Rabu, 18 Januari 2017

Ancaman di Balik Kehidupan Pemuda Islam.

Telah beberapa bulan kami mengikuti sebuah forum di media sosial dengan tajuk Dialog Atheis Indonesia - Sekuler Ilmiah (DAISI) yang pada saat kami menulis ini telah diikuti sebanyak 13.755 member di seluruh tanah air. Sebelum kami mengajukan keberatan akan kontradiksi yang baanyak terjadi, kami akan memberikan sedikit gambaran tentang Forum ini. Dalam informasi forumnya, DAISI memiliki visi yang sangat indah, tertulis, “terutama untuk mendidik para theis dan kaum agamawan yang fanatik, tujuan DAISI adalah untuk mendidik kita sebagai umat manusia agar memiliki Sifat yang Mulia dan Tercerahkan.”  Juga telah tertulis di lembar informasi bahwa kegunaan forum ini, seperti tertulis yaitu, “Forum diskusi ini bertujuan menumbuhkan Pencerahan dan saling pengertian antara orang-orang yang berbeda keyakinan. Tujuan diskusi bukan untuk mencari menang dan kalah, karena Forum DAISI sangat mengedepankan Ilmu Pengetahuan-Dalil Logis-Open Minded untuk meningkatkan pencerahan antar umat manusia.”

Dari informasi tersebut perlu digaris bawahi, yaitu menumbuhkan Pencerahan dan saling pengertian antara orang-orang yang berbeda keyakinan. Apakah ini sebuah sikap formalitas saja yang pantas dijadikan sebagai penutup aib ? Dari kalimat itu pula kami mengadakan sedikit penelusuran dalam postingan-postingan yang disampaikan pada forum ini. Sangat mengejutkan, walaupun memang, kadang kala ada yang cukup bijak dengan menjadi penengah atas segala diskusi yang ada. Namun, sayangnya kelompok itu hanya minoritas. Kelompok yang mayor, sangatlah tidak memedulikan akan tujuan utama dari forum ini. Kalimat, Tujuan diskusi bukan untuk mencari menang dan kalah,, tidak lagi siperhatikan, asal ia berargumen logis – yang kadang kala sama sekali tidak logis – mereka terus berkoar-koar untuk menyerang kaum agamis. Bahkan ada diantara mereka yang membabi buta, melupakan tujuan menidik kita sebagai umat manusia agar memiliki sifat yang mulia. Betapa memilukan ketika cara mereka mulia yang seharusnya saling pengertian antara orang-orang yang berbeda keyakinan, namun mereka malah menyerang dengan membabi buta kepada kaum agamis. Menyerang Tuhan, menyerang ajarah agamis, yang setelah kami telisik, tidak ada kalangan umat Hindu, Buddha, Kristiani, Konghucu, Zoroaster, Manichisme, Jainisme, atau Yahudi yang di serang demikian. 

Sebenarnya, apa yang kami lakukan bukan semata untuk mencari alternatif pelarian karena begitu banyaknya keyakinan kami di serang. Tidak. Kami yang mengaku Muslim, memang tidak begitu fundamental, dan juga tidak begitu liberal. Seperti yang telah kami bahas dalam bahasan Ada Apa Dengan Agama ?, kami cukup mengikuti faham bahwa agama dan sains seharusnya bersifat independen dan dialektik. Kenapa ? Dengan alasan bahwa sampai kapanpun, agama dan sains akan selalu mencari pelarian diri agar tidak saling bertabrakan. Keduanya seperti dua potong spon yang mengapung dalam arus yang sama dengan tujuan yang sama, namun berbeda perjalanan. Perbedaan yang sangat mencolok, yaitu pada tempat. Jika agama mengurus urusan khayali, namun sains berjalan dengan urusan realitas berobjek. Objek sains harus mampu dirasakan oleh panca indera, tidak boleh ada hukum sains yang di ajarkan tanpa adanya objek yang riil. 

Namun, disisi lain, ada pula kelompok yang mengintegrasikan antara sains dan agama, yang menurut salah seorang tokoh terkemuka dalam kelompok ini, untuk memahami agama yang benar-benar tangguh, sebuah kitab suci haruslah lulus ujian setiap zaman. Zakir Naik menyebut bahwa al Quran dari zaman ke zaman selalu mampu memenuhi ujian peradaban ini. Zaman abad awal masehi yang penuh kekuatan magis, al Quran mampu memberikan mukjizat yaang tiada seorangpun pernah mengalahkan, dan bahkan di tantang untuk membuat satu ayat saja yang semisal dengannya, namun manusia saat itu gagal. Kemudian, abad pertengahan masehi, sekitar abad 5 – 11, peradaban manusia sangat mengunggulkan sastra, saat itulah huruf, angka, dan segala bentuk sastra mulai terkenal hebat. Kemudian, semenjak renainsance, sekitar abad 13 sampai sekarang, peradaban manusia menempatkan sains sebagai sebuah identitas manusia yang sangat tinggi. Seperti ungkapan Einsten, Ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang luar biasa seandainya seseorang tidak harus menghabiskan hidupnya terhadap hal tersebut.” Dari hasil peradaban ini pula, para tokoh-tokoh Islam kontemporer sering menyebutkan bahwa Al Quran mampu untuk dijadikan pedoman akan garis besar kemajuan manusia. Al Quran sering di gadang-gadang mampu untuk memenuhi kebutuhan para ilmuwan modern yang mencari petunjuk pembenaran teori-teori mereka.
Lantas, pertanyaan yang akan kami ajukan, mengapa dalam forum itu, selalu mengintimidasi Muslim dengan koridor Islamnya ?

Menarik sekali untuk dilihat, sensus penduduk Indonesia tahun 2010, didapat hasil warga muslim sekitar 207 juta jiwa atau sekitar 87,2 %, Protestan 16,5 juta jiwa atau sekitar 7%, Katolik 7 juta atau 3%, Hindu sekitar 4 juta atau 1,7 %, Buddha sekitar 1,7 juta atau 0,7 %, dan penganut kepercayaan lain sekitar 1,3 juta atau 0,5 %. Entah karena apa, Muslim yang mayoritas ini, akan selalu mendapat serangan yang lebih besar daripada yang lainnya. Seperti pepatah, semakin tinggi pohon, semakin besar angin menerpa. Sedangkan, dari sebanyak 87% itu, umat Islam terkelompok lagi menjadi 40% atau sekitar 83 juta adalah warga NU, 19% atau sekitar 40 juta, jumlah warga LDII sekitar 25 juta atau 12%, Jumlah warga Syiah, sekitar 2,5 juta atau 1,2 %, jumlah jamaah Hizbut Tahrir sekitar 0,48% atau sekitar 1 juta jiwa. Sisanya, tersebar ke berbagai kelompok Islam berbagai jenis yang lain. 

Lalu, dari beberapa ormas Islam ini, terindikasi kecacatan yaang amat memprihatinkan. Semenjak kepulangan Nurcholis Madjid (w.2005) dari Amerika, umat Islam itu dirasuki pemikiran liberal yang pada dekade pertama abad 21 telah melakukan berbagai propaganda untuk memecah belah umat Islam. Pemikiran Liberal ini kemudian secara tegas di bekukan dalam sebuah ormas bernama Jaringan Islam Liberal dengan situs utama islamlib.com yang di asuh oleh sang pimpinan, yaitu Ulil Abshar Abdala (50 tahun). Serta pada dekade terakhir abad 20, di kembangkan pemikiran liberal ini dengan pendirian Universitas Paramadina yang sangat menganjurkan pemikiran bebas kepada mahasiswanya. Sebut saja setiap tahun keluar 500 mahasiswa liberal, maka kisaran angka 10.000 orang telah berhasil di liberalkan oleh sekolah tinggi ini.

Selain itu ada pula sekolah tinggi filsafat Driyakara yang amat enjoy meluluskan para  sarjana filsafat dengan pemikiran bebas. Jika di asumsi setiap tahun ada 50 orang, maka sudah sekitar 2.500 orang yang berperan dalam dunia pemikiran bebas dari kalangan muslim. Selain itu, ada indikasi pula dari UIN dan IAIN di seluruh tanah air yang juga mengeluarkan lulusan liberal ini, jika di hitung sejak tahun 1990, dengan asumsi setiap tahun ada sekitar 500 orang, maka sudah ada sekitar 13.000 orang. Tak lupa dari seluruh sekolah lainya, jika dari tahun 1990 di asumsikan ada sekitar 10.000 lulusan yang liberal, berarti sudah sekitar 260.000 orang. Maka, kisarannya yang hidup sekarang kira-kira 280.000 an orang dari kaalangan Muslim yang memiliki pemikiran liberal. Angka itu hampir mencapai jumlah mahasiswa lulus SBMPTN dari tahun 2014 hingga 2016.

Dari kisaran data di atas, maka forum yang kami ulas ini hanya berisikan sekitar 5% saja dari keseluruhan masyarakat dengan pemikiran yang sama. Dari penelusuran kami, dalam 1 minggu terakhir, sekitar 60% postingan merupakan ajang cacian untuk mencari menang kalah dari atheis dan theis. Dari sekitar 60% itu, setidaknya ¾ merupakan cacian terhadap umat Islam. Jika rata-rata 50 post dalam seminggu, maka sekitar 22 post yang berusaha menjatuhkan Islam. Maka, dalam satu tahun, sekitar 1100 postingan dari 2600 postingan yang berusaha menjatuhkan Islam. Itu artinya sekitar 42% dari postingan atau sebut saja disampirkan ke setiap 2 orang memposting satu, maka sekitar 5500 orang dalam grup ini memiliki pemikiran membenci Islam. Jika lebih tinggi, dari para lulusan perguruan tinggi di atas, sekitar 55.000 orang memiliki sikap anti Islam. Itu artinya di setiap kabupaten/kota rata-rata 107 orang dari 400.000 Muslim mewakili pemikiran liberal ini.  Maka diantara 3600 orang, 1 orang mewakili Islam yang liberal ini.

Kemudian, apakah memang hanya Islam yang pantas untuk di serang liberal dan sekuler ini ? 

Kami akan membahasnya sedikit disini. Pertanyaan klasik yang perlu ditekankan, sebagai agama yang mayoritas, bisakah Islam menata dan mengatur seluruh kehidupan di Indonesia ? Inilah yang perlu kita ajukan untuk memenuhi seluruh tuntutan dari kalangan atheis liberal yang amat gembira ketika menyerang tubuh Islam. Solusi apa yang paling tepat ? Kami rasa, seharusnya memang, konteks independen dan dialog itu bisa di terapkan, agar sesama masyarakat Indonesia mampu mengadakan kenyamanan dan keamanan dalam konteks toleransi antar masyarakat. Tidak diperbolehkan umat dengan keyakinan berbeda menyerang dan mencoba menyalahkan umat lain. Mereka diperbolehkan menjalani kehidupan sesuai keyakinannya tanpa harus memaksa orang lain masuk ke dalamnya.