Baik, baik aku akan menghadap dia
Menyerahkan diri dan segala dosa
Tapi janghan tentang lagi aku
Nanti darahku jadi beku
Jangan lagi kau
bercerita
Sedah tercacar semua di muka
Nanah meleleh dari luka
Sambil berjalan kau usap juga
Bersuara tiap kau melangkah
Mengerang tiap kau memandang
Menetes dari suasana kau dating
Sembarang kau merebah
Mengganggu dalam mimpiku
Menghempas aku di bumi keras
Dibibirku terasa pedas
Mengaum di telingaku
(Chairil Anwar – Kepada Peminta-minta : Juni 1943)
Setelah bangsa Indonesia
merdeka, satu dari sekian kemungkinann
yang hendak dicapai ialah “menjauhkan kemiskinan dan menjelaskan
sejelas-sejelasnya tentang keburukan kemiskinan.” Namun, setelah bangsa
Indonesia mandiri lebih dari 2/3 abad, cita-cita tewrsebut masih perlu
dipertanyakan. Sudahkah bangsa Indonesia menjadi bagian dari Negara yang
sejahtera tanpa klas atas dan bawah ?
Akibat kerasnya ekonomi
ini, seluruh komponen masyarakat ikut bersuara menuntut perbaikan. Sebuah Group
Band asal Jogjakarta, Bunga Hitam menjadi salah satu yang terkenalgarang
menyuarakan penindasan polityik dan kapitalisme. Tuntutan yang seharusnya
dijawab oleh Komunisme itu ternyata hanya sebuah wacana belaka. Topeng-topeng
kelicikan Komunisme akhirnya kian terungkap. Betapa tidak, seperti diungkap
Ribka Ciptaning tahun 2012, 15 juta lebih berada di Indonesia. Itu lebih besar
dari jumlah penduduk kota Jakarta pada tahun yang sama, dan 118 orang berada di
Badan DPR. Tapi mengapa mereka diam saja, tanpa melihat apa yang terjadi di
Indonesia ??
“Kegigihan mereka
berdusta sangat menakjubkan,” seperti ungkap Tafiq Ismail ketika membicarakan
mengenai Topeng di balik wajah Komunis. Mereka adalah kawanan serigala yang
mengaku Pejuang Hak Asasi Manusia, mereka mengkampanyekan Demokrasi untuk
menutupi wajah mereka, dan mereka memalukan ketika munafiknya percaya adanya
Tuhan dan Agama tanpa adanya pengamalan. “antara erudisi teori dan pelaksanaan
di lapangan adalah sejauh awan dengan air sumur,” tulis Taufiq Ismail.
V. I. Lenin membacakan
pidato pada Kongs LigaKomunis Muda III pada 2 Oktober 1920 di Rusia, isina
antara lain, :
“kami tegaskan ; moralitas adalah sesuatu yang mengabdi pada
penghancuran masyarakat penindas dan menyatukan seluruh buruhkalngan proletar,
yang membentuk masyarakat baru Komunis…”
Ukuran kebenaran,
moralitas, tidak dibiarkan pada hakikatnya. Merombak adalah pilihan utama.
Pemalsuan segala sesuatu, penyembunyian kebenaran yang hakiki ditolak habis.
Iblispun mungkin akan berkata, “baiklah…kita tunggu saja sambil minum segelas
kopi yang dilarang Clement III untuk manusia.” Menandakan betapa besarnya dosa
bagi para Komunis dalam melembagakan kerja Iblis. Mereka tidak hanya suka, namun menjadi
ideologinyang pantas diperjuangkan.
Persaingan kelas itu,
bukan untuk diatasi dan dicarikan solusi,namun menjadi lading untuk menuai
pertunjukkan. Sandiwara dimuali. Pesta telah terlembagakan. Iming-iming
perbaikan justru menjadi bom waktu yang terus di tancapkan. 15 tahun, 2321
kasus Korupsi tercatat MA di Kasasi. Lebih parah lagi bila ke Daerah yang
otonomi. Tahun 2014-2015 saja ada 803 kasus. Artinya setiap 21 jam 50 menit,
tercatat 1 kasus Korupsi di MA. Pekerjaan yang cukup padat bagi yang bergaji
120 juta tiap bulannya. Mereka dibayar 3,5 juta untuk setiap kasusnya. Angka
yang teramat kecil bila ia harus menerima 10 juta yang teramat kecil bagi
pelaku Korupsi. Dimana kerja PKI yang katanya meninggalkan penindasan Hak Asasi
Manusia ? menyelesaikan itu tidak bisa ?? mengapa tidak membunuh saja pelaku
Korupsi itu ?? mereka punya harta untuk menyejahterakannya ? itu namanya
berenang takut tenggelam. Tak usahlah sok lihai berenang kalau anda masih
menginginkan harta dan kekuasaan di tangan.
Justru yang terjadi
adalah manusia menidas manusia. Ketika kalangan bawah yang tidak mau menurut
pada mereka, hantaman palu, codetan arit, dan hujatan timah panas menjadi
pilihan yang meyakinkan. Tak ada perlawanan, memang, karena dalam komunisme, ya
dan tidak, tak dapat ditoleransi. Dalam Matematika bias dipelajari, namun
Komunisme tidak mau menerima itu, toh juga kebenaran Matematika relative. Tak
perlu percaya pada apapun, kecuali harus ada rombakan dan gugatan. Kelas yang
diperjuangkan, namanya juga topeng, jika mereka menang, untuk apa berjuang
untuk kawan. Penidasan mereka bukan pada harta dan kekayaan, melainkan harga
diri yang tak terbayarkan. Mereka meminjam kesengsaraan untuk memperoleh
kekuasaan, dan tentunya kenikmatan diatas poenderitaan. Pepatah Polandia
menyebutnya, “dalam Komunisme, manusia menindas manusia, dalam kapitalisme,
sebaliknya.”
Pada keadaan yang
demikian, buruh yang terjalin dalam gerakan kelas Proletariat hanya mampu
menangisi nasib jika ia tahu. Nama mereka di bawa ke taman-taman surge, ke
lembah neraka, ke padang sbana, dan bahkan semak rimba yang mengerikan, namun
jiwa dan raga mereka tetap di tempat. Jangankan bergerak, untuk melihat arah
pun tak ada yang peduli.
Entah inin ada kaitannya
dengan Komuunisme atau tidak, bagaimna mungkin semua pihak menghalalkan Korupsi
atas nama Kemiskinan. Pinrang dan Pamekasan menjadi saksi bisu atas dua kasu
yang menelan 17 Milliar harta rakyat. 2 ton lebih beras untuk rakyat miskin
hilang jalan dalam pergeseran dari pemerintah kepada rakyat bawah. 10 tahun penjaras adalah
hukuman yang tak setiumpal sama sekali. Sebab, uang 17 Milliar akan mampu
menyumbang kehidupan bagi 14 ribu jiwa untuk makan selama 2 bulan. 14 ribu jiwa
di bayar dengan penjara ?? tak masuk akal sama sekali. Mengapa Komunis diam
saja ? membunuh bukan urusan yang halal ? mengapa Amrozi di bunuh seketika saja
hanya karena menghilangkan nyawa 202 jiwa.
Seorang yang terlibat
dalam Komunisme ternyata hanya sedikit saja yang tahu diri. Seperti kata Bung
Hatta, “kalau ada pemuda Marxis yang mengaku Islam, atau Pemuda Islam yang
mengaku Marxis, maka ada yang tidak beres dengan jiwanya.” Ini menyatakan tegas
bahwa mereka sebenarnya bukan seorang yang baik, menurut standart agama.
Bagaimana mungkin Islam yang di akui meliputi tatanan Moralitas, aekonomi,
social budaya, hukum, dan bahkan pendidikkan, mewakili seluruh agama di muka
Bumi, dikatakan kontradiksi dengan Komunis. Apa yang dimaksud dengan hal itu
kalau bukan Komunis yang jahat. Bahkan mereka mengaku menjadi korban saat
pembantaian di Madiun, mereka menuduh Pemerintah dan Umat Islam adalah
pelakunya. Mengapa mereka lalu menyalahkan orang lain dikala mereka mencabut
diri dari jamaah Syarekat Islam ?.
Ketidak tahuan diri
mereka terungkap dalam kampanye-kampanye dusta mereka. Bukti atas ideology
mereka yang sah bukanlah hal yang menakjubkan. Ssseperti kata Pramoedya Ananta
Toer, “jangan menyalahkan ideology hanya dengan realitas social.” Peradaban mana
yang merujuk pada ideology tersebut, kecuali bila Komunis bias memegang
kendali.
Keras memang jika Islam
dikatakan sebagai Agama yang menghalalkan pembunuhan atas orang kafir. Namun,
ideology mereka menancapkan itu dalam beberapa situasi. Ini berbeda dengan
Partai Komunisme China yang memberangus Pribumi demi kepentingan ekonomi
merekea. Pasar-pasar mereka kuasai untuk menyelaraskan aksi. Ideology
penghapusan kelas hanya sebuah lelucon dikala gerimis mengundang. Kelas yang
jkian surut, bahkan tak bertampak, jika menonjol, potong, basmi, dan musnahkan.
Seperti perintah Lenin, ‘tidak mengapa jika ¾ penduduk bumi hangus, asalkan
yang ¼ itu Komunis.”
Kita melihat 127 juta
jiwa merupakan buruh pekerja di lapangan dari sekitar 255 juta jiwa penduduk
Indonesia. 49 % adalah kaum pekerja di bawah kepemimpinan. Lantas siapa yang
akan disisakan sebagai komunis itu ?? 1/3 dari 255 mencakup 85 juta jiwa, semua
anggota KADIN yang sekitar 91.000 itu masuk dengan mulus. Apakah mereka akan
memasukkan angka 30 juta jiwa yang miskin itu ? ketidak jelasan inilah yang
menyebabkan mereka di buai asmara. Mereka mencintai harta, jika mereka bias
dapatkan. Mereka juga mencintai darah jika memang keinginannya tidak dituruti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar