Senin, 13 Februari 2017

IMAM MUSLIM DAN SANTO LUKAS.


Dua Penulis Sejarah Kehidupan Dua Tokoh Agama Besar :
Muhammad saw dan Yesus Kristus

 Arif Yusuf
E-mail : arif_yusuf47@yahoo.co.id 


Abstrak : Imam Muslim merupakan penulis hadits Nabi saw. yang sangat piawai dalam menyusun sistematika tulisan. Seperti kata Habib Mundzir Al Musawa, apabila para ahli hadits kesulitan mengenai ilmu hadits, mereka akan mendatangi Imam Muslim yang lalu menjelaskan secara detail kesulitan tersebut. Imam Muslim menyebutkan ia menulis selama 15 tahun dari 300.000 hadits di seleksi menjadi 12.000. Kemudian, ia juga menyebut bahwa “apabila seorang menulis hadits selama 200 tahun, niscaya hanya akan berputar-putar di sekitar musnad ini.” Sedangkan Santo Lukas adalah penulis Injil yang Agung. Hanya dia seorang diantara 4 penulis Injil yang menyebutkan bagaimana ia mendapat berita, lalu metode penulisan dan tujuan penulisan. Stefan Leks menyebut bahwa ia memakai metode ahli sejarah Yunani. Sehingga berita sejarah itu diteliti agar faktualitasnya terjaga. Namun, perbedaan yang sangat signifikan, Imam Muslim memberikan penjelasan dalam mukadimahnya, bagaimana sistem yang dia gunakan untuk menyusun kitabnya. Sedangkan, Santo Lukas hanya menyebutkan tentang ia menyelidiki, tanpa menyebut metode dan sistem sumber. Kedua, Muslim menuliskan sesuai Perkataan asli dari Nabi saw., yang dinukil secara sempurna oleh para ahli hadits. Sedangkan Lukas menulis dengan tiada koridor, ia mencampurkan perkataannya dan perkataan Yesus dengan tanpa rujukan sumber. Maka jelaslah, Imam Muslim lebih unggul dengan sistemnya.


Abstract : Imam Muslim was hadith of the  author prophet who has very good at preparing sistematic of writing. As Habib Mundzir Al Musawa said that the experts of hadith had difficulty in a hadith that they would came to Imam Muslim who can explain in the difficulties detail. Imam Muslim said that he wrote for 15 years from 300.000 until 12.000 had selected of hadith. Then, he was said, “if someone wrote the hadits for 200 years, surely he was just juggling in this Musnad.” Meanwhile, St. Luke was the Greatest author of the Gospel. Among the 4 other authors only he who wrote the news source, the uses of method, and the purposes that he wrote. Stefan Leks said that he used the methods of Greek historian. The story was researched that its factuality maintained. But, the differences beetwen Imam Muslim and Saint Luke’s very significant lies in the system that they are used. Imam Muslim explained in his book how he selected these hadiths. Meanwhile, St. Luke’s just mentioned that his reseach without the method and the system. He just mentioned the methods of writing in his book.Then, Imam Muslim Jot according saying of the Perfect quoted propeth  by experts of hadith. But, St. Luke’s wrote it with what he was understood it. He was mixing beetwen the word of him and the word of Jesus without reference. Thus, Muslims are superior with Luke in source systematic terms.

Keywords :  sistem maraji’, isnad, tahamul wal ‘ada, sistem penulisan.




Pendahuluan.

Pembahasan yang cukup menarik bagi para Pengkaji perbandingan Agama antar Islam dan Kristen ialah mengenai riwayat hidup Tokoh teladannya, yaitu Muhammad saw dan Yesus Kristus. Ketika umat pengikut paska wafatnya kedua tokoh ini ingin mencari tahu bagaimana cara hidup (way of life) keduanya, maka muncullah tokoh-tokoh penulis berita-berita seputar kehidupan kedua tokoh ini. Dalam Islam, awal mulanya cerita-cerita tentang riwayat hidup dan lifestyle Nabi Muhammad saw. di sebarkan melalui lisan dengan hafalan yang sempurna. Begitu pula Para Murid Yesus yang juga menyebarkan berita-berita kehidupan Yesus dengan lisan mereka. Barulah hadir bentuk pembukuan paling awal oleh Matius  (w. 74 M) yang ditulis pada kisaran tahun 65/66 M.  Akan tetapi, ada sumber lain menyebut Markus lah yang menulis Injil pertama kali menulis Injil.    Untuk Isam sendiri, tulisan yang cukup terkenal yang memuat hadits Nabi saw adalah Shahifah ash Shadiqah. Yaitu sebuah catatan perkataan Nabi saw yang berisi 1198 hadits. Dalam penulisannya penulis – yaitu Abdullah bin Amr bin Al Ash – melakukan verifikasi dan atas perijinan Nabi saw menulis perkataannya.  
Pembahasan kami ini ialah mengenai komparasi dari sistem sejarah Muhammad dan Sistem sejarah Yesus. Dari apa yang kami temukan, kami sedikit terkagum melihat dua tokoh yang amat brilian menyusun kitab sejarah Muhammad saw dan Yesus Kristus. Dalam Islam, tidak ada sebuah keterangan tentang faktualitas sejarah Muhammad saw melainkan apa yang kita kenal sebagai hadits. Umat kristen, menempatkan sumber ajaran mereka melalui Alkitab dan kitab-kitab hasil karya penulis Kristen. Di antara penulis itu yang cukup terkenal ialah Eusebius (w. 339 M) yang menulis Historia Ecclesiastica. Selain dari Eusebius ini, rerata hanya menulis sepenggal-sepenggal sejarah dan di sisipkan berbagai bahasan tematik fundamental Kekristenan. Dalam Islam, budaya seperti ini dapat di komparasikan dengan seperti kitab Tarikh Baghdad karya Al Khatib al Baghdadi (w. 463 H / 1071 M) atau Tarikh Ar-Rusul wa Al Anbiya wa Al Muluk wa Al Khulaafa karya Imam Ath Thabariy (w. 310 H/923 M) Kitab tersebut lebih cocok sebagai pembanding sistem sejarah Islam dengan sistem sejarah Kristen yang ditulis oleh Eusebius dalam Historia Ecclesiastica. Oleh karenanya, kami tidak mengambil Kedua buku sejarah tersebut. Karena kami bukan bermaksud menelaah sejarah. Yang kami ingin telaah ialah kabar-kabar yang berisi mayoritas kabar dari Muhammad saw dan Isa Al Masih. Dalam Kristen, kabar-kabar Isa Al Masih tentu sangat merujuk pada penulis awal, yaitu Kitab Injil yang ditulis oleh 4 orang yaitu Markus, Matius, Lukas dan Yohanes anak Zebedeus.  
Adapun bila kitab Injil tersebut kita komparasi kan dengan Al Quran, tentu kurang tepat. Karena sebagaimana kita ketahui, Al Quran merupakan wahyu yang diturunkan oleh Allah swt melalui Jibril as, kepada Muhammad saw. Batasan kata kalam  Allah  yang  berupa  mukjizat  telah  menafikan  selain kalam  Allah,  seperti  kata-kata  manusia,  jin,  malaikat,  nabi  atau  rasul.   Sedangkan Alkitab adalah kumpulan ajaran sentral Kristiani yang secara faktual telah bervariasi sesuai kelompok dan budaya. Isi dari Alkitab ini juga telah berevolusi dan secara faktual kadang tumpang tindih dan divergen. . Alkitab murni merupakan tulisan seseorang yang isinya bercampur baur antara perkataan Yesus, Para Muridnya dan penulis itu sendiri. Maka jelaslah, kami menemukan komparasi yang tepat yaitu Kitab Hadits dengan Alkitab.
Mengenai Kitab Hadits, kami memilih kitab Al Jami’ush Shahih karangan Al Imam Muslim bin Al Hajjaj An Naisaburiy (w. 261 H / 875 M). Kitab ini telah disepakati oleh para ulaama dan penuntut ilmu sebagai kitab hadits yang paling agung kedua setelah Shahih Bukhari. Bahkan, kedua kitab ini adalah kitab paling shahih setelah Al Quran.  Lantas, kenapa kami tidak mengambil Shahih Bukhari sebagai objeknya, alasannya :
1. Kitab Al Bukhari kurang tersusun rapi, karena bab-babnya sering di ulang. Sedangkan Kitab Muslim tersusun sangat sistematik yang mampu di kagumi oleh semua orang. 
2. Kitab al Bukhari sering terdapat penjelasan dari beliau sendiri pada bab-bab tertentu, sedangkan Muslim kalah sering melakukan hal ini. Artinya, Shahih Muslim lebih fokus pada hadis, bukan keterangannya.
Adapun untuk Alkitab, kami menelusuri beberapa karya tulis dari para murid Yesus, lalu kami menemukan sebuah keterangan dari     yang menyebutkan bahwa Lukas satu-satunya penulis Injil yang memakai prolog, metode riset sejarah Yunani Kuno, dan tujuan serta sistematika penulisan. Untuk Injil yang 3, kualitas karya agak kurang, namun dari segi isi cukup seimbang. Maka disinilah titik temu itu, Shahih Muslim sebagai kitab Hadits paling sistematis dan Injil Lukas sebagai Injil paling sistematis. Kemudian kami mencoba menelaah seberapa kuat pengaruh kedua kitab ini ? Bagaimana sistem dan metode yang di pakai oleh keduanya ? Apa kesamaan dan perbedaan antara sistem dan metode masing-masing ? Seberapa Shahih isi dari kedua kitab ini ?

Sekilas Tentang Kedua Karya.

1. Shahih Muslim
Imam Muslim bin al Hajjaj bin Muslim bin al Khausaz al Qusairiy an Naisaburi, lahir pada 204 H / 820 M dan wafat pada tahun 261 H/ 875 M. Pada usia 14 tahun, ia sudah melakukan rihlah ke berbagai penjuru Semenanjung Arab. Pada masa remaja ini ia telah bertemu para ulama besar seperti Imam Ahmad, Qutaibah bin Sa’d, Ibnu Abi Syaibah dan Kakaknya, Muhammad bin Mahran, Ishaq bin Rahawaih, Yahya bin Yahya, Abdullah bin Maslamah, dan yang lainnya. Pada masa Khalifah Al Mutawakil (232-245 H/ 847-861 M) terjadi penghancuran sendi-sendi rasionalitas Yunani di Baitul Hikmah. Dengan kekuasaannya, Al Mutawakil mencoba mengembalikan Sains Islam yang Qurani dan sesuai dengan Hadits. Maka seperti kata Imam Muslim sendiri, ia menghabiskan waktu selama 15 tahun dalam penyusunannya. Indikasi tahun penulisan yaitu sekitar tahun 850-870 M, karena pada saat ia berusia 30 tahun, ia kembali ke Negeri Naisaburi, dan di tahun itu Baitul Hikmah dirombak dari rasionalisme Yunani ke Sistem Quran dan Hadits oleh al Mutawakil.  Secara eksplisit lagi, Ibrahim bin Muhammad bin Sufyan (murid Imam Muslim) berkata ; “kami telah merampungkan kajian kitab Shahih Muslim di hadapan Imam Muslim Semdiri pada bulan Ramadhan 257 H.”  Ramadhan tahun 257 H jika di konversi ke Masehi kira-kira bertepatan pada bulan Agustus 871 M.
Shahih Muslim merupakan kitab paling agung kedua dalam bidang hadits. Judul asli dari kitab ini ialah al-Musnad al-Shahih al-Mukhtasar min al-Sunnah bi al-Naql al-Adal ‘an al’Adl ‘an Rasulullah saw.  Kemudian di kenal luuas sebagai Al Jami’ush Shahih atau Shahih Muslim. Kitab ini sesuai penghitungan Abdul Baqi’ terdapat 3033 hadits, Muhammad Ajjaj al Khatib menyebut kisaran 3030, dan Versi Al Alamiyah sebanyak 5362  hadits yang tersebar ke dalam 56 Kitab, dan 1420 Bab. Sementara itu ada sumber lain yang mencetaknya ke dalam 54 Kitab karena Muqodimah tidak dihitung dan Kitab Shifatul Qiyamah wal Jannah wan Naar dimasukkan ke dalam Kitab Jannah wa Shifatu Nafsiha wa ahliha. Dengan total 1350 Bab tanpa Muqodimah dan 1424 Bab dengan Muqodimah. 
Jumlah guru sekitar 220 yang ditulis di dalam Shahihnya, yang tidak disebut lebih banyak lagi.  Al Hakim an Naisaaburi (w. 405 H) memberi keterangan perbedaan Syaikh antara Imam Muslim dan Al Bukhari adalah, 434 Syaikh dari Bukhari tidak disebutkan oleh Muslim, juga 625 Syaikh Muslim tidak disebutkan oleh Al Bukhari. Hal ini menunjukkan betapa banyaknya sumber informasi yang ia temui. Hal ini, pada era modern ini lalu di tiru oleh para sejarawan Amerika di tahun 1930 yang berusaha meruntuhkan adagium “no documents no History.” Yang di populerkan C. V. Langois dan C. Seignobos. Lalu di Indonesia di gawangi oleh Brigdjend (Purn) Prof. Dr. Nugroho Notosusanto (w. 1985) yang mencoba merumuskan sejarah lisannya  pada  upaya  menulis  riwayat  hidup  para  tokoh  militer  atau  tentang sejarah  militer  Indonesia. 
Jikalau di lihat, sangat ada kemiripan antara Dr. Nugroho dengan Imam Muslim. Sebab, Nugroho menulis riwayat hidup tokoh-tokoh militer untuk menyukseskan karya tulis terbesarnya, “Tragedi Nasional Percobaan Kup G30S/PKI.” Sedangkan Imam Muslim menulis al Musnad al Kabir, sebuah buku dengan tema nama-nama perawi hadits beserta riwayat hidupnya.

2. Injil Lukas
Bila berbicara mengenai Injil, kita tentu akan menemukan beberapa kekurangan yang cukup banyak. Entah dari kalangan internal sendiri, maupun para penguji di luar. Ahmad Deedat telah menulis cukup besar, The Choice, yang menjadi buku terbesar Kristologi Modern. Didalam buku tersebut di kutip keterangan seorang Uskup (kepala Gereja) yaang menyebut bahwa Perjanjian baru banyak terdapat penyingkatan dan editing; terdapat pilihan, reproduksi dan pembuktian. Di balik penulis kitab tersebut terdapat pemikiran gereja. Kitab tersebut mewakili pengalaman dan sejarah.  Termasuk dalam hal ini Injil yang di tulis oleh Lukas, teman dari Paulus. Lukas sendiri juga secara sendirian tanpa adanya diskusi antar Penulis Injil. Ia juga diketahui menyingkat dan mereproduksi kisah-kisah di dalamnya yang membuat pandangan bagi orang awam, bahwa tidak ada kompromi antar masing-masing penulis. Ini juga akan kami bahas dalam bahasan selanjutnya.

Data yang cukup valid berisi, Injil lukas di tulis kira-kira pada tahun 55-62 M. Hal ini mengingat Injil Lukas merupakan karya tulis pertama Lukas (w.84 M). Karena pada kisaran tahun 64-67 M Rasul Paulus meninggal. Tahun 64 M, sebagaimana keterangan Josephus (ahli sejarah Yahudi, w. 100 M) menyebut Yakobus (saudara tiri Yesus, bukan Santo Yakobus anak Zebedeus) mati di bunuh, namun Kisah Para Rasul tidak menyebutkan satu pun. Ini berarti kitab ini selesai di tulis sebelum 64 M. Karena Kisah Para Rasul adalah kitab kedua, maka Injil Lukas selesai di tulis kira-kira tahun 60 M.  Kitab ini juga tidak selesai satu tahun di satu tempat, seperti keterangan Benyamin Hakh (2010 : 291) bahwa setidaknya Kaisarea, Akhaya, dan Roma menjadi tempat penulisan dan ketiganya terpaut cukup jauh, yaitu Israel, Yunani, dan Italia yang membutuhkan perjalanan setidaknya 1 bulan.
Penulis dari Injil Lulas ini juga kurang meyakinkan, terjadi perbedaan pendapat tentang siapa penulisnya. Keterangan yang paling absah ialah bahwa ia Lukas yang lahir di Antiokhia, Siria. Seoraang keturunan Yunani yang kemudian dikenal sebagai Dokter senior . Ia juga diindikasikan dikenal dengan nama Lukius dari Kirene yang bersama Paulus di Antiokhia. 
Adapun secara spesifik, Injil Lukas sesuai terbitan American King James Version (AKJV) tahun 1999, terdiri dari 24 Pasal, dan 1.151 ayat. Dalam terbitan LAI tahun edisi revisi tahun 1997, Injil Lukas di awali dengan bab Pendahuluan, Kabar Kelahiran Yohanes Pembaptos, dan di tutup dengan bab Kenaikkan Yesus. 

Alasan dan Tujuan Penulisan.
1. Shahih Muslim
Didalam muqadimah Kitabnya, Imam Muslim telah membahasa alasan dan mmaksud ia menulis kitab ini. Beliau berkata : 
“sesungguhnya kamu mengaku ingin mengetahui secara detail berbagai kabar yang datang dari Rasulullah saw dan segala sesuatu yang berhubungan dengan sunnah-sunnah serta berbagai produk hukum agama, masalah-masalah tentang pahala dan siksa, targhiib wat tarhiib,atau berbagai masalah keagamaan lainnya. Kamu pun mengaku ingin mengetahui itu sesuai dengan rantai sanad yang dinukil secara berkesinambungan oleh para ulama’. Oleh karena itu kamu berkeinginan kuat untuk bisa menjumpai keterangan-keterangan itu dalam sebuah karya yang representatif. Dari sinilah aku terdorong untuk menerangkan permasalahan itu untukmu...” 
Dari keterangan Imam Muslim yang kemudian dijelaskan oleh An Nawawi, bahwa Imam Muslim bermaksud menjelaskan keadaan hadits-hadits yang ditulisnya. Ia bermaksud untuk memberikan sebuah karya kecil yang sempurna yang bisa menjadi pusat rujukan bagi orang awam. Seperti kata dia sendiri, “Dengan mengerjakan sesuatu yang sedikit secara sempurna, maka akan membantu seseorang untuk meraup yang lebih banyak di masa depan.” Ia juga memberikan keterangan, “lebih-lebih orang awam yang tidak bisa membedakan materi hadits...kecuali tanpa bantuan pihak lain.”
Untuk menegaskan keunggulan sistem dan metode karya tulisnya, Imam Muslim berkata : “Memang pengetahuan semacam ini, tidak begitu berarti bagi orang awam yang tidak memiliki antusias untuk mempelajarinya.” Kalimat ini dijelaskan oleh Imam Nawawi dengan maksud “pengetahuan” itu meliputi objek secara detail makna matan, sanad, dan illat dari perawi hadis. Ke semuanya akan membawa seseorang menemukan bahwa kabar yang beredar itu sungguh meyakinkan (qath’i). Bahkan kondisi hidup Muhammad dengan berbagai ajaran spiritualnya akan seperti terlihat di depan mata.

2. Injil Lukas
Injil Lukas, di awali dengan 4 ayat prolog dari Lukas yang berusaha memberi isyarat akan maksud dan tujuan penulisan karyanya. Lukas 1:1-4 : “Teofilus yang mulia, Banyak orang telah berusaha menyusun suatu berita tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di antara kita, seperti yang disampaikan kepada kita oleh mereka, yang dari semula adalah saksi mata dan pelayan Firman. Karena itu, setelah aku menyelidiki segala peristiwa itu dengan seksama dari asal mulanya, aku mengambil keputusan untuk membukukannya dengan teratur bagimu, supaya engkau dapat mengetahui, bahwa segala sesuatu yang diajarkan kepadamu sungguh benar.”
Dalam Tafsir Injil Lukas, disebutkan keterangan bahwa Lukas bermaksud untuk memperteguh Iman dari Teofilus. Injil ini bukan bermaksud menampar ajaran-ajaran sesat dan atau menyajikan kronika peristiwa semata. Ia menulis untuk meyakinkan bahwa perwujudan janji-janji Yesus, tentang penyelamatan, karya, kematian dan kebangkitannya.  Kemudian ia berusaha menelaah agar kabar itu memang benar. 
Mengenai tujuan utamanya dalam menulis kitab ini, Miss Mary E. Chase menyatakan bahwa “jelas ini dimaksudkan untuk menulis kehidupan Yesus yang disusun dengan bentuk penulisan yang sangat umum di masanya, yang di antara karya-karya biografis lainnya telah menghasilkan sejarah kehidupan Plutarch”. Lukas menulis narasinya sebagai hadiah bagi Theophilus dan dia tidak pernah mengira bahwa karyanya akan melengkapi PB yang diakui secara resmi oleh orang-orang Kristen di masa datang. 

Sumber Berita.
1. Shahih Muslim
Imam Muslim mendapat sumber berita itu dari para ahli hadits dan kemudian diseleksi dengan mengklasifikasikan kabar itu menjadi 3 bagian dan dengan 3 tingkatan perawi. Tingkatan ini kemudian dijelaskan dalam mustholah hadits dengan nama Shahih, Hasan, dan Dhaif. 
Tingkatan pembawa berita itu secara ringkas dijelaskan ;
Pertama, memiliki kekuatan hafalan yang sempurna, seorang yang istiqomah, jujur, dan dipercaya tidak pernah berbohong. Tidak pernah ada kontroversi dan unsur yang buruk.
Kedua, terkenal jujur dan tidak ada kontroversi, juga sangat piawai mengenai ilmu hadits, namun hafalannya kalah tajam dengan tingkatan pertama.
Ketiga, perawi yang statusnya tidak jelas, apakah ia jujur atau tidak, apakah ia alim atau tidak, karena dengan banyaknya pengakuan, maka kan memperkuat berita itu. Apabila pembawa berita tidak begitu terkenal, maka Imam Muslim meninggalkan dan tidak menulisnya.

2. Injil Lukas
Lukas menyebut, “setelah aku menyelidiki segala peristiwa itu dengan seksama dari asal mulanya.” Stefan Leks menjelaskan bahwa ia melakukan semacam riset historis dengan hati-hati dokumen-dokumen dan tradisi yang lalu.   Riset yang dilakukan, seperti kata Lukas sendiri, berasal dari “mereka yang semula menjadi saksi mata dan pelayan Firman.” Ini menunjukkan bahwa titik utama sumber berita Lukas adalah saksi mata dan pelayan Firman. Leks kemudian sedikit membahas bahwa Lukas tidak mengacu pada apapun, sangat kontras antara sumber lisan dan sumber tertulis. Atau bahkan Lukas tidak sama sekali membahas berita-berita yang disusun oleh pendahulunya. (Mungkin merujuk pada Injil Matius dan Markus, juga surat-surat Paulus).


Metode Riset

1. Imam Muslim
Imam muslim secara tegas menulis, nama para perawi hadits, dengan seluruh pesan/berita yang disampaikan. Sebagai contoh, Imam Muslim menulis, 
و حَدَّثَنِي حُمَيْدُ بْنُ مَسْعَدَةَ الْبَاهِلِيُّ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ الْمُفَضَّلِ حَدَّثَنَا سَلَمَةُ وَهُوَ ابْنُ عَلْقَمَةَ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ فَإِذَا رَأَيْتُمْ الْهِلَالَ فَصُومُوا وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا لَهُ
Perhatikan kata yang dicetak tebal dan bergaris bawah. Ada dua kata, yaitu حَدَّثَنَا dan عَنْ. Dari dua kata itu, para ahli hadits menjelaskan lagi bagaimana sistem persebaran berita. Kata حَدَّثَنَا, oleh para ulama dijelaskan sebagai keadaan seorang perawi mendapat hadits itu dengan cara seorang penerima mendengar secara langsung, baik itu sendirian maupun dalam kelompok dari seorang pembawa berita. Sedangkan kata عَنْ menunjukkan bahwa kabar itu diterima dari orang lain secara mendengar langsung, atau melihat tulisan dari pembawa berita. Dalam hadits di atas, Imam Muslim mendengar hadits itu langsung dari Humaid, Humaid mengatakan bahwa ia mendengar hadits itu dari Bisyr, lalu Bisyir mendengar hadits itu dari Salamah, salamah mendapat/mendengar dari Nafi’, Nafi’ juga mendapat/mendengar dari Ibnu ‘Umar ra. Apa yang mereka berikan dan mereka terima ? Yaitu berita “Rasulullah saw bersabda : ‘الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ فَإِذَا رَأَيْتُمْ الْهِلَالَ فَصُومُوا وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا لَهُ.” Kata ini, tidak boleh di ubah, di ganti, atau di sampaikan dalam bahasa lain jika konteksnya adalah tahammul wal ‘ada, dan dari seluruh nama, yaitu Ibnu Umar, Nafi’, Salamah, Bisyr, Humaid, dan imam Muslim mengatakan lafazh ini secara sempurna, tanpa ada perubahan.
Contoh lain ialah, 
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رُمْحِ بْنِ الْمُهَاجِرِ أَخْبَرَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَخْبَرَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ وَسَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ أَخْبَرَهُمَا أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ
Dalam hadits ini terdapat banyak lagi jenis penyambung. Ada kata, حَدَّثَنَا, أَخْبَرَنَا, عَنْ, dan kata سَمِعَ. Dalam konteks tahammul wal ‘ada, kata سَمِعَ merupakan indikasi jelas bahwa ini bukan tulisan, melainkan oral story. Kata أَخْبَرَنَا, oleh para ahli hadits dijelaskan keadaan bahwa pemberi berita bertatap muka secara sempurna, yaitu 4 mata dengan penerima berita. Inilah syarat yang oleh Al Bukhari disebut al Liqa’. 
Imam Muslim melakukan riset dengan cara menelusuri riwayt hidup perawi hadits, lalu menulisny dalam Al Musnadul Kabir, dan dihafalnya di luar kepala. Kemudian ia mengklasifikasikan nama-nama itu sesuai kapabilitasnya. Ada pula cara yang ia ambil ialah apabila seorang menunjukkan hadits, maka diminta agar bersumpah bahwa itu benar dan tidak ada kekeliruan sedikitpun. Cara ini dipakai oleh kalangan awal abad kedua Hijriyah,dan juga sedikit dipelajari oleh Imam Muslim. Juga identitas khusus bahwa dari seorang pembawa berita dan penerima, harus hidup sezaman, dan oleh al Bukhari harus bertemu langsung. Syarat ini dapat dilacak dengan kabar-kabar yang beredar di masyarakat mengenai perjumpaan keduanya. Jika tidak ada berita yang banyak mengenai perjumpaan ini, maka syarat sempurnanya hadits gugur.

2. Santo Lukas
Ketika kita mengarah pada Injil Lukas, tidak diketahui bagaimana ia menyelidiki, sumbernya apakah tulisan atau lisan, dan bahkan siapa yang ia temui, tidak secara eksplisit dijelaskan. Stefan Leks memberikan informasi bahwa Lukas juga mengambil Injil Markus yang notabene adalah Injil yang berisi banyaknya perkataan Yesus. Ia juga mempelajari tradisi-tradisi lisan yang beredar, kemudian menyelidikinya secara sistem riset historis. Metode yang ia pakai, menurut Leks juga, mengambil sistem riset histori Yunani.
Sistem Historial Research ini, sebagaimana kita kenal mengacu pada lisan dan tulisan. Sumber itu kemudian diolah sedemikian rupa sehingga akan menghasilkan catatan Naratif. Jelas, berkali-kali Leks menyebut bahwa Injil Lukas berupa Narasi atas peristiwa dari asal mula kelahiran Kristen. 
Sangat jelas perbedaannya, Imam Muslim sangat teliti dengan menelaah total kehidupan para pembawa berita. Lukas hanya menyebut menyelidiki berbagai kabar. Ini akan menimbulkan kebingungan, apakah kabar itu hanya dari 70 saksi mata, atau 12 murid Yesus, dan bahkan orang lain di luar pengikut Yesus sendiri. Imam Muslim, tidak ambil pusing dengan orang non Islam, orang Islam yang bodoh dan tidak hebat pun ditinggalkan.


Sistematika Penulisan.
1.  Shahih Muslim
Imam Muslim hanya mengisyaratkan akan menulis secara sistematis, tanpa pengulangan, dan tanpa adanya pembahasan tingkat lanjut mengenai hadits-haditsnya. Ia menulis dengan urutan Bab sebagai berikut :
Kitab Muqadimah : berisi 74 Bab
Kitab Iman : berisi 96 Bab dari Bayyin al Iman wal Islam, sampai terakhir pada Bab Sabdanya, Allah berfirman kepada Adam...Berisi 280 hadits.
Kitab Thaharah ; berisi 34 Bab dari Fadhilah Wudhu’ sampai pada Dalil Najisnya air Kencing... berisi 111 hadits.
Kitab Haidh : berisi 33 Bab dari Mencumbu Wanita haidh di atas sarung, sampai bab Dalil Tidur tidak membatalkan wudhu...berisi 126 hadits.
Kitab Shalat : berisi 52 Bab dari Adzan, sampai pada Shalat dengan satu kain.
Sampai kitab terakhir, yaitu Kitab Tauhid : berisi 8 Bab dengan 134 hadits. 
Imam Muslim menulis kitab ini berdasar pembahasan bab-bab keagamaan. Karena sesuai aturannya sendiri, ia menulis untuk menerangkan setiap permasalahan agama dan kabar-kabar dari Rasulullah saw. Bentuk penulisannya, dalam Mustholah hadits dikenal dengan Al Jawami’, berbeda dengan Masanid yang sesuai urutan nama, atau kota, juga berbeda dengan Sunan yang disusun hanya dalam urusan hukum Islam (fiqh).
Satu hal yang sangat intens dalam penulisan Hadits, ialah dengan redaksi sanad dan matan. Seperti contoh diatas, jalur periwayatan, nama-nama perawi, cara al ‘ada, dan redaksi cerita tulis lengkap. Bahkan, Muslim sendiri tidak berani menyisipkan rasionalitasnya dalam setiap hadits, kecuali diperlukan, dan itupun dengan tetap memakai sumber referensi, ia tidak berbicara dengan “intuisi-nya” sendiri.

2.   Injil Lukas
Siapa yang menyangkal bahwa para penulis Alkitab adalah mereka yang ter ilhami oleh Tuhan. Sarjana Kristen sering membumbui tulisan-tulisan mereka dengan terminologi ‘inspirasi’. Misalnya P.W. Comfort menyatakan, “Individu-individu tertentu...diberi inspirasi oleh Tuhan untuk menulis penjelasan-penjelasan Injil untuk membakukan tradisi oral.” Dan lagi, para juru tulis yang mengopi PB pada tahap belakangan, “Mungkin menganggap diri mereka telah terinspirasikan oleh roh dalam membuat penyesuaian-penyesuaian tertentu dengan contoh.” 
Namun, para pengarang empat Injil yang anonim itu boleh jadi sangat tidak sependapat dengan Prof. Comfort. Injil terawal, Markus, yang dianggap sebagai sumber utama oleh para pengarang Matius dan Lukas, yang telah mengubah, menghapus, dan menyingkat banyak kisah-kisah Markus. Perbuatan semacam ini tidak akan mungkin terjadi jika mereka menganggap bahwa Markus diberi inspirasi oleh Tuhan, atau bahwa kata-katanya merupakan kebenaran sejati. 
Terkhusus untuk Injil Lukas, satu-satunya yang menuliskan kitabnya dengan muqadimah. Lalu melanjutkan dengan pembahasan Kelahiran Yohanes Pembaptis. Dengan versi LAI tahun 1997, kami menelaah secara rinci :
Pasal 1 : Muqadimah, Isyarat Kelahiran Yohanes, Isyarat Kelahiran Yesus sampai di akhiri Nyanyian Zakaria. Berisi 80 ayat dengan tidak satupun Perkataan Yesus ada disitu.
Pasal 2 :  Kelahiran Yesus, Yesus di sunat, dan di akhiri kisah Yesus Usia 12 Tahun. Berisi 52 ayat dengan hanya satu ayat saja berisi perkataan Yesus (Luk 2 : 49)
Pasal 3 : Yohanes Pembaptis, Yesus Dibaptis, ditutup Silsilah Yesus. Berisi 38 ayat tanpa satupun perkataan Yesus.
Pasal 4 : Percobaan di Padang Gurun, dilanjut perjalanannya dan ditutup  Yesus Mengajar Di Kota-kota lain. Berisi 44 ayat dengan 13 ayat berisi Perkataan Yesus.
Pasal 5 : Penjala Ikan Menjadi Penjala Manusia sampai Hal Berpuasa. Berisi 49 ayat dengan 17 ayat berisi Perkataan Yesus.
Pasal 6 : Murid-murid Memetik Gandum, sampai pada bab Dua Macam Dasar. Berisi 49 ayat dengan 36 ayat berisi Perkataan Yesus.
Dan seterusnya sampai pada pasal 24 yang berisi : Yesus Menampakkan diri setelah Di kubur, dan ditutup Kenaikkan Yesus.
Dengan adanya keterangan ini, kita dapat mengetahui bahwa Injil Lukas merupakan sebuah karya sastra yang cukup indah. Disebut karya sastra karena seperti keteraangan Leks, bahwa terdapat gaya bahasa yang sangat indah, identik dengan karya sastra Yunani. Lain hal dengan Karya Markus, Matius maupun Yohanes.

Hasil Akhir

Setelah melihat pembahasan singkat tersebut, kami mengambil banyak sekali manfaat darinya. Hal ini karena dengan komparasi ini, diharapkan mampu memberi gambaran secara jelas bagaimana eksistensi karya tulis dari para ulama’ masing-masing agama. Dari Shahih Muslim dengan Injil Lukas, kita bisa melihat kitab mana yang lebih unggul.
Diantara keunggulan Injil Lukas dari Shahih Muslim adalah pada tema dan gaya bahasa. Tema Injil Lukas bermaksud menceritakan seluruh kejadian di masa Yesus secara runtut dari isyarat kelahiran, sampai ia diangkat ke sorga. Sedangkan Shahih Muslim menyusun sesuai pembahasan seluruh pokok agama dan cabang-cabangnya. Artinya, kepribadian Muhammad saw kurang begitu mengena, karena kurang runtut. Barangkali kejadian di awal kenabian, baru disampaikan pada Bab Akhir kitab ini. Kemudian untuk gaya bahasa, memang kita akan mengapresiasi hasil karya Lukas. Sedangkan Muslim, sama sekali tidak membawa ilmu nahwu sharaf, dan atau syair ke dalamnya.
Akan tetapi, jika melihat keunggulan Shahih Muslim, kita akan terkagum lebih. Kelebihan itu terletak pada :
1. Penjelasan akan latar belakang, maksud, tujuan, dan metode penulisan.
2. Sistematika penulisan yang amat ilmiah.
3. Sumber-sumber berita yang lebih kredibel.
4. Pengakuan atas murninya sumber, tanpa mencampuradukkan perkataannya dengan perkataan Nabi saw.
5. Tertatanya pembahasan permasalahan agama, dan terakhir,
6. Adanya sistem isnad yang tidak terdapat dalam khasanah umat selain Islam.


Daftar Pustaka : 

Abdurrahman, Hafizh. Ulumul Quran Praktis. 2003. Bogor : IDeA Pusaka Utama.
An Nawawi, Yahya bin Syaraf.  Shahih Muslim bi Syarh An Nawawi.1415 H/1994 M. Kairo : Darul Hadits.
Azami, Muhammad Musthofa. The History of Quranic Teks. 2012. Terjemahan versi E-book.
Bartlett, David L. Pelayanan dalam Perjanjian Baru. 2003. Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Buchaille, Maurice.The Bible, Quran and Science. Ed. Abu Aminah Bilal Phillips. 1995. El-falah Foundations. Di download di http://dear.to/abusalma 
Fletemier, Curt. & Yusuf Lesefire. Christianity and Islam : The Son and The Moon. 2012. Jakarta : Faithfreedom.org
Ibnu Abdil Barr, Mukhtashar Jami’ Bayanil ‘Ilmi wal Fadhlihi. 1994. Beirut : Maktabah al Islami
Lang, Jeffrey. Aku Menggugat, Maka Aku Kian Beriman. (Terj. Agus Prihantono). 2007. Jakarta : Serambi Ilmu Semesta.
Leks, Stefan. Tafsir Injil Lukas. 2003. Yogyakarta : Kanisius. 
Marshall, Dr. Taylor. Why Matthew is the First Gospel and not Mark. 2011. http://taylormarshall.com 
Novillanti, Jeanly. Penggunaan Bahasa Persamaan dalam Injil Lukas. Educatio Vitae, Vol.1/Tahun1/2014
Qadri, Dr. Hamid. Awan Gelap Dalam Keimanan Kristen. (Terj. Masyhur Abadi). 2004. Surabaya : Pusaka Da’i.
Syukur, Abdul. Sejarah Lisan Orang Biasa. Makalah   untuk  Konferensi  Nasional  Sejarah  VIII  pada  tanggal  14-17  Nopember  2006  di Hotel  Millenium,  Jakarta.
Tenney, Merril C. Survei Perjanjian Baru. 1995. Malang : Gandum Mas 

https://jauharudintamam.wordpress.com/2013/03/05/studi-kitab-hadis-sohih-muslim/ di akses pada 5 Februari 2017.
http://kajian-kristologi007.blogspot.co.id/2011/12/studi-perjanjian-baru.html?m=1 di akses pada 5 februari 2017.
http://mendapat-laia.blogspot.co.id/2012/01/jumlah-pasal-dan-ayat-dalam-alkitab.html?m=1 diakses pada 4 Februari 2017.
http://quran-hadis.com/kitab-shahih-muslim/ diakses pada 5 Februari 2017

Kamis, 02 Februari 2017

SEPUTAR AKTIVIS SEKOLAH

(BAGIAN 3)


3. Carracter Building Aktifis.

Kewajiban Datang saat Seorang  Terpanggil oleh Pengabdian


Inilah yang seharusnya menjadi sebuah titik tumpu sebuah Organisasi Sekolah. Seorang anggota Organisasi Siswa dituntut untuk melaksanakan tanggungjawabnya sebagai masyarakat sekolah untuk berperan serta membangun masyarakat. Ketika masyarakat tersadar, mereka kemudian bergandengan melakukan managerial dan eksekusi lapangan dengan cara yang tersistematis. Kesadaran ini merupaakan kesadaran tanggungjawab manusia kepada masyarakat. Namun, titik balik dari hal ini terletak pada derajat Tanggungjawab dan Kewajiban. Kewajiban personal menjadi tanggungjawab mutlak, namun kewajiban masyarakat menjadi tanggungjawab khusus. Seorang anggota Organisasi Siswa merupakan bagian dari pihak yang memiliki tanggungjawab khusus. Bukan lagi secara mutlak.
        Dalam aturan Islam, ada perbedaan hukum antara fardhu ‘ain dan fardhu kifayah. Kewajiban menjadi Pengurus OSIS termasuk ke daalam kewajiban al Kifai yang wajib dilakukan oleh sekelompok orang. Jika sudah ada, maka gugur bagi yaang lain. Jika tidak ada, berdosa bagi semua. Hal ini tegas, dalam panduan Kemendiknas, ditulis “setiap sekolah wajib membentuk Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS).” Namun, seberapa besar tuntutan akan kewajiban bagi pengurus. Islam menjelaskan, “jika seseorang telah memulai amal fardhu kifayah, maka hukum itu berubah menjadi fardhu ain. Ia harus secara sempurna melaksanakannya, jika ia tidak menyempurnakan maka ia berdosa.”

Pertanyaannya, seberapa mutlak seseorang dibebani kewajiban ainy ini ?

Jawabannya ada dalam kitab Al Iqna’ fi Hal Alfadz Abi Syuja’ karangan asy Syarbiniy (977 H) bahwa ada hukum didalamnya, ““Wajib menolong orang kafir yang mendapat perlindungan, semisal dzimmi, mu’ahad, atau musta’man yang terjatuh dalam sumur atau semisalnya, seperti bahaya ular yang mengancam dirinya, sebagaimana menolong seorang muslim dari bahaya-bahaya tersebut dengan berbagai cara. Demikian juga wajib untuk menolong orang yang tenggelam ataupun terbakar. Maka orang yang sedang shalat harus menghentikan shalatnya –baik shalat wajib maupun sunnah- untuk menyelamatkan orang lain dari ancaman bahaya”
        Jelas, bahwa hukum membatalkan amalan fardhu ‘ain itu boleh, dengan kesepakatan ulama’. Akan tetapi, harus ada mussawigh yang jelas dan diperkenankan oleh aturan. Selain itu, ada hukum bagi orang yang melanggar sumpah, yaitu diterangkan dalam QS Al Maa’idah : 89, bahwa ia harus bertaubat dengan menebus dosa itu secara kaffarat. Inilah yang amat sesuai dengan hukum seorang pengurus Organisasi Siswa yang melanggar sumpahnya, yaitu melepaskan kewajiban dan tanggungjawabnya secara sengaja. Maka, harus ada kaffarat sebagai penebus. Akan tetapi, kaffarat ini dibebankan karena sengaja tanpa mussawigh tanpa udzur. Jika ia ada udzur, jelaslah bahwa ia bukan lagi memegang amanah untuk melaksanakan kewajiban dan sumpahnya.

a. Pengabdian vs Kewajiban.
Pemimpin Harus Melaksanakan Kewajiban
karena ia terpanggil oleh Pengabdian.

       Pertanyaan yang amat sulit untuk dijawab. Seorang Pengurus Organisasi Siswa, tergolong pengabdi atau pelaksana kewajiban ?
       Kewajiban, dalam KBBi disebut (sesuatu) yg diwajibkan; sesuatu yg harus dilaksanakan; keharusan, kemestian, darma, keharusan, beban, tanggung jawab, tugas, peranan, kerja, ayahan, beban, pikulan, komitmen, tanggungan, pekerjaan. Dalam kaitan dengan Ilmu Budaya, antara hak dan kewajiban ini harus seimbang dan bergandengan. Contoh, jika kita berhak untuk mendapat ilmu dari orang lain, maka kita berkewajiban memberikan ilmu kepada orang lain. Jika kita berhak untuk mendapat pelayanan, maka kita berkewajiban melayani orang lain. 
         Sedangkan untuk Pengabdian, disebutkan sebagai sebuah bentuk penerapan tanggung jawab kepada pihak lain secara ikhlas. Dalam Seri Diktat Kuliah MKDU : Ilmu Budaya Dasar karya Widyo Nugroho dan Achmad Muchji, Universitas Guna darma menulis, Pengabdian adalah perbuatan baik yang berupa pikiran, pendapat ataupun tenaga sebagai perwujudan kesetiaan, cinta kasih sayang, norma, atau satu ikatan dari semua itu dilakukan dengan ikhlas. Pengabdian itu pada hakikatnya adalah rasa tanggung jawab. Apabila orang bekerja keras sehari penuh untuk mencapai kebutuhan, hal itu berarti mengabdi kepada keluarga.  Manusia tidak ada dengan sendirinya, tetapi merupakan makhluk ciptaan Tuhan. Sebagai ciptaan Tuhan manusia wajib mengabdi kepada Tuhan. Pengabdian berarti penyerahan diri sepenuhnya kepada tuhan, dan merupakan perwujudan tanggung jawab kepada Tuhan.
     Sedangkan, WJS Poerwadinata menulis “Mengabdi adalah suatu penyerahan diri kepada “suatu” yang dianggap lebih, biasanya dilakukan dengan ikhlas, bahkan diikuti pengorbanan.”
      Sebagai aktivis Organisasi, saya memahami bahwa saya berkewajiban memberikan pelayanan kepada orang lain. Karena pada dasarnya, saya berhak mendapatkan pelayanan itu. Jiwa ksatria lah yang membawa pemegang hak untuk bergerak memberi hak. Ketika di tanyakan kepada saya, kenapa menjadi aktivis ? Saya lebih suka menjawab, “melaksanakan kewajiban.” Karena alasan apa ? Kewajiban menuntut saya, dan pengabdian memanggil saya. Kewajiban mendorong dengan memaksa untuk menuju dan memenuhi panggilan pengabdian. 
        Apakah kewajiban ini mutlak personal ? Tidak ! Kewajiban ini hanya akan datang ketika panggilan pengabdian hadir. Ketika seorang dengan hati dan jiwa yang terpanggil untuk mengabdi, maka ia harus memenuhi panggilan itu dengan membawa kewajiban yang mendorongnya. Apakah lantas seorang memiliki kebebasan untuk tidak berkewajiban ? Sangat punya, sebab, jiwa yang terpanggil ini belum tentu memiliki sarana yang kapabilitasnya cukup memadai. Ketika seorang dipaksa melaksanakan kewajiban, namun panggilan pengabdian belum hadir, maka ia seperti melihat tanpa pandangan. 

b. Double post. 
       Kebijakan yang cukup menggelikan ketika saya mendengar dewan Wakasek Kesiswaan untuk menghalangi kebebasan Siswa. Kebijakan itu berupa larangan rangkap jabatan bagi aktifis di lebih dari 2 ekstrakurikuler. Namun, anehnya, ada statement, “Jika sudah masuk di OSIS, maka ia hanya boleh mengambil satu posisi lagi di pengurus organisasi lain.” Lagi-lagi karena pandangan OSIS sebagai pihak yang sama dan sejalan dengan tugas Pengurus Ekstrakurikuler. Saya melihat kebijakan itu sesuatu yang amat aneh, kenapa ?
    
Jika memang dasar pemikirannya mengarah ke UU No 39 tahun 2008 pasal 23,  maka hal yang indah. Karena disitu disebut, bahwa Anggota DPR dilarang rangkap jabatan pada :
a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; 
b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; 
c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari APBN dan/atau APBD.

Atau mungkin berdasar pada surat edaran Menteri Dalam Negeri No. 800/148/sj tertanggal 17 Januari 2012 yang menyebutkan bahwa kepala daerah tingkat I dan II, pejabat publik, wakil rakyat, hingga pegawai negeri sipil (PNS), dilarang rangkap jabatan dalam organisasi olahraga, seperti KONI dan PSSI, serta kepengurusan klub sepakbola profesional atau amatir. Larangan itu juga berpijak pada Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2008.
Kembali kita lihat, kewajiban vs pengabdian. Bahwa kewajiban hadir ketika ada panggilan dari pengabdian. Yang saya lihat, sangat kontras, kebijakan rangkap jabatan ini di lontarkan, namun, tidak menyentuh sama sekali kepada saya. Saat kebijakan itu disosialisasikan, saya memegang amanah sebagai Ketua Umum OSIS, Ketua KIR, Ketua Wartawan, dan Wakil Ketua Rohis. Empat jabatan tinggi, dan tidak ada jabatan lain bagi saya. Keanehan itu datang ketika saya tidak mendapat perlakuan yang sama seperti kawan-kawan saya. Jawaban mungkin kita akan serentak, “saya ada keistimewaan.” 
      Tapi bagaimana mungkin kita akan mengatakan itu, dalam menjalankan kegiatan tersebut, bahkan seringkali saya kurang maksimal dan agak berantakan. Sangat aneh, melihat alasan pembina karena mereka kurang disiplin waktu dan kinerja. Tak lebih, saya bahkan hanya sekedar mengikut kemana arah perjalanan rekan-rekan di Tim. Satu hal lagi, bahwa ketika saya memaksa untuk menolak tugas, yang sebenarnya bukan bagian dari tugas 4 jabatan saya, tapi saya tak diberi tempat. Ketika ada orang lain yang berkenan, Pembina mencegahnya, “tetap saya.” Apa ini ?

c. Serving together. 

OSIS adalah pelayan Masyarakat.
Satu hal yang amat salah kaprah bagi kalangan aktifis, terutama sebagai pengurus OSIS, mereka hanya peduli bahwa mereka maju dan bergerak untuk menunjukkan kemampuan diri sendiri dan menyamankan diri sendiri. Mereka lupa bahwa tugas mereka seharusnya sebagai Pelayan Bersama. Para Pengurus ini seharusnya melayani bersama membentuk sebuah tim yang solid dengan penuh pengorbanan. Memanglah problem ini ada di setiap organisasi manapun. Namun, kenyataannya, kami tidak mendapat pengarahan ke arah situ. Kita malah mendapat motivasi untuk saling unjuk gigi menunjukkan tim masing-masing itu hebat. 
     Sebagai pengurus OSIS, yang amat saya fahami tugas saya hanyalah menjadi penyalur aspirasi masyarakat sekolah. Saya menjadi perwakilan yang sah untuk mengatur dan mengelola kegiatan siswa dalam rangka mewujudkan suksesnya pendidikan di sekolah. Sebagaimana tujuan didirikan OSIS ialah :
1. Menghimpun ide, pemikiran, bakat, kreativitas, serta minat para siswa ke dalam salah satu wadah yang bebas dari berbagai macam pengaruh negative dari luar sekolah
2. Mendorong sikap, jiwa dan semangat kasatuan dan persatuan di antara para siswa, sehingga timbul satu kebanggaan untuk mendukung peran sekolah sebagai tempat terselenggaranya proses belajar mengajar.
3. Sebagai tempat dan sarana untk berkomunikasi, menyampaikan pemikiran, dan gagasan dalam usaha untuk mematangkan kemampuan berfikir, wawasan, dan pengambilan keputusan.

d. Post Attendant. 
       Satu keanehan yang saya rasakan. Bahwaa kebijakan Pembina OSIS menempatkan Pengurus OSIS purna sebagai orang lain di luar struktural OSIS. Padahal, satu hal yang saya fahami bahwa dalam Struktural OSIS non formal, terdapat Dewan Penasihat yang berada diantara Pembina dan Pengurus OSIS. Dewan penasehat ini terdiri dari setidaknya seorang Pengurus OSIS purna yang duduk di kelas XII, yaitu Ketua OSIS purna. Namun sayaangnya, sebagai Purna OSIS, saya ditempatkan pada tempat yang tak semestinya. Ini tentu suatu hal yang amat menggelikan bagi pengurus OSIS. Itu menandakan bahwa Pembina OSIS amat minim pengalaman, dan bahkan tidak tahu sama sekali Managemen OSIS, tapi di beri wewenang bertindak sesuka hati.

Apalah arti Semua ini ?
Biarlah, hanya karena hal sekecil itu, saya tak pantas untuk melakukan tindakan apapun. Mengajaripun tak sudi. Biarlah mereka belajar, kalau tak mau belajar...ya terserah, toh juga mereka sendiri yang akan mendapat balasannya

SEPUTAR AKTIVIS SEKOLAH

(Bagian 2)

OSIS adalah Lembaga Tertinggi
Keorganisasian Siswa.
arif_yusuf47@yahok.co.id 
Setelah saya sedikit menjelaskan mengenai Struktural OSIS yang berantakan di bahasan lalu. Kali ini saya akan membahas mengenai Manejemen OSIS yang sesuai hukum.

.... ~ ☆ ~ ....

2. Sistematika Managerial
    Dalam menjalankan kegiatan, kami juga mendapatkan beberapa kejanggalan atas kebijakan Dewan Pembina OSIS. Tak dapat dielakkan lagi, secara Organis saja sudah berbelok arah, maka secara Struktural, Fungsional, dan tentu Manajerialnya akan mengalami kejanggalan-kejanggalan secara fatal. Lebih parahnya lagi, kesalahan ini seolah sudah membudaya dengan tanpa filterisasi. 

OSIS dalam Fungsional disebut sebagai alat untuk melaksanakan pembinaan Kesiswaan selain dari yang sudah kami sebutkan diawal. Sedangkan secara sistemis, OSIS merupakan sebuah kelompok dari beberapa siswa yang bekerja sama untuk mewujudkan tujuan bersama. Kelompok ini saling berkoordinasi dengan menciptakan organisasi agar mewujudkan tujuan bersama. Sudah diketahui secara umum bahwa OSIS menjangkau seluruh aspek kehidupan masyarakat sekolah. Seperti tertulis dalam Lampiran UU No. 39 Tahun 2008, bahwa OSIS memiliki perpanjangan tangan pada 10 bidang, yaitu :
Seksi Pembinaan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, 
Seksi Pembinaan budi pekerti luhur atau akhlak mulia
Seksi Pembinaan kepribadian unggul, wawasan kebangsaan, dan bela negara, 
Seksi Pembinaan prestasi akademik, seni, dan/atau olahraga sesuai bakat dan minat,
Seksi Pembinaan demokrasi, hak asasi manusia, pendidikan politik, lingkungan hidup, kepekaan dan toleransi sosial dalam konteks masyarakat plural, 
Seksi Pembinaan kreativitas, keterampilan dan kewirausahaan,
Seksi Pembinaan kualitas jasmani, kesehatan dan gizi berbasis sumber gizi yang terdiversifikasi
Seksi Pembinaan sastra dan budaya,
Seksi Pembinaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
Seksi Pembinaan komunikasi dalam bahasa Inggris, 
         
        Secara sistematika, seluruh aspek kegiatan siswa di sekolah menjadi objek kajian Pengurus OSIS guna menentukan kebijakan dan program kerja. Sangat disayangkan, secara mangerial yang saya dapatkan, OSIS merupakan wadah organisasi aktifis yang bertujuan menggerakkan anggota Pengurus, bukan anggota  umum. Seolah hal yang kultural ketika OSIS bergerak bebas dengan kemauan sendiri, tanpa melihat kanan dan kirinya.

Diantara kejanggalan yang perlu untuk dikoreksi ialah :

Pemilihan Pengurus OSIS.
Pemilu Yang Konyol.
arif_yusuf47@yahoo.co.id

Sebuah hal yang kami rasa amat tidak manusiawi ketika memperlakukan manusia tidak secara semestinya. Begitupun dalam OSIS, memperlakukan seseorang sebagaimana tidak semestinya adalah sebuah penyimpangan kode etik. Dalam kaitannya dengan Pengurus OSIS, sesuai yang kami ketahui, bahwa pengurus OSIS adalah nama-nama siswa yang diajukan oleh setiap kelas lalu diadakan pemungutan suara dari nama-nama tersebut dan diambil kesepakatan beberapa nama untuk mengisi jabatan di Pengurus OSIS. Akan tetapi, yang terjadi pada pengalaman saya ialah :
1. Pengurus OSIS mendaftarkan diri secara independen. Hal ini sangat berbeda dengan ketentuan yang menyebutkan pengurus OSIS diajukan oleh kelas.
2. Tidak adanya perwakilan kelas yang terlibat. Dengan demikian, kelas tidak punya tempat sebagai monitor untuk mengawasi dan melihat jalannya seleksi pengurus OSIS baru.
3. Pengurus OSIS di seleksi setelah Pemilihan ketua Umum. Hal ini sangat menyimpang dengan aturan yang menyebutkan bahwa Ketua dan Wakil ketua dipilih oleh pengurus dan perwakilan kelas.
4. Ketua OSIS berjalan secara independen. Padahal, yang kami ketahui bahwa Ketua dan Wakil ketua diajukan oleh Pengurus dan Perwakilan kelas dalam satu paket yang kemudian diambil pemungutan suara oleh masyarakat.
5. Seleksi Pengurus OSIS dilakukan secara sepihak. Pada awalnya, penyeleksi adalah Ketua Terpilih dan Pengurus Senior (kelas XI) dan mengambil calon dari kelas X, namun satu periode di sebutkan bahwa kelas XI itu juga harus diseleksi lagi oleh Ketua Terpilih dan Ketua Senior. Lalu ada kejanggalan lagi semua calon pengurus diseleksi oleh Pembina. 
6. Tidak ada sosialisasi nama-nama pengurus terpilih. Ini tentu akan mempersulit keadaan yaang menuntut OSIS merupakan wadah tertinggi dari kegiatan siswa.
7. Pengurus OSIS dilarang ganda jabatan. Hal ini dengan kebijakan bahwa Pengurus Ekstrakurikuler dilarang rangkap jabatan, padahal OSIS adalah gabungan dari seluruh aktifitas kesiswaan, jika OSIS berada di pihak lain dari Ekstrakurikuler, maka tujuan utama OSIS akan terhambat.

LDK atau Workshop ?
Setelah Pengurus OSIS terseleksi, Pengurus Senior menyelenggarakan kegiatan Latihan Dasar Kepemimpinan. Hal ini ditujukan untuk mengasah skill leadership dari Pengurus OSIS terpilih. Akan tetapi, kebijakan Dewan Pembina menghendaki untuk :
1. LDK berada di Sekolah
2. LDK diselenggarakan dalam sekitar 20 jam.
3. LDK diikuti oleh seluruh pengurus baru dengan panitia Pengurus OSIS kelas XI. Panitia adalah peserta.
4. Materi LDK : Manajemen Organisasi, Leadership, kesekretariatan, PBB, Game. Dengan perincian 3 jam untuk Cek up dan PBB, 4 jam materi indoor, 5 jam istirahat, 2 jam Carracter Building, 1 jam olahraga, 2 jam Game, 2 jam Upacara, 1 jam penutupan.
Jika melihat sistematika kegiatan, tentu ini bukan sebuah LDK yang standar. Sebagai contoh yang cukup standar, porsi kegiatan sebagai berikut : 1 jam Chekup, 6 jam PBB, 7-10 jam materi administrasi dan manajemen Organisasi, 17-20 jam istirahat, 10-12 jam karakter building, 3 jam Olahraga, 5-7 jam Game, 3-4 jam upacara, 1-2 jam penutupan. Sekiranya yang efektif ialah 60 jam kegiatan. Bagaimana mungkin kinerja selama 1 tahun kedepan hanya di tentukan dengan 20 jam saja ? Materi yang seabrek dengan diringkas begitu hebatnya, pastilah, hasil tidak akan pernah mencapai target.

Penyusunan Program Kerja.
  Sesuai prosedur yang kami ketahui, penyusunan Proker ini di laksanakan dengan melibatkan Pengurus OSIS, Dewan Penasehat, Perwakilan Kelas, dan Dewan Pembina melalui sebuah sidang Pleno MPK. Namun, yang saya dapatkan, Proker disusun hanya oleh Pengurus OSIS dengan koridor masing-masing seksi bidang, dan di persatukan lalu di ajukan kepada Dewan Pembina. Setelah pengajuan di sahkan, proker pengurus OSIS ini tidak di sosialisasikan kepada Masyarakat, dengan alasan bahwa Proker OSIS hanya untuk pengurus OSIS dan diketahui oleh Dewan Pembina saja. Aneh sekali.

Eksekutif atau Legislatif ?
     
OSIS vs MPK
Keduanya sejajar di bawah Sekolah.
arif_yusuf47@yahoo.co.id
  Ini ketidak jelasan yang amat merugikan, sebab, OSIS seharusnya diberikan wewenang secara tegas, sebagai Eksekutif atau Legislatif ? 

Yang kami ketahui, OSIS merupakan lembaga eksekutif yang punya wewenang mengatur, melaksanakan,  dan menetapkan kebijakan segala proker dan tata aturan Siswa di sekolah. Untuk eksekutifnya berada di tangan MPK yang kedudukannya sejajar dengan OSIS. Akan tetapi, pelaksanaan di sekolah kami, OSIS ini bukan lembaga tertinggi dalam lembaga eksekutif melainkan organ yang kedudukannya sejajar dengan Ekstrakurikuler. Maka, OSIS tidak diberikan wewenang untuk terlibat aktif maupun pasif dalam pelaksanaan Kegiatan Ekstrakurikuler di sekolah. Sehingga, ketika di lapangan, Pengurus Ekstrakurikuler seolah merasa bahwa OSIS adalah pesaing mereka, bukan rumah payung yang menaungi mereka. Ini tentu sebuah hal yaang kurang etis bagi kalangan aktifis.

Dewan Pembina dan Dewan Penasehat.
       Dewan Pembina OSIS, sesuai ketentuan UU No 39 Tahun 2008, disebutkan Kepsek sebagai Ketua, Wakasek Kesiswaan merupakan Wakil Ketua, dan Guru minimal 5 orang sebagai anggota Dewan Pembina. Namun yang saya lihat, Pembina OSIS ialah Kepsek, Wakasek, dan seorang Guru. Ini tentu sebuah hal yang amat kurang taat pada prosedur. Untuk Dewan Penasehat sendiri seharusnya, di buat setidaknya satu orang, yaitu Ketua OSIS purna yang duduk di kelas XII. Akan tetapi, yang saya dapatkan, sebagai Ketua OSIS purna, saya di tempatkan layaknya siswa biasa yang tidak lagi terlibat dalam kegiatan OSIS. Bukan bermaksud untuk mendapatkan kedudukan spesial, namun, yang sangat mengecewakan, Ketua OSIS Purna, saya dianggap orang lain yang tidak boleh terlibat aktif maupun pasif. Saya ditempatkan pada tempat dimana Ketua OSIS Purna adalah orang asing yang harus di waspadai. Apa ini ??

Dari Pengurus untuk Siswa.
      Inilah seharusnya dilakukan oleh Pengurus OSIS, yaitu setiap kegiatan melibatkan Siswa, karena seperti dasar hukum kita ialah Dari Rakyat, Oleh Rakyat, dan Untuk Rakyat. Namun yang terjadi, OSIS melakukan setiap kegiatan Dari Pengurus, Oleh Pengurus dan Untuk Pengurus. Lagi-lagi, karena mindsetnya, OSIS adalah organ lain yang semisal dengan Ekstkul, sehingga para Pengurus sibuk menyamankan diri sendiri dan melaksanakan kegiatan untuk kalangan mereka sendiri.

SEPUTAR AKTIVIS SEKOLAH

(Bagian 1)
Aktivis Organisasi Siswa Hanya sebuah
Fardhu Al Kifai.
arif_yusuf47@yahoo.co.id

Selama hampir 3 tahun saya menjalani masa sekolah tingkat atas dengan penuh kenangan. Ketika pada pertengahan tahun 2013, memulai status baru sebagai Siswa SMA, saya mendapatkan suatu kenyataan yang amat terkesan. Saya benar-benar seorang yang baru, dengan status dan posisi saya. Sudah sangat lazim di kenal di masyarakat bahwa seorang Siswa yang dipandang populer di masyarakat Indonesia adalah siswa dengan segudang prestasi akademik di sekolah. Saya tertarik dengan sebuah pikiran yang radikal dengan apa yang populer di masyarakat. Ketika saya masuk di SMA, saya seperti diatas angin dengan mencoba menantang diri saya sendiri. Apa yang saya lakukan memang antimainstreem bagi posisi saya sendiri. Seorang siswa, tugas utama saya adalah belajar dan berlomba dalam dunia ilmu pengetahuan. Namun, saya sedikit melirik pada apa yang kita kenal organisasi siswa. 

Tugas dan kehidupan yang benar-benar baru bagi saya. Namun, meskipun tanpa background aktivis sekolah, saya berusaha dengan sangat untuk bisa tampil sebagai seorang yang berprestasi di dunia baru saya. Awal kali kerja, saya ditugaskan sebagai Wakil Ketua 2 dari organisasi Kerohanian Islam. Walau sedikit kebingungan dengan apa yang harus saya laksanakan, saya pelan-pelan belajar dari setiap kegiatan. Satu periode sebagai Waka 2 ROHIS, yang saat itu pula saya juga mencalonkan diri sebagai Pengurus OSIS dan ditempatkan pada Anggota Sekbid Ketaqwaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, cocok sekali itu. Selain di dua lembaga ini, saya juga sedikit terlibat sebagai anggota Komunitas Pecinta Alam, juga ambil bagian dari Tim Wartawan Sekolah. Cukup melelahkan untuk urusan siswa baru. Selain dari itu, untuk mengasah skill saya, saya juga masuk sebagai anggota Ekstrakurikuler Futsal, Tim Olimpiade Sains Nasional, dan Kelompok Ilmiah Remaja, maklum, karena background saya adalah cendekia di bidang Matematika. 

Setelah periode pertama, periode kedua (tahun ajaran 2014/2015) saya naik pangkat, di OSIS menjadi Ketua Umum Terpilih secara Pemilu, di ROHIS tetap pada Waka 2, di KIR menjadi Ketua, di Wartawan menjadi Ketua, dan di Futsal menjadi Kapten (sebutan untuk ketua Ekstra Futsal). Setelah periode itu berakhir, saya masih stay di KIR sebagai Ketua Bayangan, di Wartawan sebagai Dewan Kehormatan, dan masuk sebagai anggota Teater sebagai Kasekbid Humas dan Publikasi. Cukup banyak memang, tapi itulah saya.

Dari pengalaman saya terjun di dunia aktifis organisasi, saya beberapa kali melihat kejanggalan-kejanggalan yang terjadi. Mulai dari personalia, internal organisasi, maupun eksternal organisasi. Selama kami mengabdi, kegiatan organisasi ini masuk dalam koridor Ekstrakurikuler, artinya, boleh dilakukan di luar kegiatan kurikuler. Namun, setelah kami lepas jabatan, ada salah satu ekstrakurikuler yang dimasukkan ke dalam koridor ko-kurikuler. Ekstrakurikuler ini ialah Pramuka. Seperti yang banyak beredar, Muhadjir Effendi mencanangkan program ini, karena di nilai Pramuka mampu memberikan sumbangsih besar terhadap pendidikan karakter siswa. Bulan September 2016, Kemendikbud RI memberikan informasi akan wacana ini.

Baik, sekarang saya akan memberikan sedikit paparan mengenai kejanggalan kami selama bergelut dalam dunia aktifis sekolah. Kami akan meninjau secara koridor struktural sesuai hukum, sistematika, dan Carracter Building.

1. Struktural Organisasi Siswa
   
   Tanggal 22 Juli 2008, Mendikbud RI, Bambang Sudibyo mengesahkan Permendiknas RI no 39 tahun 2008 tentang Pembinaan Kesiswaan. Permen itu terdiri dari VI BAB dan 8 pasal yang berisi pedoman Pembinaan Siswa di lingkup sekolah. Pasal 3 ayat satu disebutkan bahwa “Pembinaan kesiswaan dilaksanakan melalui kegiatan ekstrakurikuler dan kokurikuler;” Hal ini dimaksudkan untuk menjawab maksud dan tujuan dari Pembinaan Kesiswaan sebagaimana disebut dalam pasal 1 yaitu ;
a.  Mengembangkan potensi siswa secara optimal dan terpadu yang meliputi bakat, minat, dan kreativitas; 
b.  Memantapkan kepribadian siswa untuk mewujudkan ketahanan sekolah sebagai lingkungan pendidikan sehingga terhindar dari usaha dan  pengaruh negatif dan  bertentangan dengan tujuan pendidikan; 
c. Mengaktualisasikan potensi siswa  dalam pencapaian prestasi unggulan sesuai bakat dan minat;
d.  Menyiapkan  siswa agar menjadi warga  masyarakat yang berakhlak  mulia, demokratis, menghormati hak-hak asasi manusia dalam rangka mewujudkan masyarakat madani  (civil society).

Dari keempat poin tersebut, Mendikbud memberikan pedoman pelaksanaan Pembinaan Kesiswaan melalui Ekstrakurikuler dan Kokurikuler tersebut meliputi kegiatan ;
a.  Keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
b. Budi pekerti  luhur atau akhlak mulia;   
c. Kepribadian  unggul,  wawasan kebangsaan,  dan bela negara;
d.  Prestasi akademik, seni, dan/atau  olahraga sesuai bakat dan minat; 
e.  Demokrasi, hak asasi manusia, pendidikan politik, lingkungan  hidup,  kepekaan  dan toleransi sosial  dalam konteks masyarakat plural; 
f. Kreativitas, keterampilan, dan kewirausahaan; 
g.  Kualitas jasmani,  kesehatan, dan gizi berbasis  sumber gizi yang terdiversifikasi ; 
h.  Sastra dan budaya; 
i. Teknologi informasi dan komunikasi; 
j. Komunikasi dalam bahasa Inggris;

Dari ke 10 koridor Pembinaan Kesiswaan itu, Mendikbud menyatakan ada satu lembaga yang sah sebagai Pusat dan Penanggungjawab Pengelolaan, yaitu berbentuk organisasi Kesiswaan yang ditetapkan dengan nama Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Kemudian, dari organisasi ini, sistematika struktural telah dijelaskan dalam selebaran berupa REVISI KESISSWAAN DARI 8 SEKBID MENJADI 10 SEKBID INFORMASI TENTANG ORGANISASI SISWA INTRA SEKOLAH ( OSIS ) Depdiknas Ditjen Dikdasmen Direktorat Pembinaan Kesiswaan Tahun 2003. Dan didalam Panduan Pelaksanaan OSIS Kemendiknas 2011 disebutkan pengertian OSIS terdiri dari 4 pengertian, yaitu Semantik, Organis, Fungsional dan Sistematis. Karena yang kami bahas pada poin ini tentang Struktural, maka kami mengambil pengertian dari sudut organis, yaitu ;
“OSIS adalah satu-satunya wadah organisasi siswa yang sah di sekolah. Oleh karena itu setiap sekolah wajib membentuk Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), yang tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan OSIS di sekolah lain dan tidak menjadi
bagian/alat dari organisasi lain yang ada di luar sekolah.”

Dari pengertian tersebut sangat jelas, bahwa OSIS satu-satunya wadah organisasi siswa yang sah di sekolah. Jika meninjau dari semantis, satuan atau kelompok kerja sama para siswa yang dibentuk dalam usaha mencapai tujuan bersama, yaitu mendukung terwujudnya pembinaan kesiswaan. Ingat, bahwa Pembinaan Kesiswaan, di kelompokan ke dalam 10 poin yang saya sebutkan di atas. Kemudian, Fungsi dari OSIS itu ada 3, pertama sebagai wadah, yaitu Organisasi Siswa Intra Sekolah merupakan satu-satunya wadah kegiatan para siswa di sekolah bersama dengan jalur pembinaan
yang lain untuk mendukung tercapainya pembinaan kesiswaan. Kedua, sebagai Motivator yang mampu memberikan rangsangan positif kepada masyarakat sekolah. Ketiga, sebagai Preventif, yaitu mendorong siswa aktif positif dan mencegah siswa dari tindakan menyimpang.

OSIS adalah Satu-satunya Wadah Organisasi Siswa.
Kemendiknas RI Tahun 2008.



Dari paparan itu, saya mendapatkan pengalaman yang agak menyimpang, yaitu ;


a. OSIS merupakan Organisasi Independen selain Organisasi Ekstrakurikuler.
Dari sistem ini, nampaknya memang tidak ada yang salah, karena sesuai sejarah, OSIS merupakan salah satu dari 4 Jalur Pembinaan Kesiswaan. OSIS ini masuk ke dalam kategori Organisasi Kesiswaan, dan merupakan satu-satunya. Selain Organisasi Kesiswaan, jalur lain yaitu Kegiatan Ekstrakurikuler, Wawasan Wiyatamandala dan Pelatihan Kepemimpinan. Namun sayangnya, semakin saya mengamati, jalur yang dipakai oleh Dewan Pembina agak berbelok. Pemahaman bahwa OSIS adalah satu-satunya organisasi ini amat kacau. OSIS ditempatkan sebagai bagian tersendiri yang secara struktural tidak ada sangkut pautnya dengan Organisasi Ekstra. 
Dari pemahaman yang belok itu, akibatnya, Pengurus OSIS merupakan sebuah Organisasi tersendiri selain Organisasi Pengurus Ekstrakurikuler. Dengan demikian, peran kerja OSIS ini tidak dapat berjalan seperti sedia kala. Seringkali dari Pengurus OSIS sendiri kurang memahami posisi mereka, yang berakibta pada persaingan antar Pengurus Lembaga. Pemahaman dari Pembina juga mengarah bahwa OSIS memiliki agenda yang benar-benar di luar Agenda Organisasi Pengurus Ekstrakurikuler. Ini tentu bukan hal yang dibenarkan sesuai hukum. Karena secara hukum, OSIS merupakan wadah tertinggi yang mengatur seluruh aktifitas Ekstrakurikuler. Seperti dalam Panduan Pelaksanaan OSIS, bahwa fungsi OSIS menjadi wadah yang satu-satunya, bersama jalur pembinaan yang lain.

b. OSIS merupakan kelompok lain dari Ekstrakurikuler dan kedudukannya sejajar dengan Ekstrakurikuler.
Pemahaman kedua ini merupakan perpanjangan dari pemahaman pertama. Ketika OSIS menjadi Organisasi yang lain, maka pasti ia akan menjalani kehidupan yang benar-benar lain, dan di luar kegiatan lain. Dengan demikian, OSIS tidak memiliki wewenang untuk terlibat dalam monitoring, mangerial dan praktikal kegiatan Ekstrakurikuler. Hal ini sangat kacau, bahkan menjurus kepada pendustaan Panduan OSIS dari Kemendiknas. 
Secara lebih spesifik, saya mengamati betapa anehnya jika sebuah Organisasi Pengurus Ekstrakurikuler berhak meninggalkan kebijakan OSIS yang disusun oleh Dewan Pengurus. Terlebih lagi, dalam menetapkan kebijakan, Pengurus OSIS juga lepas dari Pengurus Ekstrakurikuler. Ini tentu bukan jalur yang dibenarkan secara hukum.

Senin, 30 Januari 2017

Logikamu Kurang Cerdas, Kawan !

Sains dan Islam, menjadi sebuah simbol abadi dari dua sisi berbeda yang ada dalam setiap materi. Seorang Fisikawan Inggris tahun 1933 telah di berikan Penghargaan Nobel Fisika dengan Penjelasan Pasangan Elektron. Paul A. M. Dirac (1902-1984) telah mempelajari Relativitas Khusus dan Mekanika Quantum yang kemudian ia mampu menemukan bahwa ada sisi lawan dari Elektron. Jika dalam perumusan sebelumnya, partikel Atom itu terdiri dari Proton dan Neutron, Dirac berhasil menemukan aktifitas antimateri dari Elektron dengan muatan positif. Kemudian, Carl Anderson menamai partikel tersebut dengan positron. Satu yang amat realitas dari sebuah positron ialah, apabila ia bertabrakan dengan elektron, maka akan terjadi ledakan yang hebat. Ledakan itu merupakan pancaran energi yang mampu merangsak ke segala arah. Itulah simbol dari kontradiktifnya semua hal yang ada di Alam ini. Setiap hal, di segala lini, tak akan pernah terlepas dari apa yang kita sebut saling berlawanan.

Sebuah gagasan misalnya, oleh satu pihak di masukkan ke dalam Proposisi Afirmatif, namun ada pihak lain yang menyanggah dengan premis kontra untuk menempatkan Proposisi itu keliru. Tak hanya di dunia bahasa saja, di dunia sains, sosial-politik, budaya, hukum, dan Agama sekalipun. Suatu gagasan, akan mendapat gagasan yang berbeda, dan kadang melawan arus. Karena memang, tidak ada satu Term pun yang tidak ada pembanding dan lawannya. Untuk kali ini, kontradiksi dari sebuah perlakuan terhadap Agama akan menghiasi tulisan saya ini.

Episode Kelahiran.

Pada bulan Juli 2009 yang lalu, Ponpes Bumi Sholawat Sidoarjo pimpinan KH Agus Ali Masyhuri mengadakan sebuah diskusi ilmiah bersama Ketua Umum sekaligus Pendiri Jaringan Islam Liberal, dan Forum Kiayi Muda Jawa Timur. Diskusi tersebut menyajikan pembicara Ulil Abshar Abdala yang di uji dengan materi komparatif dari FKM yang diwakili oleh KH A. Syamsul Arifin (Dosen STAIN Jember dan Ketua PCNU Jember) dan KH Idrus Ramli (Anggota Lajnah Ta’lif wan Nasyr NU Jawa Timur). Tajuk diskusi tersebut mengangkat gagasan Cak Ulil tentang Plularisme dan Persamaan Agama. Dalam diskusi tersebut, satu yang selalu terngiang dalam telinga saya ialah lontaran gagasan bahwa Ke-otentikan Kisah-kisah dalam Al Quran perlu untuk ditinjau ulang. Alasannya karena tidak ada data sejarah secara valid dari ayat-ayat Al Quran itu sendiri. Inilah yang oleh Abdullah Syamsul Arifin di bantah habis-habisan. 

Syamsul Arifin memaparkan bahwa kewajiban iman dengan sesungguhnya apa yang datang dari Allah dan Rasulullah adalah mutlak. Sebuah frasa ganda, بِمَ جَاءَ عَن اللَّه وَ بِمَ جَاءَ عَنْ رَسُول اللَّه “bimaa jaa’a anillah wa bimaa jaa’a an Rasulillah” merupakan sebuah fondasi utama dalam iman Islam. Ia menyoroti kata “ما” yang secara notabene merupakan isim maushul musytarak (kata sambung multi makna) dan telah diketahui bahwa dalam Ushul Fiqih “ماَ” merupakan sighat ‘am yang tidak ada batasan kecuali jika ada yang mentakshis kan. Maka, Syamsul Arifin menegaskan bahwa Fondasi mengimani setiap apa yang datang dari Allah dan Rasul-NYA itu mutlak, tidak ada batasan koridor. 

Gagasan itu terus saja diperluas oleh Ulil sampai bertahun-tahun setelahnya. Ia tetap menmberikan sugesti kepada Muslim awam untuk tidak mengimani secara imanen fakta sejarah di masa lampau. Mengimani harus dengan akal dan faktualitas. Ia menyebut bahwa untuk menemukan faktualitas dari cerita masa lampau ini, kita bisa merujuk kepada Alkitab, yang notabene lebih detail dalam memberikan informasi. Inilah yang akan kami telaah.


Stigma Yang Amat Memalukan.


Pada sebuah wawancara istimewa, www.suarakita.com telah memberikan informasi yang amat memalukan bagi kalangan JIL sendiri. Tepat setelah Konferensi ICRP Tahun 2011 yang berlangsung di Balai Perpustakaan Nasional, wartawan Our Voice mewawancarai Saidiman Ahmad (Program Officer JIL). Ahmad memang dikenal banyak kalangan yang pro terhadap perilaku LGBT di Indonesia. Dalam sesi itu, Ahmad menjelaskan bahwa kutukan Tuhan atas kaum Nabi Luth a.s bukanlah atas dasar perilaku seksualitasnya yang menyimpang, melainkan mereka telah menganiaya dua malaikat yang diutus kepada Luth a.s. 

Ahmad menjelaskan bahwa orientasi kemarahan Tuhan bukan karena homoseksualitas kaum Sodom, melainkan ketidakhormatan mereka terhadap utusan Tuhan. Sebelum menjelaskan itu, ia menyampaikan muqadimah-nya bahwa “kisah yang sebenarnya terjadi...”, itu lah yang membuat kami sedikit tertawa. Pemahaman ini, sama seperti apa yang dilontarkan oleh Ulil, “untuk mengetahui kisah masa lampau, kita dapat merujuk pada Alkitab yang memberikan informasi secara detail.” Sangat tertata, namun ini merupakan Stigma yang sangat fatal bagi mereka sendiri. Ulil menjelaskan agar kisah-kisah Al Quran di tinjau ulang, pencarian data yang akurat agar di lakukan secara implisit agar lebih mendekati faktualitas. Disinilah keanehannya, bahwa mereka beranggapan isi dari Alkitab lebih faktual daripada isi dari Al Quran.

 Setelah kami menelusuri, kami menemukan cerita itu pada pertengahan dari Alkitab Kejadian. Diceritakan bahwa karena ulah kaum Sodom yang menolak utusan Tuhan, yaitu Loth, Tuhan marah dan kecewa. Tuhan berjanji akan menimpakan adzab bagi mereka. Hal ini karena sangat berat dosa dari mereka, (Kej 18 : 20) dan selanjutnya Tuhan akan memberi syarat agar Sodom tidak akan di adzab kecuali bila ada 10 saja orang benar disana (Kej 18 : 32).  Lalu Tuhan mengutus dua malaikat untuk meninjau kota Sodom. Di dapatilah keadaan dimana kaum Sodom berkata :

"Di manakah orang-orang yang datang kepadamu malam ini? Bawalah mereka keluar kepada kami, supaya kami pakai mereka." ( Kej 19 :5 )

Ketika upaya itu dilakukan, dua malaikat ini membutakan seluruh mata kawanan yang mencari mereka. Lalu keduanya menemui Loth dan memberitahukan agar karib kerabatnya di ajak untuk keluar dari Kota tersebut. Hal ini karena Tuhan sudah berjanji akan memusnahkan Kota itu. Tuhan menurunkan hujan belerang dan api dari langit untuk menunggangbalikkan kota itu. Sedangkan Loth bersama kaum kerabatnya pergi jauh yang oleh dua malaikat itu diperintah ke Lembah Yordan. Sampai hari itu berakhir, esoknya Abraham melihat ke Sodom dan Gomora, terlihat asap membumbung tinggi dari bumi. Hancur leburlah kota itu seketika. 

Didalam Al Quran, ayat 33-35 dari Al Ankabut disebutkan janji malaikat akan memusnahkan kota itu atas perintah Tuhan, namun tidak ada keterangan akan sebabnya kecuali hanya karena penduduk di situ adalah orang-orang fasik. Penjelasan yang cukup baik terdapat dalam QS al Hijr ayat 58 – 72 bahwa mereka akan berbuat aniaya terhadap dua oraang laki-laki jelmaan malaikat itu. Luth berkata: "Inilah puteri-puteriku (kawinlah dengan mereka), jika kamu hendak berbuat (secara yang halal)". Namun itu tidak dipedulikan oleh penduduk itu. Lalu kota itu di hujani batu dengan petir-petir yang maha dahsyat.

Ternyata, data yang paling akurat dari Al Quran ada di Surah Al A’raf ayat 80 – 84 bahwa penduduk Sodom itu suka berhubungan Homoseksual, seperti keterangan firman Allah SWT, “Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas.”

Dari paparan ini, satu poin yang kami cukup tertarik dari penjelasan Saidiman Ahmad, bahwa kaum Sodom di adzab bukan karena perilaku seksual-nya, melainkan karena mereka membenci dan mendustakan Nabi Luth a.s. Mereka di benarkan dalam perbuatan budayanya, namun di kecam karena mempermainkan utusan Tuhan. Inilah yang merupakan tafsiran yang disebut oleh Ulil sebagai data sejarah dari Alkitab. Sangat aneh, mendustakan Al Quran dengan alasan mengimani sejarah masa lampau itu harus dengan interpretasi (ijtihad) dan faktualisasi. Namun, ia menyarankan untuk merujuk kepada Alkitab dengan alasan data lebih terperinci ? Lantas bagaimana dengan mengimani secara interpretasi dan faktualisasi yang seharusnya diberlakukan adil dan sama kepada Alkitab ? Apakah Alkitab memang lebih abshah ? Bagaimana dengan polemik setiap generasi ada amandemen dari ayat-ayat Alkitab ? Sedangkan hanya sedikit saja ada perubahan lafazh dari Al Quran yang di cetak di Perancis dengan menambah dan mengurasi huruf-huruf al Quran, lalu di protes warga Afrika, di bubarkanlah percetakan itu. Ayat Al Quran yang selama 14 abad berada dalam kondisi asli sejak awal didustakan keasliannya ? Lalu Alkitab yang selalu di amandemen, dipercaya sebagai yang asli ? Logika macam apa ini ?


Mendustakan atau Berbuat Fakhisah ?


Menarik untuk di telaah, indahkah alasan bahwa Kaum Sodom di adzab haanya karena mendustakan utusan Tuhan ? Ataukah mereka di adzab karena tidak mau meninggalkan perbuatan keji mereka yang suka kepada homoseksual ?

Jika logika yang di pakai oleh kaum liberal ini bahwa Homokseksual bukanlah kesalahan atas nama Agama, maka kami amat keberatan. Secara logika sederhana, Homoseksual itu apa untungnya ? Bukankah agama manapun memerintahkan untuk berkeluarga dan menambah personel keluarga dengan cara yang seksual ? 

Dari pertanyaan sederhana ini, ada kawan dari JIL yang menyebutkan, “rasa kasih sayang itu datangnya dari Allah, jika menyalahkannya, sama saja kita menyalahkan Tuhan.” Cuitan dari Ade Armando (Dosen FISIP UI dan pembina Majalah Madina Online) ini sontak heboh di masyarakat, terutama kalangan muslimin. Satu logika yang amat tidak pantas untuk di jadikan panutan. Ia juga menyarankan untuk meninjau ulang sikap Islam yang menolak LGBT, dengan alasan bahwa fenomena itu kian lazim di masyarakat. Maka, seharusnya hukum Islam harus mengikuti masyarakat. Itulah logika yang cukup konyol dari salah satu staf JIL itu. 

Dari logika yang pertama, benarkah segala ciptaan Tuhan wajib untuk diikuti dan tidak boleh di lawan ? Jawaban yang amat tepat ialah, Allah swt berfirman : “ 'Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS Ali Imran : 14) Jikalau memang rasa kasih sayang kepada sesama, merupakan bagian dari kesenangan dan perhiasan dunia, dimana letaknya ? Bukankah “dari wanita” itu sudah bukti yang nyata, bahwa lelaki harus kepada wanita ? Tidak ada kesenangan di dunia yang diperbolehkan oleh Allah kecuali Wanita (untuk lelaki), anak, dan harta. Ketiga hal itu boleh kita ambil, akan tetapi dengan syarat tidak melampaui batas.

Jika memang rasa kasih sayang sesama jenis ini merupakan ciptaan Allah dan tidak boleh di serang atau di lawan, kami akan menanyakan satu hal. Allah swt berfirman : “Sesungguhnya Syaithan itu musuh yang nyata bagimu.” Apa maksudnya ini ? Dalam QS Al Baqarah : 168, 208, dan Al An’am : 142 disebut, “Janganlah mengikuti langkah-langkah syaithan.:” Bukankah Syaithan juga merupakan ciptaan Allah ? Kenapa lantas kita tidak boleh mencintai, saling mengasihi, sesama makhlul Allah ? 

Kedua, seperti firman Allah swt : “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS Luqman : 14-15)

Lihatlah kalimat tebal di atas, Wajib berbuat baik kepada orang tua, tentu tak perlu kami  bahas. Apakah ini mutlak ? Tentu tidak. Karena ada pengecualian, yaitu ketika ia melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan tujuan Islam, maka janganlah mengikuti mereka. Sudah sangat jelas, tak ada yang perlu diperdebatkan. 

Logika kedua, bahwa alasan Tuhan memberi adzab bagi kaum Sodom adalah karena mereka mendustakan utusan Tuhan, menentang, dan menolak nasehat darinya. 
Jawaban atas logika seperti ini dapat kami temukan dalam kisah Nabi Muhammad saw. Tiga tahun sebelum Muhammad hijrah dari Mekkah ke Madinah, Muhammad berduka dua kali, yaitu ketika Khadijah dan Abu Thalib wafat. Kejadian yang amat aneh bagi kita ialah, dalam asbabun Nuzul QS at Taubah : 113, disebutkan bahwa Abu Thalib tidak mengikuti kalimat Tauhid saat sakaratul maut, maka Muhammad bertekad untuk memohonkan ampunan sampai ada larangan. 
Pada masa itu pula Nabi saw di tanya oleh Abbas bin Abdul Muthalib, “Mengapa anda tidak menolong pamanmu padahal dia yang melindungimu dan marah demi membelamu?".

Lalu Muhammad menjawab : "Dia berada di tepian neraka. Seandainya bukan karena aku, dia tentu sudah berada di dasar neraka". Ini merupakan keterangan riwayat yang ditulis Al Bulhari denggan sanad, “Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami Yahya dari Sufyan telah menceritakan kepada kami 'Abdul Malik telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Al Harits telah menceritakan kepada kami Al 'Abbas bin 'Abdul Muthallib radliallahu 'anhu, dia berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam; ....”

Satu yang patut kita ambil data, bukankah Abu Thalib seorang yang berjasa besar kepada Muhammad dan Islam ? Bukankah ia menjaga nama baik Islam ? Bahkan ia tidak pernah menentang Muhammad sebagai utusan Allah ? Hanya satu saja yang membuat Abu Thalib berada di antara penghuni neraka, yaitu ia tidak mengikuti nasehat Muhammad saw untuk tunduk patuh kepada moralitas Islam.

Bagaimana logika Tuhan membenci Abu Thalib karena alasan mendustakan dan menganiaya Utusan Tuhan ? Maka seolah ini sejalan dengan kisah kaum Luth, mereka di adzab karena perbuatan fakhisah (keji) mereka sendiri, bukan karena menganiaya utusan Tuhan. Mereka di hukum karena perbuatan mereka yang tetap menjaga tradisi homoseksualitasnya di masyarakat. 

Balikpapan, 30 Januari 2017
Pkl 14.55 WITA
Arif Yusuf.

Selasa, 24 Januari 2017

SAINS YANG TERBATAS.

     Melanjutkan pembahasan yang lalu tentang Sistem Sains, Kristen dan Islam. Kali ini kami akan mengulas sedikit peluang antara Sains vs Kristen dan Islam dalam mengarungi arus perebutan tempat sebagai panutan utama peradaban manusia. 
          Sains, sebagaimana kita ketahui, selalu berkutat pada metode dan hipotesa. Sebuah problem, didapat manusia tatkala mendapat stimulan dari daerah sekitar. Seperti kata Descartes, “Cogito Ergo Sum,” “aku berfikir, maka qku ada.” Dengan berfikir manusia mampu memahami bahwa dirinya ada. Bagaimana mungkin seseorang akan mampu menyangkal bahwa dirinya tidak ada di suatu tempat ? Karena jika otak manusia berjalan, ia akan menyadari, bahwa ia telah ada, bukan terlepas dari sebuah objek yang menandakan keberadaan dirinya. Karena keberadaan dirinya inilah yang kemudian sering menimbulkan problem yang harus dijawab secara sains. Melalui pengamatan, identifikasi, analisa dan ditemukan jawaban yang paling tepat, diterimalah sebuah gagasan dalam koridor sains.
           Jika sebuah gagasan masih ambigu, tidak ada kejelasan, tiada keteraturan, dan bahkan hanya bersifat personal, maka ini belum disebut gagasan sains. Dalam sains, semua fenomena dapat dianalisa melalui determinannya, jika tidak ada determinan yang menyebabkan fenomena itu, maka ini sulit untuk tersistematis, bahkan sangat sulit untuk di terima sebagai hasil dari kerja sains. Melalui hasil penancapan sendi-sendi sains ini lah, maka pada era modern ini, sains akan dikenali dengan ciri-ciri sebagai berikut ;
Objektif: sains harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya.
Metodis: Dalam upaya mencapai kebenaran, selalu terdapat kemungkinan penyimpangan, karena itu harus diminimalisasi. Konsekuensinya, harus terdapat cara tertentu untuk menjamin kebenaran. Cara ini disebut metodis (dalam bahasa umum), yakni metode tertentu yang disebut metode ilmiah.
Sistematis: sains harus terurai dan terjerumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti utuh, menyeluruh, terpadu, menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. 
Universal: Kebenaran yang hendak dicapai bukan yang tertentu, melainkan yang bersifat umum, misal: semua segitiga bersudut 180 derajat. Dengan kata lain, pengetahuan tentang yang khusus, yang tertentu saja, tidak diinginkan.
     Kemudian, dari cirri tersebut, ada beberapa kaidah yang harus dipenuhi dari sebuah gagasan agar dikenal sebagai gagasan saintifik, yaitu :
Orde: Sains percaya bahwa alam ini teratur.
Determinisme: Sains percaya bahwa setiap peristiwa mempunyai sebab, determinan atau antesenden (pendahulu) yang dapat diselidiki.
Parsimoni (kesederhanaan): Kaidah parsimoni menunjukkan bahwa sains lebih menyukai penjelasan yang sederhana daripada penjelasan yang kompleks bila kedua-duanya sama-sama menjelaskan fakta.
Empirisme: Empirisme menunjukkan kepercayaan pada observasi atau eksperimen. Kesimpulan-kesimpulan sains haruslah didasarkan pada pengalaman yang dapat diamati, pada peristiwa empiris.
           Dari penerapan itu, akhirnya kita akan saling mengetahui, bahwa memang ciri ilmu sains selalu tersistematis dengan rapi. Namun, dalam kajian epistemologi, penerapan sains ini masih dipertentangkan. Perdebatan mengenai siapa yang unggul kemudian di bahas dalam dua kelompok, yaitu Idealisme-Rasionalisme dan Realisme-Empirisme. Kedua kelompok ini saling berperang satu sama lain. Seperti ditulis Amin Abdullah, Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM) menjadi prototype atas perkembangan dua aliran ini. Meskipun Plato mewarisi filsafat Socrates (469-399 SM), dan kemudian mewariskan ilmunya kepada Aristoteles, namun Aristoteles menentang Plato yang cukup menjaga tradisi. Aristoteles dengan berani menancapkan sendi-sendi sains didalam mencari arti sebuah kebenaran. Maka jelaslah diakui Arostoteles menjadi bapak Sains Klasik. Hal ini sangat berbeda dengan Plato yang tidak mengakui keunggulan pancaindera 
          Akan tetapi, kemudian dua kelompok ini saling berseteru dan tetap kokoh menjalankan jalurnya masing-masing. Bahkan, kadang kala, di suatu tempat kedua kelompok ini saling serang untuk menjalankan agenda masing-masing. Inilah yang sedikit disayangkan. Namun bukan titik itu yang kami permasalahkan, melainkan seberapa kokoh sistem sains ini mampu bertahan melawan sistem agama, yang kali ini kita wakilkan pada Islam dan Kristen.

Sains sang Penentang Agama.

             Dalam beberapa, bahkan seringkali kita dengar di berbagai pertemuan, Sains mencoba mencari jalan lain menuju kebenaran hakiki. Sains menancapkan gelombangnya dengan pasti untuk mencoba mencuri tempat duduk Agama sebagai makanan pokok bagi batin manusia. Sains telah berani menyakiti hati Agama dengan segala gerakannya. Seperti disebut oleh Karwadi (2008) mengutip keterangan Russel (1946 :533) bahwa Thomas Hobbes (1588-1679) telah dengan lantang menyerang Agama dengan menyebut bahwa kebenaran versi Agama haanyalah imajiner dan tidak lebih dari sekedar mimpi. Kemudian, para Agamawan  menuduh kebenaran sains adalah kebenaran emosional, tidak komprehensif karena hanya bersifat materi dan tidak dapat mengantarkan pada kebahagiaan hakiki.  
           Dengan porsi bahwa Agama telah secara mayor menancap erat dilubuk hati setiap manusia, maka jelas, jika sains berusaha merusak kenyamanan manusia sejak lahir. Sebagaimana kami ketahui, Agama merupakan suatu perwujudan dari gejolak hati nurani manusia, kemudian setelah dewasa, hati nurani ini di tata dengan sedemikian rupa, sehingga lebih terarah dan sistematis yang mampu mencakup universal manusia. Akan tetapi, dewasa ini, keberadaan pensistematisan suara hati ini terganjal oleh kebebasan akal manusia. Kebebasan akal yang kian menggelora inilah kemudian menjelma menjadi sebuah gerakan besar yang terus mengusik kenyamanan Agama. Seringkali Sains mencoba menabrak paradigma Agama yang telah mengakar di otak manusia. 
       Sejarah telah mencatat peristiwa ini cukup detail. Dimulai dari kisah penentangan Aristoteles yang menabrak dogma Yunani Kuno yang dikembangkan oleh Homerus dengan dua karyanya Illiad dan Odyssey. Kemudian, ada nama Moses Maimonides (1135 -1204 M) yang menjadi bahan perdebatan oleh para Agamawan Yahudi Tradisional. Ia melakukan pendekatan rasionalistik terhadap dogma Yahudi dan mengembangkannya agar sesuai dengan kemana akal manusia pergi. Setelah Maimonides di Yahudi, Galileo (1564-1632) lalu tampil sebagai momok bagi Dogma Kristiani pada awal abad 17 M. Semenjak itu, para pemikir Eropa seringkali keluar dari belenggu dogma Agama dan mengikuti kemana kebebasan akal membawanya. 
     Lagi-lagi, agama terakhir yang coba dirasuki oleh Sains adalah Islam. Ketika pergerakan awal di abad 19, yang digawangi oleh At Tahtawi, Jamaluddin al Afghani, dan disempurnakan Muhammad Abduh.  Kemudian pemikiran bebas ini benar-benar ditancapkan oleh Arkoun, Ali Ashgar, Hasan Hanafi, dan disempurnakan oleh Fazlur Rahman. Mereka berargumen dengan asumsi bahwa ide-ide masa lampau tidak lagi relevan dengan perkembangan masa sekarang. Dengan asumsi ini, maka, mereka bebas melakukan interpretasi terhadap ide-ide masa lampau ini dengan segala kemampuannya. Seperti yang disebutkan oleh Achmad Djaenuri (2004) bahwa para tokoh ini mencoba melakukan upaya untuk menjawab tantangan dari kemajuan sains di Barat dengan cara merasionalkan ajaran agama Islam. Lagi-lagi, Sains lah yang memicu terjadinya ini semua.

Kekuatan Sains dan Kelemahan Agama, serta Sebaliknya.

      Sebagaimana kita ketahui, bahwa sejatinya, manusia memiliki kebutuhan. Kebutuhan ini yang membawa manusia beranjak keluar rumah. Kebutuhan yang harus dipenuhi manusia adalah Jasmani dan Rohani. Dengan perkembangan sains yang luar biasa ini, kebutuhan manusia mampu dijawab dan dipenuhi secara sistematis. Lalu, ketika manusia terus bertanya, tentang apa gunanya Sains, akhirnya, para ilmuwan mencoba mencari jalan dimana kegunaan Sains ini bisa terlihat secara mayor.
       Dengan penataan Sains yang sistematis ini, ia memiliki kekuatan besar untuk menjamah ke seluruh lapisan masyarakat. Dengan sifatnya yang Universal, Sains mampu secara serentak memasuki kehidupan seluruh masyarakat. Bahkan di Indonesia, persaingan perebutan tempat ini cukup signifikan. Menurut data BAN PT dan Bimas Kristen Kemenag RI per Oktober 2015, tercatat ada 345 lembaga Tinggi Theologia di seluruh Indonesia. Sedangkan, data yang kami temukan, ada sekitar 270 Perguruan Tinggi Agama Islam swasta. Sementara itu, Universitas Negeri yang tercatat, ada sekitar 75, lalu Politeknik ada 105 dan Institut sekitar 35. Data ini cukup mewakili bagaimana perkembangan dari tahun sebelumnya, menurut data BPS tahun 2013/2014, di seluruh Indonesia ada 53 PT Negeri di bawah Kemenag RI, 625 PT Swasta, dengan 341.315 Mahasiswa Negeri dan 272.350 Mahasiswa Swasta, lalu ada sekitar 12.002 tenaga pengajar Negeri dan 14.669 Tenaga Pengajar Swasta. 
       Dengan melihat kenyataan di atas, tentu, nilai mayor terletak pada minat masyarakat untuk mengambil Sains lebih besar dari ilmu Agama murni. Menurut Statistik Pendis Kemenag, ada ribuan Ponpes yang ada di Indonesia.  Dari seluruh Pondok Pesantren yang ada, berdasarkan tipologi Pondok Pesantren, terdapat sebanyak 14.459 (53,10%) Pondok Pesantren Salafiyah, dan 7.727 (28,38%) Khalafiyah/Ashriyah, serta 5.044 (18,52%) sebagai Pondok Pesantren Kombinasi. Populasi Pondok Pesantren terbesar berada di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Banten yang berjumlah 78,60% dari jumlah seluruh Pondok Pesantren di Indonesia. Dengan rincian Jawa Barat 7.624 (28,00%), Jawa Timur 6.003 (22,05%), Jawa Tengah 4.276 (15,70%), dan Banten 3.500 (12,85%). Jumlah santri Pondok Pesantren secara keseluruhan adalah 3.759.198 orang santri, terdiri dari 1.886.748 orang  santri laki-laki (50,19%), dan 1.872.450 orang santri perempuan (49,81%). Akan tetapi, angka itu tidak cukup signifikan, mengingat, Santri  yang  belajar  Kitab  Kuning  (hanya  ngaji) sebanyak  1.729.670  orang  santri 893.178  orang santri (51,64%) (46,01%) ,  dari  jumlah  tersebut berjenis  kelamin  lakilaki,  dan   berjenis  kelamin  perempuan  sebanyak  836.492  orang. Dari angka itu, kita mampu melihat, hanya 46% saja Santri yang hanya ngaji kitab.
Melihat kenyataan ini, bahwa ketika Santri saja hanya minor, bagaimana dengan masyarakat yang luas ini ??
         Dengan asumsi prosentase data pesantren ini, jika diterapkan dalam PT Islam, maka hanya ada  sekitar 282.332 mahasiswa yang mendalami ilmu Agama dalam Fakultas Ushuluddin, Dakwah, dan Tarbiyah. Artinya ada 331.433 mahasiswa PT Islam yang berada di perkembangan Sains. Tidak hanya itu, ketika berada dalam fakultas khusus Agama, mahasiswa juga di bebani beberapa mata kuliah yang berafiliasi pada Sains cukup besar. Sedangkan, jika berada dalam Fakultas Sains, hanya satu mata kuliah Agama saja yang di ajarkan. Ini tentu memberikan kemenangan yang telak bagi Sains daripada Agama.
Dari alasan yang paling masuk akal dari adanya fenomena ini, kami mendapati bahwa memang Sains memiliki keunggulan berupa :
Sifat universalitas Sains yang mampu menjangkau ke seluruh penjuru kehidupan.
Sifat rasionalnya yang mampu dicerna kemana arah pemikiran manusia yang pastinya akan mampu menjangkau seluruh lapisan.
Sifat akumulatifnya yang tentu akan bersinambungan sampai masa yang lebih lanjut.
Sifat emporisnya yang tentu dapat dipertanggungjawabkan dengan percobaan yang lebih lanjut.
Hasil kerja sains mampu menjangkau setiap sendi kehidupan secara sistematis.
Tertera sebuah catatan bahwa Sains hadir untuk menjawab kebutuhan manusia secara riil.
    Dari setiap poin itu, Agama berada di belakang sains, dengan aalasan Agama hanya berupa jawaban atas kebutuhan jiwa manusia. Sedangkan kebutuhan jasmani sulit untuk dijawab oleh Agama. Berkat kedudukan itu, Sains unggul dengan eksistensinya. Agama hanya sebuah alternatif solusi atas problemayika kehidupan ini. Seperti yang disebut oleh Karl Marx, “Agama adalah madat bagi masyarakat.” Yang menjelaskan bahwa konflik status quo lah yang menjadikan Agama mampu merangkul kaum bawah yang tak mampu bersaing dengan kelas atas. Agama sebagai alat pelarian dari masyarakat bawah, dan disalahgunakan kelas atas untuk menenangkan kaum bawah agar tidak lagi memaksa untuk meminta pergantian posisi. 
        Kemenangan Sains yang patut untuk kita lihat lagi ialah yang oleh John Dewey (  ) disebut Occam’s Razor yang berupa 3 kaidah elementer Sains. Pertama, jangan mempersulit hal yang sesungguhnya  tidak rumit. Kedua, Teori yang paling benar, adalah teori yang paling ringkas diantara yang ada. Ketiga, jika ingin menjelaskan segala sesuatu, mulailah dengan kejadian empiris, jangan membuat lompatan iman. Ini tentu, semua orang mampu untuk memahaminya. 
    Akan tetapi, juga ada beberapa catatan khusus yang mampu dimenangkan oleh Agama untuk menjadi yang di depan. Dalam beberapa catatan, kami menemukan bahwa kemenangan Agama yang tidak dapat ditembus oleh Sains adalah tentang bagaimana sebuah fenomena terjadi yang spontan dan tanpa adanya kerangka acuan yang pasti. Mengingat, bahwa Agama menjadi satu-satunya sumber gagasan yang paling rumit, maka ia berada di pihak atas. Sebab, seperti yang kita ketahui, Sifat Sains adalah reduksionis dari peristiwa-peristiwa yang rumit. Seringkali peristiwa yang rumit itu luput dari analisa sains, karena cakupan sains sangatlah terbatas. Sains telah mereduksi pengetahuan ke dalam kategori-kategori mekanistik dan prinsip anomistik. Sains tidak mampu menjelaskan rumitnya struktur manusia dan Alam semesta. Seperti yang kita ketahui, Manusia secara mayor bukanlah pelaku, melainkan budak atau mesin yang dikendalikan oleh Moral, Etika, Agama, dan seni yang merupakan sebuah landasan utama kegiatan ekonomi manusia.
         Kemudian, sifat pragmatik dari Sains juga mengandung kelemahan yang berakibat pada tuntutan agar Sains mampu menjawab segala keingintahuan Manusia yang ia rasakan. Sifat pragmatik ini selalu berkaitan dengan utilitas sebuah Sains. Dengan sifat ini, maka para Saintis mengklaim bahwa Alam akan berjalan sesuai kontrol dari subjek itu. Karena memang, manusia akan mempergunakan Sains sebagai alat untuk pemenuhan kebutuhan jasmani yang berupa penciptaan alat2 untuk mempermudah kehidupan manusia. Agama berada di garda depan, sebab, ia mampu membawa manusia mengatur tingkah lakunya sendiri, dan juga akan membawa manusia melihat kemana sebenarnya ia akan pergi. 
         Kelemahan Sains yang lain, ialah dengan adanya klaim objektifitasnya yang membawa Sains terjerembap ke dalam sebuah ketidak relevansinya terhadap kompleksitas Alam. Sains hanya mengenali secara empiri-sensual yang tentunya akan berpengaruh terhadap arah manusia berjalan. Sedangkan Agama mampu secara non-empiri memberikan pedoman dan gagasan yang kompleks dan terkadang metode Ilmiah tidak dapat menjangkaunya. Seperti yang dikatakan Hawkings, "Menurut saya, tidak ada aspek realitas melampaui realitas yang bisa dipahami manusia." Ini menunjukkan bahwa keterbatasan Sains tidak mampu menjangkau di luar jangkauan manusia, sains hanya bersubjek pada Manusia. Akan tetapi, Agama, dimanapun itu, menempatkan kemampyan yang lebih tinggi dari manusia, manusia hanyalah bagian dari Alam, dan manusia hanya bisa mengikuti alam, bukan alam yang mengikuti manusia.
         Dengan sedikit analisa tersebut, kita akan sedikit mampu memahami bagaimana perjalanan persaingan Sains dan Agama. Tentu, jika kita memakai kerangka acuan dari akal manusia, Sains akan menang melawan Agama. Karena Sains berpijak pada subjek manusia. Jika ditinjau dari ilmu Agama, maka inilah yang dimaksud dengan sifat Egois dari Manusia. Sangat umum kita menemukan manusia memiliki sifat yang hanya menilai berdasar panca indera mereka. Seseorang sangat minim memiliki kemampuan untuk memahami bagaimana menjadi pihak lain secara realitas. Meskipun ia seorang pemain sinema sekalipun, tetap tak bisa merubah sifat aslinya yang telah ia miliki. Agama memberikan penjelasan mengenai kemampuan pihak lain di luar manusia yang tidak dapat dijangkau manusia. Agama juga memberikan pengetahuan yang kompleks dan tidak dapat di analisa melainkan jika manusia telah lepas dari sifat manusiawinya. Dengan demikian, Agama akan lebih menjanjikan pengetahuan yang tidak terbatas. Sangat berbeda dengan kemampuan manusia yang terbatas untuk menerima pengetahuan. Jika seandainya manusia tidak terkungkung dengan kebutuhan, maka pastilah Sains tidak akan pernah ada.



Balikpapan, 24 Januari 2017.
Arif Yusuf