Jumat, 21 Oktober 2016

BAB I PENDAHULUAN STUDI HADIS



3. IDENTIFIKASI MASALAH DAN RUANG  LINGKUP PEMBAHASAN.
Sebuah masalah memang seharusnya dipelajari, di fahami, dianalisa dengan secara secermat mungkin. Tak ada sebuah penyakit bila dokter tidak melakukan diagnosa terlebih dahulu. Dalam kaedah ilmiah, identifikasi masalah  sangat diperlukan sebagai titik awal penempatan fokus kajian yang akan dilakukan. Maka agar tulisan yang kami buat ini lebih terarah dan sentral, kami memilih untuk menelaah isi dari Buku Teks Mata Pelajaran Pendidikkan Agama Islam Kurikulum 2013 Untuk Kelas X Kemendikbud RI cetakan Pertama tahun 2014 yang pada saat membaca materi sebagai syarat menyiapkan diri mengikuti ujian Semester dan Ujian Sekolah Tahun 2016, kaami mendapatkan beberapa keganjilan.
Dalam buku tersebut, seperti ditulis oleh Pengarang pada hal. 3 disebutkan,
“Manusia adalah makhluk yang sering lupa dan sering berbuat kesalahan. ‘Al insanu mata’ul khatha’ wan nisyan.’ Demikian sebuah hadits yang artinya “manusia tempatnya salah dan lupa.”

Pada kala itu kami pernah mendengar sebuah kajian di Majelis Tafsir AlQuran asuhan Drs. Ahmad Sukino melalui radio bahwa itu adalah hadits palsu. Sampai pada hari ini, kami mencoba mencari dalam berbagai referensi kitab hadits baik itu shahih, dhaif dan bahkan maudhu’, kami tidak menemukan satupun riwayat. Syaikh Al Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah tidak kami temukan riwayat itu. Begitu pula ketika kami membuka Mi’ata  min Ahadits alaas Sunnah karangan Syaikh Ihsan Al Utaibiy (murid dari Syaikh al Albani), tidaklah kami menemukan riwayat atas matan hadits tersebut.
Dari hasil penelitian kami, kami menemukan sebuah tulisan yang ditulis oleh Drs Musadat Masykur, Kepala SD Hj Isriati Baiturrahman 2 Semarang bahwa matan tersebut adalah Pepatah.  Entah itu memang dari orang Arab ataukah seorang Indonesia yang mengatakan dalam bahasa Arab, tidak disebutkan. Namun yang jelas, itu bukan lah hadits. Adapun bila memang itu datangnya dari Negeri Arab, kemungkinan yang kami presiksi juga mustahil, hal ini karena dalam Kamil Dhuafa karya al Uqailiy tidak disebut, dalam Al Madhkhal al Baihaqi juga tidak disebutkan, demikian pula dalam Fawaaid al Majmu’ah karya al Qadhi asy Syaukani, atau juga ‘ilalul Masnu’ah karya asy Syuyuthi tidak kami temukan matan hadits tersebut. Bahkan, dari buku Kumpulan hadits dhaif yang digoreskan oleh para ahli hadits terdekat seperti Silsilah Adh Dhaifah yang masyhur sebagai kitab kritik hadits era modern tidaklah menyebutkan matan tersebut.
Memang, kita bisa memaklumi bahwa memang ungkapan itu telah masyhur sebagai ungkapan motivasi dalam menghadapinrealitas sosial. Hal itu tidaklah mengapa, bila hanya sebatas ungkapan anonim bebas. Namun, ada satu hal yang perlu diperhatikan dalam hal estafet ilmu. Allah swt berfirman : “...dan ucapkanlah perkataan yang benar.” (QS al Ahzab : 70). Maksud dari ayat ini adalah agar seseorang mengatakan sesuatu itu dengan jujur, meskipun itu akan menyakitkan. Didalam buku Teks Mata Pelajaran PAI tersebut juga kami menemukan pada bab ke 3 tentang kejujuran. Bahwa artindari jujur ada 4, yaitu pertama, Kesesuaian antara perkataan dan perbuatan. Kedua, kesesuaian antara informasi dan kenyataan. Ketiga, ketegasan dan kemantapan. Terakhir, Seauatu yag baik yang tidak dicampuri kesuataan.
Dari pengertian jujur tersebut, kita bisa mengambil generalisasi bahwa semua berita, jika memang antara informasi dan kenyataan adalah sesuai, maka itulah kejujuran. Sebaliknya, jika informasi telah diberikan, namun masih ada sebuah keganjilan, maka kami mencoba melakukan setidaknya 3 hal, yaitu Menyelidiki sampel yang dapat mewakili dari seluruh populasi, mengambil sampel dari beberapa bentuk informasi agar dapat bervariasi, dan terakhir adalah tetap memperhatikan fenomena yang agak ganjil secara umum maupun khusus. Dari situ, kami juga menemukan beberapa bentuk kesalaham yang telah secara singkat kami mengkalim bahwa Informasi yang disampaikan adalah tidak sesuai dengan kenyataan.
Sebuah contoh tegas adalah bahwa penulis memberikan infor.asi pada BAB ke 11, pada rubrik Membuka Relung Hati,
“Rasulullah  menyatakan  bahwa  orang-orang  yang  menuntut  ilmu  sama  besar pahalanya dengan  orang  yang berjihad  di  jalan  Allah.  Bahkan  ia  memerintahkan  agar menuntut ilmu tidak hanya dilakukan di negeri terdekat saja, tetapi ia memerintahkan mencari  ilmu  walau  harus  dengan  jarak  yang  sangat  jauh.  “Carilah  ilmu  hingga  ke negeri  Cina!”  Demikian  sabdanya  sebagai  motivasi  kepada  umat  Islam  untuk  selalu bersemangat dalam menuntut ilmu.”
Sekilas memang itu sebuah informasi yang mampu membangun jiwa yang besar terhadap umat Islam, namun sayangnya ada keganjilan pada tulisan, “Carilah ilmu hingga ke negeri Cina!’ Demikian sabdanya....” Itu menunjukkan informasi tegas bahwa sabdanya adalah merujuk pada ucapan Agung Nabi Muhammad saw. Kami menemukan bahwa informasi itu agak ganjil, pasalnya ketika kami membuka buku karya Syaikh Ihsan bin Muhammad al Utaibi, pada hadits ke 51, disebutkan bahwa hadits itu Maudhu’. Lantas,bagaimana lafazh itu dikatakan maudhu’ ??
Adalah Imam Ibnul Jauzi yang menulis kitab Al Maudhuat ( ) pada juz 1 halaman 215 yang dinukil oleh Syaikh al Utaibi telah menyebutkan lafazh tersebut. Kemudian, al Utaibi juga merujuk pada kitab Tartiib al Maudhuat karangan Imam Adz Dzahabi yang menyebutkan hadits tersebut. Rujukan lainnya adalah kitab Al Fawaaid al Majmuah karangan Qadhi asy Syaukanie pada halaman 852. Selain itu, setelah kaami melakukan penelitian lebih lanjut, kami menemukan sebuah data yang ditulis oleh al Uqailiy yang juga meriwayatkan lafazh tersebut dalam kitabnya adh Dhuafa, bahwa lafazh (yang dikalim) hadits tersebut sangat fatal kesalahannya. Untuk lebih lengkapnya bahwa lafazh yang diklaim hadits Nabi tersebut adalah palsu akan kami bahas pada BAB ke IV pada tulisan ini.
Dari dua contoh tersebut, kita bisa menarik hipotesa sementara bahwa si penyedia naskah Buku Teks Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam daan Budi Pekerti Untuk Kelas X Kurikulum 2013 Kemendikbud RI adalah setidaknya berada dalam dua hal, pertama, ia termasuk dari orang yang berdusta. Hal ini disebabkan ketika si penulis memberikan informasi dengan tegas tulisan “sabda”, maka dengan tanpa penjelasan bahwa itu ucapan, bukan taqrir dan bukan minal af’alu Nabi saw. Akan tetapi kami menemukan bahwa lafazh tersebut tidak dikenal dari Nabi saw. Para peneliti hadits telah menganalisa dengan pendekatan musthalah hadits bahwa apa yang dikatakan dari Nabi saw adalah bukan sebuah kejujuran. Maka, agaknya bisa saja kami sebut si penulis telah melakukan kesalahan fatal kkarena tidak memperhatikan sabda Nabi Muhammad saw :
Argumen kami yang selanjutnya ialah barangkali si penulis adalah orang yang kurang mengerti akan hadits, pasalnya, apa yang masyhur dikenal oleh para ahli ilmu pengetahuan keislaman, hadits ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw baik itu berupa perkataan, perbuatan, maupun persetujuan dengan membiarkan orang lain melakukan sesuatu. Mengapa kami mengatakan ini, jelaslah bahwa mungkin saja si Penulis belum begitu serius dalam belajar Islam. Artikel,makalah, bahkan karya ilmiah yang telah membahas keganjilan akan hadits ini sangatlah banyak. Syaikh bin Baz rh didalam Majmu Fatawa nya telah sedikit membahas tentang lafazh tuntutlah ilmu ke negeri china, ia menjelaskan bahwa itu adalah Mursal (palsu).  Bahkan, Abdullah bin Taslim telah meneliti hadits tersebut secara detail dengan kesimpulan itu bukan sabda Nabi saw.  Abu ubaidah As Sidawi juga telah menulis tentang hadits ini sepanjang 14 halaman dengan pembahasan detail bahwa hadits ini batil.
Argumen terakhir, adalah bahwa si Penulis adalah orang yang munafik -mohon maafa apabila terlalu keras pada argumen ini- mengapa ?
Dengan asumsi bahwa si Penulis adalah orang yang cukup mengerti ihwal hadits, juga katakan saja bahwa ia juga telah membaca rujukan kami untuk menyebut bahwa hadits tersebut adalah palsu. Maka jelaslah sabda Nabi saw.  مَنْ حَدَّثَ عَنِّي بِحَدِيثٍ يُرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبِينَ yang artinya, “barangsiapa yang mengatakan dariku dan ia melihat bahwa itu adalah kebohongan, maka ia termasuk dari pembohong.” berlaku bagi dirinya. Hal itulah yang kemudian membawa kaami pada sebuah penghakiman bahwa si penulis melupakan apa yang ia tulis sendiri pada BAB ke 3 yaitu bahwa mengatakan sesuatu yang jujur. Begitulah pentingnya jujur, sehingga Nabi saw membawakan risalah firman Allah Swt.
 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allâh dan jadilah bersama orang-orang yang jujur.[ at-Taubah/9:119]

Ahmad Fais Asifuddin telah membahas perihal kejujuran ini dan membawakan sebuah hadits Shahih Nabi saw. عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ : yang artinya “hendaknya atas kalian jujur..” Sebuah penekanan yang amat sangat dari Nabi saw untuk berlaku jujur, yaitu memberikan konsekuensi antara peristiw yang benar-benar terjadi di waktu yang berlalu dengan apa yang diucapkannya sekarang.
Memanglah,kamipun juga mengamini apa yang ada dibennak si penulis, pasalnya mungkin saja ia telah berpuluh tahun mendengar ceramah-ceramah, membaca tulisan-tulisan yang menyertakan kata-kata, Nabi saw bersabda : “tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri Cina.” Kami sendiri begitu familiar dengan hal ini, bahkan mungkin saja si penulis mendapat sumber ini dari beberapa modul pembelajaran di tingkat SMP, SMA dan ataupun di tingkat Perkuliahan.
Seorang yang disebut sebagai Cendekiawn Muslim Indonesia, yang pernah menjabat sebagai Dewan Pakar Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia, bahkan begitu lemahnya ketika mengambil dalil bahwa Sabda Nabi saw tentang anjuran untuk menuntut ilmu ke negeri Cina sebagai dasar faham kontroversialnya. Jikalau memang ia berada dalam koridor Cendekiawan, itu artinya sang Teknokrat dalam literatur Uslam,  namun mengapa hal yang sudah masyhur ini ia tidak memperhatikannya ?
Demikian sekecil problem yang hendak kami klarifikasi. Ketika selanjutnya kami masuk lebih jauh kedalam seluruh Materi yang dis sediakan oleh si Penulis, kami berharap untuk mendapatkan data yang lebih banyak yang serupa dengan apa yang kami sebutkan diatas. Hal itulah yang akan kami gunakam sebagai acuan untuk menjawab hipoteaa kami bahwa si Penulis telah melakukan pelanggaran Kode Etik Ilmiah dan telah melakukan pencemaran Nama Baik Nabi Muhammad saw dengan menyebut bahwa Nabi saw mengatakan sesuatu, padahal secara ilmu musthalah hadits, tidak pernqh terdengar perkataan itu dari Nabi saw.

PENDAHULUAN STUDI HADITS



2. LANDASAN TEORETIS
Landasan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mengacu pada alas, atau tumpuan. Sedangkan Teori dalam kamus yang sama menyatakan pendapat dengan didasari atas penyelidikan. Sedangkan Wikipedia telah menebitkan sebuah tulisan tentang hal ini. Teori  adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah. Labovitz dan Hagedorn mendefinisikan teori sebagai ide pemikiran “pemikiran teoritis” yang mereka definisikan sebagai “menentukan” bagaimana dan mengapa variabel-variabel dan pernyataan hubungan dapat saling berhubungan
Buku  memiliki  peranan  penting  dalam  proses   pembelajaran  dan pengembangan  ilmu  pengetahuan.  Buku  merupakan  salah  satu  sumber  bahan  ajar. Ilmu  pengetahuan,  informasi,  dan  hiburan  dapat  diperoleh  dari  buku,  oleh  karena itu,  buku  merupakan  komponen  wajib  yang  harus  ada  di  lembaga  pendidikan  baik lembaga  pendidikan  formal  maupun  nonformal.  Buku  teks  pelajaran  sekolah mempunyai  peranan  penting  dalam  pembelajaran.,  sehingga  dalam  penyusunan sebuah  buku  teks  pelajaran  harus  ada  beberapa  aturan  yang  harus  dipenuhi  oleh seorang  penulis  buku  teks  pelajaran.  Aturan-aturan    tersebut  telah  dibahas  secara rinci  oleh  Badan  Standar  Nasional  Pendidikan  (BSNP),  yakni  sebuah  badan  yang bertugas menilai kelayakan pakai suatu buku teks  pelajaran.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Permendiknas)  Nomor  11  Tahun  2005  mengatur  tentang  fungsi, pemilihan,  masa  pakai,  kepemilikan,  pengadaan,  dan  pengawasan  buku  teks pelajaran.  Menurut  Peraturan  Menteri,  buku  teks  pelajaran  adalah    buku  acuan wajib  untuk  digunakan    di  sekolah  yang  memuat    materi    pembelajaran    dalam  rangka    peningkatan    keimanan    dan  ketakwaan,  budi  pekerti    dan  kepribadian, kemampuan     penguasaan  ilmu  pengetahuan  dan  teknologi,  kepekaan  dan  kemampuan  estetis,  potensi  fisik    dan  kesehatan  yang  disusun    berdasarkan  standar  nasional    pendidikan.  Buku  teks  pelajaran    berfungsi  sebagai  acuan  wajib  oleh guru   dan peserta  didik dalam proses pembelajaran.  
Salah  satu  faktor  penentuan  keberhasilan  guru  dan  siswa  dalam menggunakan  buku  teks  ditentukan  oleh  kualitas  buku  ajar.  Dalam  pengukuran kualitas  buku  teks  harus  diperhatikan  aspek-aspek  penting  yaitu  kesesuaian muatan  materi  dengan  kurikulum,  keruntutan  materi,  kedalaman  dan  keluasan materi.  Apabila  buku  teks  yang  digunakan  siswa  kesesuaian  materi  dengan kurikulumnya  rendah  maka  kompetensi  yang  diharapkan  sulit  dicapai.  Ditambah lagi  apabila  banyak  mengandung  kesalahan  konsep  dan  kesalahan  bahasa  maka akan  berakibat  perbedaan  pemahaman  dari  pemahaman  siswa  dengan  apa  yang dimaksudkan  dalam  buku  teks,  sehingga  akan  mempengaruhi  pola  pikir  siswa dalam  menerima  pengetahuan  berikutnya  dan  sangat  sulit  diluruskan  kembali karena  dalam  pemikiran  siswa  biasanya  bersifat  permanen  (tetap).  Hal  ini  akan terjadi  jika  guru  cenderung  menganggap  keseluruhan  buku  itu  benar  dan menerima  apa  adanya  tanpa  menganalisis  terlebih  dahulu  isi  materi  buku  teks tersebut.
Buku Teks Mata Pelajaran Pendidikkan Agama Islam Untuk Kelas X Kurikulum 2013 Kemendikbud RI telah memuat sebuah berita kebohongan tentang hadits Dhaif dan Mursal. Di buku tersebut juga melupakan kode Etik Pengutipan Ilmiah, bahwasanya ketika penulis   penulis memberikan materi yang memuat hadits yang tidak disebutkan takhrijnya. Apa yang seluruhnya disampaikan tidaklah dapat dipertanggungjawabkan keotentikannya, hal ini dikarenakan dalam seluruh kutipan hadits, hanya menyertakan teks hadits berbahasa Arab dan di akhiri dengan maraji’ Imam Penulis Kitab Hadit,misalnya (HR Al Baihaqi). Memanglah ini sudah mencakup bahwa hadits yang dikutip adalah bersumber dari karya tulis Imam Al Baihaqi, akan tetapi jika kita melihat kepada khasanah sejarah hadits, kita bisa menemukan bahwa sl Baihaqi telah menukis beberapa kitab yang didalamnya memuat kumpulan hadits. As Subki memberi komentar bahwa Sunanul Kubra adqlah kitab yang tidak tertandingi oleh kitab lainnya dari segi susunan. Adapun kitab lainnya ialah Syu’abul Iman, Al Madkhal ilaa Sunatil Kubra, Thala’il an Nubuwah. Ini tentu menjadi rancu ketika penulis menyebutkan bahwa yang meriwayatkan adalah Al Baihaqi.
Memanglah semasa tingkat SMA,peserta didik belum begitu ditekankan akan sebuah Etika Ilmiah dan Pedoman Pengutipan Referensi. Akan tetapi kita hendaknya untuk lebih peduli pada anak-anak yang terlibat dalam dunia Kelompok Ilmiah Remaja. Pasalnya, jika diantara mereka ada yang tanggap akan Etika Ilmiah, barangkali akan mengajukan pertanyaan, darimana sumber hadits itu ? Memanglah benar jika ketika dikatakan diriwayatkan oleh Al Baihaqi, maka Karya Tulis Al Baihaqi yang menjadi sumber rujukan si Penulis. Jika misalnya peserta didik memiliki kitab Syu’abul Iman, ia pasti akan mencarinya dirumah tentang hadits itu. Lantas, ketika dalam Syuabul Iman tidak diketemukan, pastilah yang terjadi si peserta didik akan menyanggah Pengajar. Al Baihaqi tidak menemuliskan itu. Yangvterjadi adalah akan terjadi konflik dari Siswa dan Guru, ketika sang guru juga tidak begitu lihai memahami dimana letak sumber hadits itu. Barangkali si Penulis mengambil kitab Sunanul Kubra, atau Al Madkhal ilaa sunnatil Kubra, sudah tentu akan terjadi kejanggalan.
Dalam slide  yang di berikan oleh Muhamad A. Martoprawiro, Ph.D  menyebutkan ada 5 Point yang menjadi Kode etik Ilmiah. Yaitu, Kejujuran, Kebenaran Ilmiah, Keboleh ulangan, Penghargaan atas karya orang lain, dan Penghargaan terhadap sesama dan alam sekitar. Darinpoint ini, kembbali pada analogi di atas, maka seolah Buku Teks Mata Pelajaran Pendidikkan Agama Islam dan Budi Pekerti Kurikulum 2013 Untuk Kelas X kurang memperhatikan hal ini. Hal ini perlu adanya sebuah tindakan yang mengarahkan si Penyedia naskah Buku Teks untuk lebih menjaga kode etik ilmiahpada setidaknya pada 3 point yang disebutkan oleh Martoprawiro, yaitu Kebenaran Ilmiah, Kejujuran, dan Penghargaan atas Karya Orang lain. Dengan ketiga Kode Etik itu, sekiranya bagi para penulis lain agar memperhatikannya.
Kejujuran, secara leksikal merupakan sufat jujur, ketulusan,dan kelurusan. Adapun jujur sendiri diartikan benar, tidak berbohong, tidak curang, sesuai dengan aturan, tulus, dan ikhlas. Jujur atau kejujuran mengacu pada aspek karakter, moral dan berkonotas atribut positif dan berbudi luhur seperti integritas, kejujuran, dan keterusterangan, termasuk keterusterangan pada perilaku, dan beriringan dengan tidak adanya kebohongan,penipuan, perselingkuhan, dll Selain itu, kejujuran berarti dapat dipercaya, setia, adil, dan tulus.  Kejujuran dihargai di banyak budaya etnis dan agama " Kejujuran adalah kebijakan terbaik" adalah pepatah dari Benjamin Franklin. Namun, kutipan "Kejujuran adalah bab pertama dalam buku kebijaksanaan" tersebut diberikan untuk Thomas Jefferson, seperti yang digunakan dalam sebuah surat kepada Nathaniel Macon
Bahkan sekiranya apa yang kami lihat dari pernyataan Dr Marzuki M.Ag, bahwa “Karakter  yang  paling  “mahal”  sekarang  ini  barangkali  adalah  kejujuran.  Mengapa demikian?  Kita  semua  tahu  betapa  sulitnya  menemukan  kejujuran  itu.”  Kejujuran menjadi sebuah barang yang perlu untuk dimiliki setiap orang. Tak terkecuali seorang yang terlibat dalam dunia akademik. Seorang pengajar, penyusun materi dan pendidik di ruang lingkup lembaga pendidikan diberikan beban agar memiliki 4 kompetensi dasar, yaitu kompetensi Pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi sosial dan kompetensi Kepribadian. Ini telah termaktub dalam Permendikbud RI no 16 tahun 2007 tentang standar Kualifikasi dan  Kompetensi Guru. Dari keempat kompetensi itu telah dijabarkan pada peraturan terdahulu yaitu UU no 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Pada PP no 74 tahun 2008 disebutkan kompetensi personal dari Pihak Pendidik adalah harus memiliki sebanyak 12 item yang pada oint ke 9 ialah jujur, kemudin pada point ke 10 disebut Sortif dan pada point ke 12 dibebankan agar meningkatkan kualitas diri dengan mengambangkannya secara berkelanjutan. Dari ketiga point tersebut dapat mewakili bagaimana seharusnya seorang yang terlibat dalam lembaga pendidikkan membawa angin segar terhadap metode estafet ilmu dengan cara meninggalkan keraguan menuju pada kejelasan.
Sebagai seorang yang terlibat dalam khasanah estafet ilmu pengetahuan keislaman, ihak penyedia naskah Buku Teks Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam seharusnya memperhatikan kode etik ilmiah dan kode etik pendidikan. Terkhusus untuk Pihak Penyedia Naskah -yang akan menjadi rujukan wajib bagi pihak pengajar di lembaga pendidikan – telah ada ketentuan yang mengikat dari Kemendikbud. Dalam Panduan Pengusulan Hibah Buku Teks Perguruan Tinggi Tahun 2013  telah disebutkan ada 12 kelemahan yang harus ditanggulangi oleh para penulis buku. Dari ke 12 masalah tersebut, kami melihat ada sebuah point yang sangat riskan untuk ditinggalkan. Pada point ke 12, disebut penyedia naskah kurang merujuk pada penelitian dalam negeri yang itu mengakibatkan kerancuan isi yang telah tersebar dalam penelitian di Indonesia. Pada point ke 8,disebut adanya naskah yang kadangkala hanya menjoplak tanpa memperhatikan HKI. Ini tentu menjadi bahan perti.bangan bagi penyedia Naskah Buku Teks agar lebih memperhatikan asas dan ketentuan dalam pengadaan Buku Teks Mata Pelajaran.
Sebuah  riset  yang  dilakukan  Sri  Redjeki  (Jamaludin,  2009)  menunjukkan    bahwa buku-buku  yang  dikonsumsi  pelajar  Indonesia  50  tahun  tertingggal  dari perkembangan  terbaru  sains  modern.  Buku  teks  pelajaran  yang  digunakan    di sekolah-sekolah  harus  memiliki  kebenaran  isi,  penyajian  yang  sistematis,  penggunaan bahasa   dan  keterbacaan  yang  baik, dan grafika   yang   fungsional.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Bunga Mulhayati tersebut, pada catatan manfaat penelitian, ia mengharapkan agar penelitian itu bisa membawa siswa  memiliki  sikap  kritis  dalam  menyikapi  segala sesuatu.  Jika  ia  menemukan  konsep  yang  tidak  jelas,  kurang  dipahami  dan membingungkan  dari  dalam  buku  teks  yang  dibacanya,  hendaknya  ia  segera menanyakan   kepada  guru  atau  ahlinya  atau  dapat  pula  dengan  mencari  dan membandingkannya  dengan sumber  yang  lainnya. Kemudian bagi Penerbit Buku, ia menulis,  “Diharapkan  agar  penelitian  ini  berguna  bagi  para  penulis  buku  dan penerbit  agar  lebih  hati-hati  dalam  proses  pembuatannya,  mulai  dari  penyusunan, editing,  cetak  dan  pemeriksaan  sebelum  buku  teks  tersebut  beredar  luas  di pasaran.  Jika  memang  terdapat  kesalahan,  diharapkan  agar  segera  melakukan koreksi  dan  revisi  untuk  mencegah  hal-hal  yang  tidak  diinginkan  terutama  yang menyebabkan miskonsepsi bagi para  pembacanya.”
Dari telaah yang dilakukan oleh Bunga, kami menemukan adanya jalur bahwa ia meninjau korelasi antara naskah Buku Teks dengan ketentuan kurikulum yang berlaku. Namun, kami menenjau penelitian ini dari aspek Tkhrijul Hadits. Dimana sebuah kejujuran yang diwajibkan oleh setiap pembawa materi Hadits Nabi saw adalah adanya korelasi yang tepat antara lafal hadits dan perawi hadits. Artinya, jikalau seorang penulis mengutip teks dari suatu karya ilmiah, maka diwajibkan bagi si penulis ini agar memberi keterangan yang jelas akan sumbernya.
Dalam Modul Panduan Pengutipan London School of Public Relations Jakarta (2014) Disebutkan pada awal pembahasan, “Semua sumber harus selalu disebutkan setiap kali dikutip,... hanya pengutipan pertama yang disebutkan dengan mencantumkan tahun publikasi.  Di dalam pengutipan berikutnya, hanya perlu mencantumkan nama pengarang  (dengan nomor  halaman  jika diharuskan).” Ini tentunakan menjadi pertimbangan bagi setiap penulis ilmiah untuk lebih berhati-hati dalam menuliskan karya  ilmiah yang dalam hal ini mencakup ilmu hadits.
Dalam Buku Teks Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Untuk kelas X kurikulum 2013 Kemendikbud RI tahun 2014 dalam mengeluarkan hadits hanya berupa kutipan “Nabi Saw Bersabda :’...’ (HR si Fulan)”. Pengutipan seperti ini dalam dunia ilmiah tidaklah etis,sebab, seperti yang kami sebutkan diawal, bahwa seorang ulama ahli hadits tidak haanya menulis satu buah buku yang berisi kumpulan hadits. Ada banyak sekali ulama yang telah menghasilkan ihwal pengumpulan hadits di lebih dari satu judul buku.
Ketika kami melihat para penulis naskah buku di era sekarang, terkhusus yang mencantumkanlafal hadits Nabi saw,  terdapat kesalahan mendasar yang perlu diperhatikan. Imam Bukhari (Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah asy Syafii al Bukhari w.256 H) dalam kurun waktu  40 tahun telah menulis beberapa kitab, diantaranya  Al Jamius Shahih al Musnad min Haditsi Rasulullah wa Sunatihi wa Ayyamihi yang kemudian dikenal Shahih Bukhari,   al-Adabul  Mufrad,  at-Tarikh  ash-  Shaghir,  at-Tarikh  al-Kabir,  at-Tarikh  al-Ausath,  Khalqu  Af'ali  al-'Ibad,  juz  fi  al-Qira‟ah khalfal Imam.
Imam Muslim (Muslim bin Al Hajaj bin Muslim al Qusairy an Naisaburiy w. 271 H) selama kurun waktu 40 an juga, dia telah menulis beberapa kitab, diantaranya Al Jamius Shahih, Al ‘Ilal, Kitab al Aqran, Kitab man Laisa Lahu Illa Rawin Wahid, Kitab Awhamul Muhaditsin, dan lainya. Ini tentu jikaditulis (HR Muslim), kitab yang mana yang dirujuk, perlu peninjauan ulang kembali.
Imam At Tirmidzi, (Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa as Sulamiy at Tirmidzi. w. 279 H) Ketika dituliskan diriwayatkan oleh at Tirmidzi, maka akan sedikit rancu, dimanakah letak rujukan itu, apakah di Kitabul Jami’, Kitab Syamail an Nabawiyah, Kitab az Zuhud, kitab Tarikh, atau bahkan yang srlain itu.
Imam Al Baihaqi (Abubakar Ahmad bin Husain bin Ali bin Abdullah al-Baihaqi. w.458 H), seorang yang terkenal dengan kitab Sunanul Kubra yang oleh as Subki dikatakan,”Kitab yang tidak ada yang lebih baik dalam hal susunannya.” Para penulis era sekarang sering memakai lembar kutipan berupa, (HR al Baihaqi), ketika hal itu diterima, seolah tidak ada kejelasan, apakah akan bertemu pada kitab As Sunanul Kubra, Syu’abul Iman, Ma’rifatus Sunnah wal Atsar, Dala’il al-Nubuwwa, Al-Arb`un al-Sughra, Fada’il al-Awqat, Tarikh Hukama al-Islam.
Inilah yang kami maksud hal yang agaknya kliru dalam ihwal pengutipan rujukan. Sebagaimana dijelaskan dalam Modul Panduan Pengutipan London School of Public Relations (2014) bahwa dengan jelas disebutkan,
Pengutipan di dalam teks bisa meliputi kutipan langsung, pernyataan yang diparafrase, rangkuman, dan sintesis. Semua sumber harus selalu disebutkan setiap kali dikutip, kecuali ketika pengutipan dilakukan di dalam paragraf yang sama. Ketika suatu sumber muncul lebih dari satu kali di dalam paragraf yang sama, hanya pengutipan pertama yang disebutkan dengan mencantumkan tahun publikasi.  Di dalam pengutipan berikutnya, hanya perlu mencantumkan nama pengarang  (dengan nomor  halaman  jika diharuskan).  Perlu diperhatikan  bahwa  hanya  nama belakang/nama keluarga pengarang yang dipakai dalam pengutipan sumber.

Ketika kami melihat pada daftar pustaka dari Buku Teks Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Untuk Kelas X Kurikulum 2013 Kemendikbud RI, kami menemukan hanya ada 3 Kitab hadits yang menjadi rujukan bagi Tim Penyusun, yaitu Musnad Imam Ahmad bin Hambal, Sunan At Tirmidzi dan Sunan Ibnu Majah. Setelah kami memeriksa setidaknya ada 54 kutipan hadits, kami menemukan hanya ada 5 Hadits yang dirujukan pada Kitab Hadits Imam Ahmad, 5 Hadits dari Imam At Tirmidzi dan 4 Hadits dari Imam Ibnu Majah. Untuk selebihnya, kemungkinan yang terbesar adalah mengcopy dari susunan karya-karya penulis yang dijadikan rujukan, seperti Wawasan al Quran karya Quraish Shihab,  Ihya Ulummudiin (Ringkasan, edisi Indonesia), Tafsir al Azhar karya Dr. Hamka, tafsir Al Maraghi, Asbabun Nuzul (edisi Indonesia) karya Asy Syuyuthi, Atau yang selainnya.

PENDAHULUAN STUDI HADITS



1. LATAR BELAKANG MASALAH
Setelah pada hari Senin, 13 Rabi’ul Awwal tahun 11 H atau yang bertepatan dengan 8 Juni 632 M,  telah terjadi berbagai peristiwa yang tak akan pernah dilupakan oleh umat manusia Dunia. Tepat tanggal 10 Dzulhijjah tahun 10 H /9 Maret 631 M, Nabi Muhammad saw membuat - seorang tokoh yang ditempatkan oleh Michael H Hart pada posisi ke 51 dalam daftar orang yang paling berpengaruh sepanjang sejarah – Umar bin Al Khaththab (bin Nufail bin Abdul Izzy bin Rabah bin Qirath bin Razah bin Adi bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr (Quraisy) bin Malik bin Nadhar bin Kinanaah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas Mudhor bin Nizaar bin Ma’ad bin Adnan  bin Udd bin Udad bin Muqowam bin Nahur bin Tairakh bin Ya’rub bin Yasyjub bin Naabit bin Nabi Ismail bin Nabi Ibrahim as bin Taraakh bin Nahuur bin Syarukh bin Arghu bin Falakh bin Aibar (Nabi Hud as)  bin Syalaakh bin Arfakhsyad bin Saam bin Nuh as bin Lamaak bin Mattusyalkho bin Khanuukh (Nabi Idris as) bin Yard bin Mahlaayiil bin Qainan bin Yanusy bin Syith bin Adam as.)  menangis tersedu-sedu. Apa yang membuat Umar bin Khatthab menangis ? Ialah sebuah kenyataan yang harus ia terima, bahwa Nabi Muhammad saw akan kembali keharibaan Allah swt. Umar bin Khatthab mengatakan, “sesungguhnya tidak ada lagi sesudah Kesempurnaan melainkan Kekurangan.” Kejadian itu terjadi beberapa waktu setelah Nabi saw melakukan haji pertama dan terakhir, yaiaitu Haji Wada’ dan menyampaikan surat  Al Maaidah ayat 3. Umar bin Al Khattab mengatakan hal tersebut karena ia mengetahui bahwa ini adalah hari-hari terakhir kehidupan Nabi saw. Tugas utama dari Nabi Muhammad sawadalah muntuk menyampaikan wahyu, maka jika sang penyampai Wahyu itu telah tiada, itu berarti menandakan akan terhentinya risalah wahyu. Inilah yang dikatatakan oleh Umar sebagai Kekurangan.
Begitu sedihnya para sahabat ketika mendengar ucapan Nabi saw di hari Jum’at Haji Wada’, banyak yang tak kuasa menanhan air mata. Bahkan Abu Bakar as Shidiq ra menangis didalam kamarnya karena mendengar isyarat Nabi saw “Pelajarilah tata cara Hajiku. Barangkali Aku tidak akan melihat kalian lagi setelah tahun ini.”  Kisah tentang Abu Bakar r.a. menangis telah sampai kepada para sahabat yang lain, maka berkumpullah para sahabat di hadapan rumah Abu Bakar r.a. dan mereka berkata: "Wahai Abu Bakar, apakah yang telah membuat kamu menangis sehingga begini sekali keadaanmu? Sepatutnya kamu berasa gembira sebab agama kita telah sempuma." Mendengarkan pertanyaan dari para sahabat maka Abu Bakar r.a. pun berkata: "Wahai para sahabatku, kamu semua tidak tahu tentang musibah yang menimpa kamu, tidakkah kamu tahu bahwa apabila sesualu perkara itu telah sempuma maka akan kelihatanlah akan kekurangannya. Dengan turunnya ayat tersebut bahawa ianya menunjukkan perpisahan kila dengan Rasulullah s.a.w. Hasan dan Husin menjadi yatim dan para isteri nabi men-jadi janda."
Sejak saat itulah seperti sebuah titik tolak perkembangan Islam. Abu Bakar as Shidiq ra ketika menangis, ditanya oleh para sahabat lain, kemudian ia menjawab, bahwa ketika Nabi saw mengatakan hal itu, itu berarti setelah itu tidak akan ada lagi wahyu yang akan turun. Risalah Islam telah sempurna dan tidak akan ada lagi seorang Nabi yang akan hidup di Dunia, sebagaimana sabda Nabi saw
وإنه سيكون في أمتي كذابون ثلاثون كلهم يزعم أنه نبي وأنا خاتم النبيين لا نبي بعدي

“Sesungguhnya kelak akan muncul di tengah-tengah umatku tiga puluh orang pendusta besar, masing-masing mengaku bahwa dia adalah nabi. Akulah (Muhammad) penutup para nabi dan tidak ada nabi lagi setelahku.”
ini shahih, diriwayatkan oleh Imam Abu Daud (4252) dan At Tirmidzi (2219).

Hal ini sebagai penguat atas Firman Allah swt
كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ

“Bukanlah Muhammad adalah bapak kalian. Akan tetapi ia adalah Rasulullah dan penutup para Nabi.” (QS Al Ahdzab :40)
Di hari-hari terakhir kehidupan Nabi saw ini para Sahabat seperti kehilangan arah, sebelum terjadi pada tepat wafatnya Nabi saw, Abu Bakar ash Shidiq ra mengatakan kepada para sahaaba ketika mendengar ucapan Umar ra ““Rasulullah ﷺ tidak wafat. Beliau tidak akan pergi hingga Allah memerangi orang-orang munafik.” (Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, 8/146).
Abu Bakar hadir, “Duduklah Umar”, perintah Abu Bakar pada Umar. Namun Umar menolak duduk. Orang-orang mulai mengalihkan diri dari Umar menuju Abu Bakar. Kata Abu Bakar, “Amma ba’du… siapa di antara kalian yang menyembah Muhammad ﷺ, maka Muhammad telah wafat. Siapa yang menyembah Allah, maka Allah Maha Hidup dan tidak akan wafat. Kemudian ia membacakan firman Allah,
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۚ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَىٰ أَعْقَابِكُمْ ۚ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا ۗ وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ
 “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS:Ali Imran | Ayat: 144)

Mendengar ucapan itu, para Sahabat tergugah seolah ayat itu baru saja turun, padahal itu turun pada saat Peristiwa Perang uhud pada 7 Syawal 3 H / 22 Maret  625 M. Ayat ini pula yang menjadikan dasar dari sabda Nabi saw :
ِ فَلْيُبْلِغْ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ لَا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ

“Maka hendaklah yang menyaksikan menyampaikannya kepada yang tidak hadir, dan janganlah kalian kembali menjadi kafir sepeninggalku, kalian saling memukul tengkuk kalian satu sama lain (saling membunuh) ".
Disitu disebut,janganlah kalian kembali menjadi kafir, sebuah penekanan yang sangat luar biasa, bahwa memang kata الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي adalah sebuah peringatan besar bagi umat Manusia. Tidak ada hal yang pantas diadakan lagi ketika sesuatu telah sempurna. Maka ketika seorang yang mendengar hadits itu, lalu ia kembali ke jalan yang tidak dibenarkan Islam, maka pastilah Adzab Neraka akan di sediakan kepadanya. Sebagaimana firman Allah swt
مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ وَلَكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Artinya: “Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap terang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. (Qs an Nahl : 106)
Isyarat-isyarat akan perpecahan, perselisihan, pemurtadan telah di tekankan oleh Nabi saw. Syaikh Dr Abdul ‘Adzim Badawi telah menuliskan :
"Allah berfirman,

 “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”. [Al Hujurat : 6].
Dalam ayat ini, Allah melarang hamba-hambanya yang beriman berjalan mengikut desas-desus. Allah menyuruh kaum mukminin memastikan kebenaran berita yang sampai kepada mereka. Tidak semua berita yang dicuplikkan itu benar, dan juga tidak semua berita yang terucapkan itu sesuai dengan fakta. (Ingatlah, pent.), musuh-musuh kalian senantiasa mencari kesempatan untuk menguasai kalian. Maka wajib atas kalian untuk selalu waspada, hingga kalian bisa mengetahui orang yang hendak menebarkan berita yang tidak benar. Allah berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti”

Maksudnya, janganlah kalian menerima (begitu saja) berita dari orang fasik, sampai kalian mengadakan pemeriksaan, penelitian dan mendapatkan bukti kebenaran berita itu. (Dalam ayat ini) Allah memberitahukan, bahwa orang-orang fasik itu pada dasarnya (jika berbicara) dia dusta, akan tetapi kadang ia juga benar. Karenanya, berita yang disampaikan tidak boleh diterima dan juga tidak ditolak begitu saja, kecuali setelah diteliti. Jika benar sesuai dengan bukti, maka diterima dan jika tidak, maka ditolak.
Kemudian Allah menyebutkan illat (sebab) perintah untuk meneliti dan larangan untuk mengikuti berita-berita tersebut. Allah berfirman.
“Agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya”.
Kemudian nampak bagi kamu kesalahanmu dan kebersihan mereka.
“Yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu” [Al Hujurat : 6]

Terutama jika berita tersebut bisa menyebabkan punggungmu terkena cambuk. Misalnya, jika masalah yang kalian bicarakan bisa mengkibatkan hukum had, seperti qadzaf (menuduh) dan yang sejenisnya. Sungguh, betapa semua kaum muslimin memerlukan ayat ini, untuk mereka baca, renungi, lalu beradab dengan adab yang ada padanya. Betapa banyak fitnah yang terjadi akibat berita bohong yang disebarkan orang fasiq yang jahat! Betapa banyak darah yang tertumpah, jiwa yang terbunuh, harta yang terampas, kehormatan yang terkoyakkan, akibat berita yang tidak benar!Berita yang dibuat oleh para musuh Islam dan musuh umat ini. Dengan berita itu, mereka hendak menghancurkan persatuan umat ini, mencabik-cabiknya dan mengobarkan api permusuhan diantara umat Islam.
Betapa banyak dua saudara berpisah disebabkan berita bohong! Betapa banyak suami-istri berpisah karena berita yang tidak benar! Betapa banyak kabilah-kabilah, dan kelompok-kelompok saling memerangi, karena terpicu berita bohong! Allah Azza wa Jalla Yang Maha Lembut dan Maha Mengetahui, telah meletakkan satu kaidah bagi umat ini untuk memelihara mereka dari perpecahan, dan membentengi mereka dari pertikaian, juga untuk memelihara mereka dari api fitnah.
Akan tetapi sangat disayangkan, tidak ada satu pun masyarakat muslim yang bebas dari orang-orang munafiq yang memendam kedengkian. Mereka tidak senang melihat kaum muslimin menjadi masyarakat yang bersatu dan bersaudara, dimana orang yang paling rendah diantara mereka dijamin bisa berusaha dengan aman, dan apabila orang akar rumput itu mengeluh, maka orang yang di tampuk kepemimpinan juga akan mengeluh.
Wajib atas kaum muslimin untuk waspada dan mewaspadai musuh-musuh mereka. Dan hendaklah kaum muslimin mengetahui, bahwa para musuh mereka tidak pernah tidur (tidak pernah berhenti) membuat rencana dan tipu daya terhadap kaum muslimin. Maka wajiblah atas mereka untuk senantiasa waspada, sehingga bisa mengetahui sumber kebencian, dan bagaimana rasa saling bermusuhan dikobarkan oleh para musuh.
Sesungguhnya keberadaan orang-orang munafiq di tengah kaum muslimin dapat menimbulkan bahaya yang sangat besar. Akan tetapi yang lebih berbahaya, ialah keberadaan orang-orang mukmin berhati baik yang selalu menerima berita yang dibawakan orang-orang munafiq. Mereka membuka telinga lebar-lebar mendengarkan semua ucapan orang munafiq, lalu mereka berkata dan bertindak sesuai berita itu. Mereka tidak peduli dengan bencana yang ditimpakan kepada kaum muslimin akibat mengekor orang munafiq.
Al Qur’an telah mencatatkan buat kita satu bencana yang pernah menimpa kaum muslimin, akibat dari sebagian kaum muslimin yang mengekor kepada orang-orang munafiq yang dengki, sehingga bisa mengambil pelajaran dari pengalaman orang-orang sebelum kita. “
Salah satu Bukti nyata dari kabar-kabar bohong yang terjadi dalam kehidupan umat Islam adalah tersebarnya kabar-kabar bohong yang mengatasnamakan Hadits Nabi saw. Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani telah menuliskan :
“Salah satu di antara sederetan musibah atau fitnah besar yang pernah menimpa umat Islam sejak abad pertama hijriah adalah tersebarnya hadits-hadits dha'if dan maudhu' di kalangan umat. Hal itu juga menimpa para ulama kecuali sederetan pakar hadits dan kritikus yang dikehendaki Allah seperti Imam Ahmad, Bukhari, Ibnu Muin, Abi Hatim ar-Razi, dan lain-lain. Tersebarnya hadits-hadits semacam itu di seluruh wilayah Islam telah meninggalkan dampak negatif yang luar biasa.
Diantaranya adalah terjadinya perusakan segi akidah terhadap hal-hal gaib, segi syariat, dan sebagainya. Telah menjadi kehendak Illahi Yang Maha Bijaksana untuk tidak membiarkan hadits-hadits semacam itu berserakan di sana-sini tanpa mengutus atau memberikan keistimewaan pada sekelompok orang berkemampuan tinggi untuk menghentikan dampak negatif serta menyingkap tabirnya, kemudian menjelaskan hakikatnya kepada khalayak. Mereka itulah para pakar hadits asy syarif, para pengemban panji sunnah nabawiyyah yang telah didoakan Rasulullah saw. dengan sabdanya :
“Allah SWT membaikkan kedudukan seseorang yang mendengar sabdaku, memahaminya, menjaganya, dan kemudian menyampaikannya kepada orang lain. Boleh jadi pengemban fiqih akan menyampaikannya kepada yang lebih pandai darinya."(HR Abu Daud dan Tirmidzi serta Ibnu Hibban).
Para pakar hadits telah melakukan penelitian dan menjelaskan keadaan hadits- hadits Rasullah dengan menghukuminya sebagai hadits sahih, dha'if,dan maudhu'. Mereka pun membuat aturan dan kaidah-kaidah, khususnya yang berkenaan dengan ilmu tersebut. Siapa pun yang berpengetahuan luas dalam ilmu ini akan mudah mengenali derajat suatu hadits, sekalipun tanpa adanya nash. Inilah yang dikenal dengan nama ilmu Mushthalah Hadits.
Dari apa yang diisyaratkan oleh kedua tokoh tersebut, kami mencoba meneliti seberapa jauh persebaran dari Hadits-hadits palsu dan dhaif di masyarakat Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk mencoba mencari modus operandi dan sampai sejauh mana lembaga-lembaga pendidikkan baik keislaman maupun Negeri di Indonesia.

Jumat, 30 September 2016

SIGN IN THE TRUTH, AND THE TRUTH WILL COMING YOU


“.....janganlah kamu mengatakan sesuatupun tentang sebuah agama, jika kamu tidak tahu ilmunya...” ungkapan Dr Zakir Naik dalam sebuah simposium dengan mematahkan argumen salah seorang audiens, yang menunjukkan  kesalahan yang terlihat dalam khasanah ilmu agama ISLAM.

*Arif Yusuf (XII MIPA 1)

Sebagaimana terpampang jelas di setiap bagian sekolah, bahwa visi SMA Negeri 1 Sukodono adalah “Berprestasi dan berbudi pekerti luhur.”, kita dapat mengambil makna yang luar biasa atas hal ini. Jika anda pernah mengenal Holocaust, anda pasti akan mengatakan itu adalah sebuah penindasan atas agama, UUD 1945 mengecam perbuatan ini (Lihat pasal 27 : 3, dan 29 : 2). Akan tetapi satu hal yang perlu kamu ketahui, Holocaust bukanlah fakta ilmiah. Bukanlah sejarah nyata, hanya kata sejarah peradaban bukanlah sejarah ilmu pengetahuan, sebab, Holocaust hanya sebuah penipuan. “Dengan adanya mitos holokous ini, Barat yang dibuat merasa begitu berdosa diperas habis-habisan oleh kekuatan ini, ” demikian statement Prof. Norman G. Finkelstein dalam bukunya “The Holocoust Industry”. Dari peristiwa Holocaust ini, dunia berhasil dibuat ternoda, sebab, peristiwa besar atas ulah Nazi Jerman pada PD I ini telah menghipnotis dunia, memberikan tamparan atas perumusan Human Rigths. HAM freewill, kebebasan memilih agama dibatasi dengan sebuah strategi besar demi kepentingan politik Nazi Jerman.
Kalau anda tahu, 6 juta jiwa berdarah Yahudi dibenamkan kedalam bumi tanpa dosa demi popularitas dan demi eksistensi seperti yang dikatakan oleh Sartre, bahwa jika kamu ingin dilihat dan dianggap ada, berbuatlah, berontaklah dan berikan perlawanan yang hebat, maka kamu akan dilihat oleh orang banyak. Akan tetapi satu hal yang perlu kamu ketahui,

 Para ilmuwan lainnya menulis bahwa kata-kata tidak muncul sama sekali dalam pikirannya ketika ia berpikir tentang suatu masalah, kata-kata hanya muncul ketika konsep baru perlu disampaikan kepada orang lain ketika ia harus membuat gambar mental dalam bentuk verbal
Sidharta Gautama berkata "kadang-kadang kita  tidak perlu mata untuk melihat dunia atau isyarat untuk maju. Imajinasi kita dapat membantu membuat semuanya terlihat"

Sahabat Abu Bakar Ash Shiddiq seorang tokoh tanpa tandingan dari umat ini, anda tahu bahwa manusia tidak sepakat tentang beliau. Demikian juga halnya Umar, Utsman, Ali, Ibnu Zubair, Al Hajjaj, Al Makmun, Bisyr Al Mirrisi, Imam Ahmad, Syafii, Bukhari, An Nasa’i dan seterusnya, baik dari figur-figur baik maupun tokoh-tokoh jahat hingga hari ini. Tidak ada seorang panutan dalam kebaikan kecuali pasti ada oknum-oknum dari orang-orang bodoh dan ahli bid’ah yang mencela dan menjelek-jelekannya. Juga tidak ada seorang gembong dalam aliran Jahmiyyah maupun Syi’ah, melainkan pasti ada sekelompok orang yang akan membela, dan melindungi, serta menganut pemahamannya, tentunya atas dorongan hawa nafsu dan kebodohan. Tolok ukur sebenarnya adalah pendapat mayoritas kaum muslimin, yang bebas dari pengaruh hawa nafsu dan kebodohan (netral), yang berhati-hati lagi berilmu. Demikian perkataan Imam Syamsuddin  Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz Dzahabi.
Cermatilah wahai hamba Alloh, sekte Al Hallaj, yang dia adalah pemuka Qaramithah (kebatinan) dan penjaja kekufuran, berbuat adillah dan berhati-hatilah dalam bersikap, introspeksi diri anda, jika kemudian terbukti menurut anda bahwa perangai orang tersebut adalah perangai musuh Islam, gila pangkat, gandrung pada popularitas, baik dengan cara benar maupun salah, maka jauhilah ajarannya. Kalau terbukti menurut anda, -semoga Alloh melindungi kita-, bahwa dia adalah seorang yang menyebarkan kebenaran lagi mendapatkan petunjuk, maka perbaharuilah keislaman anda, mintalah kepada Robbmu agar memberikan taufik-Nya kepada anda untuk menuju kepada kebenaran, memantapkan hati anda di atas agama-Nya. Sesungguhnya hidayah adalah cahaya yang dilontarkan pada qalbu seorang muslim, dan tidak ada kekuatan kecuali dengan Alloh. Jika anda diliputi keraguan, belum mengetahui hakikat orang ini, dan anda cuci, merasa berlepas diri dari tuduhan-tuduhan yang diarahkan kepadanya, dengan ini anda telah menyamankan diri anda, dan Alloh tidak akan bertanya kepada anda tentang orang ini.  (Siyar A’lamin Nubala’ 14: 343).
“Hati-hatilah kalian dari kezaliman karena sesungguhnya kezaliman itu adalah kegelapan di hari kiamat.” (HR. Muslim pada kitab Al Birru was Shilah, Bab: “Keharaman menzalimi seorang muslim dan meremehkannya” no: 2578)
“Barangsiapa yang membunuh orang kafir yang memiliki jaminan keamanan, maka dia tidak akan dapat mencium bau surga.” (HR. Bukhory pada kitab: Al Jizyah, Bab: “Dosa pembunuh orang kafir yang memiliki jaminan keamanan dengan tanpa alasan” no: 3166)
“Kebanyakan orang yang menganut pemikiran ini, adalah orang-orang bodoh yang diperalat, disebabkan ilmu dan pengalaman mereka masih dangkal. Mereka dijangkiti pemikiran takfir (pengkafiran) ini dari sekelompok orang yang menjadikan metode ini, sebagai batu loncatan untuk merealisasikan rencana jahat mereka.  Mereka mengusung pemikiran ini, guna mengelabui orang-orang yang dangkal ilmu, pemahaman dan pengalaman. Kewajiban setiap muslim yang menemui orang lain yang meyakini pemikiran ini, hendaknya mengingatkan, memaparkan kebatilan ideologi dan alur pikirannya.” ( fatwa Syaikh Adul Aziz bin Abdullah Alu Syaikh dalam Harian ‘Ukazh edisi: 776 tanggal 4-6-1424 H).
“Dan sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk Muhammad.” (HR. Muslim pada kitab: Al Jum’ah, bab: “Memendekkan sholat dan khotbah” no: 867)

Jumat, 09 September 2016

Siapa yang Paling Keras Menolak Syariat Islam ? Merekalah Yahudi.

Belum lama ini kita dihebohkan oleh istilah "Jilbab TNI" dimana Panglima TNI kita tidak menyetujui tentara wanita muslim kita menutup auratnya dan memakai jilbabnya. Hal ini tentu sangat menyedihkan dan memilukan sekali. Kenapa tidak? Negeri yang mayoritas muslim ini tidak berdaya melindungi hak saudara seimannya sendiri untuk melaksanakan syariat yang juga dianutnya. Padahal tidak ada alasan yang mendasar yang krusial yang bisa dijadikan alasan pelarangan wanita tentara muslimah di NKRI tercinta ini menggunakannya. Dan yang sangat menyedihkan lagi, justru di negeri yang mayoritas bukan beragama Islam seperti di Norwegia ini, justru membolehkan tentara wanita mereka yang muslim untuk memakai jilbab. Bukan hanya sekedar membolehkan, tapi sudah ditetapkan secara resmi dalam peraturan seragam kemiliteran tentara mereka, tanpa banyak gejolak dan tarik-ulur. Sebagaimana yang diberitakan di salah satu portal berita di Norwegia yakni www.tnp.no. Di portal tersebut dijelaskan bahwa simbol keagamaan seperti sorban, jilbab dan kopiah telah disetujui sebagai bagian dari seragam Angkatan Bersenjata Norwegia.

Penggunaan simbol-simbol agama di seragam militer tentara Norwegia, secara resmi telah disetujui tertanggal 1 Juli 2012 lalu, kata Mayor Tor Simen Olberg, kepada wartawan Aftenbladet. Departemen Pertahanan Norwegia memberi lampu hijau yang memungkinkan penggunaan simbol yang berbeda dengan seragam militer yang telah ditetapkan seperti jilbab TNI di negara kita yang diributkan ini. Alasannya adalah bahwa tentara Norwegia di dalam kemiliteran saat ini terkait dengan banyak agama di dalamnya dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.


jilbab tni dilarang

Selain hijab atau jilbab bagi tentara muslim, simbol agama lainnya juga diizinkan seperti turban untuk prajurit Sikh, dan tentara beragama Yahudi telah diizinkan untuk memakai kippah pada kepala mereka. Kippah ini bisa dikenakan di bawah topi seragam biasa layaknya peci bagi tentara muslim.
Militer Norwegia dari tahun ke tahun memiliki jumlah tentara muslim yang kian bertambah, termasuk tentara wanita muslimnya. Oleh sebab itu maka diputuskan untuk memberi keringanan bagi mereka untuk menjalankan apa yang dianut dalam agama mereka, seperti tentara wanita muslim dibolehkan memakai jilbab.  Mereka dapat mulai memakainya sekarang tanpa perlu khawatir lagi karena dalam seragam militer tentara Norwegia menggunakan jilbab sudah merupakan bagian dari seragam mereka yang diperbolehkan.

"Agar penggunaan jilbab bisa seragam antara tentara yang satu dengan tentara wanita yang lain, maka model jilbabnya telah disesuaikan dan diatur sedemikian rupa dimana jilbab tersebut menutup rambutnya dan agar lehernya bisa tertutup juga, maka caranya dengan membalutkan kain jilbab itu melingkar di leher mereka, sehingga kain jilbab tidak terkulai lepas", kata Mayor Olberg dari korps bagian keagamaan.

Berikut sekilas terjemahan berita yang dikutip dari salah satu portal di Norwegia yakni www.tnp.no yang teks asli berbahasa Inggrisnya bisa dilihat langsung pada screenshot terlampir di bawah ini.

Tentang Jilbab TNI


jilbab tentara norwegia
Berkenaan dengan pemakaian jilbab TNI yang belum dibolehkan pemerintah kita bagi tentara muslim di negeri kita tercinta ini, bagaimanapun tidak selayaknya kita mencela pemimpin kita tersebut, apakah dia presiden maupun panglima TNI kita. Marilah kita do'akan mereka agar mereka diberi petunjuk oleh Allah 'azzawajalla agar paham akan keadaan ini dan diberi kekuatan dalam menegakkan syiar agama ini, karena menghujat pemimpin bukanlah tariqoh atau cara yang diajarkan Rasulullah Shalallahu'alaihi wasallam. Bila pemimpin kita melakukan kesalahan, maka Rasulullah Shalallahu'alaihi wasallam mengajarkan kita agar kita menasehati mereka dan memberi penjelasan dengan baik, setelah itu mendo'akan mereka agar diberi hidayah akan kebenaran untuk seterusnya kita bersabar dengan apaun keputusan pemimpin tersebut.
Begitulah tariqoh yang diajarkan Rasulullah Shalallahu'alaihi wasallam kepada kita umat Islam dalam bermuamalah dengan pemimpin atau pemerintah. Karena apa yang dilakukan pemimpin sesungguhnya bukanlah urasan kita sebagai rakyat, namun urusan mereka dengan Allah di akhirat nanti, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berikut ini :

كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ عَلَيْهِمْ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ .

"Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya, seorang Amir maka dia adalah pemimpin bagi rakyatnya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya."
[HR. Al-Bukhari, No. 893, 2409, 2554; dan Muslim, No.1829]

HARAMNYA MENDIAMKAN SESAMA MUSLIM LEBIH DARI TIGA HARI KECUALI TERHADAP PELAKU BID'AH ATAU TERANG-TERANGAN MELANGGAR AGAMA

Penulis : Syekh Shaleh al-‘Utsaimin Rahimahullah.
Sumber : Syarah Riyadhusshalihin
 
 
Allah ta'ala berfirman 
 49:10. Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. (QS.Al-Hujurat : 10)
Allah ta'ala berfirman 
 5:2. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syiar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari karunia dan keridaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian (mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.  Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS.Al-Maidah : 2)
(1599)[1] وَعَن أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنهُ قَالَ : قالَ رَسُولُ اللهِ صَلَى اللهُ عَليه وَسَلَّمَ : " وَلَاتَقَاطَعُوا، وَلَاتَدَابَرُوا، وَلَاتَبَاغَضُوا، وَلَاتَحَاسَدُوا، وَكُونُواعِبَادَاللهِ إِخوَانًا، لَايَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلاَثٍ". متفق عليه
(1599) Dari Anas Radhiyallahu Anhu ia berkata : Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, "Janganlah kalian saling memutuskan tali persaudaraan, janganlah kalian saling membelakangi, janganlah kalian saling membenci dan janganlah saling menghasud. Jadilah kalian hamba Allah ta'ala yang bersaudara. Tidaklah halal bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari". (HR.Bukhari dan Muslim).
(1600)[2] وَعَن أَبِي أَيُّوب رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهَ صَلَى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لاَيَحِلُّ لِمُسلِمٍ أَن يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثِ لََيَالٍ، يَلْتَقِيَانِ، فَيَعْرِضُ هَذَاوَيَعْرِضُ هَذَا، وَخَيْرُهُمَا الَّذِي يَبْدَأُ بِالسَّلَامِ". متفق عليه.
(1600) Dari Abu Ayyub Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, "Seorang muslim tidak dihalalkan mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari. Jika mereka bertemu maka keduanya saling membuang muka. yang paling baik diantara keduanya adalah yang pertama memulai salam. (HR.Bukhari dan Muslim).
(1601)[3] عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : "تُعْرَضُ اْلاَعْمَالُ فِي كُلِّ إِثْنَيْنِ وَخَمِيْسِ، فَيُغْفَرَ لِكُلِّ امْرِإٍ لَايُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا، إِِلَّااْمرِأٍكَانَت بَينَ وَبَينَ أَخيه شَحنَاءُ فََيَقُولُ : أُتْرُكُواهَذَينِ حَتىَّ يَصطَلِحَا". رواه مسلم.
(1661) Dari Abu Hurairah  Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, "Pintu-pintu sorga dibuka setiap hari senin dan hari kamis, lalu orang-orang yang tidak berbuat syirik diampuni dosa-dosanya, kecuali orang yang memiliki rasa kebencian terhadap suadaranya. Lalu dikatakan, "Tangguhkanlah kedua orang ini hingga kembali islah". (HR.Muslim).
(1602)[4] عَنْ جَابِر رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَى اللهُ علَيهِ وَسَلَمَ يَقُولُ : إِنَّ الشَّيْطَانَ قَدْ يَئِسَ أَنْ يَعْبُدُهُ المُصَلُّونَ فِي جَزِيْرَةِ  العَرَبِ وَلَكِنْ فِي التَّحْرِيشِ بَيْنَهُمْ". رواه مسلم.
(1602) Dari Jabir Radhiyallahu Anhu ia mengatakan, saya mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, "Sungguh setan merasa putus asa untuk dapat disembah lagi oleh orang-orang yang shalat di Jazirah Arab, tetapi setan masih berpeluang menanamkan kebencian di antara mereka". (HR.Muslim).
(1603)[5]  وعن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لَايَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثٍ، فَمَنْ هَجَرَ فَوْقَ ثَلَاثٍٍ فَمَاتَ دَخََلَ النّارَ". رواه أبوداودبإسناد على شرط مسلم.
(1603) Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, beliau berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, "Tidak halal bagi seorang muslim untuk mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari. Barang siapa yang meninggalkan saudaranya lebih dari tiga hari kemudian ia mati maka ia masuk neraka. (HR. Abu Daud dengan sanad yang berdasarkan pada syarat Muslim).
(1604)[6] وَعَن أَبِي خَرَاشٍ حَدْرَدْ بنِ أَبِي حَدْرَدِ الأَسْلَمِي وَيُقَالُ : السُّلَمِي الصَّحَابِي رَضِيَ اللهُ عَنهُ أَنهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَمَ قَالَ : لَايَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثٍ يَقُولُ : فَمَنْ هَجَرَ أَخَاهُ سَنََةً فَهُوَ كَسَفْكِ دَمِهِ". رواه أبوداود بإسناد صحيح.
(1604) Dari Abu Khirasy Hadrad bin Abu Hadrad As-Salmi Radhiyallahu Anhu, ada yang memanggilnya dengan As-Sulami, salah seorang shabat Rasul, bahwa sanya ia mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, "Barang siapa yang mensiamkan sadaranya selama setahun maka ia seperti menumpahkan darahnya". (HR. Abu Daud dengan sanad yang shahih).
(1605)[7] وعن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: لَايَحِلُّ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَهْجُرَمُؤْمِنًا فَوْقَ ثَلَاثٍ، فَإِنَّ مَرَّتْ بِهِ ثَلَاثٌ فَلَيُلْقِهِ وَلِيُسَلِّمْ عَلَيْهِ، فَإِنْ رَدَّ عَلَيْهِ السَّلَامَ، فَقَدِاشْتَرَكَا فِي اْلأَجْرِ، وًأِنْ لَمْ يَرُد عَلَيْهِ فَقَدْ بَاءَبِالإِِِثْمِ، وَخَرَجَ المًسْلِمُ مِنَ الهِجْرَةِ". رواه أبوداود بإسناد حسن.
            قال أبوداود : إن كانت الهجرة لله تعالى فليس من هذا في شيئ.
(1605) Dari Abu Hurairah  Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, "Seorang mukmin tidak dihalalkan mendiamkan sesama mukmin lebih dari tiga hari. Apabila telah lebih dari tiga hari maka hendaknya salah seorang di antara keduanya menemui dan mengucapkan salam kepada yang lain. Apa bila ang lain itu mau menjawab salamnya maka keduanya telah sama-sama mendapatkan pahala. Tetapi bila yang lain itu tidak mau membalas salamya maka ia telah memborong dosa. Dan orang yang megucapkan salam itu tidak dianggap mendiamkan lagi" (HR. Abu Daud dengan sanad yang hasan).
            Abu Daud mengatakan, "Jika mendiamkannya karena Allah ta'ala maka ia tidak dianggap masuk dalam kategori ini".
PENJELASAN.
            Semua hadits-hadits ini telah kita lewati dan telah kita bahas sebelumnya, jadi kita tidak usah mengulanginya lagi. Tetapi kita membicarakan beberapa hal yang dianggap penting. Diantaranya, hadits Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, "Jika seseorang mengatakan : Manusia telah binasa maka dialah yang paling binasa diantara mereka". Perkataan ini terbagi menjadi dua :
            Pertama, Seseorang mengatakan manusia telah binasa. Maksudnya, mereka terjatuh dalam dosa dan telah fasiq. Dengan perkataan itu ia bermaksud manampakkan kesucian dirinya dan merusak citra orang lain. Inilah orang yang paling binasa karena ia menghancurkan amalannya tanpa ia sadari, seperti kisah seseorang yang melewati orang fasiq yang berbuat maskiat kepada Allah ta'ala. Ia sempat menasehatinya, tetapi orang tersebut masih saja berada dalam kefasikannya. Orang itu lalu mengatakan, "Demi Allah ! Si fulan tidak akan diampuni oleh Allah ta'ala". Ia mengatakan demikian dengan perasaan ujub terhadap dirinya sendiri dan mendahului Allah ta'ala. Allah ta'ala kemudian berkata, "Siapa yang berani bersumpah atas nama saya bahwa saya tidak akan mengampuni si fulan ? saya telah mengampuninya dan menghancurkan amalamu"[8]. Karena ia mangatakan demikian dengan perasan yang dipenuhi kesombongan, ujub dan penghinaan terhadap yang bersangkutan serta menganggap jauh rahmat Allah ta'ala dari orang tersebut. Siapa orang yang menganggap jauh rahmat Allah ta'ala maka ia adalah orang yang jahil terhadap Allah ta'ala !. Allah ta'ala berfirman (QS.Al-Hijr : 56). Orang yang mengatakan : manusia telah binasa, manusia telah terbengkalai dan manusia telah berbuat fasiq serta ungkapan-ungkapan yang semisal dengan itu. Dengan perkataan itu ia bermaksud menampakkan kesucian dirinya sambil menciderai kehormatan orang lain. Dialah orang yang paling binasa. Maksudnya, orang yang paling merasakan kebinasaan. Wal'iyazu billah.
                        Adapun hadits yang desebutkan oleh penulis dalam bab haramnya mendiamkan seorang muslim lebih dari tiga hari, tetapi selama kurang dari tiga hari maka ia memiliki hak untuk mendiamkannya. Walaupun itu tidak pantas juga. Tapi ia boleh mendiamkannya, karena manusia bisa saja terdapat sesuatu yang menggangu pikirannya hingga ia mendiamkannya. Ini merupakan rukhsah yang diberikan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam selama tiga hari saja. Setelah itu ia harus datang menyalaminya. Tetapi jika mendiamkan itu atas dasar maslahat agama, misalnya itu menjadi penyebab sehingga orang yang didiamkan tersebut menjadi istiqamah dan meninggalkan maksiat maka itu tidaklah ada masalah. Bahkan terkadang wajib. Rasululah Shallallahu Alaihi Wasallam telah menginstruksikan agar mendiamkan Ka'ab bin Malik Radhiyallahu Anhu dan kedua sahabatanya, Hilal bin Umayyah dan Mararah bin Rabi' yang tidak ikut perang tabuk. Ketika Rasulullah pulang dari perang, orang-orang munafik datang menemui beliau dengan berbagai alasan serta bersumpah atas nama Allah ta'ala bahwa mereka benar-benar orang-orang yang memiliki uzur. Allah ta'ala berfirman (QS.At-Tubah : 95-96). Betapapun engkau ridha terhadap mereka maka itu tidaklah bermanfaat apa-apa. Adapun tiga orang tersebut maka Allah ta'ala menganugrahkan mereka kejujuran dan berterus terang kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bahwa mereka tidak ikut berperang tanpa adanya uzur apapun. Yang paling mudah diantara mereka adalah Ka'ab bin Malik Radhiyallahu Anhu. Seorang pemuda yang gagah perkasa dan ketika itu ia memiliki dua kendaraan. Yakni ia orang yang berkecukupan yang dapat ikut pada perang itu. Tetapi ia dihalang-halangi oleh jiwanya ; saya akan berangkat besok, saya akan berangkat besok. Hingga waktu berlalu. Ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam pulang maka ka'ab mendatangi beliau sambil berkata, "Wahai Rasulullah ! saya adalah orang yang pAndai bersilat lidah. Saya bisa bersilat lidah dan berapologi. Jika saya berhadapan dengan orang selain engkau maka saya tahu apa yang saya harus katakan. Tetapi demi Allah, saya tidak mengatakan sesuatu yang dapat membuatmu ridha kepadaku hari ini tetapi besok saya dipermalukan oleh Allah ta'ala. lihat keimanan itu. Itu adalah keimanan yang menakjubkan. Maka Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam mengatakan, "orang ini telah berlaku jujur. Pergilah ! Allah ta'ala yang akan memutuskan permaslahanmu dan kedua sahabatmu". Kemudian beliau memerintahkan orang-orang untuk mendiamkan mereka. Mereka tidak pernah mengajak mereka berbicara. Bahkan kerabat-kerabatnya beliau mengatakan kepada mereka : jangan mengajak mereka berbicara. Bahkan orang yang paling bagus ahlaknya dan paling tinggi tingkat kesabarannya, yaitu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam tidak mengajaknya berbicara. Ka'ab bin Malik mengatakan, "Saya mendatangi beliau dan mengucapkan salam kepadanya, tapi saya tidak tahu apa beliau menggerakkan lidahnya untuk menjawab salam saya atau tidak. Padahal dialah manusia yang paling bagus ahlaknya alaihisshalatu wassalam. Ketika saya shalat maka ia melihat kepadaku, tetapi jika aku meliriknya maka ia memalingkan pAndangannya. Mereka berada dalam kondisi demikian hingga 50 hari lamanya. Ka'ab bin Malik sedang melewati kebun Abu Qatadah, yaitu anak pamannya dan orang yang paling ia cintai, lalu ia mengucapkan salam kepada anak pamannya itu tetapi ia tidak menjawab salamnya. Anak pamannya dan orang yang paling dicintainya, tetapi tidak menjawab salamnya. Itu demi ketaatan kepada siapa ? tentu kapada Allah ta'ala dan Rasul-Nya (Qs.An-Nisaa' : 8). Ia tidak menjawab salamnya. Ka'ab bin Malik menangis. Ia mengatakan, "Demi Allah ! Apa saya adalah orang yang paling dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya. Tapi ia terdiam. Ia mengulanginya lagi, tetapi ia masih diam. Akhirnya ia menjawab, "Wallahu A'lam". lihat ! ia tidak menjawab. Ia mengatakan Wallahu A'lam. Maka Ka'ab pulang. Lalu ia mendapatkan ujian yang begitu berat. Penguasa Gassan mengirim surat kepadanya yang berbunyi, "Kami mendengar bahwa sahabatmu (Muhammad) meninggalkanmu. Engkau tidaklah berada pada posisi yang hina dan lemah, maka ikutlah bersama kami, nanti kami bisa menghiburmu. Maksudnya, ke sinilah, nanti kami menghiburmu. Kami jadikan engkau penguasa seperti kami. Saya katakana, ini adalah bentuk cobaan. Ka'ab mengatkan, "Saya lalu mengambil kertas tersebut lalu membawanya ke perapian lalu dia membakarnya karena khawatir jika jiwanya membuatnya tunduk kepada raja itu suatu hari nanti dan betul pergi menghadapnya. Ini merupakan bentuk penolakan terhadap bahaya dan menutup kemungkinan terjadinya kemungkinan itu. Setelah berlalu selama 40 hari, 40 hari tidak ada yang mengajaknya berbicara dan tetap mendiamkan mereka. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam mengirim utusan untuk menemui mereka agar mereka menjauhi istri-istri mereka. Utusan itu mendatangi Ka'ab dan mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam memerintahkan kalian agar kalian menjauhi istri kalian. Ia mengatakan, "Saya mentalaknya atau bagaimana ? maksudnya, apa saya menjauhinya saja dan tetap berada di bawah tanggung jawabku atau aku menceraikannya. Jika beliau mengatakan ceraikan maka saya akan menceraikannya. Saya tidak merasa keberatan. Utusan itu mengatakan, "Demikanlah perintah Raasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Maka ia mengatakan kepada istrinya, "Ikutlah kepada keluargamu". Istrinya lalu pergi kepada keluarganya dan tinggalah ia dengan kondisi demikian selama 10 hari  seperti yang diterangkan oleh Allah ta'ala dalam kitab-Nya (QS.At-Taubah : 118). Allah ta'ala lalu memberikan jalan keluar bagi mereka. Allah ta'ala memberikan keleluasaan dan sekaligus menerima taubat mereka. Allah ta'ala lalu menurunkan kepada Rasul-Nya Shallallahu Alaihi Wasallam penerimaan taubat mereka pada waktu malam. Setelah waktu pagi dan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah selesai shalat subuh, beliau mengimpormasikan para sahabat tentang ayat yang diturunkan kepadanya. Ketika para sahabat menyampaikan informasi itu kepada mereka, ketika itu, Ka'ab bin Malik Radhiyallahu Anhu -karena begitu sempitnya dunia terasa olehnya- ia tidak bisa bertemu dengan orang lain. Ia shalat sendirian di rumahnya. Ketika malam diturunkannya penerimaan taubatnya, ia shalat di atas loteng rumahnya. Tiba-tiba ia mendengar suara teriakan yang memecah kesunyian dari arah pegunungan. Gunung yang terkenal di madinah. Bunyi teriakan itu adalah, "Wahai Ka'ab bin Malik ! Bergembiralah dengan penerimaan taubat kamu dari Allah ta'ala. Ini, demi Allah, adalah merupakan berita besar. Kita memohon agar Allah ta'ala menerima taubat kita. Bergembiralah dengan penerimaan taubat kamu dari Allah ta'ala. Ia lalu meminjam dua pakaian dari sahabatnya kemudian mendatangi Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Tiba-tiba ada pengendara yang sedang mengendarai ontanya datang memberi tahu Ka'ab bin Malik. Maksudnya, permasalahan ini bukanlah masalah sederhana. Tetapi suara itu lebih cepat dari orang itu. Ketika ia memasuki mesjid dan berhadapan dengan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, tiba-tiba wajah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam yang kemarin tidaklah menjawab salamnya dengan jawaban yang terdengar olehnya, sedang mengucapkan tahlil disertai dengan kegembiaraan Shalawatullahi Alaihi Wasalamuhu Alaihi bahwa Allah telah menerima taubatnya. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berkata kepada Ka'ab, "Bergembiralah wahai Ka'ab dengan hari yang paling baik di sisimu sejak engkau dilahirkan". Sekaligus memberi tahunya tentang penerimaan Allah ta'ala terhadap taubatnya. Ka'ab berakata, "Wahai Rasulullah ! Apa penerimaan taubat saya berasal dari engkau atau berasal dari Allah ta'ala ? Beliau menjawab, "Dari Allah ta'ala".[9] Maka ia bersyukur kepada Allah ta'ala atas hal tersebut. Lihatlah apa yag terjadi dari kesempitan yang luar biasa itu, yang mana mereka bertahan dengan kejujuran dan keimanan mereka. Allah ta'ala menurunkan Qur'an tentang mereka yang akan selalu dibaca oleh manusia hingga hari kiamat. Kisah mereka akan selalu dibaca hingga hari kiamat. Kaum muslimin akan membacanya ketika sedang berkhalwat, tahajjud dan ketika sedang shalat. Mereka bertaqarrub kepada Allah ta'ala dengan membaca kisah mereka. Mereka berhak memperoleh 10 pahala setiap membaca satu huruf. Siapa yang mendapatkan faedah ini.  Itulah faedah kembali kepada Allah ta'ala. Sungguh Allah ta'ala tidak akan menyianyiakan orang-orang yang mengharapkan-Nya. Juga terdapat pelajaran tentang faedah kejujuran. Yang penting bahwa pada sikap mendiamkan Ka'ab bin Malik terdapat faedah yang sangat agung, yaitu mereka kembali kepada Allah ta'ala, jujur kepada-Nya, jujur bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan tetap komitmen dengan keimanan mereka. Akhirnya mendiamkan mereka melahirkan faedah yang sangat besar. Jika mendiamkan orang yang melakukan maksiat karena meninggalkan kewajiban atau melakukan sesuatu yang diharamkan memiliki faedah, maka ia harus didiamkan hingga faedah itu bisa terwujud. Adapun orang yang jika didiamkan maka tidak berarti apa-apa, bahkan ia bertambah jelek dan makin menjauh dari orang-orang baik maka tidak boleh didiamkan, karena syari'at hanyalah menghendaki maslahat dan tidak menghendaki lahirnya kerusakan. Jika kita mengetahui bahwa orang yang berdosa itu, jika didiamkan maka ia makin rusak, makin membenci kita dan makin membenci apa-apa yang kita miliki berupa kebaikan maka kita tidak mendiamkannya. Kita harus tetap menyalaminya dan menjawab salamnya. Karena walaupun ia bermaksiat kepada Allah ta'ala tetapi seorang mukmin  tidak boleh didiamkan lebih dari tiga hari. Inilah hukum yang berkaitan dengan Al-Hajr (mendiamkan). Akhirnya, saya merasa tidak enak dengan realita bahwa seorang muslim melewati sesamanya tetapi tidak saling menyalami. Mereka saling bertemu, seorang diantara mereka memukul punggung sesamanya, tetapi tidak mengucapkan salam kepadanya. Ia bagaikan melewati bangkai atau Yahudi atau Nasrani. Padahal dia adalah saudaranya. Dengan demikian, apa manfaat yang ia peroleh jika ia mengucapkan salam? 10 kebaikan tunai, keimanan, kedalaman iman, cinta, kedekatan dan peluang masuk sorga. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, " وَاللهِ لَاتَدخُلُوا الجَنَّةَ حَتَّى تؤمنواولاتؤمنواحتى تحابوا، أفلا أخبركم بشيء إذافعلتموه تحاببتم، أفشوا السلام بينكم". Artinya, demi Allah, kalian tidak akan masuk sorga hingga kalian beriman. Dan kalian tidak akan menjadi orang yang beriman hingga kalian saling mencintai. Maukah kalian aku beri tahu sesuatu yang jika kalian melakukannya maka kalian akan saling mencintai ? Sebarkanlah salam di antara kalian".[10] Beliau menjelaskan bahwa menyebarkan salam merupakan salah satu sebab terjalinannya rasa kasih sayang, sedang berkasih sayang adalah bagian dari keimanan, sedang keimanan adalah faktor utama untuk masuk sorga. Sangat disayangkan sekali, kaum muslim saling bertemu tetapi tidak saling menyalami. Bahkan bisa jadi mereka berdua teman akrab dalam pendidkan. Baik itu pendidikan di mesjid atau pendidikan di fakultas atau di ma'had atau sekolah-sekolah lainnya. Mereka tidak saling menyalami. Lalu apa faedah ilmu yang mereka pelajari ?!. Apa faedah menuntut ilmu ? jika seorang penunutu ilmu tidak terdidik dengan tarbiyah yang baik yang diajarkan oleh Al-Qur'an dan Sunnah serta apa yang dilakukan oleh Rasululah Shallallahu Alaihi Wasallam. Apa manfaat pendidikan, padahal ia sama saja dengan orang bodoh. Itu kalau orang bodoh tidak lebih baik dari mereka. Karena itu, saya mengharapkan kalian menyebarkan Salam, karena begitu banyaknya faedah yang terkandung di dalamnya. Ia tidaklah memiliki bahaya. Karena ia hanyalah aktifitas lidah, sedang lisan jika beraktifitas mulai dari pagi hingga menjelang magrib, maka ia tidak merasakan kebosanan. Kita memohon untuk kita semua hidayah taufiq, ishmah dan taubat. Karena Dia maha kuasa atas segala sesuatu.
Dikutip dari http://idrusabidin.blogspot.co.id/2012/03/haramnya-mendiamkan-sesama-muslim-lebih.html

[1]  Shahih Bukhari (6065) dan Shahih Muslim (2559).
[2]  Shahih Bukhari (6077) Shahih Muslim (2560).
[3]  Shahih Muslim (2565).
[4]  Shahih Muslim (2812).
[5]  Shahih Al-Jami' (7659) dan Shahih Abu Daud karya Al-Albani rahimahullah (4106).
[6]  Shahih Al-Jami' (6581) dan As-Silsilah Ash-Shahihah (928) dan shahih Abu Daud karya Al-Albani
   rahimahullah (4107)
[7]  Dhaif : Dhaif Al-Jami' (6335) dan Irwa'ul Ghalil (2029) dan Dhaif Abu  Daud karya Al-Albani
   Rahimahullah.
[8]  Telah ditakhrij pada lembaran sebelumnya.
[9]  Shahih Bukhari (4418), Muslim (2769) dari hadits Ka'ab bin Malik.
[10]  Shahih Muslim (54) dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu.