2. LANDASAN TEORETIS
Landasan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mengacu pada alas, atau tumpuan. Sedangkan Teori dalam kamus yang sama menyatakan pendapat dengan didasari atas penyelidikan. Sedangkan Wikipedia telah menebitkan sebuah tulisan tentang hal ini. Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah. Labovitz dan Hagedorn mendefinisikan teori sebagai ide pemikiran “pemikiran teoritis” yang mereka definisikan sebagai “menentukan” bagaimana dan mengapa variabel-variabel dan pernyataan hubungan dapat saling berhubungan
Buku memiliki peranan penting dalam proses pembelajaran dan pengembangan ilmu pengetahuan. Buku merupakan salah satu sumber bahan ajar. Ilmu pengetahuan, informasi, dan hiburan dapat diperoleh dari buku, oleh karena itu, buku merupakan komponen wajib yang harus ada di lembaga pendidikan baik lembaga pendidikan formal maupun nonformal. Buku teks pelajaran sekolah mempunyai peranan penting dalam pembelajaran., sehingga dalam penyusunan sebuah buku teks pelajaran harus ada beberapa aturan yang harus dipenuhi oleh seorang penulis buku teks pelajaran. Aturan-aturan tersebut telah dibahas secara rinci oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), yakni sebuah badan yang bertugas menilai kelayakan pakai suatu buku teks pelajaran.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Permendiknas) Nomor 11 Tahun 2005 mengatur tentang fungsi, pemilihan, masa pakai, kepemilikan, pengadaan, dan pengawasan buku teks pelajaran. Menurut Peraturan Menteri, buku teks pelajaran adalah buku acuan wajib untuk digunakan di sekolah yang memuat materi pembelajaran dalam rangka peningkatan keimanan dan ketakwaan, budi pekerti dan kepribadian, kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, kepekaan dan kemampuan estetis, potensi fisik dan kesehatan yang disusun berdasarkan standar nasional pendidikan. Buku teks pelajaran berfungsi sebagai acuan wajib oleh guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran.
Salah satu faktor penentuan keberhasilan guru dan siswa dalam menggunakan buku teks ditentukan oleh kualitas buku ajar. Dalam pengukuran kualitas buku teks harus diperhatikan aspek-aspek penting yaitu kesesuaian muatan materi dengan kurikulum, keruntutan materi, kedalaman dan keluasan materi. Apabila buku teks yang digunakan siswa kesesuaian materi dengan kurikulumnya rendah maka kompetensi yang diharapkan sulit dicapai. Ditambah lagi apabila banyak mengandung kesalahan konsep dan kesalahan bahasa maka akan berakibat perbedaan pemahaman dari pemahaman siswa dengan apa yang dimaksudkan dalam buku teks, sehingga akan mempengaruhi pola pikir siswa dalam menerima pengetahuan berikutnya dan sangat sulit diluruskan kembali karena dalam pemikiran siswa biasanya bersifat permanen (tetap). Hal ini akan terjadi jika guru cenderung menganggap keseluruhan buku itu benar dan menerima apa adanya tanpa menganalisis terlebih dahulu isi materi buku teks tersebut.
Buku Teks Mata Pelajaran Pendidikkan Agama Islam Untuk Kelas X Kurikulum 2013 Kemendikbud RI telah memuat sebuah berita kebohongan tentang hadits Dhaif dan Mursal. Di buku tersebut juga melupakan kode Etik Pengutipan Ilmiah, bahwasanya ketika penulis penulis memberikan materi yang memuat hadits yang tidak disebutkan takhrijnya. Apa yang seluruhnya disampaikan tidaklah dapat dipertanggungjawabkan keotentikannya, hal ini dikarenakan dalam seluruh kutipan hadits, hanya menyertakan teks hadits berbahasa Arab dan di akhiri dengan maraji’ Imam Penulis Kitab Hadit,misalnya (HR Al Baihaqi). Memanglah ini sudah mencakup bahwa hadits yang dikutip adalah bersumber dari karya tulis Imam Al Baihaqi, akan tetapi jika kita melihat kepada khasanah sejarah hadits, kita bisa menemukan bahwa sl Baihaqi telah menukis beberapa kitab yang didalamnya memuat kumpulan hadits. As Subki memberi komentar bahwa Sunanul Kubra adqlah kitab yang tidak tertandingi oleh kitab lainnya dari segi susunan. Adapun kitab lainnya ialah Syu’abul Iman, Al Madkhal ilaa Sunatil Kubra, Thala’il an Nubuwah. Ini tentu menjadi rancu ketika penulis menyebutkan bahwa yang meriwayatkan adalah Al Baihaqi.
Memanglah semasa tingkat SMA,peserta didik belum begitu ditekankan akan sebuah Etika Ilmiah dan Pedoman Pengutipan Referensi. Akan tetapi kita hendaknya untuk lebih peduli pada anak-anak yang terlibat dalam dunia Kelompok Ilmiah Remaja. Pasalnya, jika diantara mereka ada yang tanggap akan Etika Ilmiah, barangkali akan mengajukan pertanyaan, darimana sumber hadits itu ? Memanglah benar jika ketika dikatakan diriwayatkan oleh Al Baihaqi, maka Karya Tulis Al Baihaqi yang menjadi sumber rujukan si Penulis. Jika misalnya peserta didik memiliki kitab Syu’abul Iman, ia pasti akan mencarinya dirumah tentang hadits itu. Lantas, ketika dalam Syuabul Iman tidak diketemukan, pastilah yang terjadi si peserta didik akan menyanggah Pengajar. Al Baihaqi tidak menemuliskan itu. Yangvterjadi adalah akan terjadi konflik dari Siswa dan Guru, ketika sang guru juga tidak begitu lihai memahami dimana letak sumber hadits itu. Barangkali si Penulis mengambil kitab Sunanul Kubra, atau Al Madkhal ilaa sunnatil Kubra, sudah tentu akan terjadi kejanggalan.
Dalam slide yang di berikan oleh Muhamad A. Martoprawiro, Ph.D menyebutkan ada 5 Point yang menjadi Kode etik Ilmiah. Yaitu, Kejujuran, Kebenaran Ilmiah, Keboleh ulangan, Penghargaan atas karya orang lain, dan Penghargaan terhadap sesama dan alam sekitar. Darinpoint ini, kembbali pada analogi di atas, maka seolah Buku Teks Mata Pelajaran Pendidikkan Agama Islam dan Budi Pekerti Kurikulum 2013 Untuk Kelas X kurang memperhatikan hal ini. Hal ini perlu adanya sebuah tindakan yang mengarahkan si Penyedia naskah Buku Teks untuk lebih menjaga kode etik ilmiahpada setidaknya pada 3 point yang disebutkan oleh Martoprawiro, yaitu Kebenaran Ilmiah, Kejujuran, dan Penghargaan atas Karya Orang lain. Dengan ketiga Kode Etik itu, sekiranya bagi para penulis lain agar memperhatikannya.
Kejujuran, secara leksikal merupakan sufat jujur, ketulusan,dan kelurusan. Adapun jujur sendiri diartikan benar, tidak berbohong, tidak curang, sesuai dengan aturan, tulus, dan ikhlas. Jujur atau kejujuran mengacu pada aspek karakter, moral dan berkonotas atribut positif dan berbudi luhur seperti integritas, kejujuran, dan keterusterangan, termasuk keterusterangan pada perilaku, dan beriringan dengan tidak adanya kebohongan,penipuan, perselingkuhan, dll Selain itu, kejujuran berarti dapat dipercaya, setia, adil, dan tulus. Kejujuran dihargai di banyak budaya etnis dan agama " Kejujuran adalah kebijakan terbaik" adalah pepatah dari Benjamin Franklin. Namun, kutipan "Kejujuran adalah bab pertama dalam buku kebijaksanaan" tersebut diberikan untuk Thomas Jefferson, seperti yang digunakan dalam sebuah surat kepada Nathaniel Macon
Bahkan sekiranya apa yang kami lihat dari pernyataan Dr Marzuki M.Ag, bahwa “Karakter yang paling “mahal” sekarang ini barangkali adalah kejujuran. Mengapa demikian? Kita semua tahu betapa sulitnya menemukan kejujuran itu.” Kejujuran menjadi sebuah barang yang perlu untuk dimiliki setiap orang. Tak terkecuali seorang yang terlibat dalam dunia akademik. Seorang pengajar, penyusun materi dan pendidik di ruang lingkup lembaga pendidikan diberikan beban agar memiliki 4 kompetensi dasar, yaitu kompetensi Pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi sosial dan kompetensi Kepribadian. Ini telah termaktub dalam Permendikbud RI no 16 tahun 2007 tentang standar Kualifikasi dan Kompetensi Guru. Dari keempat kompetensi itu telah dijabarkan pada peraturan terdahulu yaitu UU no 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Pada PP no 74 tahun 2008 disebutkan kompetensi personal dari Pihak Pendidik adalah harus memiliki sebanyak 12 item yang pada oint ke 9 ialah jujur, kemudin pada point ke 10 disebut Sortif dan pada point ke 12 dibebankan agar meningkatkan kualitas diri dengan mengambangkannya secara berkelanjutan. Dari ketiga point tersebut dapat mewakili bagaimana seharusnya seorang yang terlibat dalam lembaga pendidikkan membawa angin segar terhadap metode estafet ilmu dengan cara meninggalkan keraguan menuju pada kejelasan.
Sebagai seorang yang terlibat dalam khasanah estafet ilmu pengetahuan keislaman, ihak penyedia naskah Buku Teks Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam seharusnya memperhatikan kode etik ilmiah dan kode etik pendidikan. Terkhusus untuk Pihak Penyedia Naskah -yang akan menjadi rujukan wajib bagi pihak pengajar di lembaga pendidikan – telah ada ketentuan yang mengikat dari Kemendikbud. Dalam Panduan Pengusulan Hibah Buku Teks Perguruan Tinggi Tahun 2013 telah disebutkan ada 12 kelemahan yang harus ditanggulangi oleh para penulis buku. Dari ke 12 masalah tersebut, kami melihat ada sebuah point yang sangat riskan untuk ditinggalkan. Pada point ke 12, disebut penyedia naskah kurang merujuk pada penelitian dalam negeri yang itu mengakibatkan kerancuan isi yang telah tersebar dalam penelitian di Indonesia. Pada point ke 8,disebut adanya naskah yang kadangkala hanya menjoplak tanpa memperhatikan HKI. Ini tentu menjadi bahan perti.bangan bagi penyedia Naskah Buku Teks agar lebih memperhatikan asas dan ketentuan dalam pengadaan Buku Teks Mata Pelajaran.
Sebuah riset yang dilakukan Sri Redjeki (Jamaludin, 2009) menunjukkan bahwa buku-buku yang dikonsumsi pelajar Indonesia 50 tahun tertingggal dari perkembangan terbaru sains modern. Buku teks pelajaran yang digunakan di sekolah-sekolah harus memiliki kebenaran isi, penyajian yang sistematis, penggunaan bahasa dan keterbacaan yang baik, dan grafika yang fungsional.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Bunga Mulhayati tersebut, pada catatan manfaat penelitian, ia mengharapkan agar penelitian itu bisa membawa siswa memiliki sikap kritis dalam menyikapi segala sesuatu. Jika ia menemukan konsep yang tidak jelas, kurang dipahami dan membingungkan dari dalam buku teks yang dibacanya, hendaknya ia segera menanyakan kepada guru atau ahlinya atau dapat pula dengan mencari dan membandingkannya dengan sumber yang lainnya. Kemudian bagi Penerbit Buku, ia menulis, “Diharapkan agar penelitian ini berguna bagi para penulis buku dan penerbit agar lebih hati-hati dalam proses pembuatannya, mulai dari penyusunan, editing, cetak dan pemeriksaan sebelum buku teks tersebut beredar luas di pasaran. Jika memang terdapat kesalahan, diharapkan agar segera melakukan koreksi dan revisi untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan terutama yang menyebabkan miskonsepsi bagi para pembacanya.”
Dari telaah yang dilakukan oleh Bunga, kami menemukan adanya jalur bahwa ia meninjau korelasi antara naskah Buku Teks dengan ketentuan kurikulum yang berlaku. Namun, kami menenjau penelitian ini dari aspek Tkhrijul Hadits. Dimana sebuah kejujuran yang diwajibkan oleh setiap pembawa materi Hadits Nabi saw adalah adanya korelasi yang tepat antara lafal hadits dan perawi hadits. Artinya, jikalau seorang penulis mengutip teks dari suatu karya ilmiah, maka diwajibkan bagi si penulis ini agar memberi keterangan yang jelas akan sumbernya.
Dalam Modul Panduan Pengutipan London School of Public Relations Jakarta (2014) Disebutkan pada awal pembahasan, “Semua sumber harus selalu disebutkan setiap kali dikutip,... hanya pengutipan pertama yang disebutkan dengan mencantumkan tahun publikasi. Di dalam pengutipan berikutnya, hanya perlu mencantumkan nama pengarang (dengan nomor halaman jika diharuskan).” Ini tentunakan menjadi pertimbangan bagi setiap penulis ilmiah untuk lebih berhati-hati dalam menuliskan karya ilmiah yang dalam hal ini mencakup ilmu hadits.
Dalam Buku Teks Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Untuk kelas X kurikulum 2013 Kemendikbud RI tahun 2014 dalam mengeluarkan hadits hanya berupa kutipan “Nabi Saw Bersabda :’...’ (HR si Fulan)”. Pengutipan seperti ini dalam dunia ilmiah tidaklah etis,sebab, seperti yang kami sebutkan diawal, bahwa seorang ulama ahli hadits tidak haanya menulis satu buah buku yang berisi kumpulan hadits. Ada banyak sekali ulama yang telah menghasilkan ihwal pengumpulan hadits di lebih dari satu judul buku.
Ketika kami melihat para penulis naskah buku di era sekarang, terkhusus yang mencantumkanlafal hadits Nabi saw, terdapat kesalahan mendasar yang perlu diperhatikan. Imam Bukhari (Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah asy Syafii al Bukhari w.256 H) dalam kurun waktu 40 tahun telah menulis beberapa kitab, diantaranya Al Jamius Shahih al Musnad min Haditsi Rasulullah wa Sunatihi wa Ayyamihi yang kemudian dikenal Shahih Bukhari, al-Adabul Mufrad, at-Tarikh ash- Shaghir, at-Tarikh al-Kabir, at-Tarikh al-Ausath, Khalqu Af'ali al-'Ibad, juz fi al-Qira‟ah khalfal Imam.
Imam Muslim (Muslim bin Al Hajaj bin Muslim al Qusairy an Naisaburiy w. 271 H) selama kurun waktu 40 an juga, dia telah menulis beberapa kitab, diantaranya Al Jamius Shahih, Al ‘Ilal, Kitab al Aqran, Kitab man Laisa Lahu Illa Rawin Wahid, Kitab Awhamul Muhaditsin, dan lainya. Ini tentu jikaditulis (HR Muslim), kitab yang mana yang dirujuk, perlu peninjauan ulang kembali.
Imam At Tirmidzi, (Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa as Sulamiy at Tirmidzi. w. 279 H) Ketika dituliskan diriwayatkan oleh at Tirmidzi, maka akan sedikit rancu, dimanakah letak rujukan itu, apakah di Kitabul Jami’, Kitab Syamail an Nabawiyah, Kitab az Zuhud, kitab Tarikh, atau bahkan yang srlain itu.
Imam Al Baihaqi (Abubakar Ahmad bin Husain bin Ali bin Abdullah al-Baihaqi. w.458 H), seorang yang terkenal dengan kitab Sunanul Kubra yang oleh as Subki dikatakan,”Kitab yang tidak ada yang lebih baik dalam hal susunannya.” Para penulis era sekarang sering memakai lembar kutipan berupa, (HR al Baihaqi), ketika hal itu diterima, seolah tidak ada kejelasan, apakah akan bertemu pada kitab As Sunanul Kubra, Syu’abul Iman, Ma’rifatus Sunnah wal Atsar, Dala’il al-Nubuwwa, Al-Arb`un al-Sughra, Fada’il al-Awqat, Tarikh Hukama al-Islam.
Inilah yang kami maksud hal yang agaknya kliru dalam ihwal pengutipan rujukan. Sebagaimana dijelaskan dalam Modul Panduan Pengutipan London School of Public Relations (2014) bahwa dengan jelas disebutkan,
Pengutipan di dalam teks bisa meliputi kutipan langsung, pernyataan yang diparafrase, rangkuman, dan sintesis. Semua sumber harus selalu disebutkan setiap kali dikutip, kecuali ketika pengutipan dilakukan di dalam paragraf yang sama. Ketika suatu sumber muncul lebih dari satu kali di dalam paragraf yang sama, hanya pengutipan pertama yang disebutkan dengan mencantumkan tahun publikasi. Di dalam pengutipan berikutnya, hanya perlu mencantumkan nama pengarang (dengan nomor halaman jika diharuskan). Perlu diperhatikan bahwa hanya nama belakang/nama keluarga pengarang yang dipakai dalam pengutipan sumber.
Ketika kami melihat pada daftar pustaka dari Buku Teks Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Untuk Kelas X Kurikulum 2013 Kemendikbud RI, kami menemukan hanya ada 3 Kitab hadits yang menjadi rujukan bagi Tim Penyusun, yaitu Musnad Imam Ahmad bin Hambal, Sunan At Tirmidzi dan Sunan Ibnu Majah. Setelah kami memeriksa setidaknya ada 54 kutipan hadits, kami menemukan hanya ada 5 Hadits yang dirujukan pada Kitab Hadits Imam Ahmad, 5 Hadits dari Imam At Tirmidzi dan 4 Hadits dari Imam Ibnu Majah. Untuk selebihnya, kemungkinan yang terbesar adalah mengcopy dari susunan karya-karya penulis yang dijadikan rujukan, seperti Wawasan al Quran karya Quraish Shihab, Ihya Ulummudiin (Ringkasan, edisi Indonesia), Tafsir al Azhar karya Dr. Hamka, tafsir Al Maraghi, Asbabun Nuzul (edisi Indonesia) karya Asy Syuyuthi, Atau yang selainnya.