Jumat, 21 Oktober 2016

MUSTHALAH HADITS


A. ARTI, MAKNA, DAN ASAL-USUL HADITS
AHadits (ar : حديث ) secara leksikal ialah berarti :  berbicara, ceramah, bermodel baru. Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas menerangkan bahwa arti hadits secara bahasa adalah sesuatu yang baru, dan ia menyebutkan bahwa secara istilah,hadits itu bermakna sama dengan As Sunnah.  Adapun makna as Sunnah itu sendiri,  Menurut etimologi (bahasa) Arab, kata As-Sunnah diambil dari kata-kata: سَنَّ – يَسِنُّ – وَيَسُنُّ – سَنًّا فَهُوَ مَسْنُوْنٌ وَجَمْعُهُ سُنَنٌ. وَسَنَّ اْلأَمْرَ أَيْ بَيَّنَه    Artinya: “Menerangkan. Atau juga dapat diartikan, : السِّيْرَةُ وَالطَّبِيْعَةُ وَالطَّرِيْقَةُ. artinya: “Sirah, tabi’at, jalan.”
Adapun Imam Al Albani,  didalam kitab Mukhtashar alaa Shahihul Bukhari,  mengatakan Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam. Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-Qur'an, Ijma dan Qiyas, dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al- Qur'an.
Drs Erdison (2011) telah menulis dalam disertasinya mengenai makna hadits secara leksikal,
Pertama,kata hadis berarti yang baru (jadid) lawan dari lama (qadim), bentuk jamaknya adalah hidas,  h}udas\a’ dan hudus. Kedua, kata hadis berarti yang dekat (qarib) lawan dari jauh (ba’id), dekat dalam artian belum lama terjadi, seperti perkataan: مﻼﺳﻻﺎﺑ ﺪﮭﻌﻟا ﺚﯾﺪﺣ(orang yang baru masuk Islam). Ketiga, kata hadis berarti berita (khabar) yaitu:ﻞﻘﻨﯾو ﮫﺑ ث ﺪﺤﺘﯾ ﺎﻣ (sesuatu yang dibicarakan atau dipindahkan dari seseorang).
Adapun secara istilah, Para Ulama telah berbeda pendapat mengenai hal ini. Para Ulsma ahli hadits memandang bahwa urgensi hadits sebagai bagian dari khasanah ilmu pengetahuan islam adalah terdapat 4 hal, yaotu bahwa hadis dipakai sebagai penjelas Al Quran, Uswah khasanah dari Nabi saw, Wajibnya Taat kepada Nabi saw, dan penermtapan hukum. Hal ini dikemukankan kkarena menurut para ahli hadits, bahwa hadits itu mencakup Perkataan, perbuatan, taqriri, dan sifat Nabi saw. Adapaun kajoan ini berbeda jika dilakukan oleh ahli fiqh yang menyebut bahwa Hadis adalah perkataan, perbuatan dan taqriri dari Nabi saw. Maka dengan pedoman ini, para ahli fiqh mengemukakan urgensi hadits hanya sebagai pendukung hukum Al Quran, Penjelas atas hukum-hukim Al Quran, dan sumber hukum yang berdiri sendiri. Drs. Erdison juga telah mengupas definisi hadis ini secara lengakap, juga mneyebutkan dalam karyanya sebagai berikut :
1. Hadis menurut ahli hadis adalah “semua yang disandarkan kepada Nabi saw, baik itu perkataan perbuatan, ppersetujuan, dan sifat.”
Definisi ini bisa di ketahui jika kita membuka kitab-kitab musthalah hadits seperti Qawaidut Tahdits karya Al  qasimi, muqadimah Ibnu Shalah, Manhajun Naad karya Nurruddin Ithar, Taisir Musthalah hadits Mahmud Thahan, dan atau Ushulul Hadits Dr Muhammad Ajjaj. Juga ada penjelasan dalam karya tulis orang Indonesia berjudul “Kedudukkan As Sunnah dalam Syariat Islam.” Karangan Yazid bin Abdul Qadir Jawas.
2. Hadis menurut para ahli fiqh adalah segala sesuatu yang sudah tetap dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan hukumnya tidak fardhu dan tidak wajib, yakni hukumnya sunnah
Ada pula sebuah kitab  musthalah hadits yang lain, yang hal ini dikutip oleh Drs Erdison bahwa hadits adalah Segala perbuatan Nabi Muhammad Saw yang dapat dijadikan dalil untuk penetapan hukum syara’. Ia mengutip hal tersebut dari kitab Ushulul Hadits karya Muhammad Ajjaj al Khathib.
Ada pula keterangan lain yang kaami trmui dalam buku Yazid Jawas, bahwa As sunnah (hadis) adalah petunjuk yang dilaksanakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Shahabatnya, baik tentang ilmu, i’tiqaad (keyakinan), perkataan maupun perbuatannya.”
Drs. M. Asrukin M. Si dalam makalahnya di Universitas Muhamadiyah Malang, berjudul “Hadits : sebuah Tinjauan Pustaka” menulis,
Hadits  secara  harfiah  berarti  perkataan  atau  percakapan.  Dalam terminologi  Islam  istilah  hadits  berarti  melaporkan/  mencatat  sebuah  pernyataan dan  tingkah  laku  dari  Nabi  Nabi  Muhammad  SAW.  Namun  pada  saat  ini  kata hadits  mengalami  perluasan  makna,  sehingga  disinonimkan  dengan  sunnah,  maka bisa  berarti  segala  perkataan  (sabda),  perbuatan,  ketetapan  maupun  persetujuan dari  Nabi  Muhammad  SAW  yang  dijadikan  ketetapan  ataupun  hukum.  Kata  hadits itu  sendiri  adalah  bukan  kata  infinitif,  maka  kata  tersebut  adalah  kata  benda.
Termasuk  dalam  kategori  hadits  adalah  atsar,  yaitu  sesuatu  yang disandarkan  kepada  para  sahabat  Nabi  Muhammad  SAW.  Dan  juga  taqrir,  yaitu keadaan  Nabi  Muhammad  SAW  yang  mendiamkan,  tidak  mengadakan  sanggahan atau  menyetujui  apa  yang  telah  dilakukan  atau  diperkatakan  oleh  para  sahabat  di hadapan  beliau.
Sebuah deskripsibyang lugas ihwal hadits adalah, bahwa itu hak milik Nabi saw seorang. Sayu-satunya pihak yg otoritatif dan tak ada yang lebih berhak mendapat qarinah ihwal hadis kecuali Nabi Muhammad saw. Bahwa apabila disebut hadis, maka sudah pasti itu merujuk pada diri Nabi saw, tidak ada yang lain. Bahkan,KBBI sendiri, pihak yang paling otoritatif mengartikan kata, menyebut hadis sebagai, “perbuatan, takrir (ketetapan) Nabi Muhammad saw. yg diriwayatkan atau diceritakan oleh sahabat untuk menjelaskan dan menentukan hukum Islam.”
Akan tetapi ada sebagian ulama yang menjelaskan bahwa terbaginya hadits sesuai klasifikasi penisbatannya menjadi tiga adalah menandakan bahwa klaim hadis tidak hanya berlaku pada Nabi saw, melainkan shahabat dan Para tabiin. Hal ini terperinci kedlam hadits Marfu’, Mauquf, dan Maqthu’. Hal inipun juga menjadi ikhtilaf, sebab, ada yang membedakan secara jelas antara Hadits, Al Khabar, dan Al Atsar. Para ulama ini menxefinisikan Hadis hanya satu-satunya  jalan menuju pada Nabi saw. Jika dikatakan hadits itu Mauquf, itu bukan berarti nisbatnya Sahabat menjadi rujukan, akan tetapi jika hadis tersebut dikatakan mauwuf ialah apabila sahabat melakukan sesuatu yang hal itu telah diketahui bahwa Nabi saa pernah melakukannya.
Kami sendir menganggap bahwa memanglah eksistensi hadis mauquf bisa diterima sebagaimana definisi Manna Al Qaththan (terj. M. Abdurrahman, 2005) bahwa hadis mauquf adalah sesuatu yang berupa redaksi hadis dan seakan-akan perawi menghentikan hadis itu pada para sahabat. Maka disinilah sebuah titik terang, yaitu bahwa yang disebutkan oleh Abdul Malik Khon bahwa definisi ulama ttg maquf ini adalah qauliy, fi’liy dan taqriri oleh sahabat, ini bisa menjadikan pemahaman bahwa hadis mauquf bisa digolongkan kedalam khabar. Taqiyuddin An Nabaniy telah menyebutkan bahwa kehujjahan hadits mauquf tidak dapat dijadikn sesuatu yang Haq karena hal itu lebih tergolong ihtimal.
Klaim bahwa hadits merupakan seauatu yang umum bukanlah tidak bercela. Sebab, dalam ilmu ushul, ada istilah al khabar al mutawatir, dengan asumsi bahwa al khabar mutawatir adalah sesuatu yang dikenal semua orang,bukan hanya dalam koridor hadita. Al khabar mutawatir ialah sesuatu yang telah lazim, dari manapun sumbernya. Akan tetapi jikalau itu dikatakan itu hadits, maka kami mentarjihkan bahwa itu hanya marfu’.
Kehujjahan hadits Mauquf pun sangat tidak bisa diterima kecuali atas adanya qarinah di sampingnya.  Hal ini disebabkan bahwa kedudukan Nabi saw adalah mutlak. Sedangkan meskipun ada sbada Nabi saw. فَعَلَيْهِ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّين, “hendaknya dia berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk,...”. Ini bukan lantas menjadikan sebuah sumber hukum yang sepadan dari apanyang dikatakan hadits Mauquf dengan hadits marfu’.
Sesuatu yang disandarkan pada seseorang selain Rasulullah saw tidak bisa dijadikan hujjah, dan tidak halal menyandarkan hal tersebut kepada Rasulullah saw, karena tergolong ihtimal (dugaan yang kecenderungan salahnya lebih besar) dan bukan dzan (dugaan yang kuat kebenarannya). Ihtimal tidak bernilai apa-apa
Dengan berhujjah pada sabda Nabi saw diatas, maka akan diketemukan titik terang, yaitu telah ada qarinah dari Nabi saw. Salah satu sunnah khulafaur rasyidin yang masyhur adalah tentang shalat tarawih berjamaah. Ini adalah sunnah Umar bin Al Khathtab yang banyak diperselisihkan dan dikatakan sebagai bidah khasanah. Sunnah ini diambil oleh para ulama mutakhirin dengan dasar bahwa telah ada suatu peristiwa yang termasuk fi’liy dari Nabi saw dan taqriri bahwa shalat tarawih berjamaah pernah ada di Zaman Nabi saw. Juga telah ada sebuah riwayat Ad Daeimiy yang menyebutkan bahwa Az Zuhri berkata : "Tak terlewat satu pun dari ulama-ulama kita melainkan mereka berkata: ' Berpegang teguh kepada sunnah merupakan kesuksesan, dan ilmu akan dicabut dengan cepat, penegakkan ilmu itu merupakan penegakkan agama dan dunia, dan dengan hilangnya ilmu maka hilanglah semua itu".
Dari Atsar Ibnu Zihab tersebut, kita bisa mencari rujukan pada hadis. Jika memang tidak ada hadis, maka perkataan Az Zuhri tersebut bisa ditolak mentah-mentah. Akan tetapi dari setiap point yang dikatakan az Zuhri tersebut, kami menemukan syawahidnya dari hadis. Pertama, tentang  berpegang teguh pada sunnah. Hal ini telah kami sebutkan hadis Nabi saw sebagaimana pada point sebelumnya. Kedua, tentang di cabutnya ilmu. Rasulullah saw bersabda : اسْتَذْكِرُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ أَسْرَعُ تَفَصِّيًا مِنْ صُدُورِ الرِّجَالِ مِنْ النَّعَمِ مِنْ عُقُلِهِ  ” Jagalah Al Qur'an dan sesungguhnya Al Qur'an lebih cepat lepasnya (lupa) dari dada manusia dibandingkan, dengan unta yang lepas dari ikatannya.". Hal ini kami ambil adalah karena telah ada petunjuk dari Allah agar, “...hendaknya sebagian dari kalian memperdalam ilmu agama.”  Kemudian ilmu agama ini bertolak pada kitabullah, sebagaimana kesesuaian antara Firman Allah. “..يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ dengan  sabda nabi saw. إِنَّ اللهَ يَرْفَعُ بِـهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَامًا...” yang artinya “Allah akan meninggikan suatu kaum dengan Kitab ini...” juga ada sebuah keterangan dari Nabi saw bahawa Allah telah memberikan ketetapan bahwa akan ada suatu masa dimana,  إِنَّ هَذَا وَأَصْحَابَهُ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ yang artinya, “...Sesungguhnya orang ini dan para pengikutnya adalah suka membaca al-Qur’an akan tetapi bacaan mereka tidak melampaui pangkal tenggorokan mereka..”
Imam an Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa ungkapan ‘mereka suka membaca al-Qur’an akan tetapi bacaan mereka tidak melampaui pangkal tenggrorokan mereka’ memiliki dua penafsiran. Pertama, dimaknakan bahwa hati mereka tidak memahami isinya dan tidak bisa memetik manfaat darinya selain membaca saja. Kedua, dimaknakan amal dan bacaan mereka tidak bisa diterima oleh Allah.
Kemudian yang ketiga, ialah ihwalkorelasi antara ilmu dengan dunia dan akhirat. Telah ada sebuah hadits Nabi saw, “...Barang siapa yang meniti suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah memudahkan untuknya jalan menuju Surga. Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah (masjid) untuk membaca Kitabullah dan mempelajarinya di antara mereka, melainkan ketenteraman turun atas mereka, rahmat meliputi mereka, Malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyanjung mereka di tengah para Malaikat yang berada di sisi-Nya..” ilmu yang dimaksud disini adalah ilmu agama, yang terkhusus Al Quran, sebab Nabi saw bersabda, “ sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al Quran dan mengajarkannya.”
Maka dari sini jelaslah bahwa kehujjahan Atsar dari Ibnu Shihab az Zuhri tersebut adalah bisaa diterima secara maknawi. Jikalau seandainya perkataan Az Zuhri tersebut sebagai murni dari ijtihadnya sendiri, maka ia akan dikesampingkan. Sebab kaidah Ushul Fiqh adalah menjadikan Al Quran sebagai yang utama, As Sunnah sebagai sumber kedua dan Ijtihad adalah yang ketiga. Jikalau sudah ada ketentuan Al Quran, maka wajib diikuti. Demikian hadis yang rajih, wajib diikuti. Adapun ijtihad berada pada posisi yang antara ihtimal dan dzan.
Hal ini secara jelas terlihat bahwa jikalau hadits merupakan sumber hukum yang berdiri sendiri selain Al. Quran, mengapa perlu sebuah syawahid dari hadits mauquf atau maqthu agar bisa diterima sebagai dasar hukum. Ini akan bertentangan antar kaidah ushul itu sendiri. Hal ini dikarenakan kedudukan hadits mauquf itu bisa saja berada hadits dlaif yang bersyahid.
Maka, walaupun bukan penetapan secara eksplisit, kami memandang bahwa hadis itu hanyalah berupa nisbahnya kepada Nabi saw. Sedangkan yang dikatakan hadits mauquf dan maqthu’, kami lebih suka menyebutnya Atsar, sebagaimana arti istilah yang dikemukakan oleh Muhammad al Khathan. Hal ininkami sampaikan mengingat bahwa ini adalah forum kajian hadits dan bukan forum kajian fiqh seperti yang dilakukan oleh Drs. Erdison. Maka kami mencoba mengikuti apa yang menjadi pedoman para ulama ahlu hadits.

PENDAHULUAN STUDI HADITS


4. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Adapun maksud penulis melakukan penelitian ini adalah untuk maksud dan tujuan sebagai berikut :
1. Agar pihak Kementerian Pendidikkan dan Kebudayaan lebih memperhatikan secara teliti dalam setiap aspek materi yang ditulis oleh penyedia naskah sebagai upaya memperhatikan hak-hak kepemilikan ilmu-ilmu dan tulisan dari para ahli ilmu terdahulu.Agar pihak Kementerian Pendidikkan dan Kebudayaan Indonesia lebih hati-hati dalam memelihara tradisi keilmuan dari program Pengadaan Buku Teks Mata Pelajaran di Sekolah-Sekolah Negeri.
2. Mengembalikan keotrntikan khasanah Ilmu Pengetahuan Islam yang keliru dan menyimpang yang telah menyebar keseluruh pelosok kehidupan, terutama masyarakat Indonesia.
3. Melakukan verifikasi dan falsifikasi atas penulisan Buku Teks Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam oleh Kemendikbud agar para pelajar disekolah negeri ikut mengetahui benar dan salahnya setiap aspek materi. Sehingga mereka tidak taqlid buta, atau hanya pasrah menghafal setiap materi yang akan diujikan.
4. Membela para ulama’ ahli hadits yang telah berjuang sepenuh hati menjaga keaslian dan kemurnian khasanah Ilmu Pengetahuan Islam.

5. SUMBER DATA
Yang dimaksud dalam penelitian ini sebagai sumber data ialah hasil karya tukis dari para penukis terdahulu yang dapat digunakan sebagai sumber mendapatkan unformasi terkait pembahasan penelitian ini, yang terdiri dari :
1. Sumber Primer, meliputi :
a. Kitab-kitab hadits yang mencantumkan sanadnya seperti Al Jami’ush Shahih karya Imam Bukhari, Shahih Imam Muslim, Sunan At Tirmidzi, Sunan Abu Dawud, Sunan An Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, Sunan Al Baihaqi, Musnad Imam Ahmad, Ak Muwatha’ Imam Malik, Sunan Ad Darimi, Shahih Sunan Ibnu Majah, Musnad Asy Syafii, Al Mustadrak Al Hakim, Al anwa wattaqasim (Shahih Ibnu Hibban). Sunan Ibnu Abi Syaibah,dan kitab Al Mu’jam (Al Khabir, Al Ausath dan Ash Shagiir) karya Imam Ath Thabrani.
b. Kitab-kitab Hadits tanpa penulisan sanad, seperti Riyadhus Shalihin karya Imam Nawawi, Bukughul Maram karya Imam Ibnu Hajar al Asqalaniy, Adabul Mufrad karya Imam Bukhari, Muntakhab Ahadits karya Syaikh Muhammad Yusuf Al Kandahlawi, Arbain An Nawawi, dan Mukhtarat Min Sunnah karya Muhammad Murtadha bin Aisy.
c. Buku-buku Musthalah Hadits seperti  Syarh Tadzkirah fi ‘ulumil hadits li Ibni Mulaqqin karya Syaikh Muhammad bin Hadi al Madkhali, ‘ulumul Hadits (Muqadimah) Ibnu Shalah. Al Qawaa’idut Tahdits karya Al Qasimi, Manhaj an-Naqd Fi Ulum al-Hadits karya Nurruddin Ithir.
d. Buku kumpulan himpunan hadits dhaif dan maudhu, sepperti Silsilah adh Dhaifah karya Syaikh Al Albani, Mi’ata min Ahadits Musytaharah ‘alaas Sunnah karya Syaikh Ihsan bin Muhammad bin Aisy al Utaibi, al Ma’udhuat karya Ibnu Jauzi, Al Kamil fii Dhuafa karya Ibnu Adi, Dhuaful Kabir karya Al Uqailiy dan Al Majruhiin karya Ibnu Hibban.
e. Buku pedoman penulisan buku teks dan karya tulis ilmiah diantaranya Pexoman Hibah Penulisan Buku Teks Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Pedoman Umum Penulisan Karya Tulis Universitas Sriwijaya Palembang, Pedoman Penyusunan Laporan Penelitian Institut Teknologi Nasional Bandung.
f. Undang-undang Umum dan Peraturan dari Lembaga Negara dalam penyelenggaraan Buku Teks Pelajaran, diantaranya Batang Tubuh UUD 1945, KUHP, UU no 28 tahun 2014, Permendikbud no 34 tahun 2014, Permendikbud no 2 tahun 2008, Permendikbud no 1 Tahun 2012.
2. Sumber sekunder, meliputi :
a. Kitab syarh hadits yang diantaranya Fathul Bari’ li Syarh Shahihul Bukhari karangan Ibnu Hajar,Shahih Muslim li Syarj an Nawawi (terjemah Wawan Djunaedi Soffandi S.Ag),  Tuhwatul Ahwadzi karya Al Mubarukfuri, Aunul Ma’bud karya Syamsul Haq Abadi, Shahih Jami’ush Shaghir, Silsilah ahadits Adh Dhaifah, Silsilah Ash Shahihah, ketiganya karangan syaikh Albani. Asbabul Wurudil Hadits karya Jalaluddin as Syuyuthi.
b. Buku-buku ulumul hadits karya orang-orang biasa, seperti Taysir ‘ulum  Al Hadits lil Mubtadi'in karya Amr Abdul Mun’im Salim, Modul Mustholah Hadits Ma’had Bina Ukhuwah Karawang, Pengantar Sejaraah Tadwin Hadits karya Syaikh Abdul Ghafar ar Rahmani al Hindi (terjemah Abu Salma bin Burhan Yusuf al Atsariy), Pengantar Ilmu Dasar Hadits tim Lidwa Pusaka.
c. Karya ilmiah para sarjana Islam Indonesia, seperti Konsistensi Imam Nawawi dalam Penggunaan Hadits Dhaif karya Muhammad Nasif Jurusan Ilmu AlQuran dan Tafsir Fk. USD dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijogo Jogjakarta 2015, Modul Komputerisasi Hadits (praktek Takhrijul Hadits) fakultas Agama Islam Universitas Ahmad Dahlan Jogjakarta.
d. Majalah, artikel, bulletin islami seperti Majalah As Sunnah Edisi 12 tahun 2009, ibid edisi , Majalah Adz Dzakirah edisi 3 /thun 1 2003,

6. METODE YANG DIGUNAKAN
Dalam penelitian yang kami lakukan ini,  kami menemukan setidaknya 54 hadis yang disebutkan oleh penulis yang hanya dengan memberikan rujukan nama ulama mu’alif yang masyhur. Memanglah, hal itu dirasa cukup. Namun sebagai seorang yang belajar terlibat dalam dunia ilmiah, kami mencoba mengklarifikasi tentang matan, sanad dan perawi dari tiap-tiap hadits tersebut. Dalam penulisan ini,  kami juga tidak memberikan komentar yang detail dari tiap hadits, karena memang ini bukanlah karya tulis berupa syarah. Dari hadits yang kami dapati itu, kami merujuk pada kitab rujukan yang ditulis oleh penulis sebagai pengabadi hadits Nabi dalam tulisan-tulisan mereka. Apabila hadits tersebut telah dikatakan diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, kami merujuknya, apabila memang terbukti berada dalam kitab-kitab Shahih masing-masing, maka kami menyetujui dengan secara pasrah.
Ibnu  Katsir  (wafat  th.  774  H) berkata,  “Para  Ulama  telah  bersepakat  menerimanya  –yakni  Shahîh  Albukhari-  dan  keshahihan  semua  yang ada  di  dalamnya,  begitu  juga  semua  ummat  Islam.”
Imam  An-Nawawi  (wafat  th.  676  H)  berkata,  “Para  ulama  telah  bersepakat  bahwa  kitab  yang  paling  Shahîh  setelah  al-Qur'ân  adalah Shahîh  al-Bukhâri dan  Muslim,  dan  ummat  pun  telah  menerimanya,  kitab  al-Bukhâri  adalah  paling  Shahîh  dari keduanya  dan  paling  banyak  faedah, pengetahuan  yang  tampak  maupun  yang  tersembunyi,  dan  telah  Shahîh  juga  bahwa  Muslim-lah  yang  mengambil  faedah  dari al-Bukhâri,  beliau  juga mengaku  bahwa  dirinya  tidak  setara  (dengan  al-Bukhari)  dalam  ilmu  hadits.”
Atau ia juga menuliskan,  “karya hadits yang paling shahih,bahkan dianggap paling memiliki otoritas mutlak dalam ilmu pengetahuan Islam adalah dua kitab Shahih yang ditulis oleh dua ulama besar, yaitu  Imam Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il al Bukhari dan Imam Muslim bin Al Hajaj al Qushairy. Tidak ada karya hadits yang mampu menyaingi dua kitab induk ini.”
Syaikhul  Islam  Ibnu  Taimiyyah  berkata,  “Tidak  ada  di  bawah  permukaan  langit  ini  kitab  yang  lebih  Shahih  setelah  al-Qur'an  dari  Shahîh al-Bukhâri  dan  Muslim.”
Adapun bila hadits tersebut diriwayatkan oleh mu’alif lainnya, maka kami merujuk langsung pada rujukan yang telah disebutkan, dengan memberikan keterangan rujukan secara jelas dan menyampaikan kutipan yang benar-benar ditulis oleh perawi. Hal ini dimaksudkan agar terciptanya kondisi persebaran hadits-hadits yang dewasa ini telah terjadi perusakan keaslian dan keotentikan sabda, taqrir, maupun ihwal sifat dan minal if’alu nabi saw. Karena hal ini ditakutkan apa yang oleh Syaikh al Albani dikatakan bahwa bahaya dari persebaran hadits palsu ialah akan ketidakselamatan seorang muslim. Ia menukil perkataan Imam Malik yang berkata :
“Ketahuilah, tidak akan selamat ar Rijalu (seorang mukalaf Islam) yang menceritakan apa saja yang ia dengar, dan selamanya seorang tidak akan menjadi pemimpin jika menceritakan semua yang ia dengar.
Dengan metode ta’liq ini, kami mengharapkan agar dalam proses pengadaan buku teks mata Pelajaran Pendidikkan Agama Islam, lebih menjaga keaslian ilmu dan melindungi dari persebaran faham-faham doktrinatif yang tak berdasar ilmu. Hal ini dikarenankan kami melihat bahwa salah satu identitas Islam ialah adanya sanad, yang dimaksudkan agar terciptanya kondisi Ilmu Pengetahuan Islam terjaga keotentikannya dan terhindar daei perubahan-perubahan yang berakibat pada penyimpangan jalur. Metode ini sekaligus menanamkan sejak dini para penghuni bangku sekolah untuk terbiasa menjaga amanat dan kejujuran dalam mempelajari maupun menyampaikan hadits di sekolah-sekolah Negeri yang notabene tidak begitu peduli pada ajaran doktrin agama.

7. LANGKAH-LANGKAH PEMBAHASAN.
Sebuah tulan Persuasi yang baik adalah apabila alur prnulisan dalam sebuah karya tulis ditata sedemikian ruapa sehinggaa bisa rapi dan terarah. Sebuah karangan Persuasi pada intinya ialah hanya digunakan sebagai sumber informasi dari penulis kepada pembaca yang dimaksudkan agar terjadi kesepakatan antara penulis dan pembaca pada topik bahasan. Dikarenakan maksud penulis disini adalah untuk mencapai kesepakatan bahwa telah terjadi ketidakjujuran dan ketidak telitian oleh pengarang buku teks Mata Pelajaran Pendidikkan Agama Islam dan Budi Pekerti untuk kelas X kurikulum 2013 Kemendikbud RI. Maka kami menyusun tulisan ini sedemikian rupa secara sistematis dengan langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut:
Pertama, setelah kami menuliskan pendahuluan sebagai titik tolak pembahasan, kami melanjutkan dengan memaparkan bagaimana langkah-langkah yang dilakukan oleh para penulis terdahulu dalam menuliskan hadits Nabi saw sebagai bagian penguat materi pelajaran Pendidikkan Agama Islam yang berkedudukkan tepat dibawah ayat-ayat Al Quran sebagai dalil mutlak. Kami memaparkan secara ringkas ihwal hadits,dalam koridor musthalah hadits yang kemudian diperkuat dengan perkembangan pendekatan penelitian hadits yang telah ditulis oleh para peneliti hadits terdahulu.
Kedua, setelah kami memaparkan ihwal musthalah hadits dan perkembangannya, kami melanjutkan dengan pemaparan kode etik penulisan buku ilmiah yang diharapkan agar para pembaca lebih memahami seluk-beluk ihwal ptata aturan penulisan buku sebagai ajang estafet ilmu dari orang-orang tersahulu kepada generasi yang akan datanag. Selain itu, kami memiliki harapan agar pengetahuan tentang tata aturan ini tak hanya diketahui oleh kalangan akademik tinggi dmsaja, melainkan sejak dini ditanamkan agar setelah deqasa nanti bisamenjaga dan mengamalkan apa yang telah diberikan dimasa kecil, bukan mempelajari hal yang baru lagi.
Ketiga, kami melanjutkan dengan masuk ke pembahasan inti, yaitu berupa problematika ihwal kejujuran akademik dari Buku Teks Mata Pelajaran Pendidikkan Agama Islam Untuk Kelas X,Kurikulum 2013 Kemendikbud agar pambaca melihat secara langsung letak-letak ketidak nyamanan penulis dalam melihat penulisan materi yang menempatkan Hadits sebagai dalail penguat atas materi yang disampaikan. Selanjutnya,kami memberikan sedikit paparan ihwal musthalah hadits dan atsar dari buku tersebut dengan melakukan ta’liq yang merujuk pada kitab-kitab ilmu pengetahuan Islam karangan ulama terdahulu yang sekiranya dijadikan pula oleh pengarang buku sebagai sumber data ihwal penulisan buku tersebut.
Keempat, kami memberikan kesimpulan atas sekuruh pembahasan yang telah kami samapaikan. Kemudian kami memberikan saran kepada Kemendikbud secara khusus dan seluruh pembaca secara umum agar mencapai kata sepakat denagn penulis ihwal kejujuran dan ketelitian dalam menyampaikan materi pelajaran agar tidak terjadi perbedaan jalan dan keadaan yang tidak diinginkan.

8. PENELITIAN KEPUSTAKAAN.
Seperti yang kita ketahui dalam kaidah kode etik ilmiah, dimanapun itu tempatnya, kita pastinya akan menemukan bahwa diwajibkan adanya penghargaan atas karya orang lain. Begitu hal nya ketika kami menuliskan naskah ini,kami tentu mengambil berbagai informasi seputar konsentrasi kami dsrimananapun sekiranya kami dapat mengambilnya. Alasan yang begitu mendesak dari kami menuliskan hal ini adalah sekali lagi berdasar kepedulian kaminterhadap keotentikan hadits. Adapun bila suatu hari nanti diketemukan karya orang  lain yang serupa atau dalam konsentrasi yang sama, maka kami memberikan ketegasan bahwa itu merupakan bagian dari keterbatasan kami. Hal ini mengingat bahwa ketika mencari sumber rujukan yang dapat mewakili konsentrasi yang sama, kami hanya menemukan beberapa judul karya, dan itu kami rasa sudah cukup alat komparatif atas persebaran karya-karya yang sejenis. Adapun rujukan yang kami dapati adalah sebagai berikut:
Satu-satunya karya tulis yang hampir serupa dari yang kami teliti ini adalah
Naskah Tesis Program Pascasarjana dalam Konsentrasi Fiqh Program Study Hukum Islam Universitas Islam Negeri Sultan Kasim RIAU, oleh Drs. Erdison yang diajukan pada tahun 2011 dengan judul STUDI  KUALITAS  HADISHADIS  DALAM BUKU TEKS POKOK PENDIDIKAN  AGAMA ISLAM SMA KOTA PEKANBARU.
Dari hasil pengamatan kami pada karya tersebut, kami menemukan bahwa si penulis lebih condong pada kualitas hadits fiqh. Drs. Erdison menuliskan bahwa kajiannya adalah berupa hadits-hadits dalam konsentrasi fiqh dengan ruang lingkup kajian meliputi koridor untuk menjawab pertanyaan berupa
a. Apakah hadis-hadis yang digunakan dalam buku tekspokok Pendidikan Agama Islam sudah memenuhi unsur-unsur sebagai hadis nabi?
b. Babaimanakah kualitas hadis-hadisaspek fiqihdalam buku teks pokok Pendidikan Agama Islam?
c. Bagaimana pemahaman hadis (fiqh alhadis) yang terkandung dalam hadis-hadistersebut ?
Dalam kajian yang dilakukan oleh Drs Erdison tersebut, diperoleh data dengan berbagai bentuk hadits yang secara integral menjadi kesimpulan berupa
a. Umumnya hadis-hadis yang digunakan dalam buku teks pokok Pendidikan Agama Islam kota Pekanbaru ditulis hanya berupa terjemahan, artinya hadis ini belum layak dan tidak memenuhi unsur-unsur untuk disebut sebagai hadis. Dan sedikit sekali hadis yang digunakan itu secara lengkap dan memenuhi unsur-unsur sebagai hadis.
b. Dari hadis yang telah diteliti, ternyata hadis-hadis aspek fiqih yang digunakan dalam buku teks pokok Pendidikan Agama Islam kota Pekanbaru termasuk hadis dengan kualitas Shahih. Hadis yang dimaksud adalah hadis pada jalur sanad Imam Ahmad tentang adanya wali dalam pernikahan dengan kualitas hadis Shahih lidzatihi. .Hadis dengan kualitass Sahih ligairihi pada jalur sanad Abu Dawud dan ibnu Majah tentang thalak, serta hadis dengan kualitas Shahih lidzatihi pada jalur sanad an-Nasa’i, tentang pembunuh tidak dapat mewarisi harta dari yang membunuhnya. Dengan demikian, hadis-hadis tersebut dapat digunakan sebagai dalil/ hujjah dalam beramal. Namun pada hadis ketiga pada jalur sanad al-Nasa’i,tentang pembunuh tidak dapat mewarisi harta dari yang membunuhnya penulis temukan bahwa redaksi matan hadis yang ditampilkan berbeda dengan sumber aslinya. Kemudian dalam mengutip hadis-hadis tim penyusun buku teks pokok Pendidikan Agama Islam, tidak menjelaskan bagaimana kualitas hadis tersebut dan dalam mengutip hadits-hadits tidak secara lengkap, artinya tim penyusun buku teks pokok pendidikan Agama Islam hanya menulis sepotong-sepotong dari isi hadis yang dikutip, yang dalam istilah ilmu hadis disebut dengan hadis muqaththa’ah (hadis yang diambil sepotong-sepotong). Dalam ilmu hadis hadis muqat}t}a’ah tersebut  termasuk bagian dari hadis dhaif, karena tidak jelas sumbernya. Baik sanad atau matannya, tentunya dalam hal ini dapat dipahami bahwa tim penyusun buku teks pokok Pendidikan Agama Islam kota Pekanbaru bukanlah tokoh/ ahli dalam bidang hadis. Serta tidak mementingkan makna secara keseluruhan, tetapi cukup mengambil yang ia perlukan maksud dari potongan hadis, yang sesuai dengan pokok bahasan  dalam materi Pendidikan Agama Islam tersebut.
c. Dalam memberikan penjelasan terhadap hadis-hadis yang digunakan tersebut, tim penyusun buku teks pokok Pendidikan Agama Islam cendrung memahaminya secara makna tekstual saja, tanpa disertai pemahaman makna secara kontekstual. Pada hal ini sangat penting sekali untuk mengungkap apa sesungguhnya pesan hukum yang terkandung dari hadis tersebut.

Adapun karya-karya lain yangberada dalam koridor telaah Buku Teks Mmata Pelajaran Pendidikan Agama Islam adalah sebagai berikut :
1. Skripsi oleh Manarul Lubab yang berjudul “ANALISIS  KELAYAKAN ISI  BUKU TEKS  SISWA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI SMA/MA KELAS X KURIKULUM 2013 TERBITAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TAHUN 2014”. Naskah ini diajukan sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikkan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Walisongo Semarang pada tahun 2015.
Tulisan tersebut sekilas mirip dengan apa yang menjadi fokus kami. Akan tetapi ada satu perbedaan besar dalam variabelnya. Jika kami menilik buku yang sama dengan penulis skripsi ini, kami melakukan uji kelayakan berdasar pada kaidah ilmu musthalah hadits. Sedangkan bagi Lubab, ia meninjau kelayakan Buku tersebut dengan acuan Kurikulum 2013, yang berpedoman pada ketentuan 4 Kompetensi yang ditetapkan oleh BSNP. Wal hasil, jika dikatakan kami mereduksi ataupun menduplikasi sebagian ataupun keseluruhan isi ataupun metode.
Jika nantinya diketemukan sebuah gagasan yang searah, itu bukan berarti kami mengklaim bahwa itu sebuah ketidaksengajaan, akantetapi kami juga mengambil karya tulis ini sebagai bahan pertimbangan. Yang kami maksudkan adalah menguji seberapa layak buku teks tersebut mewakili khasanah intelektual Islam.  Sedangkan , bagi Lubab, ia memilih meninjau terfokus pada konsep dan definisi. Hal ini tentu sangat berbeda, maka dengan penuh suka, kami dapat melanjutkan pekerjaan ini agar tepat sasaran seperti yang diharuskan.

2. Skripsi yang ditulis oleh Zeni Hafidhotun Nisa’, dengan judul “Analisis Isi Buku Teks Pendidikan Agama Islam Untuk SMA ; Perspektif Kesetaraan Gender.” Naskah ini digunakan sebagai syarat memperoleh gelar S1 Pendidikan Islam pada Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta tahun 2010.
Dalam tulisan ini, Nisa’ mencoba melakukan literer studi, dengan pendekatan analysis content. Berdasar pengakuanya dalam Abstraks, ia memfokuskan kajian isi berupa ihwal keseteraan gender. Hal ini ia ambil dengan bermaksud untuk memberikab ruang gerak bbagi pelajar perempuan yang diharapkan adanya persamaan peluang didalam masyarakat. Hal ini sekali lagi bukanlah satu Koridor dengan apa yang hendak kami tuliskan disini. Namun, itu akan menjadi sebuah referensi yang bisa membuat lebih terarahnya penulisan ini.
3. Skripsi oleh Deasy Pratiwi Santoso yang berjudul “Pendidikkan Karakter dalam Pendidikan Agama Islam ; Telaah Buku Teks Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Untuk Kelas X Kurikulum 2013 Terbitan Erlangga.” Diajukan pada tahun 2015 guna memperoleh gelar sarjana Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta.
Dalam skripsi ini, Deasy menuliskan manfaat dan tujuan yang hendak dicapai adalah berkenaan pada Khazanah pendidikan karakter dalam buku teks. Ia tidak tertarik untuk membahas masalah Kode Etik ilmiah, yang membawanya panjang lebar secara terfokus pada ihwal Charracter Building. Hal ini ia sampaikan pada halaman latar belakang masalah, ketika ia memfokuskan diri pada kebijakan Kompetensi Pemerintag dalam Kurikulum 2013. Kompetensi itu ialah Sikap Keagamaan, Sikap Sosial, Sikap Pengetahuan, dan Sukap Keterampilan. Penulis mencoba menganalisa isi dari objek kajiannya apakah sudah memuat 4 kompetensi tersebut ataukah masih perlu revisi lagi.
4. Dan selain dari itu yang begitu banyaknya mengenai Study Kelayakan Buku Teks secara Komparatif antar penerbit, atau antara isi buku dengan ketentuan kurikulum.
Kemudian, jika kami menelusuri ihwal takhrij hadits, ada beberapa karya yang telah ditetapkan hak kepemilikannya oleh para Sarjana Islam di Indonesia. Adapun yang kami rujuk adalah sebagai berikut :
1. Makalah yang ditulis Nasrullah dengan judul “METODOLOGI KRITIK HADIS: (Studi Takhrij al-Hadis dan Kritik Sanad).” Makalah ini diterbitkan dalam Jurnal Hunafa Vol. 4 No. 4. Desember 2007 : 403-416.
2. Skripsi oleh Asep Badru Takim,  guna memperoleh gelar S1 Program Study tafsirHadits UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2010. Judul dari tulisan tersebut adalah “Tkhrij Hadis-Hadis Tafsir Al Mishbah ; Study Kritik Sanad dan Matan Hadis pada Surah Ar Rahman.”
Dalam tulisan ini, kami seolah terdorong dan merasa terdukung oleh si penulis naskah. Hal ini dikarenakan dalam Daftar Pustaka yang tertera pada Buku Teks Pelajaran PAI yersebut memuat judul buku Tafsir Al Mishbah karangan M. Quraish Shihab yang diterbitkan oleh Lentera Hati, Jakarta pada tahun 2002. Akan tetapi jika dirasa kami melakukan plagiasi atauun peniruan sepihak, maka hal ini agak kliru. Pasalnya,Takim hanya mengkaji 3 hadis dalam surah Ar Rahman yang disebutkam oleh QuraishShihab dalam tafsirnya. Sedangkan, setelah kami periksa pada Buku Teks PAI ini,tidak ada satu ayatpun yang dicantumkan dari surah Ar Rahman. Akan tetapi kesamaan antara penelitian kami dengan Takim ialah terletak pada hadits ketiga yang di takhrij oleh Takim. Kami melakukan hal yang sama, bahkan kami mengambil rujukan pada karya Takim ini dalam melakukan takhrij hadits ke 15 pada pembahasan kami yang kami ambil dari BAB IV halaman  dari buku Teks PAI yang kami kaji.
Maka sekali lagi, kami menggunakan karya Takim ini sebagai rujukan, dan akan secara terang-terangan kami merujuknya. Apa yang disebut plagiasi, sekiranya tidak ada yang menandakan bahwa karya ini adalah plagiasi. Mengapa kami mengklaim bahwa ini bukanlah plagiasi, dengan alasan :
Pertama, Takim hanya melakukan takhrij hadits terhadap 3 hadits saja, dan hanya satu yang sama dengan yang sedang kami kaji. Sedangkan kami melakukan penelusuran atas 54 hadis dalam Buku Teks PAI tersebut.
Kedua, Metode yang digunakan Takim adalah Takhrijul hadis dengan memberikan seluruh keterangan dan ihwal sanad dalam kajian hadisnya. Sedangkan, kami melakukan metode tarjih, dengan melakukan verifikasi atas rujukan yang dipakai oleh penulis naskah Buku Teks PAI tersebut.
Ketiga, Takim melakukan penelitian yang diguakan untuk memberi keterangan deskripsi, yaitu dengan mencari rujukan matan hadis yang ada. Sedangkan, kami melakukan verifikasi kejujuran dan Kebenaran data yang tertera dalam Buku Teks sesuai kaidah Pedoman Pengutipan.

BAB I PENDAHULUAN STUDI HADIS



3. IDENTIFIKASI MASALAH DAN RUANG  LINGKUP PEMBAHASAN.
Sebuah masalah memang seharusnya dipelajari, di fahami, dianalisa dengan secara secermat mungkin. Tak ada sebuah penyakit bila dokter tidak melakukan diagnosa terlebih dahulu. Dalam kaedah ilmiah, identifikasi masalah  sangat diperlukan sebagai titik awal penempatan fokus kajian yang akan dilakukan. Maka agar tulisan yang kami buat ini lebih terarah dan sentral, kami memilih untuk menelaah isi dari Buku Teks Mata Pelajaran Pendidikkan Agama Islam Kurikulum 2013 Untuk Kelas X Kemendikbud RI cetakan Pertama tahun 2014 yang pada saat membaca materi sebagai syarat menyiapkan diri mengikuti ujian Semester dan Ujian Sekolah Tahun 2016, kaami mendapatkan beberapa keganjilan.
Dalam buku tersebut, seperti ditulis oleh Pengarang pada hal. 3 disebutkan,
“Manusia adalah makhluk yang sering lupa dan sering berbuat kesalahan. ‘Al insanu mata’ul khatha’ wan nisyan.’ Demikian sebuah hadits yang artinya “manusia tempatnya salah dan lupa.”

Pada kala itu kami pernah mendengar sebuah kajian di Majelis Tafsir AlQuran asuhan Drs. Ahmad Sukino melalui radio bahwa itu adalah hadits palsu. Sampai pada hari ini, kami mencoba mencari dalam berbagai referensi kitab hadits baik itu shahih, dhaif dan bahkan maudhu’, kami tidak menemukan satupun riwayat. Syaikh Al Albani dalam Silsilah Adh Dhaifah tidak kami temukan riwayat itu. Begitu pula ketika kami membuka Mi’ata  min Ahadits alaas Sunnah karangan Syaikh Ihsan Al Utaibiy (murid dari Syaikh al Albani), tidaklah kami menemukan riwayat atas matan hadits tersebut.
Dari hasil penelitian kami, kami menemukan sebuah tulisan yang ditulis oleh Drs Musadat Masykur, Kepala SD Hj Isriati Baiturrahman 2 Semarang bahwa matan tersebut adalah Pepatah.  Entah itu memang dari orang Arab ataukah seorang Indonesia yang mengatakan dalam bahasa Arab, tidak disebutkan. Namun yang jelas, itu bukan lah hadits. Adapun bila memang itu datangnya dari Negeri Arab, kemungkinan yang kami presiksi juga mustahil, hal ini karena dalam Kamil Dhuafa karya al Uqailiy tidak disebut, dalam Al Madhkhal al Baihaqi juga tidak disebutkan, demikian pula dalam Fawaaid al Majmu’ah karya al Qadhi asy Syaukani, atau juga ‘ilalul Masnu’ah karya asy Syuyuthi tidak kami temukan matan hadits tersebut. Bahkan, dari buku Kumpulan hadits dhaif yang digoreskan oleh para ahli hadits terdekat seperti Silsilah Adh Dhaifah yang masyhur sebagai kitab kritik hadits era modern tidaklah menyebutkan matan tersebut.
Memang, kita bisa memaklumi bahwa memang ungkapan itu telah masyhur sebagai ungkapan motivasi dalam menghadapinrealitas sosial. Hal itu tidaklah mengapa, bila hanya sebatas ungkapan anonim bebas. Namun, ada satu hal yang perlu diperhatikan dalam hal estafet ilmu. Allah swt berfirman : “...dan ucapkanlah perkataan yang benar.” (QS al Ahzab : 70). Maksud dari ayat ini adalah agar seseorang mengatakan sesuatu itu dengan jujur, meskipun itu akan menyakitkan. Didalam buku Teks Mata Pelajaran PAI tersebut juga kami menemukan pada bab ke 3 tentang kejujuran. Bahwa artindari jujur ada 4, yaitu pertama, Kesesuaian antara perkataan dan perbuatan. Kedua, kesesuaian antara informasi dan kenyataan. Ketiga, ketegasan dan kemantapan. Terakhir, Seauatu yag baik yang tidak dicampuri kesuataan.
Dari pengertian jujur tersebut, kita bisa mengambil generalisasi bahwa semua berita, jika memang antara informasi dan kenyataan adalah sesuai, maka itulah kejujuran. Sebaliknya, jika informasi telah diberikan, namun masih ada sebuah keganjilan, maka kami mencoba melakukan setidaknya 3 hal, yaitu Menyelidiki sampel yang dapat mewakili dari seluruh populasi, mengambil sampel dari beberapa bentuk informasi agar dapat bervariasi, dan terakhir adalah tetap memperhatikan fenomena yang agak ganjil secara umum maupun khusus. Dari situ, kami juga menemukan beberapa bentuk kesalaham yang telah secara singkat kami mengkalim bahwa Informasi yang disampaikan adalah tidak sesuai dengan kenyataan.
Sebuah contoh tegas adalah bahwa penulis memberikan infor.asi pada BAB ke 11, pada rubrik Membuka Relung Hati,
“Rasulullah  menyatakan  bahwa  orang-orang  yang  menuntut  ilmu  sama  besar pahalanya dengan  orang  yang berjihad  di  jalan  Allah.  Bahkan  ia  memerintahkan  agar menuntut ilmu tidak hanya dilakukan di negeri terdekat saja, tetapi ia memerintahkan mencari  ilmu  walau  harus  dengan  jarak  yang  sangat  jauh.  “Carilah  ilmu  hingga  ke negeri  Cina!”  Demikian  sabdanya  sebagai  motivasi  kepada  umat  Islam  untuk  selalu bersemangat dalam menuntut ilmu.”
Sekilas memang itu sebuah informasi yang mampu membangun jiwa yang besar terhadap umat Islam, namun sayangnya ada keganjilan pada tulisan, “Carilah ilmu hingga ke negeri Cina!’ Demikian sabdanya....” Itu menunjukkan informasi tegas bahwa sabdanya adalah merujuk pada ucapan Agung Nabi Muhammad saw. Kami menemukan bahwa informasi itu agak ganjil, pasalnya ketika kami membuka buku karya Syaikh Ihsan bin Muhammad al Utaibi, pada hadits ke 51, disebutkan bahwa hadits itu Maudhu’. Lantas,bagaimana lafazh itu dikatakan maudhu’ ??
Adalah Imam Ibnul Jauzi yang menulis kitab Al Maudhuat ( ) pada juz 1 halaman 215 yang dinukil oleh Syaikh al Utaibi telah menyebutkan lafazh tersebut. Kemudian, al Utaibi juga merujuk pada kitab Tartiib al Maudhuat karangan Imam Adz Dzahabi yang menyebutkan hadits tersebut. Rujukan lainnya adalah kitab Al Fawaaid al Majmuah karangan Qadhi asy Syaukanie pada halaman 852. Selain itu, setelah kaami melakukan penelitian lebih lanjut, kami menemukan sebuah data yang ditulis oleh al Uqailiy yang juga meriwayatkan lafazh tersebut dalam kitabnya adh Dhuafa, bahwa lafazh (yang dikalim) hadits tersebut sangat fatal kesalahannya. Untuk lebih lengkapnya bahwa lafazh yang diklaim hadits Nabi tersebut adalah palsu akan kami bahas pada BAB ke IV pada tulisan ini.
Dari dua contoh tersebut, kita bisa menarik hipotesa sementara bahwa si penyedia naskah Buku Teks Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam daan Budi Pekerti Untuk Kelas X Kurikulum 2013 Kemendikbud RI adalah setidaknya berada dalam dua hal, pertama, ia termasuk dari orang yang berdusta. Hal ini disebabkan ketika si penulis memberikan informasi dengan tegas tulisan “sabda”, maka dengan tanpa penjelasan bahwa itu ucapan, bukan taqrir dan bukan minal af’alu Nabi saw. Akan tetapi kami menemukan bahwa lafazh tersebut tidak dikenal dari Nabi saw. Para peneliti hadits telah menganalisa dengan pendekatan musthalah hadits bahwa apa yang dikatakan dari Nabi saw adalah bukan sebuah kejujuran. Maka, agaknya bisa saja kami sebut si penulis telah melakukan kesalahan fatal kkarena tidak memperhatikan sabda Nabi Muhammad saw :
Argumen kami yang selanjutnya ialah barangkali si penulis adalah orang yang kurang mengerti akan hadits, pasalnya, apa yang masyhur dikenal oleh para ahli ilmu pengetahuan keislaman, hadits ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw baik itu berupa perkataan, perbuatan, maupun persetujuan dengan membiarkan orang lain melakukan sesuatu. Mengapa kami mengatakan ini, jelaslah bahwa mungkin saja si Penulis belum begitu serius dalam belajar Islam. Artikel,makalah, bahkan karya ilmiah yang telah membahas keganjilan akan hadits ini sangatlah banyak. Syaikh bin Baz rh didalam Majmu Fatawa nya telah sedikit membahas tentang lafazh tuntutlah ilmu ke negeri china, ia menjelaskan bahwa itu adalah Mursal (palsu).  Bahkan, Abdullah bin Taslim telah meneliti hadits tersebut secara detail dengan kesimpulan itu bukan sabda Nabi saw.  Abu ubaidah As Sidawi juga telah menulis tentang hadits ini sepanjang 14 halaman dengan pembahasan detail bahwa hadits ini batil.
Argumen terakhir, adalah bahwa si Penulis adalah orang yang munafik -mohon maafa apabila terlalu keras pada argumen ini- mengapa ?
Dengan asumsi bahwa si Penulis adalah orang yang cukup mengerti ihwal hadits, juga katakan saja bahwa ia juga telah membaca rujukan kami untuk menyebut bahwa hadits tersebut adalah palsu. Maka jelaslah sabda Nabi saw.  مَنْ حَدَّثَ عَنِّي بِحَدِيثٍ يُرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبِينَ yang artinya, “barangsiapa yang mengatakan dariku dan ia melihat bahwa itu adalah kebohongan, maka ia termasuk dari pembohong.” berlaku bagi dirinya. Hal itulah yang kemudian membawa kaami pada sebuah penghakiman bahwa si penulis melupakan apa yang ia tulis sendiri pada BAB ke 3 yaitu bahwa mengatakan sesuatu yang jujur. Begitulah pentingnya jujur, sehingga Nabi saw membawakan risalah firman Allah Swt.
 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allâh dan jadilah bersama orang-orang yang jujur.[ at-Taubah/9:119]

Ahmad Fais Asifuddin telah membahas perihal kejujuran ini dan membawakan sebuah hadits Shahih Nabi saw. عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ : yang artinya “hendaknya atas kalian jujur..” Sebuah penekanan yang amat sangat dari Nabi saw untuk berlaku jujur, yaitu memberikan konsekuensi antara peristiw yang benar-benar terjadi di waktu yang berlalu dengan apa yang diucapkannya sekarang.
Memanglah,kamipun juga mengamini apa yang ada dibennak si penulis, pasalnya mungkin saja ia telah berpuluh tahun mendengar ceramah-ceramah, membaca tulisan-tulisan yang menyertakan kata-kata, Nabi saw bersabda : “tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri Cina.” Kami sendiri begitu familiar dengan hal ini, bahkan mungkin saja si penulis mendapat sumber ini dari beberapa modul pembelajaran di tingkat SMP, SMA dan ataupun di tingkat Perkuliahan.
Seorang yang disebut sebagai Cendekiawn Muslim Indonesia, yang pernah menjabat sebagai Dewan Pakar Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia, bahkan begitu lemahnya ketika mengambil dalil bahwa Sabda Nabi saw tentang anjuran untuk menuntut ilmu ke negeri Cina sebagai dasar faham kontroversialnya. Jikalau memang ia berada dalam koridor Cendekiawan, itu artinya sang Teknokrat dalam literatur Uslam,  namun mengapa hal yang sudah masyhur ini ia tidak memperhatikannya ?
Demikian sekecil problem yang hendak kami klarifikasi. Ketika selanjutnya kami masuk lebih jauh kedalam seluruh Materi yang dis sediakan oleh si Penulis, kami berharap untuk mendapatkan data yang lebih banyak yang serupa dengan apa yang kami sebutkan diatas. Hal itulah yang akan kami gunakam sebagai acuan untuk menjawab hipoteaa kami bahwa si Penulis telah melakukan pelanggaran Kode Etik Ilmiah dan telah melakukan pencemaran Nama Baik Nabi Muhammad saw dengan menyebut bahwa Nabi saw mengatakan sesuatu, padahal secara ilmu musthalah hadits, tidak pernqh terdengar perkataan itu dari Nabi saw.

PENDAHULUAN STUDI HADITS



2. LANDASAN TEORETIS
Landasan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mengacu pada alas, atau tumpuan. Sedangkan Teori dalam kamus yang sama menyatakan pendapat dengan didasari atas penyelidikan. Sedangkan Wikipedia telah menebitkan sebuah tulisan tentang hal ini. Teori  adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah. Labovitz dan Hagedorn mendefinisikan teori sebagai ide pemikiran “pemikiran teoritis” yang mereka definisikan sebagai “menentukan” bagaimana dan mengapa variabel-variabel dan pernyataan hubungan dapat saling berhubungan
Buku  memiliki  peranan  penting  dalam  proses   pembelajaran  dan pengembangan  ilmu  pengetahuan.  Buku  merupakan  salah  satu  sumber  bahan  ajar. Ilmu  pengetahuan,  informasi,  dan  hiburan  dapat  diperoleh  dari  buku,  oleh  karena itu,  buku  merupakan  komponen  wajib  yang  harus  ada  di  lembaga  pendidikan  baik lembaga  pendidikan  formal  maupun  nonformal.  Buku  teks  pelajaran  sekolah mempunyai  peranan  penting  dalam  pembelajaran.,  sehingga  dalam  penyusunan sebuah  buku  teks  pelajaran  harus  ada  beberapa  aturan  yang  harus  dipenuhi  oleh seorang  penulis  buku  teks  pelajaran.  Aturan-aturan    tersebut  telah  dibahas  secara rinci  oleh  Badan  Standar  Nasional  Pendidikan  (BSNP),  yakni  sebuah  badan  yang bertugas menilai kelayakan pakai suatu buku teks  pelajaran.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Permendiknas)  Nomor  11  Tahun  2005  mengatur  tentang  fungsi, pemilihan,  masa  pakai,  kepemilikan,  pengadaan,  dan  pengawasan  buku  teks pelajaran.  Menurut  Peraturan  Menteri,  buku  teks  pelajaran  adalah    buku  acuan wajib  untuk  digunakan    di  sekolah  yang  memuat    materi    pembelajaran    dalam  rangka    peningkatan    keimanan    dan  ketakwaan,  budi  pekerti    dan  kepribadian, kemampuan     penguasaan  ilmu  pengetahuan  dan  teknologi,  kepekaan  dan  kemampuan  estetis,  potensi  fisik    dan  kesehatan  yang  disusun    berdasarkan  standar  nasional    pendidikan.  Buku  teks  pelajaran    berfungsi  sebagai  acuan  wajib  oleh guru   dan peserta  didik dalam proses pembelajaran.  
Salah  satu  faktor  penentuan  keberhasilan  guru  dan  siswa  dalam menggunakan  buku  teks  ditentukan  oleh  kualitas  buku  ajar.  Dalam  pengukuran kualitas  buku  teks  harus  diperhatikan  aspek-aspek  penting  yaitu  kesesuaian muatan  materi  dengan  kurikulum,  keruntutan  materi,  kedalaman  dan  keluasan materi.  Apabila  buku  teks  yang  digunakan  siswa  kesesuaian  materi  dengan kurikulumnya  rendah  maka  kompetensi  yang  diharapkan  sulit  dicapai.  Ditambah lagi  apabila  banyak  mengandung  kesalahan  konsep  dan  kesalahan  bahasa  maka akan  berakibat  perbedaan  pemahaman  dari  pemahaman  siswa  dengan  apa  yang dimaksudkan  dalam  buku  teks,  sehingga  akan  mempengaruhi  pola  pikir  siswa dalam  menerima  pengetahuan  berikutnya  dan  sangat  sulit  diluruskan  kembali karena  dalam  pemikiran  siswa  biasanya  bersifat  permanen  (tetap).  Hal  ini  akan terjadi  jika  guru  cenderung  menganggap  keseluruhan  buku  itu  benar  dan menerima  apa  adanya  tanpa  menganalisis  terlebih  dahulu  isi  materi  buku  teks tersebut.
Buku Teks Mata Pelajaran Pendidikkan Agama Islam Untuk Kelas X Kurikulum 2013 Kemendikbud RI telah memuat sebuah berita kebohongan tentang hadits Dhaif dan Mursal. Di buku tersebut juga melupakan kode Etik Pengutipan Ilmiah, bahwasanya ketika penulis   penulis memberikan materi yang memuat hadits yang tidak disebutkan takhrijnya. Apa yang seluruhnya disampaikan tidaklah dapat dipertanggungjawabkan keotentikannya, hal ini dikarenakan dalam seluruh kutipan hadits, hanya menyertakan teks hadits berbahasa Arab dan di akhiri dengan maraji’ Imam Penulis Kitab Hadit,misalnya (HR Al Baihaqi). Memanglah ini sudah mencakup bahwa hadits yang dikutip adalah bersumber dari karya tulis Imam Al Baihaqi, akan tetapi jika kita melihat kepada khasanah sejarah hadits, kita bisa menemukan bahwa sl Baihaqi telah menukis beberapa kitab yang didalamnya memuat kumpulan hadits. As Subki memberi komentar bahwa Sunanul Kubra adqlah kitab yang tidak tertandingi oleh kitab lainnya dari segi susunan. Adapun kitab lainnya ialah Syu’abul Iman, Al Madkhal ilaa Sunatil Kubra, Thala’il an Nubuwah. Ini tentu menjadi rancu ketika penulis menyebutkan bahwa yang meriwayatkan adalah Al Baihaqi.
Memanglah semasa tingkat SMA,peserta didik belum begitu ditekankan akan sebuah Etika Ilmiah dan Pedoman Pengutipan Referensi. Akan tetapi kita hendaknya untuk lebih peduli pada anak-anak yang terlibat dalam dunia Kelompok Ilmiah Remaja. Pasalnya, jika diantara mereka ada yang tanggap akan Etika Ilmiah, barangkali akan mengajukan pertanyaan, darimana sumber hadits itu ? Memanglah benar jika ketika dikatakan diriwayatkan oleh Al Baihaqi, maka Karya Tulis Al Baihaqi yang menjadi sumber rujukan si Penulis. Jika misalnya peserta didik memiliki kitab Syu’abul Iman, ia pasti akan mencarinya dirumah tentang hadits itu. Lantas, ketika dalam Syuabul Iman tidak diketemukan, pastilah yang terjadi si peserta didik akan menyanggah Pengajar. Al Baihaqi tidak menemuliskan itu. Yangvterjadi adalah akan terjadi konflik dari Siswa dan Guru, ketika sang guru juga tidak begitu lihai memahami dimana letak sumber hadits itu. Barangkali si Penulis mengambil kitab Sunanul Kubra, atau Al Madkhal ilaa sunnatil Kubra, sudah tentu akan terjadi kejanggalan.
Dalam slide  yang di berikan oleh Muhamad A. Martoprawiro, Ph.D  menyebutkan ada 5 Point yang menjadi Kode etik Ilmiah. Yaitu, Kejujuran, Kebenaran Ilmiah, Keboleh ulangan, Penghargaan atas karya orang lain, dan Penghargaan terhadap sesama dan alam sekitar. Darinpoint ini, kembbali pada analogi di atas, maka seolah Buku Teks Mata Pelajaran Pendidikkan Agama Islam dan Budi Pekerti Kurikulum 2013 Untuk Kelas X kurang memperhatikan hal ini. Hal ini perlu adanya sebuah tindakan yang mengarahkan si Penyedia naskah Buku Teks untuk lebih menjaga kode etik ilmiahpada setidaknya pada 3 point yang disebutkan oleh Martoprawiro, yaitu Kebenaran Ilmiah, Kejujuran, dan Penghargaan atas Karya Orang lain. Dengan ketiga Kode Etik itu, sekiranya bagi para penulis lain agar memperhatikannya.
Kejujuran, secara leksikal merupakan sufat jujur, ketulusan,dan kelurusan. Adapun jujur sendiri diartikan benar, tidak berbohong, tidak curang, sesuai dengan aturan, tulus, dan ikhlas. Jujur atau kejujuran mengacu pada aspek karakter, moral dan berkonotas atribut positif dan berbudi luhur seperti integritas, kejujuran, dan keterusterangan, termasuk keterusterangan pada perilaku, dan beriringan dengan tidak adanya kebohongan,penipuan, perselingkuhan, dll Selain itu, kejujuran berarti dapat dipercaya, setia, adil, dan tulus.  Kejujuran dihargai di banyak budaya etnis dan agama " Kejujuran adalah kebijakan terbaik" adalah pepatah dari Benjamin Franklin. Namun, kutipan "Kejujuran adalah bab pertama dalam buku kebijaksanaan" tersebut diberikan untuk Thomas Jefferson, seperti yang digunakan dalam sebuah surat kepada Nathaniel Macon
Bahkan sekiranya apa yang kami lihat dari pernyataan Dr Marzuki M.Ag, bahwa “Karakter  yang  paling  “mahal”  sekarang  ini  barangkali  adalah  kejujuran.  Mengapa demikian?  Kita  semua  tahu  betapa  sulitnya  menemukan  kejujuran  itu.”  Kejujuran menjadi sebuah barang yang perlu untuk dimiliki setiap orang. Tak terkecuali seorang yang terlibat dalam dunia akademik. Seorang pengajar, penyusun materi dan pendidik di ruang lingkup lembaga pendidikan diberikan beban agar memiliki 4 kompetensi dasar, yaitu kompetensi Pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi sosial dan kompetensi Kepribadian. Ini telah termaktub dalam Permendikbud RI no 16 tahun 2007 tentang standar Kualifikasi dan  Kompetensi Guru. Dari keempat kompetensi itu telah dijabarkan pada peraturan terdahulu yaitu UU no 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Pada PP no 74 tahun 2008 disebutkan kompetensi personal dari Pihak Pendidik adalah harus memiliki sebanyak 12 item yang pada oint ke 9 ialah jujur, kemudin pada point ke 10 disebut Sortif dan pada point ke 12 dibebankan agar meningkatkan kualitas diri dengan mengambangkannya secara berkelanjutan. Dari ketiga point tersebut dapat mewakili bagaimana seharusnya seorang yang terlibat dalam lembaga pendidikkan membawa angin segar terhadap metode estafet ilmu dengan cara meninggalkan keraguan menuju pada kejelasan.
Sebagai seorang yang terlibat dalam khasanah estafet ilmu pengetahuan keislaman, ihak penyedia naskah Buku Teks Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam seharusnya memperhatikan kode etik ilmiah dan kode etik pendidikan. Terkhusus untuk Pihak Penyedia Naskah -yang akan menjadi rujukan wajib bagi pihak pengajar di lembaga pendidikan – telah ada ketentuan yang mengikat dari Kemendikbud. Dalam Panduan Pengusulan Hibah Buku Teks Perguruan Tinggi Tahun 2013  telah disebutkan ada 12 kelemahan yang harus ditanggulangi oleh para penulis buku. Dari ke 12 masalah tersebut, kami melihat ada sebuah point yang sangat riskan untuk ditinggalkan. Pada point ke 12, disebut penyedia naskah kurang merujuk pada penelitian dalam negeri yang itu mengakibatkan kerancuan isi yang telah tersebar dalam penelitian di Indonesia. Pada point ke 8,disebut adanya naskah yang kadangkala hanya menjoplak tanpa memperhatikan HKI. Ini tentu menjadi bahan perti.bangan bagi penyedia Naskah Buku Teks agar lebih memperhatikan asas dan ketentuan dalam pengadaan Buku Teks Mata Pelajaran.
Sebuah  riset  yang  dilakukan  Sri  Redjeki  (Jamaludin,  2009)  menunjukkan    bahwa buku-buku  yang  dikonsumsi  pelajar  Indonesia  50  tahun  tertingggal  dari perkembangan  terbaru  sains  modern.  Buku  teks  pelajaran  yang  digunakan    di sekolah-sekolah  harus  memiliki  kebenaran  isi,  penyajian  yang  sistematis,  penggunaan bahasa   dan  keterbacaan  yang  baik, dan grafika   yang   fungsional.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Bunga Mulhayati tersebut, pada catatan manfaat penelitian, ia mengharapkan agar penelitian itu bisa membawa siswa  memiliki  sikap  kritis  dalam  menyikapi  segala sesuatu.  Jika  ia  menemukan  konsep  yang  tidak  jelas,  kurang  dipahami  dan membingungkan  dari  dalam  buku  teks  yang  dibacanya,  hendaknya  ia  segera menanyakan   kepada  guru  atau  ahlinya  atau  dapat  pula  dengan  mencari  dan membandingkannya  dengan sumber  yang  lainnya. Kemudian bagi Penerbit Buku, ia menulis,  “Diharapkan  agar  penelitian  ini  berguna  bagi  para  penulis  buku  dan penerbit  agar  lebih  hati-hati  dalam  proses  pembuatannya,  mulai  dari  penyusunan, editing,  cetak  dan  pemeriksaan  sebelum  buku  teks  tersebut  beredar  luas  di pasaran.  Jika  memang  terdapat  kesalahan,  diharapkan  agar  segera  melakukan koreksi  dan  revisi  untuk  mencegah  hal-hal  yang  tidak  diinginkan  terutama  yang menyebabkan miskonsepsi bagi para  pembacanya.”
Dari telaah yang dilakukan oleh Bunga, kami menemukan adanya jalur bahwa ia meninjau korelasi antara naskah Buku Teks dengan ketentuan kurikulum yang berlaku. Namun, kami menenjau penelitian ini dari aspek Tkhrijul Hadits. Dimana sebuah kejujuran yang diwajibkan oleh setiap pembawa materi Hadits Nabi saw adalah adanya korelasi yang tepat antara lafal hadits dan perawi hadits. Artinya, jikalau seorang penulis mengutip teks dari suatu karya ilmiah, maka diwajibkan bagi si penulis ini agar memberi keterangan yang jelas akan sumbernya.
Dalam Modul Panduan Pengutipan London School of Public Relations Jakarta (2014) Disebutkan pada awal pembahasan, “Semua sumber harus selalu disebutkan setiap kali dikutip,... hanya pengutipan pertama yang disebutkan dengan mencantumkan tahun publikasi.  Di dalam pengutipan berikutnya, hanya perlu mencantumkan nama pengarang  (dengan nomor  halaman  jika diharuskan).” Ini tentunakan menjadi pertimbangan bagi setiap penulis ilmiah untuk lebih berhati-hati dalam menuliskan karya  ilmiah yang dalam hal ini mencakup ilmu hadits.
Dalam Buku Teks Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Untuk kelas X kurikulum 2013 Kemendikbud RI tahun 2014 dalam mengeluarkan hadits hanya berupa kutipan “Nabi Saw Bersabda :’...’ (HR si Fulan)”. Pengutipan seperti ini dalam dunia ilmiah tidaklah etis,sebab, seperti yang kami sebutkan diawal, bahwa seorang ulama ahli hadits tidak haanya menulis satu buah buku yang berisi kumpulan hadits. Ada banyak sekali ulama yang telah menghasilkan ihwal pengumpulan hadits di lebih dari satu judul buku.
Ketika kami melihat para penulis naskah buku di era sekarang, terkhusus yang mencantumkanlafal hadits Nabi saw,  terdapat kesalahan mendasar yang perlu diperhatikan. Imam Bukhari (Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah asy Syafii al Bukhari w.256 H) dalam kurun waktu  40 tahun telah menulis beberapa kitab, diantaranya  Al Jamius Shahih al Musnad min Haditsi Rasulullah wa Sunatihi wa Ayyamihi yang kemudian dikenal Shahih Bukhari,   al-Adabul  Mufrad,  at-Tarikh  ash-  Shaghir,  at-Tarikh  al-Kabir,  at-Tarikh  al-Ausath,  Khalqu  Af'ali  al-'Ibad,  juz  fi  al-Qira‟ah khalfal Imam.
Imam Muslim (Muslim bin Al Hajaj bin Muslim al Qusairy an Naisaburiy w. 271 H) selama kurun waktu 40 an juga, dia telah menulis beberapa kitab, diantaranya Al Jamius Shahih, Al ‘Ilal, Kitab al Aqran, Kitab man Laisa Lahu Illa Rawin Wahid, Kitab Awhamul Muhaditsin, dan lainya. Ini tentu jikaditulis (HR Muslim), kitab yang mana yang dirujuk, perlu peninjauan ulang kembali.
Imam At Tirmidzi, (Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa as Sulamiy at Tirmidzi. w. 279 H) Ketika dituliskan diriwayatkan oleh at Tirmidzi, maka akan sedikit rancu, dimanakah letak rujukan itu, apakah di Kitabul Jami’, Kitab Syamail an Nabawiyah, Kitab az Zuhud, kitab Tarikh, atau bahkan yang srlain itu.
Imam Al Baihaqi (Abubakar Ahmad bin Husain bin Ali bin Abdullah al-Baihaqi. w.458 H), seorang yang terkenal dengan kitab Sunanul Kubra yang oleh as Subki dikatakan,”Kitab yang tidak ada yang lebih baik dalam hal susunannya.” Para penulis era sekarang sering memakai lembar kutipan berupa, (HR al Baihaqi), ketika hal itu diterima, seolah tidak ada kejelasan, apakah akan bertemu pada kitab As Sunanul Kubra, Syu’abul Iman, Ma’rifatus Sunnah wal Atsar, Dala’il al-Nubuwwa, Al-Arb`un al-Sughra, Fada’il al-Awqat, Tarikh Hukama al-Islam.
Inilah yang kami maksud hal yang agaknya kliru dalam ihwal pengutipan rujukan. Sebagaimana dijelaskan dalam Modul Panduan Pengutipan London School of Public Relations (2014) bahwa dengan jelas disebutkan,
Pengutipan di dalam teks bisa meliputi kutipan langsung, pernyataan yang diparafrase, rangkuman, dan sintesis. Semua sumber harus selalu disebutkan setiap kali dikutip, kecuali ketika pengutipan dilakukan di dalam paragraf yang sama. Ketika suatu sumber muncul lebih dari satu kali di dalam paragraf yang sama, hanya pengutipan pertama yang disebutkan dengan mencantumkan tahun publikasi.  Di dalam pengutipan berikutnya, hanya perlu mencantumkan nama pengarang  (dengan nomor  halaman  jika diharuskan).  Perlu diperhatikan  bahwa  hanya  nama belakang/nama keluarga pengarang yang dipakai dalam pengutipan sumber.

Ketika kami melihat pada daftar pustaka dari Buku Teks Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Untuk Kelas X Kurikulum 2013 Kemendikbud RI, kami menemukan hanya ada 3 Kitab hadits yang menjadi rujukan bagi Tim Penyusun, yaitu Musnad Imam Ahmad bin Hambal, Sunan At Tirmidzi dan Sunan Ibnu Majah. Setelah kami memeriksa setidaknya ada 54 kutipan hadits, kami menemukan hanya ada 5 Hadits yang dirujukan pada Kitab Hadits Imam Ahmad, 5 Hadits dari Imam At Tirmidzi dan 4 Hadits dari Imam Ibnu Majah. Untuk selebihnya, kemungkinan yang terbesar adalah mengcopy dari susunan karya-karya penulis yang dijadikan rujukan, seperti Wawasan al Quran karya Quraish Shihab,  Ihya Ulummudiin (Ringkasan, edisi Indonesia), Tafsir al Azhar karya Dr. Hamka, tafsir Al Maraghi, Asbabun Nuzul (edisi Indonesia) karya Asy Syuyuthi, Atau yang selainnya.

PENDAHULUAN STUDI HADITS



1. LATAR BELAKANG MASALAH
Setelah pada hari Senin, 13 Rabi’ul Awwal tahun 11 H atau yang bertepatan dengan 8 Juni 632 M,  telah terjadi berbagai peristiwa yang tak akan pernah dilupakan oleh umat manusia Dunia. Tepat tanggal 10 Dzulhijjah tahun 10 H /9 Maret 631 M, Nabi Muhammad saw membuat - seorang tokoh yang ditempatkan oleh Michael H Hart pada posisi ke 51 dalam daftar orang yang paling berpengaruh sepanjang sejarah – Umar bin Al Khaththab (bin Nufail bin Abdul Izzy bin Rabah bin Qirath bin Razah bin Adi bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr (Quraisy) bin Malik bin Nadhar bin Kinanaah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas Mudhor bin Nizaar bin Ma’ad bin Adnan  bin Udd bin Udad bin Muqowam bin Nahur bin Tairakh bin Ya’rub bin Yasyjub bin Naabit bin Nabi Ismail bin Nabi Ibrahim as bin Taraakh bin Nahuur bin Syarukh bin Arghu bin Falakh bin Aibar (Nabi Hud as)  bin Syalaakh bin Arfakhsyad bin Saam bin Nuh as bin Lamaak bin Mattusyalkho bin Khanuukh (Nabi Idris as) bin Yard bin Mahlaayiil bin Qainan bin Yanusy bin Syith bin Adam as.)  menangis tersedu-sedu. Apa yang membuat Umar bin Khatthab menangis ? Ialah sebuah kenyataan yang harus ia terima, bahwa Nabi Muhammad saw akan kembali keharibaan Allah swt. Umar bin Khatthab mengatakan, “sesungguhnya tidak ada lagi sesudah Kesempurnaan melainkan Kekurangan.” Kejadian itu terjadi beberapa waktu setelah Nabi saw melakukan haji pertama dan terakhir, yaiaitu Haji Wada’ dan menyampaikan surat  Al Maaidah ayat 3. Umar bin Al Khattab mengatakan hal tersebut karena ia mengetahui bahwa ini adalah hari-hari terakhir kehidupan Nabi saw. Tugas utama dari Nabi Muhammad sawadalah muntuk menyampaikan wahyu, maka jika sang penyampai Wahyu itu telah tiada, itu berarti menandakan akan terhentinya risalah wahyu. Inilah yang dikatatakan oleh Umar sebagai Kekurangan.
Begitu sedihnya para sahabat ketika mendengar ucapan Nabi saw di hari Jum’at Haji Wada’, banyak yang tak kuasa menanhan air mata. Bahkan Abu Bakar as Shidiq ra menangis didalam kamarnya karena mendengar isyarat Nabi saw “Pelajarilah tata cara Hajiku. Barangkali Aku tidak akan melihat kalian lagi setelah tahun ini.”  Kisah tentang Abu Bakar r.a. menangis telah sampai kepada para sahabat yang lain, maka berkumpullah para sahabat di hadapan rumah Abu Bakar r.a. dan mereka berkata: "Wahai Abu Bakar, apakah yang telah membuat kamu menangis sehingga begini sekali keadaanmu? Sepatutnya kamu berasa gembira sebab agama kita telah sempuma." Mendengarkan pertanyaan dari para sahabat maka Abu Bakar r.a. pun berkata: "Wahai para sahabatku, kamu semua tidak tahu tentang musibah yang menimpa kamu, tidakkah kamu tahu bahwa apabila sesualu perkara itu telah sempuma maka akan kelihatanlah akan kekurangannya. Dengan turunnya ayat tersebut bahawa ianya menunjukkan perpisahan kila dengan Rasulullah s.a.w. Hasan dan Husin menjadi yatim dan para isteri nabi men-jadi janda."
Sejak saat itulah seperti sebuah titik tolak perkembangan Islam. Abu Bakar as Shidiq ra ketika menangis, ditanya oleh para sahabat lain, kemudian ia menjawab, bahwa ketika Nabi saw mengatakan hal itu, itu berarti setelah itu tidak akan ada lagi wahyu yang akan turun. Risalah Islam telah sempurna dan tidak akan ada lagi seorang Nabi yang akan hidup di Dunia, sebagaimana sabda Nabi saw
وإنه سيكون في أمتي كذابون ثلاثون كلهم يزعم أنه نبي وأنا خاتم النبيين لا نبي بعدي

“Sesungguhnya kelak akan muncul di tengah-tengah umatku tiga puluh orang pendusta besar, masing-masing mengaku bahwa dia adalah nabi. Akulah (Muhammad) penutup para nabi dan tidak ada nabi lagi setelahku.”
ini shahih, diriwayatkan oleh Imam Abu Daud (4252) dan At Tirmidzi (2219).

Hal ini sebagai penguat atas Firman Allah swt
كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ

“Bukanlah Muhammad adalah bapak kalian. Akan tetapi ia adalah Rasulullah dan penutup para Nabi.” (QS Al Ahdzab :40)
Di hari-hari terakhir kehidupan Nabi saw ini para Sahabat seperti kehilangan arah, sebelum terjadi pada tepat wafatnya Nabi saw, Abu Bakar ash Shidiq ra mengatakan kepada para sahaaba ketika mendengar ucapan Umar ra ““Rasulullah ﷺ tidak wafat. Beliau tidak akan pergi hingga Allah memerangi orang-orang munafik.” (Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, 8/146).
Abu Bakar hadir, “Duduklah Umar”, perintah Abu Bakar pada Umar. Namun Umar menolak duduk. Orang-orang mulai mengalihkan diri dari Umar menuju Abu Bakar. Kata Abu Bakar, “Amma ba’du… siapa di antara kalian yang menyembah Muhammad ﷺ, maka Muhammad telah wafat. Siapa yang menyembah Allah, maka Allah Maha Hidup dan tidak akan wafat. Kemudian ia membacakan firman Allah,
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلَّا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ ۚ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَىٰ أَعْقَابِكُمْ ۚ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا ۗ وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ
 “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS:Ali Imran | Ayat: 144)

Mendengar ucapan itu, para Sahabat tergugah seolah ayat itu baru saja turun, padahal itu turun pada saat Peristiwa Perang uhud pada 7 Syawal 3 H / 22 Maret  625 M. Ayat ini pula yang menjadikan dasar dari sabda Nabi saw :
ِ فَلْيُبْلِغْ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ لَا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ

“Maka hendaklah yang menyaksikan menyampaikannya kepada yang tidak hadir, dan janganlah kalian kembali menjadi kafir sepeninggalku, kalian saling memukul tengkuk kalian satu sama lain (saling membunuh) ".
Disitu disebut,janganlah kalian kembali menjadi kafir, sebuah penekanan yang sangat luar biasa, bahwa memang kata الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي adalah sebuah peringatan besar bagi umat Manusia. Tidak ada hal yang pantas diadakan lagi ketika sesuatu telah sempurna. Maka ketika seorang yang mendengar hadits itu, lalu ia kembali ke jalan yang tidak dibenarkan Islam, maka pastilah Adzab Neraka akan di sediakan kepadanya. Sebagaimana firman Allah swt
مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ وَلَكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Artinya: “Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap terang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. (Qs an Nahl : 106)
Isyarat-isyarat akan perpecahan, perselisihan, pemurtadan telah di tekankan oleh Nabi saw. Syaikh Dr Abdul ‘Adzim Badawi telah menuliskan :
"Allah berfirman,

 “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”. [Al Hujurat : 6].
Dalam ayat ini, Allah melarang hamba-hambanya yang beriman berjalan mengikut desas-desus. Allah menyuruh kaum mukminin memastikan kebenaran berita yang sampai kepada mereka. Tidak semua berita yang dicuplikkan itu benar, dan juga tidak semua berita yang terucapkan itu sesuai dengan fakta. (Ingatlah, pent.), musuh-musuh kalian senantiasa mencari kesempatan untuk menguasai kalian. Maka wajib atas kalian untuk selalu waspada, hingga kalian bisa mengetahui orang yang hendak menebarkan berita yang tidak benar. Allah berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti”

Maksudnya, janganlah kalian menerima (begitu saja) berita dari orang fasik, sampai kalian mengadakan pemeriksaan, penelitian dan mendapatkan bukti kebenaran berita itu. (Dalam ayat ini) Allah memberitahukan, bahwa orang-orang fasik itu pada dasarnya (jika berbicara) dia dusta, akan tetapi kadang ia juga benar. Karenanya, berita yang disampaikan tidak boleh diterima dan juga tidak ditolak begitu saja, kecuali setelah diteliti. Jika benar sesuai dengan bukti, maka diterima dan jika tidak, maka ditolak.
Kemudian Allah menyebutkan illat (sebab) perintah untuk meneliti dan larangan untuk mengikuti berita-berita tersebut. Allah berfirman.
“Agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya”.
Kemudian nampak bagi kamu kesalahanmu dan kebersihan mereka.
“Yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu” [Al Hujurat : 6]

Terutama jika berita tersebut bisa menyebabkan punggungmu terkena cambuk. Misalnya, jika masalah yang kalian bicarakan bisa mengkibatkan hukum had, seperti qadzaf (menuduh) dan yang sejenisnya. Sungguh, betapa semua kaum muslimin memerlukan ayat ini, untuk mereka baca, renungi, lalu beradab dengan adab yang ada padanya. Betapa banyak fitnah yang terjadi akibat berita bohong yang disebarkan orang fasiq yang jahat! Betapa banyak darah yang tertumpah, jiwa yang terbunuh, harta yang terampas, kehormatan yang terkoyakkan, akibat berita yang tidak benar!Berita yang dibuat oleh para musuh Islam dan musuh umat ini. Dengan berita itu, mereka hendak menghancurkan persatuan umat ini, mencabik-cabiknya dan mengobarkan api permusuhan diantara umat Islam.
Betapa banyak dua saudara berpisah disebabkan berita bohong! Betapa banyak suami-istri berpisah karena berita yang tidak benar! Betapa banyak kabilah-kabilah, dan kelompok-kelompok saling memerangi, karena terpicu berita bohong! Allah Azza wa Jalla Yang Maha Lembut dan Maha Mengetahui, telah meletakkan satu kaidah bagi umat ini untuk memelihara mereka dari perpecahan, dan membentengi mereka dari pertikaian, juga untuk memelihara mereka dari api fitnah.
Akan tetapi sangat disayangkan, tidak ada satu pun masyarakat muslim yang bebas dari orang-orang munafiq yang memendam kedengkian. Mereka tidak senang melihat kaum muslimin menjadi masyarakat yang bersatu dan bersaudara, dimana orang yang paling rendah diantara mereka dijamin bisa berusaha dengan aman, dan apabila orang akar rumput itu mengeluh, maka orang yang di tampuk kepemimpinan juga akan mengeluh.
Wajib atas kaum muslimin untuk waspada dan mewaspadai musuh-musuh mereka. Dan hendaklah kaum muslimin mengetahui, bahwa para musuh mereka tidak pernah tidur (tidak pernah berhenti) membuat rencana dan tipu daya terhadap kaum muslimin. Maka wajiblah atas mereka untuk senantiasa waspada, sehingga bisa mengetahui sumber kebencian, dan bagaimana rasa saling bermusuhan dikobarkan oleh para musuh.
Sesungguhnya keberadaan orang-orang munafiq di tengah kaum muslimin dapat menimbulkan bahaya yang sangat besar. Akan tetapi yang lebih berbahaya, ialah keberadaan orang-orang mukmin berhati baik yang selalu menerima berita yang dibawakan orang-orang munafiq. Mereka membuka telinga lebar-lebar mendengarkan semua ucapan orang munafiq, lalu mereka berkata dan bertindak sesuai berita itu. Mereka tidak peduli dengan bencana yang ditimpakan kepada kaum muslimin akibat mengekor orang munafiq.
Al Qur’an telah mencatatkan buat kita satu bencana yang pernah menimpa kaum muslimin, akibat dari sebagian kaum muslimin yang mengekor kepada orang-orang munafiq yang dengki, sehingga bisa mengambil pelajaran dari pengalaman orang-orang sebelum kita. “
Salah satu Bukti nyata dari kabar-kabar bohong yang terjadi dalam kehidupan umat Islam adalah tersebarnya kabar-kabar bohong yang mengatasnamakan Hadits Nabi saw. Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani telah menuliskan :
“Salah satu di antara sederetan musibah atau fitnah besar yang pernah menimpa umat Islam sejak abad pertama hijriah adalah tersebarnya hadits-hadits dha'if dan maudhu' di kalangan umat. Hal itu juga menimpa para ulama kecuali sederetan pakar hadits dan kritikus yang dikehendaki Allah seperti Imam Ahmad, Bukhari, Ibnu Muin, Abi Hatim ar-Razi, dan lain-lain. Tersebarnya hadits-hadits semacam itu di seluruh wilayah Islam telah meninggalkan dampak negatif yang luar biasa.
Diantaranya adalah terjadinya perusakan segi akidah terhadap hal-hal gaib, segi syariat, dan sebagainya. Telah menjadi kehendak Illahi Yang Maha Bijaksana untuk tidak membiarkan hadits-hadits semacam itu berserakan di sana-sini tanpa mengutus atau memberikan keistimewaan pada sekelompok orang berkemampuan tinggi untuk menghentikan dampak negatif serta menyingkap tabirnya, kemudian menjelaskan hakikatnya kepada khalayak. Mereka itulah para pakar hadits asy syarif, para pengemban panji sunnah nabawiyyah yang telah didoakan Rasulullah saw. dengan sabdanya :
“Allah SWT membaikkan kedudukan seseorang yang mendengar sabdaku, memahaminya, menjaganya, dan kemudian menyampaikannya kepada orang lain. Boleh jadi pengemban fiqih akan menyampaikannya kepada yang lebih pandai darinya."(HR Abu Daud dan Tirmidzi serta Ibnu Hibban).
Para pakar hadits telah melakukan penelitian dan menjelaskan keadaan hadits- hadits Rasullah dengan menghukuminya sebagai hadits sahih, dha'if,dan maudhu'. Mereka pun membuat aturan dan kaidah-kaidah, khususnya yang berkenaan dengan ilmu tersebut. Siapa pun yang berpengetahuan luas dalam ilmu ini akan mudah mengenali derajat suatu hadits, sekalipun tanpa adanya nash. Inilah yang dikenal dengan nama ilmu Mushthalah Hadits.
Dari apa yang diisyaratkan oleh kedua tokoh tersebut, kami mencoba meneliti seberapa jauh persebaran dari Hadits-hadits palsu dan dhaif di masyarakat Indonesia. Hal ini dimaksudkan untuk mencoba mencari modus operandi dan sampai sejauh mana lembaga-lembaga pendidikkan baik keislaman maupun Negeri di Indonesia.

Jumat, 30 September 2016

SIGN IN THE TRUTH, AND THE TRUTH WILL COMING YOU


“.....janganlah kamu mengatakan sesuatupun tentang sebuah agama, jika kamu tidak tahu ilmunya...” ungkapan Dr Zakir Naik dalam sebuah simposium dengan mematahkan argumen salah seorang audiens, yang menunjukkan  kesalahan yang terlihat dalam khasanah ilmu agama ISLAM.

*Arif Yusuf (XII MIPA 1)

Sebagaimana terpampang jelas di setiap bagian sekolah, bahwa visi SMA Negeri 1 Sukodono adalah “Berprestasi dan berbudi pekerti luhur.”, kita dapat mengambil makna yang luar biasa atas hal ini. Jika anda pernah mengenal Holocaust, anda pasti akan mengatakan itu adalah sebuah penindasan atas agama, UUD 1945 mengecam perbuatan ini (Lihat pasal 27 : 3, dan 29 : 2). Akan tetapi satu hal yang perlu kamu ketahui, Holocaust bukanlah fakta ilmiah. Bukanlah sejarah nyata, hanya kata sejarah peradaban bukanlah sejarah ilmu pengetahuan, sebab, Holocaust hanya sebuah penipuan. “Dengan adanya mitos holokous ini, Barat yang dibuat merasa begitu berdosa diperas habis-habisan oleh kekuatan ini, ” demikian statement Prof. Norman G. Finkelstein dalam bukunya “The Holocoust Industry”. Dari peristiwa Holocaust ini, dunia berhasil dibuat ternoda, sebab, peristiwa besar atas ulah Nazi Jerman pada PD I ini telah menghipnotis dunia, memberikan tamparan atas perumusan Human Rigths. HAM freewill, kebebasan memilih agama dibatasi dengan sebuah strategi besar demi kepentingan politik Nazi Jerman.
Kalau anda tahu, 6 juta jiwa berdarah Yahudi dibenamkan kedalam bumi tanpa dosa demi popularitas dan demi eksistensi seperti yang dikatakan oleh Sartre, bahwa jika kamu ingin dilihat dan dianggap ada, berbuatlah, berontaklah dan berikan perlawanan yang hebat, maka kamu akan dilihat oleh orang banyak. Akan tetapi satu hal yang perlu kamu ketahui,

 Para ilmuwan lainnya menulis bahwa kata-kata tidak muncul sama sekali dalam pikirannya ketika ia berpikir tentang suatu masalah, kata-kata hanya muncul ketika konsep baru perlu disampaikan kepada orang lain ketika ia harus membuat gambar mental dalam bentuk verbal
Sidharta Gautama berkata "kadang-kadang kita  tidak perlu mata untuk melihat dunia atau isyarat untuk maju. Imajinasi kita dapat membantu membuat semuanya terlihat"

Sahabat Abu Bakar Ash Shiddiq seorang tokoh tanpa tandingan dari umat ini, anda tahu bahwa manusia tidak sepakat tentang beliau. Demikian juga halnya Umar, Utsman, Ali, Ibnu Zubair, Al Hajjaj, Al Makmun, Bisyr Al Mirrisi, Imam Ahmad, Syafii, Bukhari, An Nasa’i dan seterusnya, baik dari figur-figur baik maupun tokoh-tokoh jahat hingga hari ini. Tidak ada seorang panutan dalam kebaikan kecuali pasti ada oknum-oknum dari orang-orang bodoh dan ahli bid’ah yang mencela dan menjelek-jelekannya. Juga tidak ada seorang gembong dalam aliran Jahmiyyah maupun Syi’ah, melainkan pasti ada sekelompok orang yang akan membela, dan melindungi, serta menganut pemahamannya, tentunya atas dorongan hawa nafsu dan kebodohan. Tolok ukur sebenarnya adalah pendapat mayoritas kaum muslimin, yang bebas dari pengaruh hawa nafsu dan kebodohan (netral), yang berhati-hati lagi berilmu. Demikian perkataan Imam Syamsuddin  Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz Dzahabi.
Cermatilah wahai hamba Alloh, sekte Al Hallaj, yang dia adalah pemuka Qaramithah (kebatinan) dan penjaja kekufuran, berbuat adillah dan berhati-hatilah dalam bersikap, introspeksi diri anda, jika kemudian terbukti menurut anda bahwa perangai orang tersebut adalah perangai musuh Islam, gila pangkat, gandrung pada popularitas, baik dengan cara benar maupun salah, maka jauhilah ajarannya. Kalau terbukti menurut anda, -semoga Alloh melindungi kita-, bahwa dia adalah seorang yang menyebarkan kebenaran lagi mendapatkan petunjuk, maka perbaharuilah keislaman anda, mintalah kepada Robbmu agar memberikan taufik-Nya kepada anda untuk menuju kepada kebenaran, memantapkan hati anda di atas agama-Nya. Sesungguhnya hidayah adalah cahaya yang dilontarkan pada qalbu seorang muslim, dan tidak ada kekuatan kecuali dengan Alloh. Jika anda diliputi keraguan, belum mengetahui hakikat orang ini, dan anda cuci, merasa berlepas diri dari tuduhan-tuduhan yang diarahkan kepadanya, dengan ini anda telah menyamankan diri anda, dan Alloh tidak akan bertanya kepada anda tentang orang ini.  (Siyar A’lamin Nubala’ 14: 343).
“Hati-hatilah kalian dari kezaliman karena sesungguhnya kezaliman itu adalah kegelapan di hari kiamat.” (HR. Muslim pada kitab Al Birru was Shilah, Bab: “Keharaman menzalimi seorang muslim dan meremehkannya” no: 2578)
“Barangsiapa yang membunuh orang kafir yang memiliki jaminan keamanan, maka dia tidak akan dapat mencium bau surga.” (HR. Bukhory pada kitab: Al Jizyah, Bab: “Dosa pembunuh orang kafir yang memiliki jaminan keamanan dengan tanpa alasan” no: 3166)
“Kebanyakan orang yang menganut pemikiran ini, adalah orang-orang bodoh yang diperalat, disebabkan ilmu dan pengalaman mereka masih dangkal. Mereka dijangkiti pemikiran takfir (pengkafiran) ini dari sekelompok orang yang menjadikan metode ini, sebagai batu loncatan untuk merealisasikan rencana jahat mereka.  Mereka mengusung pemikiran ini, guna mengelabui orang-orang yang dangkal ilmu, pemahaman dan pengalaman. Kewajiban setiap muslim yang menemui orang lain yang meyakini pemikiran ini, hendaknya mengingatkan, memaparkan kebatilan ideologi dan alur pikirannya.” ( fatwa Syaikh Adul Aziz bin Abdullah Alu Syaikh dalam Harian ‘Ukazh edisi: 776 tanggal 4-6-1424 H).
“Dan sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk Muhammad.” (HR. Muslim pada kitab: Al Jum’ah, bab: “Memendekkan sholat dan khotbah” no: 867)

Jumat, 09 September 2016

Siapa yang Paling Keras Menolak Syariat Islam ? Merekalah Yahudi.

Belum lama ini kita dihebohkan oleh istilah "Jilbab TNI" dimana Panglima TNI kita tidak menyetujui tentara wanita muslim kita menutup auratnya dan memakai jilbabnya. Hal ini tentu sangat menyedihkan dan memilukan sekali. Kenapa tidak? Negeri yang mayoritas muslim ini tidak berdaya melindungi hak saudara seimannya sendiri untuk melaksanakan syariat yang juga dianutnya. Padahal tidak ada alasan yang mendasar yang krusial yang bisa dijadikan alasan pelarangan wanita tentara muslimah di NKRI tercinta ini menggunakannya. Dan yang sangat menyedihkan lagi, justru di negeri yang mayoritas bukan beragama Islam seperti di Norwegia ini, justru membolehkan tentara wanita mereka yang muslim untuk memakai jilbab. Bukan hanya sekedar membolehkan, tapi sudah ditetapkan secara resmi dalam peraturan seragam kemiliteran tentara mereka, tanpa banyak gejolak dan tarik-ulur. Sebagaimana yang diberitakan di salah satu portal berita di Norwegia yakni www.tnp.no. Di portal tersebut dijelaskan bahwa simbol keagamaan seperti sorban, jilbab dan kopiah telah disetujui sebagai bagian dari seragam Angkatan Bersenjata Norwegia.

Penggunaan simbol-simbol agama di seragam militer tentara Norwegia, secara resmi telah disetujui tertanggal 1 Juli 2012 lalu, kata Mayor Tor Simen Olberg, kepada wartawan Aftenbladet. Departemen Pertahanan Norwegia memberi lampu hijau yang memungkinkan penggunaan simbol yang berbeda dengan seragam militer yang telah ditetapkan seperti jilbab TNI di negara kita yang diributkan ini. Alasannya adalah bahwa tentara Norwegia di dalam kemiliteran saat ini terkait dengan banyak agama di dalamnya dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.


jilbab tni dilarang

Selain hijab atau jilbab bagi tentara muslim, simbol agama lainnya juga diizinkan seperti turban untuk prajurit Sikh, dan tentara beragama Yahudi telah diizinkan untuk memakai kippah pada kepala mereka. Kippah ini bisa dikenakan di bawah topi seragam biasa layaknya peci bagi tentara muslim.
Militer Norwegia dari tahun ke tahun memiliki jumlah tentara muslim yang kian bertambah, termasuk tentara wanita muslimnya. Oleh sebab itu maka diputuskan untuk memberi keringanan bagi mereka untuk menjalankan apa yang dianut dalam agama mereka, seperti tentara wanita muslim dibolehkan memakai jilbab.  Mereka dapat mulai memakainya sekarang tanpa perlu khawatir lagi karena dalam seragam militer tentara Norwegia menggunakan jilbab sudah merupakan bagian dari seragam mereka yang diperbolehkan.

"Agar penggunaan jilbab bisa seragam antara tentara yang satu dengan tentara wanita yang lain, maka model jilbabnya telah disesuaikan dan diatur sedemikian rupa dimana jilbab tersebut menutup rambutnya dan agar lehernya bisa tertutup juga, maka caranya dengan membalutkan kain jilbab itu melingkar di leher mereka, sehingga kain jilbab tidak terkulai lepas", kata Mayor Olberg dari korps bagian keagamaan.

Berikut sekilas terjemahan berita yang dikutip dari salah satu portal di Norwegia yakni www.tnp.no yang teks asli berbahasa Inggrisnya bisa dilihat langsung pada screenshot terlampir di bawah ini.

Tentang Jilbab TNI


jilbab tentara norwegia
Berkenaan dengan pemakaian jilbab TNI yang belum dibolehkan pemerintah kita bagi tentara muslim di negeri kita tercinta ini, bagaimanapun tidak selayaknya kita mencela pemimpin kita tersebut, apakah dia presiden maupun panglima TNI kita. Marilah kita do'akan mereka agar mereka diberi petunjuk oleh Allah 'azzawajalla agar paham akan keadaan ini dan diberi kekuatan dalam menegakkan syiar agama ini, karena menghujat pemimpin bukanlah tariqoh atau cara yang diajarkan Rasulullah Shalallahu'alaihi wasallam. Bila pemimpin kita melakukan kesalahan, maka Rasulullah Shalallahu'alaihi wasallam mengajarkan kita agar kita menasehati mereka dan memberi penjelasan dengan baik, setelah itu mendo'akan mereka agar diberi hidayah akan kebenaran untuk seterusnya kita bersabar dengan apaun keputusan pemimpin tersebut.
Begitulah tariqoh yang diajarkan Rasulullah Shalallahu'alaihi wasallam kepada kita umat Islam dalam bermuamalah dengan pemimpin atau pemerintah. Karena apa yang dilakukan pemimpin sesungguhnya bukanlah urasan kita sebagai rakyat, namun urusan mereka dengan Allah di akhirat nanti, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berikut ini :

كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ عَلَيْهِمْ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ .

"Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya, seorang Amir maka dia adalah pemimpin bagi rakyatnya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya."
[HR. Al-Bukhari, No. 893, 2409, 2554; dan Muslim, No.1829]