Jumat, 23 November 2018

KELAS YANG TERLUPAKAN





Baik, baik aku akan menghadap dia
Menyerahkan diri dan segala dosa
Tapi janghan tentang lagi aku
Nanti darahku jadi beku
                Jangan lagi kau bercerita
Sedah tercacar semua di muka
Nanah meleleh dari luka
Sambil berjalan kau usap juga
Bersuara tiap kau melangkah
Mengerang tiap kau memandang
Menetes dari suasana kau dating
Sembarang kau merebah
Mengganggu dalam mimpiku
Menghempas aku di bumi keras
Dibibirku terasa pedas
Mengaum di telingaku
(Chairil Anwar – Kepada Peminta-minta : Juni 1943)


Setelah bangsa Indonesia merdeka, satu dari sekian kemungkinann  yang hendak dicapai ialah “menjauhkan kemiskinan dan menjelaskan sejelas-sejelasnya tentang keburukan kemiskinan.” Namun, setelah bangsa Indonesia mandiri lebih dari 2/3 abad, cita-cita tewrsebut masih perlu dipertanyakan. Sudahkah bangsa Indonesia menjadi bagian dari Negara yang sejahtera tanpa klas atas dan bawah ?
Akibat kerasnya ekonomi ini, seluruh komponen masyarakat ikut bersuara menuntut perbaikan. Sebuah Group Band asal Jogjakarta, Bunga Hitam menjadi salah satu yang terkenalgarang menyuarakan penindasan polityik dan kapitalisme. Tuntutan yang seharusnya dijawab oleh Komunisme itu ternyata hanya sebuah wacana belaka. Topeng-topeng kelicikan Komunisme akhirnya kian terungkap. Betapa tidak, seperti diungkap Ribka Ciptaning tahun 2012, 15 juta lebih berada di Indonesia. Itu lebih besar dari jumlah penduduk kota Jakarta pada tahun yang sama, dan 118 orang berada di Badan DPR. Tapi mengapa mereka diam saja, tanpa melihat apa yang terjadi di Indonesia ??
“Kegigihan mereka berdusta sangat menakjubkan,” seperti ungkap Tafiq Ismail ketika membicarakan mengenai Topeng di balik wajah Komunis. Mereka adalah kawanan serigala yang mengaku Pejuang Hak Asasi Manusia, mereka mengkampanyekan Demokrasi untuk menutupi wajah mereka, dan mereka memalukan ketika munafiknya percaya adanya Tuhan dan Agama tanpa adanya pengamalan. “antara erudisi teori dan pelaksanaan di lapangan adalah sejauh awan dengan air sumur,” tulis Taufiq Ismail.
V. I. Lenin membacakan pidato pada Kongs LigaKomunis Muda III pada 2 Oktober 1920 di Rusia, isina antara lain, :
“kami tegaskan ; moralitas adalah sesuatu yang mengabdi pada penghancuran masyarakat penindas dan menyatukan seluruh buruhkalngan proletar, yang membentuk masyarakat baru Komunis…”
Ukuran kebenaran, moralitas, tidak dibiarkan pada hakikatnya. Merombak adalah pilihan utama. Pemalsuan segala sesuatu, penyembunyian kebenaran yang hakiki ditolak habis. Iblispun mungkin akan berkata, “baiklah…kita tunggu saja sambil minum segelas kopi yang dilarang Clement III untuk manusia.” Menandakan betapa besarnya dosa bagi para Komunis dalam melembagakan kerja Iblis.  Mereka tidak hanya suka, namun menjadi ideologinyang pantas diperjuangkan.
Persaingan kelas itu, bukan untuk diatasi dan dicarikan solusi,namun menjadi lading untuk menuai pertunjukkan. Sandiwara dimuali. Pesta telah terlembagakan. Iming-iming perbaikan justru menjadi bom waktu yang terus di tancapkan. 15 tahun, 2321 kasus Korupsi tercatat MA di Kasasi. Lebih parah lagi bila ke Daerah yang otonomi. Tahun 2014-2015 saja ada 803 kasus. Artinya setiap 21 jam 50 menit, tercatat 1 kasus Korupsi di MA. Pekerjaan yang cukup padat bagi yang bergaji 120 juta tiap bulannya. Mereka dibayar 3,5 juta untuk setiap kasusnya. Angka yang teramat kecil bila ia harus menerima 10 juta yang teramat kecil bagi pelaku Korupsi. Dimana kerja PKI yang katanya meninggalkan penindasan Hak Asasi Manusia ? menyelesaikan itu tidak bisa ?? mengapa tidak membunuh saja pelaku Korupsi itu ?? mereka punya harta untuk menyejahterakannya ? itu namanya berenang takut tenggelam. Tak usahlah sok lihai berenang kalau anda masih menginginkan harta dan kekuasaan di tangan.
Justru yang terjadi adalah manusia menidas manusia. Ketika kalangan bawah yang tidak mau menurut pada mereka, hantaman palu, codetan arit, dan hujatan timah panas menjadi pilihan yang meyakinkan. Tak ada perlawanan, memang, karena dalam komunisme, ya dan tidak, tak dapat ditoleransi. Dalam Matematika bias dipelajari, namun Komunisme tidak mau menerima itu, toh juga kebenaran Matematika relative. Tak perlu percaya pada apapun, kecuali harus ada rombakan dan gugatan. Kelas yang diperjuangkan, namanya juga topeng, jika mereka menang, untuk apa berjuang untuk kawan. Penidasan mereka bukan pada harta dan kekayaan, melainkan harga diri yang tak terbayarkan. Mereka meminjam kesengsaraan untuk memperoleh kekuasaan, dan tentunya kenikmatan diatas poenderitaan. Pepatah Polandia menyebutnya, “dalam Komunisme, manusia menindas manusia, dalam kapitalisme, sebaliknya.”
Pada keadaan yang demikian, buruh yang terjalin dalam gerakan kelas Proletariat hanya mampu menangisi nasib jika ia tahu. Nama mereka di bawa ke taman-taman surge, ke lembah neraka, ke padang sbana, dan bahkan semak rimba yang mengerikan, namun jiwa dan raga mereka tetap di tempat. Jangankan bergerak, untuk melihat arah pun tak ada yang peduli.
Entah inin ada kaitannya dengan Komuunisme atau tidak, bagaimna mungkin semua pihak menghalalkan Korupsi atas nama Kemiskinan. Pinrang dan Pamekasan menjadi saksi bisu atas dua kasu yang menelan 17 Milliar harta rakyat. 2 ton lebih beras untuk rakyat miskin hilang jalan dalam pergeseran dari pemerintah kepada  rakyat bawah. 10 tahun penjaras adalah hukuman yang tak setiumpal sama sekali. Sebab, uang 17 Milliar akan mampu menyumbang kehidupan bagi 14 ribu jiwa untuk makan selama 2 bulan. 14 ribu jiwa di bayar dengan penjara ?? tak masuk akal sama sekali. Mengapa Komunis diam saja ? membunuh bukan urusan yang halal ? mengapa Amrozi di bunuh seketika saja hanya karena menghilangkan nyawa 202 jiwa.
Seorang yang terlibat dalam Komunisme ternyata hanya sedikit saja yang tahu diri. Seperti kata Bung Hatta, “kalau ada pemuda Marxis yang mengaku Islam, atau Pemuda Islam yang mengaku Marxis, maka ada yang tidak beres dengan jiwanya.” Ini menyatakan tegas bahwa mereka sebenarnya bukan seorang yang baik, menurut standart agama. Bagaimana mungkin Islam yang di akui meliputi tatanan Moralitas, aekonomi, social budaya, hukum, dan bahkan pendidikkan, mewakili seluruh agama di muka Bumi, dikatakan kontradiksi dengan Komunis. Apa yang dimaksud dengan hal itu kalau bukan Komunis yang jahat. Bahkan mereka mengaku menjadi korban saat pembantaian di Madiun, mereka menuduh Pemerintah dan Umat Islam adalah pelakunya. Mengapa mereka lalu menyalahkan orang lain dikala mereka mencabut diri dari jamaah Syarekat Islam ?.
Ketidak tahuan diri mereka terungkap dalam kampanye-kampanye dusta mereka. Bukti atas ideology mereka yang sah bukanlah hal yang menakjubkan. Ssseperti kata Pramoedya Ananta Toer, “jangan menyalahkan ideology hanya dengan realitas social.” Peradaban mana yang merujuk pada ideology tersebut, kecuali bila Komunis bias memegang kendali.
Keras memang jika Islam dikatakan sebagai Agama yang menghalalkan pembunuhan atas orang kafir. Namun, ideology mereka menancapkan itu dalam beberapa situasi. Ini berbeda dengan Partai Komunisme China yang memberangus Pribumi demi kepentingan ekonomi merekea. Pasar-pasar mereka kuasai untuk menyelaraskan aksi. Ideology penghapusan kelas hanya sebuah lelucon dikala gerimis mengundang. Kelas yang jkian surut, bahkan tak bertampak, jika menonjol, potong, basmi, dan musnahkan. Seperti perintah Lenin, ‘tidak mengapa jika ¾ penduduk bumi hangus, asalkan yang ¼ itu Komunis.”
Kita melihat 127 juta jiwa merupakan buruh pekerja di lapangan dari sekitar 255 juta jiwa penduduk Indonesia. 49 % adalah kaum pekerja di bawah kepemimpinan. Lantas siapa yang akan disisakan sebagai komunis itu ?? 1/3 dari 255 mencakup 85 juta jiwa, semua anggota KADIN yang sekitar 91.000 itu masuk dengan mulus. Apakah mereka akan memasukkan angka 30 juta jiwa yang miskin itu ? ketidak jelasan inilah yang menyebabkan mereka di buai asmara. Mereka mencintai harta, jika mereka bias dapatkan. Mereka juga mencintai darah jika memang keinginannya tidak dituruti.

Tidak ada komentar: