ibnu Abbas menunjukkan bahwa Nabi berkeinginan keras untuk menuliskan hadits untuk umatnya agar mereka tidak berselisih dan sesat 
Selain itu, I nu Hajar juga menyebutkan pendapat Umar bin Abdul Aziz tentang hkumnya menulis hadis.
(Tulislah). Dan kalimat ini dapat diartikan, bahwa ini adalah awal mula penulisan hadits Nabi, karena sebelumnya umat masih bergantung kepada hafalan. Pada saat Umar bin Abdul Aziz merasa khawatir akan hilangnya ilmu dengan meninggalnya para ulama, maka ia berpendapat bahwa penulisan ilmu berani usaha untuk melestarikan ilmu itu sendiri. 
Setelah para ahli hadits pada awal Abad kedua Hijriyah menulis hadits dalam klasifikasi BAB, ini kemudian dilanjutkan oleh para ulama setelahnya dengan metode lebih maju. Imam Malik ra pada kurun 131 H -141 H menulis al Muwatha’ yang berisi 1720 hadits yang dengan perincian, 600 Hadis marfu’, 222 hadis mursal, 613 hadis Mauquf, 285 ucapan tabiin dan 75 yang merupakan pernyataan.  Adapun kitab-kitab lain pada masa itu adalah Jami’ Ibnu Juraij, Jami’ al Auza’i, Jami’ Sufyan Ats Tsauri, Jami’/Sunan fil fiqh li ibnul Mubarak, Arbain fil Hadits, Ar Raqa’iq, Kitabut Tarikh, yang kesemuanya milik Ibnu Mubarak , Kitabul Akhraj lii Abu Yusuf (w.182 H), Kitabul Atsar Imam Muhammad (w.189 H). 
Adapun pasca habis abad ke dua Hijriyah mulailah bermunculan kitab-kitab kondang kumpulan hadits. Imam Ahmad bin Hambal (w.241 H) telah memulai pengumpulan hadits dengan metode sanad. Ia menulis kitab al Musnadul Kabir yang amat indah. Al-Hafizh Abu Musa Muhammad bin Abu Bakar al-Madini berkata : "Adapun jumlah haditsnya, maka saya masih mendengar dari ucapan manusia bahwa jumlahnya mencapai 40.000 hadits, hingga aku membacakannya kepada Abu Manshur bin Zuraiq al-Qazzaz di Baghdad. Dia berkata : "Abu Bakar al-Khathib menceritakan kepada kami, dia berkata : "Ibnu al-Munadi berkata : Tidak ada seorang pun di dunia ini (pada masa itu) yang lebih akurat riwayatnya dalam meriwayatkan hadits dari bapaknya, daripada Abdullah anak dari Ahmad bin Hanbal, karena dia telah mendengar Musnad, dan jumlahnya mencapai 30.000 hadits, dan tafsir dengan jumlah 120.000." "Kitab ini merupakan sumber asli yang sangat besar, referensi utama bagi ahli hadits, dia memilihnya dari banyak hadits dan riwayat yang melimpah, menjadikan nya sebagai imam dan pedoman serta sebagai sandaran ketika terjadi perselisihan." (Al-Mish'ad al-Ahmad 1/31-33, Ibnu al-Jazairi, dengan ringkasan).
Akan tetapi jumlah yang lebih detail dapat dilihat dalam hasil penimoran oleh Al Alamiyah dan Ihya at Turats. Menurut Al Aalamiyah yang memberi nomor hadits dengan tanpa pengulangan berisi 26.363 hadits. Adapun Ihya Ats Turats yang memberi nimor seauai jumlah jadits dalm kitab Musnad berjumlah 27.100 buah hadits. Ini berarti ada sebanyak 737 hadits yang ditulis ganda oleh Imam Ahmad.
Kemudian, tepat setelah Imam Ahmad, ada nama Abu Bakar bin abi Syaibah (w.253 H) yang telah menulis hadits dalam 3 judul. Al Musnad, terdiri dari 2 juz dan berisi 999 hadis yang marfu’ meskipun derajatnya ada yang shahih, hasan dan dlaif. . Kedua, Ak Mushanaf yang berisi 19.789 hadits yang dicetak oleh Darus Salafiyah India dalam 15 juz. Akan tetapi dalam al Mushanaf uni, Ibnu Abu Syaibah tidak hhanya menulis hadits,ribuan atsar terdapat dalam kitab ini. Ketiga, at Tarikh yang telah disimpan di Berlin. Namun kami tidak menemukan informasi akan jumlah hadits, atsar maupun apapun yang bisa di telaah. 
Setelah Ibnu Abi Syaibah, ada nama Abu Abdillah ad Darimi (e.355 H) yang kitab sunannya masuk didalam 6 Kitab hadits pertama (kutubus sittah). Kitab ini berjudul asli Al Musnad itu merupakan sebuah karya tulis terbesar ad Darimi dari 3 judul yang ia tulis, yaitu al Musnad, at Tafsir, dan Al Jami’. Namun dalam penulisannya, kitab ini setidaknya mengandung macam hadis berupa,
1. Hadis Shahîh yang disepakati oleh Imam Bukhari Muslim.
2. Hadis Shahîh yang disepakati oleh salah satu keduanya
3. Hadis Shahîh di atas syarat keduanya
4.Hadis Shahîh di atas syarat salah satu keduanya
5. Hadis Hasan
6. Hadis Sadz-dzah
7. Hadis Mungkar, akan tetapi itu hanya sedikit.
8. Hadis Mursal dan Mauquf
Meskipun begitu, ad Dahlawi (w. ) menyebutkan bahwa kitab jni masuk kedalam KutubusSittah yang kedudukannya lebih baik dari Sunan Ibnu Majah. Menurut cetakan Darul Kutub Arabi, Beirut, kitab ini berisi 23 Kitab dan 3503 hadits yang dicetak dalam 2 jilid. Adapaun penomoran al Alamiyaj terdiri dari 1368 Bab dan berisi 3367 hadits, yang menurut cetakan Darul Mughni sampai pada angka 3546 hadis.
Adapun setelah itu, ada nama Abu Abdillah al Bukhari (w.256 H) yang sangat masyhur itu. Ia menulis kitab al Jami’ush Shahih selama 16 tahun pada kurun kisaran tahun 230-25H kami tidak menemukan secara pasti kapan kitab itu ditulis. Kitab ini dalam terjemahan bahasa Indonesia oleh Achmad Sunarto terdiri dari 70 Kitab dalam 9 jilid.  Akan tetapi versie al Alamiyah terdiri dari 77 kitab, sedangkan menurut M. Musin Kahn tersiri dari 93 kitab yang diterjemahkannya kedalam bahasa Inggris. Adapun dalam Bahasa Arab menurut tahqiq M. Fuad Abdul Baqi, diterbitkan dalam 4 jilid dan didistribusikan oleh Qashiy Muhibbuddin al Khatib. Kitab ini berisi 7275 hadits menurut Ibnu Shalah. Al Alamiyah mencatat ada 7008 hadits . Sedangkan menurut kitab Fathul Baari’, ada 7563 hadits. Ada pula menurut terbitan yang dimilki Sahab.org berjumlah 7124 hadits., sedangkan dalam wikipedia Indonesia, disebutkan 9802 hadits dengan pengulangan dan 2602 hadits tanpa pengulangan.
Setelah Imam Bukhari,, ada Imam Muslim bin Al Hajaj bin Muslim al Qushairy an Naisaburiy (w.261 H) yang telah menykis hadis dalam judul Al Jamiush Shahih, menurut Ahmad bin Salamah selama 15  tahun dan berjumlah 12.000 hadits. Adapun menurut Ibnu Shalah, ada 4000 hadits secara tunggal di dalam kitab Muslim. Akan tetapi menurut Abdul Baqi, hanya ada 3.033 hadits tunggal didalam shahih Muslim. Meskipun demikian, ada juga versie al Alamiyah yang memberi nomer sesuai sanad berjumlah 5362 hadits. Dari begitu banyaknya hadits ini ak Alamiyah membagai kedalam 56 Kitab dan 1420 Bab.
Selanjutnya, ada Abu Abdullah Muhammad bin Yazid  bin Majah al Qaswiniy (w.273 H). Ia telah menulis setidaknya tiga buku hadits, yang paling besar ialah Kitabus Sunan yang menurut al Dzahabi terdiri dari 32 Kitab, 1500 kitab dan terdiri dari sekitar 4000an hadits.  Adapun menurut tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi’, kitab itu terdiri dari 37 kitab selain Muqadimah, 1515 Bab dan 4341 hadis yang kemudian diterbitkan oleh Al Maktabah al Ma’arif, Saudi. Sedangkan menurut penomoran Al Alamiyah ada 32 Kitab, 1536 Bab dan 4332 hadis. Menurut Abdul Baqi, dari jumlah tersebut, ternyata 3002 hadits memiliki sanad  yang serupa dengan yang telah dikeluarkan oleh para penulis lainnya. Adapun yang murni dengan snad Ibnu Majah sendiri ada 1339 hadis yang terdiri dari 438 hadits shahih, 189 hadis hasan, 613 sanadnya dhaif dan 99 hadits adalah munkar. Ini tentu sebuah penilaian yang minus tersendiri oleh para ahli hadits. Tidak seperti ketatnya Imam Bukhari dalam menulis lebih dari 7000 hadis dengan semua sanad yang shahih tanpa ada cacat satupun.
Penulis kumpulan hadis selanjutnya adalah Abu Dawud Sulaiman as Sujastani(w.275 H). Dia telah menukis kitab Sunan selama di Baghdad antara tahun 221 H – 250 H sebelum ia di Bashrah sampai wafatnya tahun 275 H. Dalam karya terbesarnya ini, diteliti oleh para ulama mutakhirin dan ditemukan sebanyak 4950 hadis sesuai penomoran al Alamiyah, namun menurut Muhyiddin yang kemudian diterbitkan oleh Baitul Afkar ad Dauliah berjumlah 5274 hadis. Sedangkan Ahmad Hasan menomori jumlah hadia dalam kitab ini sebanyak 5253  hadis. Di kemudian hari, para penulis mengambil rujukan penomoran oleh Muhyiddin. Kami belum menemukan secara pasti dan detail tentang isi dari kitab ini. Hanya saja oleh al Albani, kitab ini dengan pemisahan antara hadis shahih dan dhaif. Adapun kualitas hadis ini, sangatlah tinggi. Ia merupakan kitab Sunan terbaik yang pernah ada sesuai kesepakatan para Ulama’. Ibnul Arabi rh bahkan sampai mengatakan, “jika seorang telah memahami al Quran dan Sunan Aabu Dawud, maka ia tidak memerlukan kitab lain lagi.” Dengan keunggulan yang dimiliki oleh Abu Dawud ini, para ulama menempatkan thabaqat kutubul hadits dengan Abu Dawud berada di bawah ash Shahihain.  Akan tetapi ada sebagian lagi yang menyatakan bahwa Abu Dawud berada di bawah Sunan An Nasa’i jika ditinjau dari kualitas sanadnya. Namun hal ini kami sangat sulit mencari rujukan yang pasti, hanya saja seperti yang pernah dilakukan oleh Asy Syuyuthi,bahwa didalam Sunan Ab Nasa’i memang ada hadits dhaif, hasan dan shahih, ini serupa dengan Abu Dawud yang menurut Ibnu Jauzi ada 9 hadits dhaif, bahkan mursal. Namun bila ditinjau dari kualitas penulisab, kami memandang Sunan Abu Dawud lebih tinggi dari Sunan An Nasa’i.
Orang yang selanjutnya ialah Muhammad bin Isa at Tirmidzi (w.279 H). Ia adalah orang ketiga dimasanya yang menulis kitab Sunan. Kitab ini oleh Ak Alamiyah di kelompokkan kedalam 49 Kitab, 2004  Bab dan 3891 hadis. Adapun menurut penomoran Syaikh Ahmad Syakir (w.1377 H) yang telah menulis Syarh at Tirmudzi dalam dua jilid (meskipun belum selesai sampai ia wafat), hadis Sunan At Tirmidzi berisi 3859 hadis yang kemudian dipakai oleh Maktabah al Ma’arif, Riyadh. Nama kitab ini disebut berbeda-beda, ada yang menyebutkan Shahih Tirmidzi, ini pendapat Asy Syuyuthi yang mendukung Al Khatib Baghdadi, Imam Hakim menyebut Al Jamiush Shahih, ada pula al Kattani yang menyebut Al Jamiul Kabir. Akan tetapi yang lebih dikenal adalah nama Al Jami Tirmidzi atau Sunan Tirmidzi karena memang metode penyusunannya memakai urusan Sunan. 
Kemudian ada Abu Abdurahman bin Ali bin Syu’aib al Qadi an Nasa’i (w.303 H) yang telah ditempatkan oleh para ulama termasuk kedalam al Khamsah. Nasa’, sebuah daerah di Khurasan yang menjadi saksi bisu akan kelahiran penulis kitab al Mujtaba ini. Menurut cetakan Maktabah al Ma’arif, Riyadh, kitab ini berisi 52 Kitab yang tersebar memuat 5761 hadits dan dicetak dalam 8 Juz. Juz 1 terdiri dari 6 Kitab, dari Muqadimah sampai kitab Waktu Shalat. Juz 2 terdiri dari 7 kitab, dari kitab Adzan sampai pada kitab Sujud Sahwi. Juz ke 3 berisi 7 Kitab dari Kitab Jumu’ah sampai Kitab Qiyamullail. Juz ke 4 hanya memuat 2 kitab, yaitu kitab Janaiz dan kitab Shiyam. Juz ke 5, memuat 2 kitab, yaitu kitab Zakat dan Kitab Manasik Haji. Kemudian juz 6 memuat  9 kitab dari Kitab Nikah sampai kitab Umra. Juz ke 7 memuat 11 Kitab dari kitab Iman dan Nadzar sampai kitab Buyu’. Juz terkahir terdiri dari 7 kitab dari Kitab Qussamah sampai Kitab Asyrabah. Adapun menurut penomoran al Alamiyah, kitab sunan ash Shugra mipik Nasai ini terdiri dari 52 Kitab, 2507 bab dan 5662  hadits. Menurut Ibnul Jauzi (w. ) ada 10 hadita Maudhu’ dalam kitab ini, akan tetapi, Imam Asy Suyuthi didalam syarhnya membantah hal ini. Kami juga menemukan sebuah info -yang sebenarnya agak ganjil-  bahwa Kitab ini mendapat pujian dari para ulama, diantaranya Imam Ahmad, Imam Subki, Abu Ali, Ad Daruquthni dan Al Khatib bahwa semua hadits dalam kitab ini shahih. Hal ini sesuai informasi yang diterima dari tempat yang sama, bahwa awqlnya Imam Nasai membuat Sunan Kubra, kemudian ia menunjukkan kepada Amir ar Ramlah yang kemudian memunta Nasai untuk membuat telaah ulang dan membuang hadits-hadits lemah dan palsu didalamnya.
Dimasa yang hampir sama dengan An Nasa’i, - selisih 6/7 tahun lahirnya dan 6 tahun wafatnya – ada nama Ibnu Jarir ath Thabariy (w.310 H). Ia merupakan tokoh  yang menulis Kitab Tafsir besar yang sampai hari ini banyak dijadikan rujukan. Kitab Jamiul Bayan fit Tafsiril Quran yang ia tulis setelah ia mengembara jauh pada tahun 253 H. Kitab ini memang menjadi sebuah pusaka ilmiah Qurani yang menjanjikan,karena didalamnya ada berbagai disiplin ilmu yang menjelaskan Al Quran. Selain kitab yang luar biasa ini, ath Thabariy menulis kitab lain berjudul Tarikh Al Umam wal Muluk yang seperti kami temukan dalam cetakan Darul Ma’arif, Kairo, dicetak dalam 11 juz. Kitab ini secara garis besar ditulis dalam 2 bagian, yaitu masa pra Muhammad dan masa Muhammad sampai tahun 302/303 H, yaitu masa dimana  Imam Nasai wafat dan merupakan tahun ke 7 masa khalifah Al Muqtadir Billah. Kitab ini ditempatkan oleh Syaikh Abdul Ghafar pada thabawat kitab hadits ke 4, yaitu kitab-kitab yang isinya mengandung riwayat-riwayat maudhu’ 
Tepat satu tahun sebelum lahirnya Ath Thabari, ada seorang Bakal ulama besar yang lahir di Naisabur, tempat dimana Imam Muslim bernaung. Kitab Shahih, yang disebutkan oleh Hasbi ash Shidiqiy merupakan kumpulan hadits shahih diluar ash Shahihain , merupakan kitab hadis yang termasuk besar karangan Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah (w.311 H). Kitab itu berjudul asli, Mukhtasar al-Mukhtasar min al-Musnad ash-Shahih. Naskah cetakan Shahih Ibn Khuzaimah, awalnya merupakan manuskrip. Manuskrip tersebut pertama kali ditemukan sekitar abad ke-6 atau awal abad ke-7 Hijriah di toko Ahmad Tsalis di Istanbul. Ustadz al-Mubaraktuni menyatakan bahwa manuskrip tersebut juga ditemukan di toko-toko buku lainnya di Eropa. Manuskrip tersebut berjumlah 311 lembar/halaman. Sedangkan naskah yang sekarang beredar di masyarakat ialah naskah cetakan Shahih Ibn Khuzaimah yang merupakan hasil suntingan Dr. M.M. Azami. Naskah tersebut pertama kali diterbitkan oleh al-Maktab al-Islami, Beirut pada tahun 1390H/1970M. 
Metode yang digunakan dalam kitab ini adalah metode imla, yakni dengan cara Ibn Khuzaimah mendiktekan hadis-hadis kepada murid-muridnya. Sedangkan dari segi sitematika penyusunannya, naskah cetakan kitab Ibnu Khuzaimah seluruhnya terdiri dari 4 juz/jilid. Dan keseluruhan jilid tersebut dibagi menjadi 7 kitab. Dan tiap-tiap kitab diklasifikasikan menjadi beberapa bab dengan jumlah yang berbeda-beda untuk tiap-tiap kitabnya, berkisar antara 100-500an bab.  Dari keseluruhan itu, diberi penomoran oleh Azami sebanyak 3079 buah hadis.
Pasca Ibnu Khuzaimah, ada sebuah kitab yang cukup monumental yang merupakan karya tulis pertama dari Ahmad bin Muhammad ath Thahawi (w.321 H). Ini merupakan sebuah kitab hadits yang cukup bagus walaupun ada kitab lain yang luar biasa darinya, yaitu Syarh Musykil Atsar. Syaikh Abdul Ghafar menempatkan karya-karya Ath Thahawi ke dalam golongan 3 dalam thabaqat kitab Hadist  bersama kitabIbnu Majah, Ad Darimiy, Mustadrak al Hakim, Ad daruquthni, al baihaqi, Musnad asy Syafii, dan Al Mu’jamul Imam Ath Thabarani.
Setelah itu ada nama Muhammad bin Hibban (w.354 H), yang dalam Tahdzibut Tahdzib  kitab hadis paling shahih setelah Ash Shahihain adalah Shahih Ibnu Khuzaimah,lalu Shahih Ibnu Hibban. Kitab Ibnu Hibban ini berjudul asli Al-Musnad as-Sahīh ‘ala at-Taqāsim wa al-‘Anwā’ min Ghair Wujud Qat’ fī Sanadihā wa la Tsubut Jarh fī Nāqilihā. Kata Taqāsim dan ‘Anwa’ mempunyai maksud tersendiri -mirip dengan metode atau sistematika penulisan-,  yang di maksud Taqāsim adalah bagian lima: Pertama, Perintah-perintah yang Allah wajibkan terhadap hamba-Nya; Kedua, Larangan-larangan yang Allah haramkan bagi hamba-Nya; Ketiga, Kabar-kabar dari Allah SWT yang wajib diketahui; Keempat, Ibahah yang Allah perbolehkan untuk hamba-Nya; Kelima, Perbuatan Nabi Muhammad SAW yang ia lakukan sendiri, tidak untuk umat.
Sahīh Ibn Hibbān tidak lepas dari lima bagian ini, setiap bagian mempunyai aneka ragam bentuk (bab) di dalamnya, misalnya dalam “Perintah-perintah yang Allah wajibkan terhadap hamba-Nya” ada 110 bab, dan setiap bab memuat beberapa hadis. Begitu juga pada bagian kedua. Bagian ketiga memuat 80 bab, bagian keemapat dan kelima memuat 50 bab, jumlah seluruhnya 400 bab 
Kemudian, ada Kitab Al Mu’jam, karangan Imam Ath Thabaraniy (w.360 H). Dalam Siyar Alamun Nubala’, bahwa kitab yang masyhur dari ath Thabarani adalah Mujamul Kabit, Mu’jamul Ausath dan Mujamush shugra, ini yang menjadi rujukan ulama muthakirin.  Dalam Studi Kitab Hadits Dosen UIN Sunan Kalijaga (2009) disebutkan bahwa Mu’jamul Kabir terdiri dari dari 12 jilid dan merupakan kitab yang berbentuk ensiklopedis, tidak hanya memuat hadits Nabi, melainkan juga memuat beberapa informasi sejarah; dan secara keseluruhan memuat 60.000 hadits, karenanya, Ibnu Dihyah mengatakan bahwa Mu'jamul Kabir ini merupakan karya ensiklopedis hadits terbesar di dunia.
Kemudian, Mu’jamul Ausath. Karya ini terdiri dari 2 jilid besar, memuat 30.000 hadits, baik yang berkualitas Shahih, atau pun yang tidak, disusun berdasarkan nama-nama guru Ath-Thabrani yang hampir mencapai 2000 orang. Terakhir al Mu’jamush Shaghir ini disusun berdasarkan nama guru-guru Ath-Thabrani, hanya saja untuk setiap nama guru, hadits yang dicantumkan hanya satu buah, karenanya, dibandingkan dengan dua Mu’jam sebelumnya, Mu'jamush Shaghir  ini mu'jam yang sangat singkat dan ringkas.
Abdullah bin ‘Adī  bin ‘Abdullah bin Muḥammad bin Mubārak al-Jurjānī. (w. 365 H), seorang yang terkenal menulis  Kitab-kitabnya di bidangdirāyah hadis di antaranya al-Kāmil fī Ḍu‘afā’ al-Rijāl, Usāmī Man Rawā ‘anhum al-Bukhārī fī al-Ṣaḥīḥ, danAsmā’ al-Ṣaḥābah. Sedangkan kitab-kitabnya di bidang riwāyah hadis seperti Musnad Ḥadīṡ Mālik bin Anas, Jam‘u Aḥādīṡ al-Auzā‘ī, wa Sufyān al-Ṡaurī, wa Syu‘bah, wa Ismā‘il bin Abī Khālid wa Jamā‘ah min al-Muqallīn, dan Mu‘jam al-Syuyūkh. Kitab yang paling terkenal darinya ialah Al Kamil fi Dhu’aful Rijal yang menjelaskan rijal dhaif sebanyak 2206 buah .  Kitab ini dicetak oleh penerbit Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah dalam 9 jilid, dan penerbit Dār al-Fikr mencetaknya dalam 7 jilid, yang terdiri 390 Bab kedustaan hadits dan ada 11 Bab lainnya. 
Kemudian ada kitab Sunan Ad Daruquthni (w.385 H), kitab ini di masukkan kedalam tungkkatan ke 3  dalam thabaqat kitab hadits oleh Syaikh Abdul Ghafar. Judul aslinya adalah Al mujtana’ min Sunanul Ma’tsurah yang merupakan sebuah kitab hadits yang oleh Darul Fikri, Beirut (1994) diterbitkan dalam 2 jilid terdiri dari 29 Kitab dan 261 Bab Fikih, berisi 4749 hadits shahih, hasan, dhaif dan maudhu yang disertakan penjelasan ringkas ihwal isnadnya.  Adapun karya lainnya ialah istidrak lii shahihain yang di berinya judul al Izzamat, juga ada As Sunan fil Hadits, dan lainnya yang menurut suatu sumber disebutkan sekitar 380 an jumlah karya tulis.
Selanjutnya ada Kitab Mustadrak alaa Shahihain karya Abu Qbdullah al Hakim (w. 405 H) yang ditulisnya pada tahun 373 H ketika ia berusia 52 tahun. . Kitab ini dikategorikan kedalam thabaqat ke 3 oleh Syaikh Abdul Ghafar. Dalam kitab Al-Mustadrak ‘Ala Shahihain karya Imam Hafidz Abi Abdillah Al-Hakim yang telah diterbitkan oleh Darul Haramain li At-Thaba'ah wa At-Tauzi’ terdiri dari lima jilid. Di setiap jilidnya terdapat beberapa kitab atau bab. Jumlah hadits yang terdapat dalam kitab ini adalah 8864.
Selanjutnya ada nama Abu Nu’aim al Asbahani (w.430 H) yang telah menulis kitab Al Mustakhraj alaa Shahih Muslim, al mustakhraj alaa Shahih Bukhari, Tarikh Asbahan, dan Hilyah al Aulia wa Thabaqah al Ashfiya’ yang oelh As Subki disebut salah satu kitab paling baik. Syaikh Abdul Ghafar menempatkan kitab-kitab ini pada thabqat ke 4 dikarenakan dalam kitab-nya ada riwayat-riawayat yang maudhu’ yang tidak dijelaskan asal muasalnya. Terjmahan yang diterbitkan oleh Pustaka Azzam, terri dari 26 Jilid berukuran cukup besar. Adapun dalam bahasa Arab, informasi yang kami temukan dicetak oleh Dar al-Kitab al-`Arabi dan Dar al-Kitab al-`Ilmiyyah, Beirut-Libanon.
Setelah Abu Nuaim, kami menemukan informasi ada nama Abu Bakar Ahmad al Baihaqi (w. 458 H). Ia telah masyhur menulis Kitab hadits yang amat banyak, diantaranya As Sunanul Kubra yang berisi 21.812 hadits menurut cetakan Darul Kutub al. Ilmiyah, Beirut, (2010) yang dicetak dalam 10 jilid. Adapun yang lainnya antara lain, Al Madhkhal ilaa Sunan, AsySyu’abul Iman, Dala’il An Nubuwah, Manaqib asy Syafi’i, Ma’rifatus Sunan wal Atsar, As Sunanulsh shaghir, At Targhib wat Tarhib, Takhrij ahadirts al ‘umm, dan masih banyak lagi. Kitab-kitab ini oleh Syaikh Abdul Ghafar ditempatkan pada thabaqat ke 3 dan menjadi ulama’ yang masuk kedalam thabaqat ini.
Setelah al Baihaqi, ada nama seorang ulama besar yang oleh Syaikh Abdul Ghafar dimasukkan kedalam thabaqat ke 4.  Al Khathib al Baghdadi (w.463 H) telah menulis kitab besar berjudul Tarikh Madinatus salam, yang awalnya terdiri dari 106 jilid, akan tetapi kemudian diringkas menjadi 17  jilid dan berisi 7780 nama ahli Ilmu Islam yang pernah singgah di Baghdad. Oleh Darul Gharabul Islami, Beirut di cetak dalam 17jilid dengan editor Dr. Bashar ‘awwad Ma’ruf.
Selanjutnya ada Nama Abu Syuja’ Sirawaih bin Syahradar ad Dailamiy (w. 509 H) yang telah menulis kitab Firdaus bii Ma’tsurill Khitab dan terkenal secara jika ada riwayat ditulis HR ad Dailamiy. Kitab ini ditempatkan pada thabaqat ke 4 oleh Syaikh Abdul Ghafar dikarenakan ada bermacam-macam jenis hadis yang sekiranya diteliti, akan memberi manfaat yaang besar. 
Nama terakhir yang akan kami masukkan disini adalah Al Hafidz Tsiqaluddin Ali bin Abu Muhammad al husain Atau yang dikenal dengan Ibnu Asakir (w. 571 H) yang begitu banyak menulis kitab. Diantaranya, Tarikh al Kabir yang ditulis dalam 70-80 jilid, Arba’in ahadits Al Jihad, dan lainnya yang berupa kitab Hadits begitu banyaknya, namun, berisi berbagai macam hadis yang membuat Syaikh Abdul Ghafar menempatkannya pada thabaqat ke 4, dan sekaligus menjadi ulama terakhir yang disebutkan oleh beliau.