Jumat, 23 November 2018

KETIKA KEMISKINAN MENJADI KAMBING HITAM




Tadinya aku pengin bilang
Aku butuh rumah
Tapi lantas kugangti
Dengan kalimat
Setiap orang butuh tanah
Ingat : setiap orang !

Aku berfikir tentang sebuah geraskan
Tapi mana mungkin
Aku nuntut sendirian ?
Aku bukan orang suci
Yang bisa hidup dengan sekepal nasi
Dan air sekendi

Aku butuh celana dan baju
Untuk menutup
Kemaluanku
Aku berfikir tentang sebuah gerakan
Tapi mana mungkin kalau diam ?
                  
                  
                            ( Wiji Thukul, 1987. “Tentang Sebuah Gerakan.)

Diawal abad 21 ini, jika kita berbicara sebuah peradaban, maka semua orang tentu akan menjawab, Sains. Jika berbicara mengenai militer, AS. Jika berbicara mengenai ekonomi, Qatar. Jika berbicara mengenai Sains dan Tekhnologi, AS. Jika berbicara mengenai pendidikan, Finlandia. Jika berbicara mengenai tempat terindah, Swedia. Jika berbicara mengenai Fisika, CERN. Jika berbicara mengenai Sepakbola, Spanyol dan Ronaldo. Jika berbicara mengenai Islam, 9/11. Jika berbicara mengenai Alam Semesta, Flat Earth. Jika berbicara mengenai SDA, The Peak Oil Theory. Namun, disini yang akan kami bicarakan mengenai penduduk, manusia dan masyarakat.
PBB, merilis data pada 1 Juli 2015 tentang penduduk Dunia, didapatkan angka sekitar 7.324.77782.225. Jumlah ini 1,1182%  lebih banyak dari tahun sebelumnya yang diperkirakan sebesar 7.243.784.121 jiwa.  Dari jumlah tewrsebut  Dari jumlah tersebut, terbesar ada di negara-negara Asia dengan populasi sekitar 4,384,844,097 atau 59,86%, dan untuk yang terkecil berada di Australia dan Oceania dengan populasi sekitar 39,359,270 atau 0,54% dari total. Sedangkan, negara terkaya dengan PDB terbesar, Qatar, memiliki Populasi sekitar 2.120.129 jiwa. Untuk Negara adidaya Amerika Serikat, populasinya sekitar 321.034.355 jiwa dan menempati urutan ke 3 Dunia. Indonesia sendiri, sesuai data yang dirilis, diperkirakan sekitar 255.461.700 jiwa. Sementara, penduduk terbanyak tetap dimiliki oleh China dan India dengan masing-masing sekitar 1,38 milliar dan 1,28 miliar jiwa.
Kepadatan penduduk Amerika 32,7 km2, sedangkan Qatar 175 km2, Indonesia berada di kisaran 124,66/ km2 , China sebesar 142,8 / km2, India 383,6 / km2. Untuk nilai kepadatan penduduk ini, paling padat ada di Monaco dengan 16.620/ km2 , Amerika berada di 143, Qatar di 94, India di 19, China di 54, dan Indonesia di 61. Dari kisaran penduduk yang ada itu, Badan Program Pembangunan PBB merilis data pada 14 Maret 2013 tentang Indeks Pembangunan Manusia. Hasil yang di dapat, Norwegia menempati tempat tertinggi dengan 0,955 diikuti Australia dengan 0,938 lalu Amerika di posisi ketiga dengan 0,937. Walaupun negara dengan PDB tertinggi, Qatar menempati urutan ke 36 dengan 0,834, China di urutan 92 dengan 0,772, India ada di 134 dengan 0,612, sedangkan Indonesia ada di 111 dengan 0,734.
Dari sedikit paparan data itu, tentu kita akan sedikit merenung. Betapa luar biasanya suatu kehidupan manusia secara sosial masyarakat. Berbagai peristiwa dapat terjadi kapanpun dimanapun dan oleh siapapun, baik itu positif maupun negatif. Jika melihat IPP yang cukup tinggi, tentu nilai-nilai negatif akan sedikit  bisa teratasi. Akan tetapi nilai ini hanya milik Norwegia dan negara yang senada. Bagaimana tidak, di Norwegia tidak dikenal kelas sosial. Dinding pemisah antara si miskin dan si kaya hampir tidak terlihat. Bahkan menurut data EU, orang miskin di Norwegia adalah orang dengan penghasilan di bawah Rp 341.000.000 per tahun. Sedangkan menurut OECD, adalah orang dengan pendapatan dibawah Rp 237.000.000 per tahun.  Dari data OECD tahun 2004, 54% dari orang miskin memiliki 1 unit komputer, dan 42% memiliki 1 unit mobil pribadi.
Negara ini begitu indah, makmur, bahagia, aman dan tenteram, bak Surga di Dunia. Negara dengan Global Peace Index tertinggi, negara dengan penduduk paling bahagia, negara dengan Human Development Index tertinggi, negara paling nyaman untuk ibu dan anak, negara dengan hasil Global Gender Inequality Index untuk kesetaraan gender terbaik, salah satu negara dengan tingkat korupsi terendah dari hasil Corruption Perception Index. Untuk ekonomi, bagaimana kita bisa membayangkan, tahun 2013, data yang ada upah minimum sekitar Rp 61.200.000, dan kuli bangunan setidaknya 59 juta per bulan. Untuk pekerja anak usia kurang dari 18 tahun, dibayar sekitar 40 juta perbulan. Bagaimana dengan Indonesia yang mungkin bisa kita lihat terendah menurut Provinsi ada di Yogyakarta dengan Rp 1.337.645 per bulan, atau untuk wilayah Kota juga di angka Rp 1.337.600 per bulan untuk wilayah Gunung kidul. Sementara itu, untuk seorang Direktur Utama sebuah perusahaan bisa mencapai 100 juta per bulan.
Sebuah perbandingan yang amat kontras terjadi di Indonesia. Jika di Norwegia, seorang pemulung saja mampu membeli sebuah kemeja atau jas sebagai baju harian, lain hal di Indonesia yang kaos oblong lusuh dan bahkan robek di sana-sini, menjadi pakaian sehari-hari bagi pemulung. 1 dari 3 orang miskin memiliki mobil pribadi, di Indonesia, mobil hanya dirasakan oleh para pekerja kelas menengah. Jangankan beli mobil, makan saja terkadang harus menunggu hari esok jika tidak ada keperluan lain untuk mengeluarkan uang. Menurut World Bank di tahun 2015, Indonesia menempati urutan ke 9 negara dengan jumlah penduduk miskin terbesar, yaitu sekitar 30 juta jiwa. India berada di 8 dan China di urutan 10.
Gejolak kemiskinan memang amat di takuti oleh semua orang. Orang miskin dalam masyarakat identik dengan kebodohan, keterbelakangan, kejahatan dan amoralitas. Bahkan, orang miskin seperti tidak punya tempat di mata masyarakat. Maka, dengan begitu banyaknya jumlah penduduk di Bumi ini, persaingan untuk eksis semakin berat dan penuh tantangan.  Tidak ada yang menyangkal, semua orang memikirkan itu.
 Bahkan, betapa mirisnya melihat kondisi dunia saat ini. World Bank menganalisa bahwa pada 2016 setidaknya 702 juta jiwa hidup dalam kemiskinan atau sekitar 9,6 % dari jumlah penduduk Bumi. Ini berarti, dalam setiap 10 orang, ada 1 orang yang hidup di garis kemiskinan. Jika di terapkan di Indonesia, sekitar 13 orang di setiap satu km. Ini tentu menjadi sebuah keprihatinan sendiri bagi kita. Bila kita termasuk orang kelas menengah ke atas, bukankah kita tidak malu ada saudara kita yang hidup dalam kemiskinan ? Atau jika kita termasuk kalangan bawah, bukankah kita cukup berat menjalani persaingan kehidupan ini ?
Disinilah kami akan sedikit melakukan penelusuran, bagaimana para masyarakat dengan kekuatan dan kapabilitas lebih tinggi untuk menanggulangi kemiskinan. Bagaimana cara para pejabat negara dan pemimpin kelompok untuk membantu membuang aib dan memberikan kenyamanan dan keamanan kehidupan masyarakat. Agama, menjadi salah satu bagian penting untuk hal ini.

Tidak ada komentar: