Selasa, 23 Agustus 2016

Zionisme dalam PANCASILA

Gerakan Zionisme dan Freemasonry di seluruh dunia sesungguhnya memiliki asas yang sama. Asas dari dua gerakan ini disebut “Khams Qanun”, lima sila, atau Panca Sila. Kelima Sila itu adalah:
1. Monotheisme
2. Nasionalisme
3. Humanisme
4. Demokrasi
5. Sosialisme

Penjelasan tentang lima sila yang terdapat dalam doktrin Yahudi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Monotheisme: Kesatuan Tuhan (Ketuhanan yang Maha Esa)
Hendaklah bangsa Yahudi bertuhan dengan Tuhannya masingmasing dan merupakan kesatuan gerak. Maka hai orang-orang atheis dan bebas agama di kalangan bangsa Yahudi hendaklah engkau pun bertuhan dengan tuhanmu sendiri bukankah alam pun tuhanmu dan bukankah kudrat alam pun tuhanmu juga? Kalian berlainan agama, kalian berlainan kepercayaan, kalian berlainan keyakinan, tetapi kalian harus bersatu dan gunung zionisme telah menan-timu. Hendaklah kalian tenggang menenggang, hormat menghormati hai Yahudi seluruh dunia!
2. Nasionalisme – Kebangsaan : Berbangsa satu bangsa Yahudi, berbahasa satu bahasa Yahudi dan bertanah air satu tanah air Yahudi Raya (Israel Raya).
3. Humanisme: Kemanusiaan yang adil dan beradab berlakulah, janganlah kalian menjadi peniru bangsa Babilon yang telah membuangmu, tetapi bagi luar bangsamu dan yang hendak membinasakanmu, kalian adalah bangsa besar dan engkau pun jika keperluanmu mendesak.
Ber-lakulah Syer Talmud baginya, seperti nyanyian Qaballa berbunyi:
“Taklukanlah mereka,binasakanlah mereka akan mengambil hakmu, engkau adalah setinggi-tinggi bangsa seumpama menara yang tinggi. Gunakanlah hatimu ketika menghadapi sauda-ramu, karena mereka itu keturunan Yaqub, keturunan Israel. Buanglah hatimu ketika menghadapi lawanmu karena mereka itu bukan sekali-kali saudaramu, mereka adalah kambing-kambing perahan dan harta mereka adalah hartamu, rumah mereka adalah rumahmu, tanah mereka adalah tanahmu”, (Syer Talmud Qaballa XI :45).
4. Sosialisme: Keadilan sosial yang merata pada masyarakat Yahudi, sehingga setiap orang Yahudi menjadi seorang kaya raya dan menjadi pimpinan dimana pun ia berada, dan menjadi protokol pembuat program. Dalam Nyanyian Qaballa Talmud dikatakan:
“Dengan uang kamu dapat kembali ke Yudea, ke Israel karena agama itu tegak dengan uang dan agama itu uang, sesungguhnya wajah Yahwe sendiri yang tampak olehmu itu adalah uang! Cintailah Zion, cintailah Hebran, cintailah akan Yudea dan cintailah seluruh tanah pemukiman Israel, karena engkaulah bangsa pemegang wasiat Hebran tertua yang berbunyi: ”Cinta pada tanah air itu sebagian dari iman!” (XL : 46).
5. Demokrasi: Dengan cahaya Talmud dan Masna dan segala ucapan imam-imam agung bahwa telah diundangkan “Bermusyawarahlah dan berapatlah dan berlakulah pilihan kehendak suara banyak itu karena suara banyak adalah suara
Tuhan!”

Asas Zionisme atau Khams Qanun:
1. Internasionalisme
2. Nasionalisme
3. Sosialisme
4. Monotheisme Cultural
5. Demokrasi
Asas Freemasonry dan Zionisme pada dasarnya sama, yang berbeda hanya urutan saja. Keduanya diilhami oleh ajaran Talmud, kitab suci agama Yahudi?
Pengaruh Doktrin Zionisme dan Freemasonry terhadap Pemikiran Tokoh Pergerakan di Eropa dan Asia
Gerakan Zionisme yang diemban dengan baik oleh gerakan Freemasonry, telah berhasil meng-garap korban-korbannya, baik di Eropa maupun di Asia. Hal ini terbukti dengan apa yang terjadi di Perancis dan di negara-negara Asia Tenggara. Freemasonry Perancis pada 1717 M berasaskan Plotisma.
Istilah Plotis merupakan istilah khas mereka yang disebutkan berasal dari dialek Yunani Koin. Plot berarti ambang atau terapung. Plotisma adalah suatu paham untuk mengambangkan segala ajaran di luar Freemasonry.
Jika telah mengambang disuntikkanlah paham-paham bebas dari Freemasonry itu. Freemasonry Perancis pada 1717 M itu terpaksa memasukkan kata-kata “Ketuhanan” dan “Triko-nitas” untuk menarik simpatik golongan Katolik.
Lima dasar dari Freemasonry Perancis:
1. Nasionalisme
2. Sosialisme
3. Demokrasi
4. Humanisme
5. Theologi Kultural.
“Hai saudara-saudaraku dengan plotisme kita pun mendapat kunci pembuka seribu pintu kemenangan, dengan plotisme kita mempunyai seribu kunci etika pergaulan.” (Siasah Masuniyah muka 43).
Dalam dasar Freemasonry Italia terdapat perbedaan sedikit:
1. Nasionalisme
2. Trinitas
3. Humanitas
4. Sosialisme
5. Demokrasi.
Dalam dasar Freemasonry Palestina terdapat sedikit perbedaan pula:
1. Nasionalisme
2. Monotheisme
3. Humanisme
4. Sosialisme
5. Demokrasi
Pandit Jawarhal Nehru pernah mempunyai gagasan dasar negara India merdeka, yang dibahas di depan Indian Kongres Panc Svila:
1. Nasionalisme
2. Humanisme
3. Demokrasi
4. Religius
5. Sosialisme
Bandingkan dengan San Min Chu I dari Sun Yat Sen:
1. Mintsu
2. Min Chuan
3. Min Sheng
4. Nasionalisme, Demokrasi dan Sosialisme
Bandingkan dengan lima asas dari Muhamad Yamin, yaitu:
1. Perikebangsaan
2. Perikemanusiaan
3. Periketuhanan
4. Perikerakyatan
5. Kesejahteraan rakyat
Bandingkan dengan lima asas dari Soepomo:
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan lahir batin
4. MusyawarahKeadilan rakyat
Bandingkan dengan lima asas dari Soekarno:
1. Nasionalisme (Kebangsaan)
2. Internasionalisme (Kemanusiaan)
3. Demokrasi (Mufakat)
4. Sosialisme
5. Ketuhanan
Bandingkan dengan lima asas Aquinaldo, pimpinan Nasionalis Filipina. Lima asas ini disebut asas yang lima dari gerakan Katipunan. Sesungguhnya lima asas Katipunan ini disusun oleh Andres Bonifacio 1893 Masehi:
1. Nasionalisme
2. Demokrasi
3. Ketuhanan
4. Sosialisme
5. Humanisme Filipina
Bandingkan dengan empat asas Pridi Banoyong dari Thailand pada 1932 M:
1. Nasionalisme
2. Demokrasi
3. Sosialisme
4. Religius
Prinsip indoktrinasi Zionisme, agaknya cukup fleksibel karena mampu beradaptasi dengan pola pikir pimpinan politik di setiap negara. Mengenai urut-urutannya boleh saja berbeda, tetapi prinsipnya tetap sama, mengacu kepada doktrin baku Zionisme.
**
Sumber: Buku ‘Doktrin Zionisme dan Ideologi Pancasila’: “Menguak Tabir Pemikiran Founding Fathers RI. Editor: Muhamad Thalib dan Irfan Awwas”. Penyusun: Rinaldi.

Senin, 27 Juni 2016

Islam bagi kemanusiaan



           Secara normative islam mengajarakan kepeduliaan pada kemansuiaan yang jauh lebih penting dari dan diatas ritual pada Tuhan. Melalui ajaran ini kesalehan seorang muslim hanya mungkin dicapai jika ia membela sesama manusia yang memerlukan, dengan itu ia berada di pihak Tuhan.. selain itu, seoang muslim akan mengenal Tuhan dengan baik jika ia juga mengenal secara baik kemanusiaan dirinya dan kemanusiaan pada umumnya. Para rosul Tuhan di utus ke muka bumi untuk menebarkan kasih sayang (rahmat) bagi semua manusia dan seluruh alam makhluk ciptaan Tuhan.
        Dengan jelas islam (al Qur’an dan sunnah Rasul) mengajarkan bahwa kesalehan akan diperoleh seseorang jika ia bisa memberikan kepada orang lain apa yang paling baik bagi dirinya. Hanya orang beriman yang bisa menghormati tetangga dan tamunya. Dan Tuhan akan menjadi penolong seseorang jika ia menajdi penolong sesamanya. Semua kepedulian kemanusiaan tiu harus diberikan tanpa memandang batasan formal kegamaan.
         Permasalahannya menjadi lain ketika tafsir elite agama (ulama) tentang ajaran itu dipandang sebagai kebenaran tunggal dengan kesempurnaan mutlak seperti keyakinan terhadap kebenaran dan kesempurnaan Tuhan (Allah) itu sendiri. Tafsir dan ajaran lai nbukan hanya salah, tetapi dipandang sebagai ancaman terhadap nasib pemeluk islam di dunia dan sesudah kematian kelak. Kemanusiaan dan pemihakkan kemanusiaan hanya terletak di dalam tafsir sepihak tersebut. Amatlah suit bagi seorang muslim yang saleh untuk menerima dan mengapresiasi HAM kecuali hal itu terletak didalam tafsir tunggal tersebut. Bahkan juga tidak bsia disadari adanya pluralitas penafsiran atas sebuah teks ajaran justru diantara ulama apalagi di antara pemeluk islam kelas awam.
         Karena itu, tidak ada pluralitas di dalam doktrin islam kecuali dipandang sebagai ancaman. Agama dan tuhan tleh berubah dari harapan bagi kemanusian menjadi sesuatu yang menkautkan dan ancaman bagi kemanusiaan itus endiri8. kesalehan ekmudian berubah dari kepeduliaan pada kemansuiaan menjadi sebuah kesibukan “ngurusi atau membela Tuhan” yang sebenarnya tidak perlu di urusi dan dibela. Bukankah manusia dn ala mini seluruhnya adalah ciptaan Tuhan itus endiri? Bagaimana mungkin makhluk ciptaan Tuhan bisa membela dan ngurusiu Tuhan? Bukankah kehadiran Tuhan dengan agama-Nya justru agar manusia bsia hidup sejahtera?
        Kecenderungan ekslusif tersebut dibeabkan peletakan hukum positif(syariah) sebagai ajaran utama islam. Seluruh ajaran tentang kepercayaan, akhlak, ritual dan hubungan sosial dipahami dari perpektif hukum syariah yang amat kaku, keras, beku dan mati. Hal ini disebabkan oleh dominasi ahli syariah yang berkolaborasi dengan politisi di dalam sejarah islam yang mulai muncul beberapa abad sesuah rasul muhammad sae wafat pada akhir abad ke 7. pemikiran kritis pada masa itu kemudian ditindas secara teologis atau pui politisi oelh penguasa islam.
            Kekerasan teologis tersebut meenjadi semakin membekud an berkembangf menjadi sebuah ideologi ”jihad” dalam gerakan modernisasi di sekitar ta abad 13. hal ini makin mengeras sesudah kekalahan politik islam dalam perang salib dengan runtuhnya baghdad sebagai simbol kekuasaan politik silam. Islam bukan hanya tmapil dalam wajah syariah yang ekslusifm, kaku dan keras, tetapi juga cenderung reaktif yang memandang perbedaan dan apa yang diluar dirinya sebgai ancaman nasib pemeluk islam secara ekonomi-politik dan nasib pemeluk islam secara ekonomi, politk dan iptek diletakkan sebagai ancaman. Hal ini jauh berbeda dari kelembuatan kemanusiaan dalam risalah muhamman saw sendiri.
           Dalam perpektif tersebut, tuhan juga dimengerti sebagai hakim yang keras dan tanpa kompromi. Dalam situasi terdesak, dengan mudah seorang atau sekelompok pemeluk ebrtindak atas dnama tuhan yang dengan itu boleh berbuat apapun termasuk melanggar HAM. Semakin dekat seseorang pada tuhan dans emakin saleh seseorang cenderung semakin tidak mansuiawi.
Dalam hubungan itulah menjadi penting meletakkan agama sebagai tafsir tentang ajaran tuhan yang diberikan didalam teks dan diperlihatkan di dalam konteks.s elain itu juga penting menempatkan keberagaman sebagai proses pemahaman terhadap ajaran tuhan yang terus hidup dan terbuka, kritis dan kreatid. Dengan demikian kesalehan seseorang bisa bisa dilihat dari kepeduliaannya pada kemanusiaan dan pembelaannya pada yang tertindas tanpa melihat batas keagamaannya.
           Selanjutnya bisa disadari bahwa ketunggalan dan kemutlakan hanya ada di dalam ajaran tuha nitus endiri dan bukan di dalam tafsir tentang itu yang harus selalu bersifat relatif, terbuka dan plural. Ketunggalan ajaran tuhan tampil ddalam kenyataans sosial secara aplural dan ekmutlakan ajaran tuhan tampil dalam wujud yang relatif. Tuhan dan ajaran-nya tetap diyakini bersifat ekslusif, tunggal, mutlak dan sempurna, dan bisa tampil berbeda sesuai zaman dan bdaya pemeluknya sendiri. Tuhan dan ajarannya seharusnya tetap tak pernah dikekal dan karena tiu menajdi universal dan teap di dalam kemutlkaannya. Jika demikian kita bisa berharap tumbuhnya apresiasi pada HAM, demokrasi dan pluralitas keagamaan dan pemahaman terhadap ajaran Tuhan itu sendiri.

Bukti Bahwa Kebenaran Sering di Perdebatkan.

A.    SEJARAH PENCARIAN BUKTI
Tepat pada tahun 1632, sebuah buku ilmiah luar biasa berhasil diterbitkan. Namun, baru beberapa bulan berlalu, buku tersebut menjadi bahan perbincangan publik. Pasalnya, didalam buku yang terbit di Italia ini, menuliskan sebuah teori yang awalnya hanya hipotesa, namun akhirnya menjadi fakta ilmiah. Buku itu berjudul “Dialog Tentang Dua Sistem Penting Dunia.” Sebuah karya ilmiah yang menuliskan dua teori penting alam semesta, yaitu mengenai Tata Surya. Teori Heliosentris yang diajukan oleh Mikolav Copernik (Nicholaus Copernicus, 1473-1543) dan teori Geosentris Ptolemy, serta menyebut beberapa hasil kerja Johannes Kepler (1571-1630) yang juga menyebut bahwa planet-planet di TatA Surya bergerak dengan orbit tertentu.
Sekilas memang tidak ada yang aneh, kecuali setelah beberapa bulan saja buku itu tersebar, dunia benar-benar mengalami kekalutan. Sudah selama 16 abad, dunia mengenal bahwa pusat dari alam semesta berada di Bumi (Geosentris). Meskipun sejak abad 13 SM, seorang filosof Yunani, Aristarchaus dari Samos mengatakan bahwa Bumi dan planet lainnya bergerak mengitari Matahari, namun ia kalah populer dengan Aristoteles dan Ptolemy yang dengan penuh kehormatan menjadi rujukan bagi Gereja. Hal yang tak mustahil mengingat peran Gereja pada abad pertengahan yang begitu signifikan. Hal inilah yang menjadikan buku Dialogo itu dikecam Gereja. Mereka lebih condong mengikuti Geosentris, yang membuat pengarang buku itu di panggil di Pengadilan Gereja kota Roma.
Siapakah sebenarnya penulis buku tersebut ? Mengapa ia bisa begitu terhormat untuk dicekal oleh Gereja ?
Pada tahun, 1609 ilmuwan ini mengetahui kabar bahwa seorang astronom Polandia, Nicolaus Copernicus telah menulis buku  revolutionibus orbium coelestium yang terbit pada 24 Mei 1543. Kemudian, ia mengetahui bahwa dari negeri Belanda, ada alat teleskop bintang, namun ia gagal untuk mendapatkanya yang membawanya berfikir untuk menciptakan sendiri. Pada tahun itu pula telah terbit buku astronomi terbesar sepanjang sejarah, yaitu Astronomia Nova karya Kepler yang membawa ilmuwan ini mengambil sebagian dalil darinya. Akhirnya, karena memang para ilmuwan saat itu menolak gagasan Copernicus, ia di berikan ultimatum agar tidak lagi mengajarkan teori ini ke masyarakat. Ini dilakukan oleh Paus Urban VII yang menjadi pimpinan Gereja Katolik Vatikan. Tepat pada 1616, ilmuwan itu benar-benar berada pada sebuah kebohongan dengan menerima tawaran kerjasama dengan Gereja. Hal inilah yang menyebabkan Gereja merasa dikhianati oleh ilmuwan ini tatkala teori Heliosentri benar-benar diagungkan kembali di tahun 1632, yang membawanya ia di adili di Roma pada tahun itu.
Dialah Galileo Galilei, seorqng ilmuwan terkemuka abad pertengahan yang lahir tahun 1564 di Pisa, Italia. Dalam pengadilan tersebut, ia dituntut agar menarik gagasanya dan mengakui kebenaran Geosentris. Namun, menurut cerita yang masyhur, ia mengakui dan dengan penuh kehinaan bersumpah di pengadilan gereja, bahwa Geosentris yang danut gereja adalah benar. Ternyata, beberapa saat setelah ia berucap, ia menunduk dan berbisik, “lihat ! Dia masih terus berputar !” yang menandakan bahwa Bumi berputar mengelilingi Matahari, bukannya Matahari mengelilingi Bumi seperti bulan.  Kemudian, ia di asingkan di Arcetri, disebuah vila tempat tinggalnya, dan dilarang sedikitpun mengajar. Hingga akhirnya, bertepatan dengan lahirnya ilmuwan tersohor sepanjang sejarang, Sir Isaac Newton pada tahun 1642, Galileo meninggal dunia.
Satu hal lain yang perlu kita ketahui ialah bahwa selama 10 tahun ia di asingkan, ia menulis karya ilmiah lain di rumah pengasingan tersebut. Dua buku paling fenomenal yang tak pernah di kenal dunia, Discorseus on the Tides (Diskursus pada Gelombang Pasang Surut) dan Diagramma della Veritas (Diagram Kebenaran) yang didalamnya ia tetap mengemukakan bahwa Heliosentris adalah kebenaran, gereja telah begitu berdosa dengan penangguhan dirinya. Setelah beberapa saat beredar, buku itu di dengar oleh Paus Urban VIII, yang meskipun ia cukup mendukung Galileo, namun para Kardinal Vatikan tetap menolak teori itu. Akhirnya tidak ada lagi warna buku itu tersebar luas di masyarakat setelah Vatican Secret Archieves menyimpan dokumen ini dan tak ada orang yang dapat melihat kecuali seorang Paus, atau seorang yang mendapat rekomendasi darinya.
Dialah wakil pertama kali yang benar-benar membuktikan bahwa segala sesuatu itu bisa ampak berbeda.  Ia begitu gigih dalam memperjuangkan suara yang saat itu seluruh mulut bersepakat menyebut Geosentris. Secara hukum Demokrasi, suara ilmu pengetahuan itu tidak boleh didengungkan. Apabila rakyat tidak mengerti, maka itu bukan bagian dari demokrasi. Kedudukkannya harus sama dan dimengerti oleh berbagai pihak. Bila Gereja mengumumkanbahwa Geosentris salah,maka ia akan kehilangan jemaat.
Satu era lebih awal dari Galileo, Martin Luther telah melakukan sebuah pembangkangan terhadap doktrin Katolikisme. Ia dengan lantang menantang para kardinal, bahkan Uskup Mainz yang kala itu menjadi orang paling suci bagi gereja katolik Roma. Dua tahun sebelum ia meraih gelar doktor theologi di Universitas Weitenberg, ia melawat ke Roma. Memang, sudah sejak 1483, ia telah merasa bahwa ada sesuatu yang anehpada kehidupan gereja katolik. Akhirnya, pada tahun 1517 – lima tahun setelah ia meraih gelar doktor – iamelakukan sebuah gerakan pemurtadan yang luar biasa. Meskipun Wycliffe, pada abad ke 14, ataupun Peter Waldo diabad 12 telah mendahulji sebagai lambang pemurtadandari Katolik ke Protestan, namun apa yang di lakukannya pada tahun 1517 itu sangatlah memberi arti.
Luther dengan lantang mencoba membuktikan bahwa Gereja Roma telah nerbuat salah. Ia tahu ini akan menyakitkan, tapi tidak bagi sebuah kisah suci. Ia melakukan itu untuk mengembalikan ajaran suci dari Yesus yang oleh gereja Katolik Roma telah banyak yang dinafikan. Mengembalikan kehidupan merakyat bagi Paus dan meletakkan dasar pedoman Alkitab sebagai pondasi, bukan pada keputusan Gereja. Ini bukan menyangkut undang-undang yang tiap pemerintah pantas membuatnya.
Apa yang dilakukan oleh Luther adalah menjadi pencetus gagasan antidemokrasi bagi Gereja. Gerakan yang kemudian di teruskan oleh John Calvin yang pada dasarnya mereka menolak penetapan konvensi dari ide-ide Ke-Pausan. Mereka cukup terkenal puritan. Semuayang dilakukan haruslah tekstual dari Injil. Mereka menolak gagasan pembaruan atau semacam amandemen bagi al kitab. Itu semacam orang yang murtad dan haruslah dihukum, menurut pandangan mereka.[1]
Istilah demokrasi memang tak dikenal oleh Luther dan Calvin, akan tetapi para pengikut mereka kemudian juga memilih Demokrasisebagai basis keagamaan. Hal yang perludicatat ialah bahwa ada semacam Kambing Hitam di balik paradoksi ini, ialah para pelaku Protestan ini tidak cukup kuat dalam mempertahankan otentitas doktrin yang seakan begitu labil dalam kehidupan setelahnya.
Berbeda dengan Islam yang dalam sejarah peradaban semenjak Rasulullah saw hidup sampai akhir Khilafah Utsmani Turki (1924), yaitu bahwa tidak ada sebuah majelis, otoritas ‘amir, atau dewan yang diberikan hak untuk menetapkan konsensus hak asasi. Semua yang menyangkut kehidupan muamalah seluruhnya diambil dari Al Quran. Apabila apa yang diinginkanmasyarakat tidak sesuai apa yang tertulis dalam Al Quran,maka masyarakat itu yang harus diubah, bukan konvensi yang ada dalam Al Quran.[2]
Meskipun para pembaharu Islam (yang sering disebut Mujaddid) sering berf8kir, apakah hak-hak yang tertulis dalam Al Quran sejalan dengan konsensi demokrasi universal. Namun hal ini tidaklah lantas meruntuhkan eksistensi Al Quran sebagai hukum dasarnya. Kita bisa melihat apa yang dilakukan oleh Abu al Fadhl (seorang mujaddid Mesir kelahiran 1963). Ia menulis buku berjudul “Islam and the Challenge of Democrasy” yang pada intinya mencoba mencari jawaban atas kesesuaian antara hukum Tuhan dalam Al Quran dengan konsensi Demokrasi Barat. Kesalahan terkemuka dari apa yang ditulis Abul Fadhl ini adalah bahwa Demokrasi Barat bagai kiblatnya. Ia sangat menolak pandangan Fundamentalis Muslim yang terlalu puritan dan kaku, seperti yang dimiliki oleh Wahabi.
Apa yang dilakukan oleh Abul Fadhl ini sepintashampir sama dengan apa yang pernah dilakukan oleh Galileo. Ia menolak tradisi otoritas Tuhan dari para petinggi Islam dalam menerapkan hukum sosial. Ia dengan lantang menyebutbahwa apa yang diklaim oleh para Islam puritanbahwa mereka adalah pemilik tertinggi kekuasaan untuk mengatir sosio-religius merupakan sebuah Kecerobohan. Sebab, setiap manusia memiliki sebuah anugerah tafsir atas ayat-ayat Al quran, akan tetapi tafsir itu juga bisa disebut keniscayaan. Mengingat bahwa manusia sebagai subjek dalam pelaksanaan hukum Tuhan, maka seorang sarjana Muslim juga layak menafsirkan Al Quran agar sesuai dengan normatif masyarakat yang berlaku.
Ini secara sepintas agaknya perlu untuk kita telaah. Satu hal yang sekiranya perlu untuk dirubah ialah bahwa ia memaklumi adanya sikap ekstremis Muslim. Dengan berorientasi pada peristiwa WTC, ia seolah terhipnotis atas makar para teroris barat. Iamemilih jalan ini karena mendapat keterangan yang disampaikan oleh Sulaiman Al Geith, seorang tokoh Al Qaeda kepada TV al Jazeera. Dengan keterangan ini ia memilih untuk mendiskreditkan Mujahid yang agaknya perlu untuk di lunakkan.
Dalam penampilan ini, bila kita melihat pada QS Al Maaidah ayat 54, maka akan kita dapatkan bahwa sikap sempurna seorang muslim adalah KERAS terhadap orang kafir. Al Imam Ibnu Katsir menyebut bahwa sikap keras ini sesuai dengan apa yang diindikasikan pada ayat 29 dari QS al Fath. Beliau menyebut sebuah perkataan Al Hasan al Bashri, bahwa ayat ini sangat pantas diterapkan pada masa Abu Bakar[3]. Maka apabila apa yang diindikasikan ayat 125 dari QS an Nahl tetap dipakai, maka kita akan saksikan lebih banyak kesemena-menaan dalam menjalankan Islam. Orang-orang seperti Abul Fadhl inilah yang tetap memakai Mauidhah Khasanah pada tiap kondisi apapun. Maka perlu adanya peninjauan ulang atas pendapat yang demikian itu.
Istilah demokrasi bagi para pembaharu Islam inilah yang perlu kita koreksi. Mereka seolah terjebak pada suasana dimana demokrasi universal adalah bagian dari Islam. Demokrasi inilah yang sering menjadi penghambat otentitas konvensi atau hukum dasar yang dimiliki. Mereka seolah terpengaruh atas karya Aristoteles yang mencetuskan ide Demokrasi di dunia. Sering kali lontaran istilah demokrasi itu merujuk pada demokrasi cetusan Aristoteles ini. Mereka menganggap bahwa semua orang, semua kalangan berhak untuk mendapat jabatan kepemimpinan kelompok bahkan negara sekalipun. Kalau menurut Aristoteles, orang-orang menengahlah yang paling pantas untuk menerima itu.
Jawaban sementara yang dapat kami terima saat ini ialah bahwa para ahli sosiologi dan theologi telah saling berikhtilaf ditentang apa yang disebut konsensus universal. Meskipun Francis Fukuyama telah menulis pada bukunya, Akhir Sejarah, bahwa akhir dari sejarah pencarian persatuan itu telah berhenti pada Demokrasi.[4] Di masa lalu, umat manusia telah menolak tanpa ampuntentang faham Demokrasi, namun, setelah 1970, negara-negara di Dunia telah berijma’ bahwa Demokrasi Liberal merupakan puncak pencarian jatidiri politik. Bahkan, ia menegasikan istilah Ijma dengan Syura’, ia lebih mendukung adanya suara rakyat yang hal itu merupakan bentuk sorakan kepada kebebasan Individu sebagai orang yang punya hak yang sama dalam pemerintahan.
Satu hal yang perlu dicatat oleh kita adalah tentang klaimegoistik dalam tubuh Islam dan Yahudi Ortodok sebagai 2 pihak yang paling bertanggungjawab atas ketidakberlakuan sistem Demokrasi Liberal di tubuhnya.[5] Dua agama ini seolah telah mewakili tentang pengakuan kelemahan manusia sebagai objek pelaksana hukum Tuhan. Maka benarlah bila kita menaruh harapan penuh pada dua kelompok ini untuk membuktikan bahwa memangmanusia dan segala hasil ciptaannya adalah lemah. Tidak ada solusi yang benar-benar dapat menjangkau segala aspek kehidupan melainkan hanya dengan pengetahuan Tuhan.
Maka memanglah benar andaikata Fukuyama menyebut bahwa demokrasi adalah konsensus terakhir, mengingat bahwa keadaan umat beragama dewasa ini sangat mengenaskan. Telah menjadi konsensus bahwa umat beragama tak lagi memegang identitas khusus yang mereka miliki. Kita bisa melihat ini pada agama Kristen di Barat dan agama Hindu, Buddha dan Konghucu di timur.Dalam tradisi Hindu telahmengenal plularis sebagai dukunganatas persamaan hak, sebagai bentuk pendirian Demokrasi Liberal. Tercatat ada nama Ram Mohan Roy, hidup antara tahun 1772 – 1833, saat ia mendirikan gerakan Brahmo Samaj. Ia telah menjadi seorang yang amat penting dalam sejarah Hinduisme yang berkolerasi kepada Demokrasi. Dengan gerakanya ini ia telah menjadi penghubung antara misionaris Kristen dengan Hinduisme. Hal ini telah disampaikan oleh Dr Frank G Morales, seorang cendikiawan Hindu yang amat fundamental. Para misionaris ini telahmencuci otak Roy dengan menanamkan ajaran anti Hindu yang menyebut bahwa Hinduisme tradisional adalah satu agama barbar yang telah menimbulkan penindasan, takhayul, dan kebodohankepada rakyat India.
Para misionaris itu telah mempengaruhi para Liberal Hindu untuk melkukan pembaruan doktrin dan menempatkan faham plularis sebagai konsensus dari tradisi keagamaan. Kemudian para pembaru ini menulis satu traktat berjudul The Precepts of Jesus : The Guide to Peace and Happiness[6]. Traktat ini bertujuan untuk meneruskan misi kristenisasi yang dilakukan oleh para misionaris Protestan, Lutherian kepada tubuh Hindu.
Kami mengatakan Lutherian karena memang akar dari kecurangan dalam hal kristenisasi ini adalah ajaran Martin Luther. Dengan telah membuminya Lutherian-Calvinisme maka dunia telah menyaksikan bahwa gerakan-gerakan pembaharuan atas ajaran agama tradisonal sangat diperlukan. Karena mereka menemukan kejanggalan entah itu disengaja atau tidak yang amat memberatkan bagi rasionalitas untuk menerima itu. Gerakan-gerakan seperti Luther, Calvin,atau Galileo itu telah membangun sebuah semangat baru bagi pemberontak dalam keraguannya pada kristen katolik awal. Kemudian semangat itu dilemparkan kepada lain pihak, yaitu agama-agama non kristen untuk sama-sama menyuarakan benarkah ajaran agama itu ? Dari situlahkebebasan fikiran, kebebasan pilihan adalah solusi. Negara tidak lagi bertanggungjawab pada agama dan manhaj yang dipilih oleh WN.


[1]Lihat 100 Tokoh Paling Berpengaruh Sepanjang Sejarah, karya Michael H. Hart. Terjemah H. Mahbub Djunaedi, 1982 Jakarta : PT Dunia Pustaka Jaya.
[2]Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum lslnru lilid 2, (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve,1997),,hlm.497-498
[3]Lihat Tafsirul Quranul ‘adhiim. Al Hafidz al Imam Abul Fida’ Ibnu Katsir. Terj Salim Bahresiy. 2004. Surabaya : Bina Ilmu. Hlm 127.
[4]Yoshihiro Francis Fukuyama, anggota dari dewan senior Center on Demokrasi, Development and the ruler of law di University Stanford. Iajuga menjadi bagian dari dewanInternational  Forum for Democrasy Studies, juga anggota Departemen Ilmu Politik di RAND corps. Sejak 1992, ketika ia menerbitkan bukunya berjudul The End of History and the Last Man, ia banyak dipuji para politikus. Dengan gagasan bahwa Demokrasi merupakan titik puncak dari segala sostem yang pernah diterbitkan di seluruh penjuru bumi.
[5]Kami disini menyebut Islam secara Kaffah, karena memangdalam keotentikan ideologi Islam tidak berlakuDemokrasi Liberal. Namun Fukuyama menyebutkan Islam Fundamental. Mengingat gagasan Demokrasi hanya bisa diterima oleh Islam Liberal. Semisal Gus Dur,yang terkenal sangat garang di panggung politik sebagai seorang plularis-liberalis, sehingga Demokrasi sangat ia dukung. Ia juga menegaskan bahwa dem9krasi menjadi suatu keharusan yang wajib dipenuhi. Dalam demokrasi, plularisme bukanlah semata-mata himanistik akan tatapi juga atas karunia Allah swt yang permanen. Bahkan, ia juga menyebut bahwa tanpa plularisme sejarah dan peradaban maka manusia tidak akan bersifat produktif dan agama akan kehilangan identitas sebagai sebuah pedoman yang dialektis. Dalam hal ini iamenulis buku berjudul  Mengurai Hubungan Antara lslam dan Negara terbitan 1999 oleh penerbit Grasindo Jakarta.
[6] Ngakan Made Madrasuta. Semua Agama Tidak Sama. 2006. Media Hindu. Hlm 4546.



Disadur dari  buku...
RELATIVITAS.
Karya Arif Yusuf.

Sabtu, 09 April 2016

KWALITAS NEGARA ADA PADA PENDIDIKKAN


“Warisan yang paling berharga yang dapat saya berikan adalah membiarkan mereka sanggup berusaha sendiri.”, Soichiro Honda (pendiri Perusahaan otomotif HONDA)

Apa yang dapat kita bayangkan bila kita selaku anak muda di biarkan hidup sendiri dalam lingkungan sosial ?
Barangkali kita akan merasakan sebuah kebebasan yang tiada tara. Bertindak semau kita, berkelana sejauh mungkin untuk mencari kepuasan hedonis, meluanglang buana demi bersenang-senang mungkin. Tapi itu tidak dikehendaki oleh Soichiro Honda. Ia hanya mau agar anak-anqknya kelak menjadi seorang yang mandiri, kreatif, inovatif dan aktif edukatif. Yang ia harapkan kelak anak-anaknya bisa bersaing di sosial masyarakat dengan ketrampilan berkarya yang mungkin ia pelajari dari manapun. Meskipun tanpa bantuan orang tua, anak-anaknya sqnggup membangun sebuah pribadi yang superpower.
Ketika awal tahun 2014 yang lalu, Kementrian Pendidikkan dan Kebudayaan RI telah mengajukan sebuah bentuk kurikulum yang seringkali terlihat menimbulkan polemik bagi para pelaku dunia pendidikkan. Kurikulum INI agaknya kits tanggapi secara bijaksana dengan positif thinking. Pasalnya, kita telah ditempatkan pada posisi dimana kretifitas, keaktifan Dan kemandirian yang tinggi yang diharapkan akan menciptakan sebuah produk yang di at as rata-rata. Dalam kurikulum ini, diharapkan setelah selesai dari negeri pengabdian ilmu, para siswa akan memiliki suatu keahlian khusus dalam suatu aspek. Berbeda dengan kurikulum KTSP yang lalu yang notabene hanya mengejar status siswa. Barangkali dalam kurtilas ini, para pejabat negara menghendaki agar pemuda Indonesia dilatih dan dibiasakan untuk beraktifitas secara mandiri. Begitu indah bila memang alasannya untuk meniru kesuksesan Jepang.
Bila kita mereview ulang ke arah 1,5 dekade yang lalu, TIMMS (1999) telah merilis daftar negara yang di uji untuk mengetahui kemampuan intelektual siswa sekolah. Dari 38 negara yang terkait, Indonesia menempati posisi ke 32 untuk bidang Sains (IPA) dan 34 untuk bidang Matematika. Hal ini menjadi sebuah pukulan keras bagi penyelenggara dunia pendidikkan di Indonesia. Semakin membahagiakan bila kita bisa mendapatkan bahwa para pahlawan tanpa tanda jasa di Indonesia berkenan untuk merubah mindset. Hal ini mengingat apa yang telah disampaikan oleh TA Romberg, di dalam bukunya Mathematics Classroom that Promotate Understanding mengatakan bahwa banyak materi IPA dan Matematika yang terlalu abstrak sehingga menyebabkan miss konsepsi dari para peserta didik. Sehingga bila diadakan sebuah gerakan perubahan dari para petinggi pendidikkan kami rasa akan memberi nafas segar bagi dunia pendidikkan Indonesia.
Menarik untuk disimak apa yang pernah disampaikan oleh mantan Menteri Agama RI yang pertama, Muhammad Natsir. Pada tepat 6 tahun kemerdekaan RI, 17 Agustus 1951, ia menulis sebuah artikel berjudul “Jangan Berhenti Tangan Mendayung, Nanti Arus membawa Hanyut.” Dalam tulisan itu ia menyetukui ungkapan Dr G.J Neauwenhuis, “suatu bangsa tidak akan maju sebelum ada diantara bangsa itu segolongan guru yang rela berkorban demi bangsanya.” Ini bukan sekedar isapan jempol belaka, perlu tindakan lebih lanjut guna mengumandangkan kembali nilai-nilai persatuan dan kebangkitan nasional. Semua berakar dari dunia pendidikkan, seperti yang diungkapkan M. Nuh pada pertemuan LPTPK di auditorium Unimed, 15 April 2010. Pendidikkan akan menjadi sebuah identitas bangsa, sebagaimana yang telah dikatakan oleh mantan Mendiknas ini.
Bukanlah sebuah keterasingan bila kita kembali mengoreksi apa yang telah diperintahkan oleh para petinggi kependidikkan negara. Tahun 2010 telah dimulai misi pendidikkan yang baru. Pendidikkan karakter yang diharapkan bisa menjadi tumpuan g mengarungi lautan internasional. Namun, apa yang kita temukan tidaklah sejalan dengan yang harusnya diharapkan. Pendidikkan moral dan karakter itu malah menjadi sebuah materi tertulis wajib. Mereka menghafalnya, mempelajarinya dengan tekun berharap akan keluar dalam ujian. Sehingga setelah dewasa, seperti yang digambarkan oleh Prof HAMKA, dalam bukunya, Pribadi yang terbit tahun 1982 mengatakan bahwa banyaknya para doaen, insinyur, guru, dokter yang bukunya segudang, jabatan tinggi, namun mereka mati di masyarakat. Mereka digambarkan sebagai seorang hedonis, gelarnya untuk mencari uang semata, hatinya membatu yang tak lagibpunya cita-cita kecuali untuk sebuah kesenangan pribadi. 
Memasukki periode ketiga setelah Pemilu 2004, Indonesia kini dipimpin oleh seorang tokoh yang sangat mencengangkan perannya. Seorang yang digadang-gadang mampu membawa bangsa ini ke tanah yang lebih baik lagi. Menjadi salah satu nama walikota terbaik se dunia menjadikan nama Jokowi luarbiasa. Satu tahun kerja, ia telah membuat gebrakan dengan meniadakan hukum lama yang di pakai para founding father. Meakipun begitu, nampaknya ia ingin seperti yang dilakukan oleh pendahulunya, Ir Soekarno. Pada masa pemerintahan orde lama, era Demokrasi Terpimpin, ia dengan lantang membubarkan DPR dan menggantinya dengan DPR Gotong Royong. Dengan kebijakan itu, jelas bahwa presiden menginginkan para pejabat pemerintahan adalah orang-orang dengan ketulusan kerja demi masa depan bangsa. Ini pula yang menjadi tujuan Jokowi. Jokowi menyebut pemerintahannya adalah Kabinet Kerja.
Seorang yang paling berpengaruh bagi dunia pendidikkan Indonesia telah memberikan sebuah formula yang cukup menjanjikan. Soewardi Soerjaningrat, atau familiar dengan nama Ki Hajar Dewantara didalam bukunya, Pendidikan (1977) halaman 323 menyebut bahwa pendidikkan seharusnya membentuk pribadi dengan intelek yang mumpuni, moral yang terhormat dan tentunya jasmani dengan kwalitas skill mumpuni. Maka apa yang dilakukan oleh bapak Jokowi memang bisa menjadi pelajaran bagi kita. Dikala para pelaku pendisikkan tidak punya andil dalam kinerja negara, seorang yang bukan lulusan sekolahpun tak segan untuk didatanginya. Hal ini terlihat jelas seperti saat beliau mengangkat Susi Pudjiastuti sebagai Menteri Kelautan. 
Pendidikkan hari ini perlu kita pertanyakan, apakah yang sebenarnya terjadi pada penyelenggara pendidikkan itu. Mengapa Presiden sampai hati mengangkat lulusan Sekolah Menengah sebagai Menteri ? Padahal banyak para insinyur, profesor, dan ribuan sarjana kelautan di Indoneaia.
Keahlian para sarjana dalam menghadapi problem memang pantas dipertanyakan. Maka adalah berguna jika kami menyebut statement kami, seharuanya kwalitas skill para sarjana ini bisa dilakukan tindakan preventif. Semasa sekolah di jenjang yang wajib – kini Indonesia hendak mencanangkan progran wajib belajar 12 tahun – seharusnya aiawa sudah dibekali keahlian dalam menghadapi realitas sosial. Seperti contoh pada negeri Yahudi, Israel, dimana para pelajar dipaksa untuk benar-benar bekerja dalam sosial. Sebelum para sarjana dinyatakan lulus, mereka harus menciptakan sebuah proyek, sesuai bidang masing-masing yang bukan hanya sebuah coretan hitam diatas putih. Hal ini sangat berbeda dengan Indonesia. Jika kita melihat, dari pengakuan asli para sarjana (kami mendapati dari beberapa guru dengan title masing-masing, S1, ataupun S2, dimana mereka cukup cerdik mengelabuhi para penguji dwngan hanya memainkan kata-kata di atas kertas) sistem pengujian kelulusan siswa sangatlah mudah. Tak perlu repot dalam proyek, tak perlu susah payah mengejar nilai sempurna. Asalkan ada uang, asalkan ada kejeniusan dalam merekayasa, kata LULUS bukan hal yang tabu. 
Inilah yang seharusnya kita berani untuk mengatakan kepada seluruh masyarakat Indoneaia. Negara tak butuh Ijasahmu, Negara tak butuh nilai bagusmu, hanya saja yang dibutuhkan negara adalah Kwalitas Pendidikkanmu.
Seorang guru, bila memang ia cinta negara, ia bangga dengan negaranya, seharusnya tak segan memberi target besar dan tak begitu mudah untuk memberi nilai. Meskipun itu melanggar konvensi, meskipun aengkau harus kehilangan jabatan, meskipun anak cucumu kelaparan. Mengapa ? Karena engkau adalah PAHLAWAN.

Study Bible, Bab 2

B.  HILANGNYA IDENTITAS
Sebagaimana kita ketahui, bahwa dalam catatan Sejarah, tidaklah ada ketetapan pasti dimana, kapan dan saat-saat seperti apa Yesus lahir. Hanya perkiraan saja yang tersebar luas di Masyarakat.Kisah kehidupan Isa as jika dikaitkan dengan Perjanjian Baru tentulah sudah tidak asing lagi bagi pkita semua , karena itu bisa membosankan jika dikunyah-kunyah lagi. Tapi, ada juga segi-segi yang masih layak dicatat.
Pertama, sebagian terbesar informasi yang kita peroleh tentang kehidupan Isa tidak karu-karuan, simpang-siur tak menentu. Bahkan kita tidak tahu siapa nama aslinya. Besar kemungkinan nama aslinya Yehoshua, sebuah nama umum orang Yahudi (orang Inggris menyebutnya Yoshua). Dan tahun kelahirannya pun tidaklah pasti, walaupun tahun 6 sebelum Masehi dapat dijadikan pegangan.Bahkan tahun wafatnya pun yang mestinya diketahui dengan jelas oleh para pengikutnya, juga belum bisa dipastikan hingga hari ini. Isa sendiri tidak meninggalkan karya tulisan samasekali, sehingga sebetulnya segala sesuatu mengenai peri kehidupannya berpegang pada penjelasan Perjanjian Baru.
Seluruh kehidupan yang ia alami tidaklah jelas diperhatikan oleh orang-orang disekitarnya. Sebagaimana Informasi yang disampaikan oleh Lukas, bahwa ia menulis bukan dari perintah langsung Isa as, namun, ia menuliskan menurut apa yang diterimanya tersebar di masyarakat. Walaupun memang hal ini bukanlah sebuah aib, tapi lihatlah !apakah keabshahan dari berita yang diterima oleh Lukas ini bisa di agungkan ?
Kami rasa tidak, informasi yang seharusnya kita sampaikan bahkan jika hal itu menyangkut masyarakat dunia, seharusnya harus disertai perincian maraji’ yang jelas. Sehingga yang disampaikan pada kita tidak menimbulkan polemic, dan memenuhi persyaratan 5 W 1 H. Hal inilah yang membedakan antara ilmu agama Islam dengan ilmu agama manapun, karena kita tahu bahwa Islam telah tinggi dengan ISNAD yang dimiliki dalam rangka periwayatan Hadits.
Para ulama hadits tidak mau menerima hadits yang datang kepada mereka melainkan jika mempunyai sanad, mereka melakukan demikian sejak tersebarnya dusta atas nama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dipelopori oleh orang-orang Syi’ah.
Seorang Tabi’in yang bernama Muhammad bin Sirin (wafat tahun 110 H) rahimahullah berkata, “Mereka (yakni para ulama hadits) tadinya tidak menanyakan tentang sanad, tetapi tatkala terjadi fitnah, mereka berkata, ‘Sebutkan kepada kami nama rawi-rawimu, bila dilihat yang menyampaikannya Ahlus Sunnah, maka haditsnya diterima, tetapi bila yang menyampaikannya ahlul bid’ah, maka haditsnya ditolak.”
Kemudian, semenjak itu para ulama meneliti setiap sanad yang sampai kepada mereka dan bila syarat-syarat hadits shahih dan hasan terpenuhi, maka mereka menerima hadits tersebut sebagai hujjah, dan bila syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, maka mereka menolaknya.
Michael H. Hart dalam bukunya menuliskan :
Malangnya, ajaran-ajaran Isa bertentangan satu sama lain dalam banyak pokok masalah. Matthew dan Lukas menyuguhkan versi yang samasekali berbeda mengenai kata-kata akhir yang diucapkan Isa.Kedua versi ini sepintas lalu tampak berasal dari kutipan-kutipan langsung dari Perjanjian Lama.
Apabila peninggalan Isa semata-rnata dalam kwalitas selaku pemuka spirituaI, tentu saja tepat jika orang mempertanyakan sampai sejauh mana gagasan spiritualnya mempengaruhi dunia.Salah satu sentral ajaran Isa tentu saja Golden Rule-nya.Kini, Golden Rule-nya itu sudah diterima oleh banyak orang, apakah dia itu Nasrani atau bukan sebagai patokan tingkah laku moral.
Kita bisa saja berbuat tidak selalu atas dasar patokan itu, tetapi sedikitnya kita mencoba menyelusuri relnya.Jika Isa benar merupakan perumus pertama dari patokan dan petunjuk yang sudah diterima sebagai hampir prinsip yang universal, bisa dipastikan dia layak didudukkan pada urutan pertama daftar ini.
Tapi, fakta menunjukkan yang namanya, Golden Rule itu sebenarnya sudah menjadi patokan yang jadi pegangan Yudaisme, jauh sebetum Isa lahir. Pendeta Hillel, pemuka Yahudi yang hidup satu abad sebelum Masehi secara terang-terangan mengatakan bahwa Golden Rule itu adalah patokan utama Yudaisme.
Hal ini bukan saja diketahui oleh dunia Barat melainkan juga Timur.Filosof Cina Kong Hu-Cu telah mengusulkan konsepsi ini pada tahun 500 sebelum Masehi.Juga kata-kata seperti itu terdapat di dalam Mahabharata, kumpulan puisi Hindu purba.Jadi, kenyataan menunjukkan bahwa filosofi yang terkandung di dalam The Golden Rule diterima oleh hampir tiap kelompok agama besar.Apakah ini berarti Isa tak punya gagasan etik yang orisinil? Bukan begitu! Pandangan yang bermutu tinggi dan terang benderang di persembahkan dalam Matthew 5:43-44
Kamu dengar apa yang dikatakan bahwa kamu harus mencintai tetanggamu dan membenci musuhmu. Tapi kukatakan padamu, kasihanilah mereka yang telah mengutukmu, berbuat baiklah kepada mereka yang membencimu, berdoalah buat mereka yang menaruh dendam kepadamu dan menganiayamu.
Dan kalimat sebelumnya berbunyi " ... janganlah melawan kejahatan. Jika mereka tampar pipi kananmu, berikan pipi kirimu juga."
Kini, pendapat ini bukan merupakan bagian dari Yudaisme di masa Isa dan bukan pula jadi bagian pegangan Agama-agama lain. Sudah dapat dipastikan merupakan yang pernah terdengar. Apabila ide ini dianut secara meluas, saya tidak ragu maupun bimbang sedikit pun menempatkan Yesus dalam urutan pertama dalam daftar.
Tapi, kenyataan menunjukkan anutan ide itu tidaklah meluas benar.Malahan, umumnya takkan bisa diterima.Sebagian besar pemeluk Nasrani rnenganggap perintah "Cintailah musuhmu" hanyalah bisa direalisir dalam dunia sempurna, tapi tidak bisa jalan selaku penuntun tingkah laku di dunia tempat kita semua hidup sekarang ini.Umumnya ajaran itu tidak dilaksanakan, dan pula tidak mengharapkan orang lain melakukannya.Kepada anak-anak pun kita tidak memberi ajaran begitu.Ajaran Isa yang paling nyata adalah tetap merupakan semacam ajaran yang bersifat kelompok dan secara mendasar tak lewat anjuran yang teruji lebih dulu.
Tiga dari empat injil, Matius, Markus, dan Lukas, dikenal sebagai injil sinoptik sebab ketiganya menampilkan banyak kesamaan dalam isi, penyusunan narasi, bahasa, dan struktur kalimat dan paragraf. Ketiga injil ini ju- ga dianggap memiliki sudut pandang yang sama.
Injil kanonik keempat,Injil Yohanes, memiliki perbedaan di- bandingkan ketiga injil terdahulu. Setiap Injil menggambarkan kehidupan Yesus dari sudut pandang yang berbeda.
Secara khusus, Injil Yohanes bukanlah suatu biograļ¬ Yesus tetapi sebuah penjelasan teologis mengenai Yesus dari segi KeTuhanan-Nya .
Injil Markus memerikan Yesus sebagai seseorang yang heroik, karismatik dan memiliki kekuasaan yang tinggi.Injil Matius menggambarkan Yesus khususnya sebagai pemenuhan nubuatan nabi-nabi Yahudi.Lukas menekankan perbuatan-perbuatan ajaib yang Yesus lakukan serta dukunganNya terhadap wanita dan kaum miskin.Yohanes memandang kehidupan Yesus di bu- mi sebagai perwujudan Firman Tuhan.
Injil Yohanes dimulai dengan suatu sajak yang memperkenalkan Yesus sebagai penjelmaan Firman Allah, yang membentuk alam semesta (Yohanes 1:1-5;9-14). Seluruh kehidupan Yesus di bumi adalah inkarnasi dari Firman Allah (Yoh 1:4)